Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip Desain

C. Kerajinan Souvenir Loro Blonyo ditinjau dari Prinsip Desain

Seni rupa sebagai salah satu cabang kesenian memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Malinowski dalam Soedarso Sp (2006:60), yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan akan akan hal-hal yang indah umumnya jatuh pada kesempatan terakhir. Seni rupa mengacu pada bentuk visual atau bentuk perupaan yang merupakan susunan atas komposisi atau satu kesatuan dari unsur-unsur rupa (Dharsono, 2004:100). Loro blonyo sebagai salah satu produk seni (seni kerajinan) juga tidak lepas dari hakikat

diatas. Dalam mewujudkan desain loro blonyo tidak bisa terlepas dari empat unsur desain (Sachari, 2004:71), yakni unsur konsep, unsur rupa, unsur pertalian, dan unsur

peranan. Lebih detail, Wucius Wong (1986:3) menjelaskan bahwa:

6. Unsur Rupa, meliputi raut (bentuk), ukuran, warna, barik (tekstur)

7. Unsur Pertalian, meliputi arah, kedudukan, ruang, gaya berat

8. Unsur Peranan, meliputi imba (gaya), makna, tugas Menyusun unsur-unsur tersebut diperlukan proses desain untuk mewujudkan

bentuk yang indah. Prinsip-prinsip desain yang dimaksud adalah harmoni, kontras, unity , balance, simplicity, aksentuasi, dan proporsi (Dharsono, 2004:113).

1. Harmoni (selaras), prinsip yang pertama adalah harmoni atau selaras. Untuk prinsip ini terlihat dari susunan yang konservatif dan tertata. Jika unsur-unsur

desain dipadukan secara berdampingan maka akan menimbulkan kombinasi dan keselarasan (Dharsono, 2004:113).

2. Kontras, merupakan perpaduan yang berbeda tajam, namun kontras yang berlebihan justru merusak kompoisisi. Kehadiran perbedaan yang kontras (kelainan) memiliki tujuan tertentu, yakni untuk menarik perhatian, menghilangkan kebosanan, mengubah keteraturan, dan memecah keteraturan (Wong, 1985:57).

3. Unity (kesatuan), kesatuan adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, yang merupakan isi pokok dari kompisisi. Kesatuan dari kompisisi

antara keseluruhan unsur akan menampilkan kesan tanggapan secara utuh. Berhasil tidaknya pencapaian bentuk ditandai oleh menyatunya keseluruhan unsur dan ditentukan oleh kemampuan memadukan keseluruhan (Dharsono, 2004:117).

4. Balance (keseimbangan), keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual. Bobot visual ditentukan oleh ukuran, wujud, dan warna dengan memperhatikan keseimbangan.

5. Simplicity (kesederhanaan), kesederhanaan dlam desain pada dasarnya adalah kesederhanaan selektif dan pengelompokan unsur-unsur artistik dalam desain.

artian unsur-unsur dalam desain hendaklah sederhana, karena unsur yang terlalu rumit sering menjadi bentuk yang mencolok dan menyendiri, sehingga tidak akan mencapai prinsip kesatuan (untity). Kesederhanaan struktur artinya suatu komposisi yang baik dapat dicapai melalui penerapan struktur yang sederhana, sesuai dengan pola, fungsi, dan efek yang dikehendaki. Sedangkan aspek kesederhaan teknik dapat dicapai dengan teknik yang sederhana, dan tidak ditentukan oleh kecanggihan.

6. Aksentuasi, desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of interest). Ada berbagai cara untuk untuk menarik perhatian kepada titik berat tersebut, yaitu dapat dicapai melalui perulangan ukuran serta kontras antara tekstur, warna, garis, ruang, bentuk, atau motif (Dharsono, 2004:121). Namun yang perlu diperhatikan adalah penerapan titik berat yang terlalu banyak justru akan menghilangkan titik berat itu sendiri dan akan menghilangkan prinsip kesatuan. Dengan menggunakan semua unsur artistik dan prinsip desain untuk mengarahkan mata menuju pusat perhatian, dapat menghasilkan wujud desain yang merupakan suatu kesatuan yang utuh.

7. Proporsi, proporsi dan skala mengacu kepada hubungan antara bagian dari suatu desain dan hubungan antara bagian dengan keseluruhan.

Loro blonyo sebagai souvenir tidak bisa dianalisis hanya salah satu saja melainkan sebagai pasangan. Adapun penerapan prinsip-prinsip desain pada souvenir loro blonyo yang diproduksi oleh para pengrajin di Bobung, Putat, Patuk, Gunung Kidul sebagai berikut:

Prinsip Desain

Loro Blonyo Model Keprabon Teknik Finishing Cat

Harmoni

Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna

Kontras

Perpaduan warna merah dengan biru dan coklat pada lontong (semacam selendang, yang berwarna merah) Pemunculan warna merah pada bibir

Unity

Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna pakaian, jarik, lontong

Balance

Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok (untuk pria) Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi sikap, pakaian dan aksesoris

Simplicity

Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia

Aksentuasi

Segi warna terlalu mencolok pada paduan antara merah dengan

Proporsi

Bagian kepala terkesan lebih besar Jarak antar mata terlalu dekat Lengan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan telapak tangan

Tabel 4.13. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Cat

Pada loro blonyo model keprabon dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model keprabon. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap- tiap bagian sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama.

Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang bertumpu pada lutut memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan kuluk (mahkota) yang mengerucut semakin ke atas semakin kecil, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi badan juga mendekati kesan realis, walaupun pada bagian kepala dan tangan belum sempurna.

Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada busana yang dikenakan. Beskab dan kebaya hanya dimunculkan dengan cat warna biru dan pemberian warna emas dengan menggunakan trekpen . Tidak adanya aksesoris selain kuluk dan keris (mahkota) semakin menguatkan prinsip kederhanaan pada model keprabon ini. Pada bagian jarik dan lontong (selendang) pemunculan motif batik bisa menarik perhatian mata, Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada busana yang dikenakan. Beskab dan kebaya hanya dimunculkan dengan cat warna biru dan pemberian warna emas dengan menggunakan trekpen . Tidak adanya aksesoris selain kuluk dan keris (mahkota) semakin menguatkan prinsip kederhanaan pada model keprabon ini. Pada bagian jarik dan lontong (selendang) pemunculan motif batik bisa menarik perhatian mata,

Secara tampilan visual keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek

penerapan prinsip desain, loro blonyo model keprabon dengan teknik finishing batik ini telah mengaplikasikan ketujuh prinsip desain kedalam tampilan visualnya.

2. Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik

Prinsip Desain

Loro Blonyo Model Keprabon Teknik Finishing Batik

Harmoni

Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna

Kontras

Penggunaan warna merah pada bibir

Unity

Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna pakaian, jarik, lontong (semacam

Balance

Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok (untuk pria) Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi sikap, pakaian dan aksesoris

Simplicity

Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia

Aksentuasi

Motif batik pada bagian bawah (jarik dan lontong)

Proporsi

Bagian kepala terkesan lebih besar Jarak antar mata terlalu dekat Lengan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan telapak tangan

Tabel 4.14. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Keprabon dengan Teknik Finishing Batik

Pada loro blonyo model keprabon dengan teknik finishing batik juga tidak jauh berbeda, hanya saja perbedaan yang paling menonjol tentu pada teknik finishing nya. Keharmonisan nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model keprabon. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual

terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara

Pada teknik finshing batik, tentu warna yang digunakan cenderung menggunakan warna coklat dan tidak berani memberi warna yang jauh berbeda dari

coklat. Sehingga efeknya tidak ada warna yang kontras, dan terkesan monoton. Namun hadirnya motif batik pada bagian bawah (jarik dan lontong) menjadi pusat

perhatian mata karena pada bagian ini terkesan detail. Secara keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Dari segi desain, tidak munculnya prinsip kontras secara menonjol membuat souvenir model ini terkesan datar.

3. Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat

Prinsip Desain

Loro Blonyo Model Kasatrian Teknik Finishing Cat

Harmoni

Keserasian dalam penggunaan warna

Kontras

Perpaduan warna biru dengan merah dan hitam

Unity

Kesamaan dari warna pakaian, aksesoris, jarik, lontong

Balance

Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi pakaian dan aksesoris

Simplicity

Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia

Aksentuasi

Segi warna kontras pada warna biru Pemunculan aksesoris kalung dengan warna emas

Posisi tangan ngapurancang (untuk pria)

Proporsi

Jarak antar mata terlalu dekat Telapak tangan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan lengan Kaki terkesan terlalu lebar (untuk pria)

Tabel 4.15. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Kasatrian dengan Teknik Finishing Cat

Pada loro blonyo model kasatrian dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model kasatrian. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama.

Posisi duduk dengan badan tegak memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan blangkon yang ukurannya kecil apabila dibandingkan dengan posisi Posisi duduk dengan badan tegak memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan blangkon yang ukurannya kecil apabila dibandingkan dengan posisi

Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada busana yang dikenakan. Beskab dan kebaya dimunculkan dengan cat warna merah dan pemberian warna emas dengan

menggunakan trekpen untuk aksesoris yang dikenakan (kalung). Sedangkan pada tata rias juga terjadi penyederhanaan. Alis, garis mata, dan kumis disederhanakan menjadi

goresan garis saja. kehadiran aksesoris kalung bisa menjadi pusat perhatian, karena aksesoris tersebut diberi warna emas yang mencolok. Selain itu, posisi tangan yang

menunjukkan dalam keadaan ngapurancang juga menjadi perhatian tersendiri bagi mata yang melihat. Namun yang lebih menjadi pusat perhatian adalah pada perpaduan warna biru muda (lontong) dengan warna merah (beskap dan kebaya) yang sangat terlihat kontras dan mencolok.

Secara tampilan visual keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain, loro blonyo model kasatrian dengan teknik finishing batik ini telah mengaplikasikan ketujuh prinsip desain kedalam tampilan visualnya.

Prinsip Desain

Loro Blonyo Model Kasatrian Teknik Finishing Batik

Harmoni

Keserasian penggunaan warna

Kontras

Pemunculan warna merah pada bibir Pemunculan motif pada beskap

Unity

Kesamaan dari warna pakaian, aksesoris, jarik, lontong (semacam selendang, yang berwarna coklat tua)

Balance

Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi pakaian dan aksesoris Keseimbangan pada pemilihan warna

Simplicity

Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias, busana Perwujudan figur manusia

Aksentuasi

Pemunculan motif pada beskap

Proporsi

Jarak antar mata terlalu dekat Perbandingan antara badan dengan kaki tidak seimbang (untuk

Teknik Finishing Batik

Pada loro blonyo model kasatrian dengan teknik finishing batik juga tidak jauh berbeda, hanya saja perbedaan yang paling menonjol tentu pada teknik finishing nya. Keharmonisan nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya, busana, dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model kasatrian. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria

dengan wanita secara visual terlihat sama. Posisi duduk dengan badan tegak memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan blangkon yang ukurannya kecil apabila dibandingkan dengan posisi kaki, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara keseluruhan, namun perbandingan antara badan dengan kaki tidak seimbang. Kaki terlalu pendek, sedangkan badan terlalu panjang. Pada tata rias terjadi penyederhanaan, yakni alis, garis mata, dan kumis hanya berupa goresan garis saja.

Pada teknik finishing batik, tentu warna yang digunakan cenderung menggunakan warna coklat dan tidak berani memberi warna yang jauh berbeda dari coklat. Sehingga efeknya tidak ada warna yang kontras, dan terkesan monoton. Hadirnya motif batik pada beskap dan kebaya menjadi pusat perhatian mata karena

pada bagian ini sangat mencolok dengan ukuran motif yang cukup besar. Dengan ukuran yang demikian, terasa kurang seimbang antara ukuran beskap dan kebaya dengan ukuran motif dan terlihat kontas.

Secara keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain, Secara keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain,

5. Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Cat

Prinsip Desain

Loro Blonyo Model Basahan Teknik Finishing Cat

Harmoni

Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna

Kontras

Perpaduan warna biru dengan merah dan coklat

Unity

Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna kampuh, jarik, lontong (semacam selendang, yang berwarna merah)

Balance

Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah meskipun tidak terlalu mencolok (untuk pria) Bagian kanan sama dengan kiri sama dari segi sikap, busana, dan aksesoris

Simplicity

Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias Perwujudan figur manusia

Aksentuasi

Perpaduan biru dengan merah dan coklat

Pemunculan aksesoris tiba dada (wanita)

Proporsi

Proporsi perut terlalu kecil apabila dibandingkan dengan paha

Tabel 4.17. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan Teknik Finishing Cat

Pada loro blonyo model basahan dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model basahan. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama.

Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah.

Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan kuluk (mahkota) yang mengerucut semakin ke atas semakin kecil, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Namun kesan kurang seimbang muncul pada loro blonyo wanita, yakni adanya tiba dada di salah satu sisi badan. Proporsi badan juga mendekati kesan realis secara keseluruhan, meskipun pada bagian perut terjadi ketidakseimbangan dengan paha.

Kesan kesederhanaan sangat terlihat pada aksesoris yang dikenakan. Penggunaan warna emas yang dipadukan dengan warna hitam pada semua aksesoris menimbulkan kesan sederhana. Hampir tidak ada perbedaan antara aksesoris satu dengan lainnya. Namun yang lebih menjadi pusat perhatian adalah pada kehadiran aksesoris kalung pada loro blonyo pria, dan kehadiran tiba dada untuk wanita .

disederhanakan menjadi goresan garis saja. Secara tampilan visual keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Sehingga dari aspek penerapan prinsip desain, loro blonyo model basahan dengan teknik finishing batik ini telah mengaplikasikan ketujuh prinsip desain kedalam tampilan visualnya.

6. Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik

Prinsip Desain

Loro Blonyo Model Basahan Teknik Finishing Batik

Harmoni

Keserasian sikap duduk dan penggunaan warna

Kontras

Tidak muncul

Unity

Kesatuan dalam sikap duduk Kesamaan dari warna kampuh, jarik, lontong (semacam selendang, yang berwarna coklat tua)

Balance

Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah karena ukuran paha yang terlalu besar (untuk pria) Bagian atas lebih kecil dari pada bagian bawah karena ukuran paha yang terlalu besar (untuk pria)

Simplicity

Penyederhaan bentuk aksesoris, tata rias Perwujudan figur manusia

Aksentuasi

Pemunculan aksesoris

Proporsi

Jarak antar mata terlalu dekat Paha terlalu lebar sehingga terkesan tidak seimbang dengan bagian atas (untuk pria)

Tabel 4.18. Analisis Prinsip Desain Souvenir Loro Blonyo Model Basahan dengan Teknik Finishing Batik

Pada loro blonyo model basahan dengan teknik finishing batik juga tidak jauh berbeda, hanya saja perbedaan yang paling menonjol tentu pada teknik finishingnya Pada loro blonyo model basahan dengan teknik finishing cat, prinsip harmonis nampak pada keserasian loro blonyo pria dengan loro blonyo wanita. Keserasian terlihat dari gaya dan tata rias yang sama-sama memunculkan gaya pengantin Yogyakarta dengan model basahan. Kesamaan posisi duduk dengan badan tegak dan kedua telapak tengan menempel paha paha juga merupakan penerapan prinsip harmoni. Selain itu, dalam penggunaan warna juga sama pada tiap-tiap bagian. Sehingga loro blonyo pria dengan wanita secara visual terlihat sama.

Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan kuluk (mahkota) yang mengerucut semakin ke atas semakin kecil, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi Posisi duduk dengan badan tegak dan telapak tangan yang menempel pada paha memberi kesan keseimbangan secara global karena tidak berat sebelah. Keseimbangan juga didukung dengan kesamaan bentuk dan aksesoris yang ada, kanan dan kiri sama. Namun jika dibandingkan antara bagian atas dengan bagian bawah terlihat kurang seimbang. Karena pada loro blonyo pria mengenakan kuluk (mahkota) yang mengerucut semakin ke atas semakin kecil, sehingga secara keseluruhan bagian atas terlihat kurang seimbang dengan bagian bawah. Proporsi

Secara keseluruhan pasangan loro blonyo tersebut telah menyatu, baik secara warna, aksesoris, busana, dan bentuk. Dari segi desain, tidak munculnya prinsip

kontras secara menonojol membuat souvenir model ini terkesan datar. Berdasarkan analisis penerapan prinsip desain pada sampel kerajinan loro blonyo sebagai souvenir di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Prinsip harmoni terlihat pada keserasian posisi duduk dan penggunaan warna. Setiap pasangan pada tiap model memiliki kesamaan pada posisinya, yakni dengan sikap duduk dan badan tegak. Begitu pula pada penggunaan warna, kesamaan juga terjadi pada warna yang digunakan pada tiap-tiap bagian.

2. Prinsip kontras muncul pada semua model loro blonyo, hanya saja intensitasnya yang berbeda-beda. Ada model yang menggunakan warna sebagai sisi kontras

dan ada juga model yang menggunakan motif batik atau pemunculan aksesoris sebagai kontrasnya.

3. Prinsip kesatuan terlihat pada posisi duduk dan penggunaan warna, dimana pada sikap duduk sama-sama dalam posisi duduk dengan badan tegak. Sedangkan penggunaan warna juga terjadi kesamaan pada penerapannya untuk tiap-tiap bagian.

4. Prinsip keseimbangan dalam penerapannya nampak untuk bagian kanan dengan bagian kiri yang sama, namun untuk bagian atas dengan bagian bawah terjadi ketidakseimbangan dimana dimana bagian atas terkesan lebih kecil daripada bagian bawah. Selain itu, bagian atas juga kuat untuk aksesoris yang dikenakan 4. Prinsip keseimbangan dalam penerapannya nampak untuk bagian kanan dengan bagian kiri yang sama, namun untuk bagian atas dengan bagian bawah terjadi ketidakseimbangan dimana dimana bagian atas terkesan lebih kecil daripada bagian bawah. Selain itu, bagian atas juga kuat untuk aksesoris yang dikenakan

5. Prinsip kesederhanaan terlihat dari perwujudan figur manusia yang mendekati realis dan penyederhanaan pada bentuk aksesoris, tata rias, dan busana yang

dikenakan.

6. Prinsip aksentuasi muncul berbeda-beda sebagai pusat perhatian pada tiap model loro blonyo . Sebagai pusat perhatian ada yang dengan menggunakan perpaduan

warna yang kontras atau dengan pemunculan motif batik dan aksesoris yang mencolok.

7. Prinsip proporsi tekesan kurang sempurna, walaupun secara garis besar sudah menunjukkan kesan figur manusia yang mendekati realis.