Peran strategis
Peran strategis
Pertama, guru yang baik akan selalu menjadi pelita (rahmat) bagi alam semesta. "Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS 21:107).
Rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, guru harus mendidik murid-muridnya dengan kasih sayang. Sebagaimana Tuhan mengutus para nabi kepada seluruh manusia sebagai bentuk kasih sayang-
Nya yang terbesar.
Pendidikan harus dilakukan dengan proses lemah lembut dan kasih sayang. Ketika murid telah mencintai gurunya, maka proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan harmonis. Apabila kenyamanan berkomunikasi sudah terjalin, maka transmisi pengetahuan dan nilai serta internalisasi karakter pun mudah melekat pada jiwa anak.
Mendidik anak dengan cinta tidaklah mudah. Diperlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi. Namun, bukan berarti dengan kesulitan itu lantas guru seenaknya saja. Diperlukan strategi khusus untuk melakukan itu. Misalnya, dengan melihat kemampuan dan potensi siswanya dengan baik, fleksibel, dan tidak terlalu protektif kepada anak. Pun pembelajaran yang dilakukan harus rileks dan menyenangkan (joyful study).
E Handayani Tyas (2013) mengatakan, guru diharapkan dapat menjadi pendidik yang memenuhi tiga kunci, yakni dasar pendidikannya adalah kasih sayang, syarat teknisnya adalah saling percaya, dan syarat mutlaknya adalah kewibawaan.
Pendidikan yang dilakukan dengan kasih sayang akan melahirkan pengasih- pengasih selanjutnya, generasi yang peka dengan keadaan sosial, demokratis, inklusif, toleran, penuh persaudaraan dan perdamaian. Bukan generasi angkuh, egois, dan radikal.
Kedua, guru memberikan petunjuk ke jalan yang benar. "Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan." (QS 35:24).
Salah satu tugas guru adalah sebagai mursyid, yakni pembimbing ke arah Salah satu tugas guru adalah sebagai mursyid, yakni pembimbing ke arah
Mursyid dalam ilmu tasawuf biasanya disematkan kepada guru sufi, yaitu orang yang ahli memberi petunjuk dalam bidang kebatinan. Para mursyid dianggap golongan pewaris para nabi dalam bidang penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs).
Dengan peran mursyidnya, guru diharapkan mampu mencetak manusia yang memiliki hati, sifat, ucapan, dan perilaku yang bersih dan suci. Bersih dari kedengkian, ketamakan harta, pemujaan jabatan, dan korupsi.
Ketiga, guru memberi peringatan kepada murid-murid dan masyarakat. "Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS 6:48)
Guru adalah kaum intelektual yang membantu murid-muridnya untuk mencapai tujuan pendidikan dan kebenaran sejati. Namun perlu diingat, guru juga manusia biasa, bukan malaikat. Seperti nabi yang hanya sebagai penyampai pesan dan pemberi peringatan bagi kaumnya.
Proses belajar-mengajar harus dilakukan tanpa unsur paksaan. Memaksakan kehendak anak didik dalam belajar tak akan memberi bekas sedikit pun bagi perkembangannya. Seperti dakwah para nabi kepada umatnya yang dilakukan dengan pendekatan persuasif tanpa paksaan, apalagi kekerasan. Dakwah pada hakikatnya meyakinkan manusia agar selalu berjalan dalam koridor kebenaran. Dakwah bukan mencerca, mengejek, mengancam, atau bahkan meneror.
Keempat, guru menjadi teladan yang baik. "Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak." (HR Ahmad). Salah satu faktor penting keberhasilan para Nabi dalam mendidik dan membimbing umatnya, sebelum berdakwah mereka telah menjadi living model (teladan). Mereka adalah orang-orang pertama yang melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Dengan itu umat pun mudah mengamalkan dan meniru ajarannya.
Sesuatu yang akan membingungkan murid bila ucapan guru dan perilakunya berbeda. Murid-murid tak tahu siapa yang harus dicontoh, dan apa arti dari keluhuran budi dan kemuliaan akhlak. (Syafi’i Antonio, 2009: 195).
Akhir kata, guru sebagai pahlawan dan pewaris para Nabi memiliki peran besar dalam pencerdasan, pencerahan, dan penyelamat bangsa dari keterpurukan moral manusia yang gila harta, pemuja jabatan, wanita, dan korupsi. Selamat Hari Guru!
Edi Sugianto
Pengamat Pendidikan
VIP-kan Guru-guru Kita!
Posted Sat, 11/22/2014 - 01:19 by sidiknas
Oleh: Anies Baswedan
Sumber : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/node/3505 Berapa jumlah guru yang masih hidup?‖ itu pertanyaan Kaisar Jepang
sesudah bom atom dijatuhkan di tanah Jepang. Kisah itu beredar luas. Bisa jadi itu mitos, tetapi narasi itu punya konteks
yang valid: pemimpin ‖Negeri Sakura‖ itu memikirkan pendidikan sebagai soal amat mendasar untuk bangkit, menang, dan kuat. Ia sadar bukan alam yang membuat Jepang menjadi kuat, melainkan kualitas manusianya.
Pendidikan jangan pernah dipandang sebagai urusan sektoral. Pendidikan adalah urusan mendasar bangsa yang lintas sektoral. Hari ini 53 persen penduduk bekerja kita hanya tamat SD atau lebih rendah, yang berpendidikan tinggi hanya 9 persen. Pendidikan bukan sekadar bersekolah, melainkan fakta itu gambaran menampar yang membuat kita termenung.
Dari sisi kuantitas, penduduk Indonesia di urutan keempat dunia, tetapi dari segi kualitas di urutan ke-124 dari 187 negara. Bangsa ini telah secara
‖terencana‖ membuat sebagian besar penduduknya dicukupkan untuk berlevel pendidikan rendah. Tak aneh jika kini serba impor karena memang
sebagian besar penduduk bekerja kita hanya bisa menghasilkan produk bernilai tambah yang rendah.
Selama bangsa dan para pemimpinnya bicara pendidikan secara sambil lalu, dan selama masalah pendidikan dianggap bukan masalah kepemimpinan nasional, jangan harap masa depan akan bisa kuat, mandiri, dan berwibawa. Kunci kekuatan bangsa itu pada manusianya. Jangan hanya fokus pada infrastruktur penopang kehidupan bangsa. Sesungguhya kualitas infrastruktur kehidupan sebuah bangsa semata-mata cermin kualitas manusianya !
Pendidikan adalah soal interaksi antarmanusia. Interaksi antara pendidik dan peserta didik, antara orangtua dan anak, antara guru dan murid, serta antara lingkungan dan para pembelajar. Guru adalah inti dari proses pendidikan. Guru menjadi kunci utama kualitas pendidikan.
Berhenti memandang soal guru sebagai ‖sekadar‖ soalnya kementerian atau sebatas urusan kepegawaian. Soal guru adalah soal masa depan bangsa. Di
ruang kelasnya ada wajah masa depan Indonesia. Gurulah kelompok yang paling awal tahu potret masa depan dan gurulah yang bisa membentuk potret masa depan bangsa Indonesia. Cara sebuah bangsa memperlakukan gurunya adalah cermin cara bangsa memperlakukan masa depannya!
Ya, penyesuaian kurikulum itu penting, tetapi lebih penting dan mendesak adalah menyelesaikan masalah-masalah terkait dengan guru. Guru merupakan ujung tombak. Kurikulum boleh sangat bagus, tetapi bakal mubazir andai disampaikan oleh guru yang diimpit sederetan masalah.
Tanpa penyelesaian masalah-masalah seputar guru, kurikulum nyaris tak ada artinya.
Guru juga manusia biasa, dengan plus-minus sebagai manusia, guru tetap kunci utama. Seorang murid menyukai pelajaran bukan sekadar karena buku atau kurikulumnya, melainkan karena gurunya. Guru yang menyebalkan membuat murid menjauhi pelajarannya, guru yang menyenangkan dan inspiratif membuat murid mencintai pelajarannya.
Kita pasti punya banyak guru yang dulu mengajar. Ada yang masih diingat dan ada yang terlupakan. Artinya, setiap guru punya pilihan, mau jadi pendidik yang dikenang karena inspirasinya atau menjadi pendidik yang terlupakan atau malah diingat karena perilakunya negatif. Guru harus sadar diri. Ia pegang peran besar, mendasar, dan jangka panjang sifatnya. Jika seseorang tak mau menjadi pendidik yang baik, lebih baik berhenti menjadi guru. Terlalu mahal konsekuensi negatifnya bagi masa depan anak dan masa depan bangsa. Ini statement keras, tetapi para pendidik dan pengelola pendidikan harus sadar soal ini. Kepada para guru yang mendidik dengan hati dan sepenuh hati, bangsa ini berutang budi amat besar.