RINCIAN KEGIATAN SUBBIDANG PENYEDIAAN INFORMASI PUBLIK

RINCIAN KEGIATAN SUBBIDANG PENYEDIAAN INFORMASI PUBLIK

I. SOSIALISASI, PAMERAN, WORKSHOP/LOKAKARYA, KOLOKIUM DAN KUNJUNGAN INSTANSI LAIN KE PUSAT LINGKUNGAN GEOLOGI

Sosialisasi dan Pameran adalah salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Bidang Informasi sebagai wadah dari unit yang menyelenggarakan penyebarluasan informasi unit dalam bidang geologi teknik, hidrogeologi, geologi lingkungan kepada Pemerintah Daerah, instansi lain satu departemen ataupun lain departemen, perguruan tinggi serta pelayanan kepada masyarakat luas.

Sosialisasi

a. Sosialisasi Geologi Lingkungan untuk Tata Ruang eks Karesidenan Bogor, di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

Sosialisasi Geologi Lingkungan untuk Tata Ruang eks Karesidenan Bogor Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 29 Juni 2006 di Gedung Sekretariat Daerah, Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Sosialisasi ini dibuka oleh Kepala Pusat Lingkungan Geologi dengan sambutan oleh Bupati Sukabumi dan Badan Koordinator Wilayah Bogor, dan dihadiri oleh 60 orang peserta seminar dari berbagai kalangan seperti: BAPPEDA, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kehutanan, Camat, Perguruan Tinggi, Sekolah, Media Masa dan Organisasi Profesi yang berasal dari Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor dan Kota Depok, Korwil Bogor serta dari Provinsi Jawa Barat, sedangkan narasumber berasal dari Pusat Lingkungan Geologi dan UNDP (United Nation Development Programme).

b. Sosialisasi Geologi Lingkungan untuk Tata Ruang di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur

Sosialisasi Geologi Lingkungan Untuk Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur di Samarinda, dilaksanakan pada Tanggal 15 Agustus 2006. Sosialisasi ini dibuka oleh Sekretaris Badan Geologi dengan sambutan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan dihadiri oleh 72 orang peserta seminar dari berbagai kalangan seperti: BAPPEDA, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kimpraswil, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Camat, Perguruan Tinggi, Sekolah, Media Masa dan Organisasi Profesi yang berasal dari Provinsi Kalimantan Timur, sedangkan narasumber berasal dari Pusat Lingkungan geologi yang menyajikan makalah tentang profil Pusat Lingkungan Geologi, geologi teknik, hidrogeologi (air tanah), bahaya geologi dan geologi lingkungan.

L AMPIRAN III

L IIIB - 1 L IIIB - 1

Sosialisasi Geologi Lingkungan Untuk Tata Ruang Provinsi Sumatera Barat di Padang, dilaksanakan pada tanggal, 17 September 2006, dibuka oleh Kepala Badan Geologi dengan sambutan oleh Kepala BAPPEDA Sumatera Barat mewakili Gubernur Sumatera Barat, dan dihadiri oleh 62 orang peserta seminar dari berbagai kalangan seperti: BAPPEDA, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Camat, Perguruan Tinggi, Sekolah, Media Masa dan Organisasi Profesi yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat, sedangkan narasumber berasal dari Pusat Lingkungan geologi dan dari lingkungan Badan Geologi yang menyajikan makalah tentang profil badan geologi, profil pusat lingkungan geologi, geologi teknik, hidrogeologi (air tanah), bahaya geologi dan geologi lingkungan.

Pameran

Kegiatan pameran yang telah diikuti adalah sebagai berikut :

1. Pameran Pameran Pertambangan Expo Indonesian Students Mining Competition di Bandung pada tanggal 8 – 9 Maret 2006 dengan tema The World of Mine di Institut Teknologi Bandung.

2. Pameran Peringatan Hari Air Dunia XIV di Departemen Pekerjaan Umum, Jl. Patimura Jakarta pada tanggal 26-28 April 2006.

3. Pameran pada 1 st Indonesia Geospatial Technology Exhibition, pada tanggal 23-27 Agustus 2006 bertempat di Jakarta Convention Centre, Jakarta.

4. Pameran Asia Pacific Symposium on Lower, pada tanggal 7-8 September 2006, bertempat di Hotel Horison Bandung.

5. Pameran Sosialisasi Badan Geologi, pada tanggal 18-20 September 2006, bertempat di Auditorium Geologi Bandung.

6. Pameran Gelar Teknologi 2006, pada tanggal 22-23 Nopember 2006, bertempat di Gedung Sabuga, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Di samping itu dalam kegiatan pameran ini juga telah menyertakan pada kegiatan-kegiatan iternal di Pusat Lingkungan Geologi dan di Pusat Sumber Daya Geologi, yaitu :

1. Pameran pada acara Kolokium Pusat Sumber Daya Geologi, tanggal 8 Pebruari 2006.

2. Pameran pada acara Loka Karya Nasional Air Tanah, Pusat Lingkungan Geologi, tanggal

21 September 2006

3. Pameran pada acara Workshop Geologi Teknik Pusat Lingkungan Geologi, tanggal 14 November 2006.

L IIIB - 2 L AMPIRAN III

4. Pameran pada acara Kolokium Pusat Lingkungan Geologi, tanggal 13 Desember 2006.

Workshop/Lokakarya dan Kolokium

Pada tahun 2006, sudah dilaksanakan kegiatan lokakarya mengenai air tanah dan workshop mengenai geologi teknik.

a. Lokakarya Nasional Air Tanah, Pusat Lingkungan Geologi, tanggal 21 September 2006

Lokakarya air tanah ditujukan untuk menyamakan persepsi dan meningkatkan serta mengembangkan rekayasa teknologi konservasi air tanah dari para fihak yang berkepentingan (stakeholders) baik instansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Hasil lokakarya diharapkan dapat menjadi dasar bagi para pihak yang berkepentingan untuk melaksanakan konservasi air tanah dengan teknologi konservasi yang tepat guna sehingga konservasi air tanah dapat dilaksanakan secara optimal. Lokakarya dilaksanakan pada Kamis,

21 September 2006, bertempat di Auditorium Geologi, Jalan Diponegoro No. 57, Bandung. Lokakarya dihadiri oleh sebanyak 276 peserta, peserta yang diundang mewakili para pihak

yang berkepentingan dalam konservasi air tanah sebagai berikut:

1. Instansi pemerintah di tingkat pemerintah pusat, antara lain

a. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral;

b. Departemen Pekerjaan Umum;

c. Kementerian Riset dan Teknologi, Badan Penerapan Pengembangan Teknologi (BPPT);

d. Kementerian Lingkungan Hidup;

e. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

2. Instansi pemerintah di tingkat daerah (provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) yang menangani atau terkait dengan bidang air tanah, antara lain:

a. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi (Prov.) Jawa Barat, Prov. Jawa Tengah, Prov. NTB, Prov. Sumatera Utara, Prov. Riau, Prov. Sumatera Barat, Prov. Kalimantan Barat, Prov. Kalimantan Selatan, Prov. Sulawesi Selatan, Prov. NTT, Prov. Maluku, dan Dinas ESDM Prov. Jawa Timur;

b. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan Prov. Jawa Barat, dan Bappedal Prov. Jawa Tengah;

L AMPIRAN III

L IIIB - 3 L IIIB - 3

d. Bappeda Kota Bandung, Bappeda Kab. Bandung, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung, DLH Kota Tangerang.

3. Perguruan tinggi negeri/swasta, antara lain Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Trisakti (Usakti), Universitas Islam Bandung (Unisba), Universitas Negeri Semarang, STMIK Bandung, STMIK-IM, dan Politeknik Negeri Bandung.

4. Instansi swasta/BUMD, antara lain PDAM Provinsi Banten, PAM DKI Jaya, PDAM Kota Bandung, PT. Aqua Golden Mississippi, PT. Coca Cola, dan PT. Kahatex.

5. Konsultan/perusahaan/asosiasi di bidang air tanah, antara lain PT. Peteka Karya, Apatindo (Pusat), dan Apatindo Prov. Kalimantan Selatan.

6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antara lain LP3S.

7. Pemerhati air tanah. Pembukaan dan Keynote Speaker Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral disampaikan

oleh Kepala Badan Geologi dengan pokok materi sambutan sebagai arahan lokakarya adalah sebagai berikut:

1. Konservasi air tanah merupakan bagian dari program penyelamatan air nasional yang dicanangkan oleh Presiden melalui Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA) pada perayaan Hari Air Nasional Tahun 2005.

2. Lokakarya Rekayasa Konservasi Air Tanah yang diselenggarakan oleh Badan Geologi penting artinya sebagai media untuk menggali konsep pemikiran dan sekaligus menggalang niat kebersamaan dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan konservasi air tanah.

3. Lokakarya diharapkan dapat menghasilkan masukan-masukan penting yang memberi terobosan baru dan strategis bagi pelaksanaan konservasi air tanah di Indonesia.

4. Melalui lokakarya diharapkan ada kesamaan persepsi di antara para pihak yang berkepentingan sehingga ada kesatuan langkah dalam mengupayakan penyelamatan air tanah yang ada di bumi Indonesia ini.

5. Hasil lokakarya diharapkan dapat menjadi acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan konservasi air tanah yang lebih baik pada masa yang akan datang.

L IIIB - 4 L AMPIRAN III L IIIB - 4 L AMPIRAN III

Maksud dari penyelenggaraan workshop kali ini adalah untuk memperoleh masukan dari semua stakeholders sebagai bahan evaluasi kegiatan dari Pusat Lingkungan Geologi - Badan Geologi terutama dalam hal pelayanan dan pemberian informasi geologi teknik kepada masyarakat luas serta untuk memperoleh gambaran dan kebutuhan nyata dari para pihak yang memerlukan informasi geologi teknik sehingga diharapkan dapat dipenuhi oleh Pusat Lingkungan Geologi-Badan Geologi.

Tujuan dari penyelenggara workshop ini adalah mempertemukan berbagai pihak yang menghasilkan dan atau membutuhkan informasi geologi teknik agar terumuskannya suatu kebutuhan informasi geologi teknik yang nyata, terkoordinasi, sinergis, dan saling mengisi sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini.

Workshop dilaksanakan pada Selasa, 14 Nopember 2006, bertempat di Auditorium Geologi, Jalan Diponegoro No. 57, Bandung. Workshop dihadiri oleh 191 peserta yang mewakili para pihak yang berkepentingan (stakeholders) sebagai berikut:

1. Instansi pemerintah di tingkat pusat, antara lain

a. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

b. Departemen Pekerjaan Umum

c. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

2. Instansi pemerintah di tingkat daerah (provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) yang menangani atau terkait dengan bidang geologi teknik, tata ruang dan infrastruktur, antara lain:

a. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi.

b. BAPPEDA Provinsi, kabupaten/kota

c. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/kota

d. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/kota

e. BRR Banda Aceh

3. Perguruan tinggi negeri/swasta, antara lain Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas Trisakti, STMIK-IM, Universitas Pakuan, UPN Yogyakarta, Universitas Parahyangan.

4. Instansi swasta/BUMN/BUMD/konsultan dan perusahaan di bidang konstruksi, antara lain Wiratman & Associate, PT. Bina Karya, PT. Indah Karya, PT. Gamma Epsilon, PT. GeoACE, United Nation Office for Project Services (UNOPS)

5. Organisasi dan Asosiasi Profesi

6. Masyarakat pemerhati geologi teknik

L AMPIRAN III

L IIIB - 5

Makalah utama disampaikan oleh Kepala Badan Geologi dengan judul PERANAN DAN KONTRIBUSI GEOLOGI TEKNIK DALAM PEMBANGUNAN dibacakan oleh Kepala Pusat Lingkungan Geologi. Sedangkan makalah utama kedua disampaikan oleh Dr. Gonghui Wang dari Kyoto University mewakili Prof. Kyoji Sassa dengan judul makalah LANDSLIDE DISASTER AND RISK REDUCTION.

Pemaparan makalah berupa presentasi lisan dibagi dalam dua sesi di mana masing-masing sesi dipandu oleh seorang moderator. Pada setiap sesi dipresentasikan 2 makalah.

Disamping pemaparan makalah, pada saat workshop ini juga dilakukan pameran dengan materi yang disajikan terdiri dari poster (poster presentation), peta-peta geologi teknik (engineering geological maps), peralatan lapangan dan laboratorium (field and laboratory equipments), video clip, dan lain-lain yang terkait dengan kegiatan geologi teknik. Semua materi dipersiapkan dan disajikan oleh Pusat Lingkungan Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral.

Pada akhir acara kolokium telah dilakukan kesepakatan bersama kesimpulan dari workshop geologi teknik ini adalah sebagai berikut:

1. Informasi geologi teknik sangat diperlukan dalam penataan ruang dan pembangunan infrastruktur.

2. Informasi gelogi teknik yang diperlukan : -

Sifat fisik dan mekanik tanah dan batuan, -

Kondisi deformasi atau diskontinuitas tanah dan batuan, - Proses geologi yang bisa mengganggu stabilitas tanah dan batuan, seperti: gempa

bumi, likuifaksi, gerakan tanah, erosi, sesar aktif, dispersi, pengangkatan dan penurunan permukaan tanah,

- Pola drainase dan air tanah, - Morfologi.

3. Perlu kesamaan persepsi tentang peristilahan dan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan oleh geologi dan teknik sipil.

4. Diusulkan agar dapat dibuat peraturan perundang-undangan (misal: Undang-Undang Kegeologian) yang mengatur tentang kewajiban kepada semua pihak (instansi pemerintah dan swasta) untuk menyerahkan data dan informasi geologi teknik hasil penelitian/penyelidikan kepada pemerintah.

5. Perlu dibuat pedoman tata cara pemetaan geologi teknik skala besar untuk pemerintah daerah.

L IIIB - 6 L AMPIRAN III L IIIB - 6 L AMPIRAN III

Kolokium Pusat Lingkungan Geologi merupakan salah satu media penyebarluasan data dan informasi hasil kegiatan inventarisasi dan evaluasi serta konservasi air tanah, geologi teknik, geologi lingkungan dan kawasan pertambangan yang diharapkan dapat menciptakan komunikasi dua arah, antara Pusat Lingkungan Geologi sebagai pengelola data dan informasi dengan pengguna data, baik dari Pemerintah Pusat, Daerah Otonom, BUMN/BUMD dan Koperasi di bidang pengelolaan lingkungan. Adanya komunikasi ini diharapkan akan berdampak pada hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan.

Data dan informasi yang lengkap, akurat dan mutakhir tentang potensi air tanah, geologi teknik, geologi lingkungan dan kawasan pertambangan merupakan obyek yang sangat diperlukan oleh para pengguna khususnya bagi Pemerintah Daerah dimana informasi ini merupakan suatu konstribusi yang sangat berarti untuk meningkatkan kebijaksanaan pada pengelolaan tata ruang wilayah dan penataan lingkungan.

Hasil diskusi kegiatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kebijaksanaan pengelolaan lingkungan di masa datang dan prospek usaha pengembangannya.

Pada acara kolokium ini telah dipresentasikan telah dipresentasikan 9 makalah terpilih hasil kegiatan Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan periode tahun 2004 – 2005. Di samping makalah yang dipresentasikan juga ditambahkan 36 makalah lainnya disajikan dalam bentuk CD, sedangkan yang diberikan dalam bentuk prosiding berisikan 9 makalah yang dipresentasikan ditambah 36 sari makalah. Pada acara kolokium ini, dilaksanakan juga pameran poster-poster dan peta-peta hasil kegiatan Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan.

Peserta Kolokium berjumlah 200 orang, yang berasal dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Daerah, yaitu dari Dinas Pertambangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Lingkungan Hidup dan Perguruan Tinggi serta pejabat struktural dan fungsional di lingkungan Pusat Lingkungan Geologi.

Kunjungan Instansi Lain ke Pusat Lingkungan Geologi

a. Kunjungan Kerja Komisi C DPRD Kabupaten Semarang

b. Kunjungan DPRD Kabupaten Sumenep, P. Madura, Provinsi Jawa Timur

c. Kunjungan DPRD Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat

d. Kunjungan Kerja Panitia Khusus DPRD Kabupaten Magelang

L AMPIRAN III

L IIIB - 7

II. PERPUSTAKAAN

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh perpustakaan pada tahun 2006 meliputi:

Pemutakhiran basis data dan koleksi keperpustakaan

ƒ Penyiapan sistem informasi jaringan kepustakaan sedang dalam pengembangan menuju

sistem perpustakaan digital. ƒ Pengembangan basis data koleksi pustaka elektronik yang dipersiapkan untuk menuju

perpustakaan digital. Database koleksi pustaka hingga akhir tahun 2006 sebanyak 209 data entry.

ƒ Perencanaan perubahan sistem basis data peminjaman dan pengembalian pustaka sedang dalam masa penjajagan.

ƒ Scan arsip laporan-laporan penyelidikan-penyelidikan lama (penerimaan sejak tahun 1978).

Merencanakan pemutakhiran koleksi dan inventarisasi koleksi pustaka

ƒ Pengadaan koleksi perpustakaan melalui pembelian/pemesanan buku sebanyak 186 eksemplar dan laporan atau cindera mata/tukar-menukar sebanyak 128 judul.

ƒ Memilah bahan pustaka apakah termasuk buku, laporan, peta atau majalah/jurnal, agar

tersusun dengan sesuai dengan jenisnya. ƒ Memilih artikel dari surat kabar untuk dibuat klipping yang subyeknya berkaitan dengan

masalah geologi lingkungan dari 2 (dua) buah harian yaitu Kompas dan Pikiran Rakyat. Pada tahun 2006 telah menghasilkan sebanyak 1084 judul.

Mengelola koleksi pustaka

ƒ Inventarisasi buku selama tahun 2006 sebanyak 186 eks, laporan sebanyak 128 judul,

majalah sebanyak 204 eks, dan.peta sebanyak 163 eks. ƒ Klasifikasi, untuk klasifikasi pustaka digunakan sistem UDC (Universal Decimal

Classification), dengan sistem tersebut diharapkan pustaka bersubyek sama tidak terpencar-pencar notasi klasifikasinya.

ƒ Katalogisasi, dibuatkan katalognya berdasarkan subyek, nama pengarang, judul, seri dan

kode wilayah dengan sistem AACR2 (Anglo America Cataloging Rule-2) disertai modifikasi yang disesuaikan dengan kegiatan Pusat Lingkungan Geologi (misalnya: penentuan kode wilayah dengan panduan SANDY, I Made, 1982: Atlas Indonesia, UI, Jakarta). Dalam tahun 2006 sistem database perpustakaan dibuat secara komputerisasi

ƒ Untuk pengenalan setiap koleksi yang diterima di perpustakaan harus distempel (misalnya:

buku pada halaman judul dan halaman akhir dan peta pada lembar lepas).

L IIIB - 8 L AMPIRAN III

ƒ Perlengkapan pustaka meliputi pelabelan, misalnya: untuk buku dengan cantuman nomor panggil pada punggung buku dan untuk laporan pada kiri atas sampul depan; kemudian dibuat kantong buku untuk koleksi yang dapat dipinjamkan.

ƒ Pelabelan warna pada buku teks yang dibedakan menurut nomor klasifikasinya.

Menyimpan koleksi dengan tata cara kepustakaan

Pengaturan pustaka pada tempatnya dalam istilah perpustakaan disebut shelfing, dimana pustaka diatur sehingga dapat menghemat tempat dan mudah untuk dicari. Oleh sebab itu pustaka di perpustakaan disusun dalam berbagai koleksi/urutan untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Pustaka disimpan berdasarkan buku teks, reference, laporan, peta, jurnal/majalah, klipping surat kabar, dan lain-lain.

Memelihara dan merawat koleksi dan peralatan perpustakaan

ƒ Pustaka diolah, disimpan, dan didayagunakan. Untuk memperoleh kondisi fisik yang baik dilakukan dengan cara mengatur rak, lokasi buku, menyusun panduan, mangatur buku, dan lai-lain.

ƒ Pelestarian koleksi bahan pustaka sebanyak 4.351 buku, 7679 laporan, 5065 lembar peta,

55 judul majalah, untuk majalah telah dilaksanakan penjilidan 64 eks. ƒ Penjilidan buku atau penjilidan ulang agar pustaka tidak rusak ƒ Penyiangan kembali pustaka untuk mencari pustaka yang hilang, pustaka yang sudah

rusak atau peletakan yang salah tempat, dengan demikian dapat mempermudah pencariannya.

ƒ Sebanyak 681 eksemplar koleksi yang diterima pada tahun 2006 telah dishelving, dan telah melaksanakan penyiangan seluruh bahan pustaka yang ada agar dapat dilihat bahan pustaka yang rusak maupun hilang.

Memberikan pelayanan perpustakaan

ƒ Layanan informasi bagi pemakai menunjang kelancaran kegiatan penelitian di lingkungan Pusat Lingkungan Geologi.

ƒ Melaksanakan fungsi pelayanan dan bimbingan pemakai. ƒ Sistem pelayanan yang dilakukan adalah layanan langsung meliputi pelayanan

peminjaman dan pelayanan untuk membaca, sedangkan pelayanan tidak langsung yaitu bekerjasama antar perpustakaan baik di lingkungan DESDM atau di lain Departemen untuk penelusuran informasi, bimbingan pembaca, bedah buku, abstrak, indeks, katalog induk, dan display.

L AMPIRAN III

L IIIB - 9

III. PENGINDERAAN JAUH

Dalam tahun 2006 telah tersusun file data citra penginderaan jauh secara sistematis sehingga mudah dalam penelusuran (Tabel 4).

Tabel 4. Daftar Inventarisasi Data Citra Penginderaan Jauh LANDSAT TM/ETM

No Path/Row

01 105/61 09/04/2003 Full Band 1G GeoTIFF

02 106/60 26/01/2003 Full Band 1G GeoTIFF

03 106/61 26/01/2003 Full Band 1G GeoTIFF

04 107/60 06/03/2003 Full Band 1G GeoTIFF

05 107/61 06/03/2003 Full Band 1G GeoTIFF

06 108/61 09/02/2003 Full Band 1G GeoTIFF

07 109/59 21/08/2001 Full Band 1G GeoTIFF

08 109/58 21/08/2001 Full Band 1G GeoTIFF

09 110/58 03/11/2002 Full Band 1G GeoTIFF

10 110/59 27/05/2002 Full Band 1G GeoTIFF

11 114/63 23/03/2003 Full Band 1G GeoTIFF

12 120/60 05/08/2002 Full Band 1G GeoTIFF

13 120/61 05/09/2002 Full Band 1G GeoTIFF

14 120/62 04/07/2002 Full Band 1G GeoTIFF

15 121/60 25/04/2003 Full Band 1G GeoTIFF

16 121/61 28/08/2002 Full Band 1G GeoTIFF

17 121/62 25/04/2003 Full Band 1G GeoTIFF

18 127/61 18/05/2002 Full Band 1G GeoTIFF

19 127/61 19/06/2002 Full Band 1G GeoTIFF

20 129/57 08/01/2005 Full Band 1G GeoTIFF

21 129/58 08/01/2005 Full Band 1G GeoTIFF

L IIIB - 10 L AMPIRAN III

Lanjutan Tabel 4 No

Path/Row

22 129/59 08/01/2005 Full Band 1G GeoTIFF

23 129/60 08/01/2005 Full Band 1G GeoTIFF

24 130/56 30/12/2004 Full Band 1G GeoTIFF

25 130/57 30/12/2004 Full Band 1G GeoTIFF

26 130/58 30/12/2004 Full Band 1G GeoTIFF

27 130/59 30/12/2004 Full Band 1G GeoTIFF

28 131/56 06/01/2005 Full Band 1G GeoTIFF

29 131/57 06/01/2005 Full Band 1G GeoTIFF

30 131/58 06/01/2005 Full Band 1G GeoTIFF

31 Tanah Datar - - -

32 Sorong - - -

33 Soppeng - - -

34 Manokwari - - -

35 Ketapang - - -

36 Halmahera Utara - --

37 Aceh Besar - - -

IV. SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Sepanjang tahun 2006, kegiatan-kegiatan Sistem Informasi Geografi adalah:

Pemutakhiran bank data peta rupa bumi

Peta rupa bumi/topografi sebagai sarana pendukung kegiatan lapangan selama tahun 2006 tercatat telah bertambah sebanyak 216 lembar peta rupa bumi digital skala 1:50.000 terbitan Bakosurtanal dengan rincian 87 lembar peta rupa bumi daerah Kalimantan dan 129 lembar peta rupa bumi daerah Sumatera. Dengan demikian koleksi peta rupa bumi digital yang diinventarisasi dan dicatat oleh GIS hingga saat ini telah mencapai lebih dari 600 lembar peta topografi dalam berbagai skala.

L AMPIRAN III

L IIIB - 11

Pemuktakhiran bank data peta tematik.

Koleksi peta tematik digital yang sudah diinvetarisasi hingga tahun 2006 tercatat: ƒ Peta Hidrogeologi berbagai daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan

Nusa Tenggara sebanyak 39 lembar berbagai skala dan format. ƒ Peta Konservasi Air Tanah berbagai daerah di Jawa sebanyak 6 lembar berbagai skala

dan format. ƒ Peta Cekungan Air Tanah berbagai tempat di Indonesia sebanyak 75 lembar berbagai

skala dan format. ƒ Peta Inventarisasi Geologi Teknik berbagai tempat di Jawa, Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara sebanyak 22 lembar berbagai skala dan format. ƒ Peta Evaluasi Geologi Teknik berbagai tempat di Jawa sebanyak 19 lembar dengan skala

1:100.000, berbagai format. ƒ Peta Kerentanan Gerakan Tanah berbagai tempat di Jawa sebanyak 18 lembar dengan

skala 1:100.000, berbagai format (hasil penyelidikan eks-DGTL dan DTLGKP, kini dilanjutkan oleh PGMB).

ƒ Peta Geologi Lingkungan berbagai daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara sebanyak 71 lembar berbagai skala.

ƒ Peta Kawasan Pertambangan berbagai tempat di Jawa, Sumatera dan Kalimantan sebanyak 19 lembar, berbagai skala dan format.

Adapun penambahan peta tematik untuk tahun 2006 adalah: ƒ Peta Hidrogeologi dan Konservasi Air Tanah berbagai tempat di Jawa, Bali, Sumatera,

Nusa Tenggara dan Maluku sebanyak 10 lembar skala 1:250.000 dengan format MapInfo. ƒ Peta Geologi Teknik berbagai tempat di Jawa dan Sumatera sebanyak 16 lembar berbagai

skala dengan format MapInfo. ƒ Peta Geologi Lingkungan berbagai tempat di Jawa, Bali, Kalimantan dan Sumatera

sebanyak 15 lembar berbagai skala dengan format MapInfo. ƒ Peta Kelayakan Lingkungan Pertambangan berbagai tempat di Jawa, Kalimantan dan

Sumatera sebanyak 10 lembar berbagai skala dengan format MapInfo.

Pelayanan Data.

Pelayanan data dan informasi telah dilakukan kepada tim-tim pelaksana kegiatan lapangan tahun 2006 dengan mempersiapkan dan menyediakan peta-peta rupabumi yang ada dalam koleksi, khususnya untuk lokasi kegiatan di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

L IIIB - 12 L AMPIRAN III

Pelaksanaan kegiatan GIS yang meliputi inventarisasi dan pemutakhiran koleksi basis data spasial digital dan pelayanan informasi telah dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini terlihat bertambahnya hasil pencatatan data koleksi yang dihimpun oleh Pokja GIS sebanyak 216 lembar peta rupabumi digital dan 51 lembar peta tematik digital. Sedangkan dalam hal pelayanan data dan informasi Pokja GIS terlibat tidak kurang dari 14 kegiatan penyebaran informasi.

L AMPIRAN III

L IIIB - 13

halaman ini sengaja dikosongkan

L IIIB - 14 L AMPIRAN III

LAMPIRAN IV PENELITIAN, PENYELIDIKAN, PEMETAAN, INVENTARISASI, DAN EVALUASI

L AMPIRAN III

L IIIB - 15

L IIIB - 16 L AMPIRAN III

LAMPIRAN IV – A

SURVEI GEOLOGI TEKNIK

L AMPIRAN III

L IIIB - 17

L IIIB - 18 L AMPIRAN III

PENELITIAN LEMPUNG MENGEMBANG FORMASI SUBANG, FORMASI JATILUHUR DAN FORMASI HALANG

Sifat lempung mengembang yang sangat aktif menyebabkan kerusakan infrastruktur yang dibangun di atasnya. Untuk mengatasi masalah itu diperlukan informasi yang cukup sehingga dapat dilakukan rekayasa.

Lempung Formasi Subang, Formasi Jatiluhur dan Formasi Halang pada umumnya mempunyai potensi mengembang yang tinggi-sangat tinggi. Formasi Subang dan Formasi Halang diperkirakan mempunyai potensi mengembang yang lebih tinggi dibandingkan Formasi Jatiluhur. Dari komposisi mineral lempung juga terlihat adanya dominasi kelompok smectit pada Formasi Subang dan Fm Halang sedangkan Fm Jatiluhur didominasi kelompok kaolinite.

Daerah penyelidikan terletak di Kabupaten Cirebon, Subang, Purwakarta dan Kerawang. Secara geografis daerah penelitian Formasi Subang terletak pada koordinat 107 °37′41.5” - 107°50’54” BT dan

6 o 37 ′30” - 6 33’18” LS, Formasi Halang terletak pada koordinat 108 °37′09” - 108°46’49” BT dan

6 o 53 ′50” - 7 02’31” LS, dan Formasi Jatiluhur terletak pada koordinat 107 °14′53” - 107°22’32” BT dan

7 o 29 ′53” - 7 40’32” LS. Secara umum morfologi daerah penyelidikan merupakan dataran, yang dapat dibedakan menjadi:

Satuan Morfologi Dataran Aluvial sungai dan Pantai, Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Halus, Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Sedang, Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Kasar.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Cirebon, Cianjur, Karawang dan Bandung, di daerah penelitian Formasi Subang (Tmph) merupakan runtunan turbidit di mana pada bagian atas disusun lapisan batulempung dan napal, bagian tengah mengandung sisipan atau berselingan dengan batupasir wake gampingan mengandung hornblende, feldspar, kuarsa, dan kalsit. Runtunan diendapkan sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Umur diduga Miosen Tengah – Pliosen Awal. Ketebalan mencapai 2400 m dan menipis kearah timur. Formasi Subang terdiri dari dua anggota yaitu Anggota Batupasir (Mss) dan Anggota Batulempung (Msc). Pada penelitian kali ini hanya Anggota Batulempung Formasi Subang yang kita teliti. Anggota Batulempung Formasi Subang terdiri dari batulempung dengan ketebalan mencapai 2900 m. Pada Formasi Jatiluhur hanya Anggota Napal Dan Batupasir Kuarsa (Mdm) yang diteliti. Terdiri dari napal abu-abu tua, batulempung napalan, dan serpih lempungan dengan sisipan batupasir kuarsa, kuarsit dan batugamping napalan.

Berdasarkan data komposisi mineral, sifat fisik dan analisa potensi mengembang maka pada Formasi Subang secara umum mempunyai potensi mengembang yang sangat tinggi demikian pula dengan Formasi Halang, sedangkan Formasi Jatiluhur mempunyai potensi mengembang tinggi hingga sangat tinggi.

Berdasarkan analisa sifat keteknikannya maka: Formasi Subang, mempunyai daya dukung pondasi dangkal untuk kedalaman pondasi 1 meter dan

lebar pondasi 1 meter berkisar antara 0.45 – 1.55 kg/cm 2 , dan untuk kedalaman pondasi 2 meter dengan lebar pondasi 1 meter daya dukungnya berkisar antara 0.38 – 2.63 kg/cm 2 , setempat dijumpai

L AMPIRAN IV L IVA - 1 L AMPIRAN IV L IVA - 1

sudut 30 0 dan beda tinggi 3 m berkisar antara 0.59 – 1.36 dan untuk beda tinggi 6 m berkisar antara

0.49 – 1. Formasi Jatiluhur, mempunyai daya dukung pondasi dangkal untuk kedalaman pondasi 1 meter dan

lebar pondasi 1 meter berkisar antara 0.55 – 4.75 kg/cm 2 , dan untuk kedalaman pondasi 2 meter dengan lebar pondasi 1 meter daya dukungnya berkisar antara 2.25 – 2.63 kg/cm 2 . Faktor keamanan kestabilan lereng dengan sudut 60 0 dan beda tinggi 3 m berkisar antara 0.58 – 0.69, sedangkan untuk beda tinggi 6 berkisar antara 0.49 – 0.58. Untuk sudut 30 0 dan beda tinggi 3 m berkisar antara 1.84 –

2.51 dan untuk beda tinggi 6 m berkisar antara 1.4 – 1.72. Formasi Halang, mempunyai daya dukung pondasi dangkal untuk kedalaman pondasi 1 meter dan

lebar pondasi 1 meter berkisar antara 0.45 – 4.75 kg/, dan untuk kedalaman pondasi 2 meter dengan lebar pondasi 1 meter daya dukungnya berkisar antara 0.3 – 0.98 kg/cm 2 . Faktor keamanan

kestabilan lereng dengan sudut 60 0 dan beda tinggi 3 m berkisar antara 0.51 – 1.03, sedangkan untuk beda tinggi 6 berkisar antara 0.37 – 0.68. Untuk sudut 30 0 dan beda tinggi 3 m berkisar antara 0.68 –

1.19 dan untuk beda tinggi 6 m berkisar antara 0.57 – 0.9. Pola penyebaran potensi mengembang pada satuan lempung di ketiga Formasi tersebut dapat dilihat

pada gambar 1, gambar 2, dan gambar 3. Potensi bahaya dari lempung mengembang terutama dapat kita jumpai pada singkapan batuan yang

telah terbuka dengan udara luar sehingga menyebabkan pecah-pecah, mengembang jika basah dan mengerut jika kering slacking, swelling dan shrinkage. Bangunan yang pecah-pecah, lantai yang tidak rata, longsoran adalah akibat dari aktifitas lempung yang terbuka. Sedangkan pada batuan yang tertutup relatif tidak mengalami masalah.

Pada tahap pertama penelitian ini menginventarisasi data mengenai sifat dan komposisi mineral dari batuan/tanah lempung yang diduga mempunyai potensi mengembang tinggi, pada tahap kedua disarankan untuk melakukan studi kasus mengenai penganganan masalah infrastrukutur yang dibangun diatas lempung mengembang dan dari penelitian ini daerah yang ideal untuk melakukan penelitian ini adalah di daerah Cisampih, Kabupaten Subang dimana di sini telah dibangun perumahan transmigrasi lokal yang hingga saat ini selalu bermasalah yaitu adanya gerakan tanah dan bangunan pecah-pecah

L IVA - 2 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH KOTA MEDAN, PROV. SUMATERA UTARA

Daerah penyelidikan dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi, yaitu: Satuan morfologi dataran rawa, Satuan morfologi dataran pematang pantai lama, Satuan morfologi dataran aluvium dan Satuan morfologi pebukitan bergelombang halus-sedang. Berdasarkan sudut lerengnya daerah ini dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok sudut lereng, yaitu: Kelompok sudut lereng 0-5%, Kelompok sudut lereng 5-10%, Kelompok sudut lereng 10-15%, Kelompok ludut lereng 15-30% dan Kelompok sudut lereng >30%.

Geologi Daerah Medan dan sekitarnya dibentuk oleh batuan Aluvium muda (Qh), Formasi Medan (Qpme), Satuan Mentar (QTvm), Satuan Tufa Toba (Qvt), Satuan Binjai (Qvbj), Satuan Singkut (Qvbs) dan Formasi Baong (Tmb).

Hasil evaluasi kesamaan sifat fisik dan keteknikan tanah dan batuan yang didukung oleh data hasil analisis laboratorium mekanika tanah dan batuan dan bor tangan daerah penyelidikan dikelompokkan menjadi 5 (lima satuan) geologi teknik yang terdiri dari 4 (empat) satuan tanah hasil transportasi, dan

1 (satu) satuan tanah hasil pelapukan lanjut batuan dasar, yaitu: Satuan Lanau-Lanau Lempungan [A(m-mc)], Satuan Pasir lanauan-Pasir Lempungan [A(sm-sc)], Satuan Lanau lempungan-Lanau pasiran [A(mc-ms) dan Satuan Lanau Lempungan-Lanau Pasiran [R(mc-ms).

Evaluasi data dan analisis mekanika tanah dapat diketahui bahwa daya dukung tanah permukaan untuk pondasi dangkal di Daerah Medan dan sekitarnya berkisar antara 0,962 – 2,732 kg/cm 2 .Nilai

kelulusan air di Daerah Medan dan sekitarnya bervariasi antara 10 -5 cm/det hingga 10 cm/det dan setempat 10 -6 cm/det yang termasuk dalam zona rendah–sangat rendah.

Komponen yang dinilai untuk penentuan kelayakan tempat pebuangan akhir sampah berupa aspek geologi lingkungan yang berpengaruh, di mana setiap komponen akan dikelompokkan menjadi beberapa kelas yang memiliki nilai dan harkat, sehingga dapat dibuat angka skoring.

Untuk memperoleh zona kelayakan tempat pembuangan akhir sampah, peta tematik yang ditumpang- tindihkan adalah: Peta litologi, Peta soil, Peta Permeabilitas, Peta pola aliran sungai, Peta kemiringan lereng, Peta zona curah hujan, Peta zona gerakan tanah, Peta tata guna lahan dan Jarak terhadap material liner. Komponen yang dinilai ini ditumpang-tindihkan sehingga diperoleh satu buah peta zona kelayakan pembuangan akhir sampah untuk Kota Medan.

Dari hasil analisis tumpang-tindih ini Kota Medan dan sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) Zona kelayakan tempat pembuangan akhir sampah, yaitu : Zona Layak Sedang memiliki skor antara 82–126, Zona Layak Rendah memiliki skor antara 39–81 dan Zona Tidak Layak yaitu merupakan zona yang tercakup dalam komponen penyisih yaitu kawasan airport, jalur jalan dan badan air.

Lokasi tempat pembuangan akhir sampah Kota Medan yang saat ini dipergunakan terletak di Kelurahan Paya Nibung, Kacamatan Medan Marelan. Secara Umum lokasi ini letaknya terpisah dari pemukiman penduduk, mempunyai luas keseluruhan 7 Ha.

L AMPIRAN IV L IVA - 3

Hasil pengamatan lapangan memperlihatkan bahwa lokasi TPA Terjun ini terutama dibentuk oleh lanau-lanau lempungan, berwarna abu kehitaman, bersifat lunak-sangat lunak merupakan endapan rawa. Tebal satuan ini berkisar antara 2,5 m hingga > 40 meter.

Hasil pengamatan lapangan memperlihatkan kedudukan muka air tanah bebas di daerah ini adalah sangat dangkal yaitu 0,50 meter. Umumnya daerah ini merupakan daerah yang tergenang dan

daerah rawa bakau. Pengujian kelulusan air pada lokasi TPA Terjun ini memberikan nilai k antara 10 4 hingga 10 6 cm/det. Hasil ini memperlihatkan bahwa kawasan ini termasuk dalam zona permeabilitas

rendah, tetapi sesungguhnya daerah ini merupakan daerah jenuh air (oversaturated) karena merupakan daerah dataran rawa. Hasil pengujian mekanika tanah dari contoh tanah yang diambil pada lokasi TPA ini dapat diketahui nilai daya dukung tanah di sekitar lokasi TPA berkisar antara

1,850 - 2,208 kg/cm 2 . Analisa kelayakan lokasi TPA Terjun ini dilakukan dengan metode Le Grand (1980) untuk Sanitary

Landfill. Hasil analisis menunjukkan bahwa tapak (site) lokasi TPA ini terletak pada kelas lahan tergolong buruk hingga buruk sekali (nilai 21) sebagai pembuangan sampah dengan tingkat racun sedang (sampah domestik terpilah). Peringkat situasi tapaknya (Situation Rating) mempunyai nilai – 4D yang mencerminkan bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran ke air tanah mungkin dan tingkat keterimaannya adalah mungkin tidak dapat diterima.

Untuk lokasi TPA Terjun ini disarankan untuk dilakukan perbaikan sistem drainase permukaan agar aliran air lindih dapat dikendalikan dengan baik dan tidak menyebar dengan tidak beraturan. Sumur yang ada sebaiknya diperbaiki atau membuat sumur pantau baru di bagian utara dan selatan lokasi TPA serta membuat bak pengumpul air lindih dan pengolahannya sebelum dialirkan ke perairan umum.

L IVA - 4 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH KOTA SURABAYA, PROV. JAWA TIMUR

Morfologi daerah penyelidikan merupakan daerah dataran dengan kemiringan medan antara 0%-5% dan pebukitan bergelombang halus dengan kemiringan medan antara 5–15%. Daerah penyelidikan disusun oleh beberapa formasi batuan endapan aluvium (Qa), formasi Kabuh (Qpk), formasi Pucangan (QTp), formasi Lidah (Tpl) dan formasi Sonde (Tps).

Daerah penyelidikan dikelompokkan menjadi 6 (enam) satuan geologi teknik, 3 (tiga) satuan merupakan tanah hasil transportasi, sedangkan 3 (tiga) satuan merupakan tanah hasil pelapukan lanjut dari batuan dasar yaitu: Lempung Lanauan-Lanau Pasiran A(cm-ms), Lempung Lanauan–Pasir Lempungan A(cm-sc), Lempung Lanauan–Lempung Pasiran A(cm-cs), Lempung Lanau Pasiran R(Cms) , Pasir Lempung Lanauan R(smc) dan Lanau Lempung Pasiran R(mcs).

Daya dukung tanah permukaan untuk pondasi dangkal berkisar antara 0,33–3,94 kg/cm 2 . Nilai

kelulusan air daerah Surabaya dan sekitarnya bervariasi antara 1,12 x 10 - cm/det hingga 9,55 x 10

6 cm/det yang termasuk dalam zona sangat rendah–rendah. Hasil analisis tumpang tindih peta tematik, Kota Surabaya dan sekitarnya dapat dikelompokkan

menjadi 3(tiga) zona kelayakan tempat pembuangan akhir sampah, yaitu: zona Layak Sedang dengan skor antara 82–195, zona Layak Rendah dengan skor antara 39–82 dan zona Tidak Layak yang merupakan zona yang tidak layak untuk dijadikan sebagai lokasi TPA, mengingat daerah ini merupakan daerah yang tercakup dalam komponen penyisih yaitu kawasan airport, jalur jalan dan badan air. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah Kota Surabaya yang ada saat ini adalah TPA Benowo yang terletak di Kelurahan Tambakdono, Kacamatan Pakal, Surabaya. Lokasi TPA Benowo ini dapat dikatakan cukup baik keadaannya. Timbulan sampah setiap harinya diratakan dan air lindih dari TPA ini ditampung dalam kolam pengumpul air lindih yang kemudian dilakukan pengolahan pada kolam pengolah air lindih setelah itu baru dialirkan ke badan air yaitu K. Lamong yang berjarak kurang

lebih 2 km dari lokasi TPA. Nilai kelulusan air pada lokasi TPA Benowo ini antara 10 -5 cm/det hingga

10 -6 cm/det yang termasuk dalam zona permeabilitas rendah hingga sangat rendah. Nilai daya dukung tanah antara 0,33-3,94 kg/cm 2 . Berdasarkan nilai daya dukung tanah dapat diketahui bahwa

tinggi timbulan sampah yang dapat dibuat di lokasi TPA ini adalah setinggi: 4,1 m. Hasil analisis menunjukkan bahwa tapak(site) lokasi TPA ini terletak pada kelas lahan tergolong baik (nilai 15) sebagai pembuangan sampah dengan tingkat racun sedang (sampah domestik terpilah). Peringkat situasi tapaknya (Situation Rating) mempunyai nilai –10A yang mencerminkan bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran ke air tanah hampir tidak mungkin dan tingkat keterimaannya adalah hampir dapat diterima.

Apabila lokasi timbulan sampah yang saat ini dianggap telah tidak memadai maka dapat dialihkan ke lokasi yang terdapat di sebelah timur. Pada lokasi ini terdapat 3 (tiga) bagian yang sedang dikerjakan

2 (dua) buah sebaiknya dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah dan 1 (satu) buah sebagai tempat penampung air lindih. Kondisi geologi teknik dari lokasi ini adalah sebagai berikut; daya

L AMPIRAN IV L IVA - 5 L AMPIRAN IV L IVA - 5

x 10 -5 - 2,79 x 10 cm/det dan permeabilitas tanggul atau dinding landfill mempunyai nilai 1,16 x 10 - 7,86 x 10 -6 cm/det.

-5 -6

L IVA - 6 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) SASAMBA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Latar Belakang

KAPET Sasamba termasuk dalam wilayah kerjasama regional negara-negara ASEAN, yang tergabung dalam: Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philipina - East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). Lokasi KAPET Sasamba yang berdekatan dengan negara-negara tersebut, membuat posisi KAPET Sasamba menjadi lebih strategis karena berada di garis depan dan sekaligus dapat menjadi pintu gerbang dalam berbagai hal untuk melakukan kerjasama. Bidang-bidang yang dikembangkan dalam kerjasama bilateral tersebut meliputi sektor-sektor produktif, seperti: agroindustri berbasis sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan, sektor pabrikasi yang berbasis sumber daya alam, serta sektor kepariwisataan.

Kegiatan Evaluasi Geologi Teknik pada KAPET Sasamba ini akan mengevaluasi berbagai faktor yang berhubungan dengan kondisi bawah permukaan khususnya dalam hal karakteristik keteknikan tanah/batuan dan bahaya geologi yang terdapat di wilayah studi.

Maksud dan Tujuan

Evaluasi Geologi Teknik Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Sasamba dilaksanakan sebagai realisasi anggaran tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Penyelidikan ini ditujukan untuk mengetahui kondisi karakteristik keteknikan di daerah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang dimaksudkan untuk menyiapkan berbagai data dasar dan informasi mengenai struktur tanah/batuan permukaan dan bawah permukaan beserta karakteristik keteknikannya, terutama mengenai daya dukung tanah serta perosokan tanah serta kendala-kendala yang ada di daerah penyelidikan.

Lokasi Penyelidikan

Mengingat daerah KAPET Sasamba meliputi daerah yang sangat luas, maka dalam kegiatan evaluasi geologi teknik ini akan membatasi daerah penyelidikan hanya pada KAPET Sasamba dalam wilayah Cluster I, yaitu meliputi daerah Kota Balipapan. Secara geografis daerah kegiatan evaluasi/penyelidikan dibatasi titik koordinat geografi sebagai berikut :

- Bagian utara

: 01 °01’28” LS dan 116°50’34” BT

- Bagian timur

: 01 °10’00” LS dan 117°01’00” BT

- Bagian selatan

: 01 °16’56” LS dan 116°48’37” BT

- Bagian barat

: 01 °06’06,5” LS dan 116°43’40” BT

L AMPIRAN IV L IVA - 7

Sasaran Pekerjaan

Sasaran dalam evaluasi geologi teknik ini adalah Laporan Geologi Teknik yang dilengkapi dengan peta geologi teknik skala 1:25.000. Laporan ini membahas kondisi geologi teknik setempat beserta kendala geologi yang ada, yang diharapkan dapat mendukung perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah.

Satuan Geologi Teknik

Daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) satuan geologi teknik, yaitu:

5.1. Satuan Pasir - Pasir Lanauan A(s-sm)

Merupakan endapan sungai dan pantai, tebal antara 1 sampai lebih dari 10 meter, bagian atas didominasi oleh pasir dan sebagian lagi didominasi oleh pasir lanauan, secara berangsur kearah bawah berubah menjadi lanau dan pasir lanauan.

Pasir berwarna abu-abu, sangat lepas - agak padat, umumnya berukuran lanau sampai pasir sedang dan setempat terdapat butiran kerikil, pemilahan sedang, kelulusan tinggi sampai sangat tinggi, komposisi mineral terdiri atas kwarsa, feldspar, piroksen dan mineral mafik, mengandung pecahan

2 kerang, uji penetrometer saku (qu) <1 - 2 kg/cm 2 , tekanan konus 3 - 10 kg/cm . Pasir lanauan berwarna abu-abu sampai abu-abu kehitaman, lepas - agak padat, umumnya

berukuran lanau sampai pasir sedang, pemilahan sedang, kelulusan tinggi sampai sangat tinggi, komposisi mineral terdiri atas kwarsa, feldspar, piroksen dan mineral mafik, mengandung pecahan

2 kerang, uji penetrometer saku (qu) 1 - 2 kg/cm 2 , tekanan konus 3 - 13 kg/cm . Pada satuan ini memiliki daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 meter sebesar 3,30

2 ton/m 2 sampai 6,05 ton/m , daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 2 meter sebesar

2 7,20 ton/m 2 sampai 14,40 ton/m , daya dukung pondasi dalam kedalaman 5 meter sebesar 20,975 ton/tiang sampai 27,733 ton/tiang, dan besarnya penurunan tanah akibat beban pondasi sebesar 0,35 cm sampai 1,21 cm.

Kedalaman muka air tanah bebas sangat dangkal sampai agak dalam dan dipengaruhi fluktuasi air sungai. Pada satuan ini, penggalian mudah dilakukan dengan peralatan non mekanis. Kendala geologi teknik yang ada di daerah ini adalah banjir, abrasi, likuifaksi, dan penurunan tanah.

Satuan ini mempunyai kandungan fraksi lanau = 0 - 13 %, pasir halus = 78 - 96 %, pasir sedang = 0 -

20 %; berat jenis (Gs) = 2,616 - 2,692; berat isi asli ( 3 γn) = 1,537 - 1,716 gr/cm ; berat isi kering ( γd) = 1,412 - 1,490 gr/cm 3 ; porositas (n) = 44,56 - 46,49 %; derajat kejenuhan (Sr) = 10,60 - 63,66 %;

2 kohesi (c) = 0 - 0,070 kg/cm o ; sudut geser dalam ( φ) = 0 - 29,40 .

5.2. Satuan Lempung-Lanau Lempungan A(c-mc)

L IVA - 8 L AMPIRAN IV

Merupakan endapan sungai dan pantai, tebal antara 1 sampai lebih dari 15 meter, bagian atas didominasi oleh lempung dan lanau lempungan, secara berangsur ke arah bawah berubah menjadi lanau pasiran.

Lempung berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap kehijauan, lunak sampai agak teguh, plastisitas rendah sampai sedang, permeabilitas rendah sampai sedang. Terdapat sisipan lapisan lempung

pasiran dan pasir, permeabilitas rendah, uji penetrometer saku (qu) <1 - 1,6 kg/cm 2 , tekanan konus 2 -

5 kg/cm 2 . Lanau lempungan berwarna abu-abu, lunak sampai agak teguh, platisitas rendah sampai sedang,

permeabilitas rendah sampai sedang. uji penetrometer saku (qu) <1 - 2 kg/cm 2 , tekanan konus 3 - 11 kg/cm 2 .

Pada satuan ini memiliki daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 meter sebesar 1,65

2 ton/m 2 sampai 4,40 ton/m , daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 2 meter sebesar

2 3,20 ton/m 2 sampai 14,40 ton/m , daya dukung pondasi dalam kedalaman 5 meter sebesar 6,957 ton/tiang sampai 28,772 ton/tiang, dan besarnya penurunan tanah akibat beban pondasi sebesar 1,44 cm sampai 10,35 cm.

Kedalaman muka air tanah bebas sangat dangkal sampai agak dalam dan dipengaruhi fluktuasi air sungai. Pada satuan ini, penggalian mudah dilakukan dengan peralatan non-mekanis. Kendala geologi teknik yang ada di daerah ini adalah banjir dan penurunan tanah.

Satuan ini mempunyai kandungan fraksi lempung = 51 - 65 %, lanau = 20 - 33 58 %, pasir halus = 10 - 15 %; pasir sedang = 0 - 18 %; berat jenis (Gs) = 2,648 - 1,655; berat isi asli ( γn) = 1,666 - 1,896

3 gr/cm 3 ; berat isi kering ( γd) = 1,071 - 1,441 gr/cm ; porositas (n) = 45,58 - 59,62 %; derajat kejenuhan (Sr) = 99,76 - 99,81 %; kohesi (c) = 0,117 - 0,135 kg/cm 2 ; sudut geser dalam ( φ) = 20,39 - 23,94 o .

5.3. Satuan Lempung Lanauan-Lanau Pasiran R(cm-ms)

Satuan geologi teknik ini berupa lempung lanauan sampai lanau pasiran, memiliki ketebalan 1,25 meter sampai 2 meter, merupakan hasil pelapukan Formasi Balikpapan (Tmbp) yang terdiri dari batu pasir kuarsa, batu lempung lanauan dan serpih dengan sisipan napal, batu gamping dan batubara, dan hasil pelapukan dari Formasi Pulaubalang (Tmpb) yang terdiri dari perselingan batu pasir kuarsa, batu pasir dan batu lempung dengan perselingan batubara.

Lempung lanauan dan lanau pasiran berwarna coklat keabuan sampai coklat kekuningan, konsistensi agak teguh sampai teguh, plastisitas sedang sampai tinggi, permeabilitas rendah sampai sedang. Lanau pasiran berwarna coklat sampai coklat kekuningan, konsistensi agak teguh sampai teguh, plastisitas rendah sampai sedang, permeabilitas rendah sampai sedang, uji penetrometer saku (qu) 2

2 - 3 kg/cm 2 , tekanan konus 3 - 12 kg/cm . Pada satuan ini memiliki daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 meter sebesar 3,85

2 ton/m 2 sampai 7,15 ton/m , daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 2 meter sebesar

2 8,80 ton/m 2 sampai 11,20 ton/m , daya dukung pondasi dalam kedalaman 5 meter sebesar 23,221

L AMPIRAN IV L IVA - 9 L AMPIRAN IV L IVA - 9

Kedalaman muka air tanah bebas dalam sampai sangat dalam. Pada satuan ini, penggalian mudah hingga agak sukar dilakukan dengan peralatan non-mekanis.

Pada satuan ini setempat-setempat pada lereng terjal dan tebing sungai berpotensi terjadi gerakan tanah. Kendala geologi teknik yang ada di daerah ini adalah gerakan tanah.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium mekanika tanah, kandungan fraksi lempung = 17 - 29 %, lanau = 18 - 33 %, pasir halus = 14 - 19 %, pasir sedang = 9 - 40 %, pasir kasar = 0 - 9 %, kerikil halus = 0 - 18 %; sifat fisiknya adalah: berat jenis (Gs) = 2,651 - 2,750; berat isi asli ( γn) = 1,648 -

1,963 gr/cm 3 ; berat isi kering ( γd) = 1,379 - 1,697 gr/cm 3 ; porositas (n) = 35,99 - 48,18 %; derajat kejenuhan (Sr) = 55,74 - 76,20 %; kohesi (c) = 0,149 - 0,187 kg/cm 2 ; sudut geser dalam ( φ) = 22,61 - 23,79 o .

5.4. Satuan Lempung-Lanau Lempungan R (c-mc)

Satuan geologi teknik ini berupa lempung lanauan sampai lanau lempungan, memiliki ketebalan 1,5 meter sampai 2,5 meter, merupakan hasil pelapukan Formasi Kampungbaru (Tpkb) yang terdiri dari batu lempung pasiran, pasir kuarsa, batu lanau, sisipan batubara, napal, batu gamping dan lignit.

Lempung berwarna coklat kekuningan, konsistensi agak teguh sampai teguh, plastisitas sedang sampai tinggi, permeabilitas sedang sampai rendah. Lanau lempungan berwarna coklat kebuan sampai coklat kekuningan, konsistensi agak teguh sampai teguh, plastisitas sedang sampai tinggi,

permeabilitas sedang sampai rendah. Uji penetrometer saku (qu) 2 - 3 kg/cm 2 , tekanan konus 3 - 11 kg/cm 2 .

Pada satuan ini memiliki daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 meter sebesar 3,30

2 ton/m 2 sampai 11,0 ton/m , daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 2 meter sebesar

2 8,80 ton/m 2 sampai 16,80 ton/m , daya dukung pondasi dalam kedalaman 5 meter sebesar 11,349 ton/tiang sampai 42,405 ton/tiang, dan besarnya penurunan tanah akibat beban pondasi sebesar 0,79 cm sampai 1,57 cm.

Kedalaman muka air tanah bebas dalam sampai sangat dalam. Pada satuan ini, penggalian mudah hingga agak sukar dilakukan dengan peralatan non mekanis.

Pada satuan ini setempat-setempat pada lereng terjal dan tebing sungai berpotensi terjadi gerakan tanah. Kendala geologi teknik yang ada di daerah ini adalah gerakan tanah.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium mekanika tanah, kandungan fraksi lempung = 33 - 58 %, lanau = 26 - 48 %, pasir halus = 8 - 17 %, pasir sedang = 0 - 23 %, pasir kasar = 0 - 4 %, kerikil halus

= 0 - 6 %; sifat fisiknya adalah: berat jenis (Gs) = 2,574 - 2,674; berat isi asli ( γn) = 1,708 - 1,969 gr/cm

3 ; berat isi kering ( 3 γd) = 1,379 - 1,616 gr/cm ; porositas (n) = 38,87 - 48,23 %; derajat kejenuhan (Sr)

2 = 83,72 – 99,34 %; kohesi (c) = 0,119 - 0,65 kg/cm o ; sudut geser dalam ( φ) = 19,16 -24,72 .

L IVA - 10 L AMPIRAN IV

5.5. Satuan Batu Pasir - Batu Lempung Lanauan (SS-CM)

Satuan ini didominasi oleh batu pasir kuarsa dan batu lempung lanauan, sebagian terdapat sisipan serpih.

Batu pasir berwarna putih hingga coklat kekuningan, agak keras hingga lepas, berukuran pasir halus hingga kasar, pemilahan sedang-baik, struktur perlapisan sejajar dan silang-siur, tersusun oleh mineral kuarsa, mineral mafik, semen silika, dan kadang ditemukan konkresi-konkresi oksida besi.

Batu lempung lanauan berwarna putih hingga abu-abu kehitaman, ukuran butir lempung, lunak, sering mengandung konkresi atau nodul oksida besi. Batu lempung ini umumnya berselang-seling dengan batu pasir, batu lanau atau sepih membentuk lapisan tipis.

Serpih berwarna abu-abu hingga abu-abu kehitaman, berukuran butir lempung, meyerpih, mudah diremas, dan setempat-setempat dijumpai nodul-nodul oksida besi.

Daya dukung pada satuan ini adalah tinggi sampai sangat tinggi, agak sukar digali dengan peralatan non-mekanik. Kedalaman muka air tanah bebas dalam sampai sangat dalam. Kendala geologi teknik yang ada pada satuan geologi teknik ini adalah setempat pada lereng terjal berpotensi terjadi gerakan tanah.

Kendala Geologi Teknik

Potensi bahaya geologi yang ada di daerah penyelidikan antara lain berupa: abrasi dan akresi, gerakan tanah, dan likuifaksi.

- Abrasi dan Akresi

Proses abrasi yang dapat diamati di daerah penyelidikan terdapat secara setempat-setempat di pantai Sepinggan sampai pantai Klandasan. Akibat adanya abrasi ini mengancam keberadaan bangunan di dekat pantai seperti rumah penduduk dan gedung perkantoran.

Sedangkan proses akresi dapat diamati di pantai bagian barat Kota Balikpapan. Pertumbuhan pantai di daerah ini ditandai dengan berkembangnya daratan ke arah laut dan pertumbuhan tanaman bakau yang cukup baik.

- Gerakan Tanah

Dari hasil analisis kemantapan lereng, maka besarnya sudut lereng kritis untuk masing-masing satuan geologi teknik adalah: Satuan Pasir-Pasir Lanauan A(s-sm) 10 ° hingga 12,5°; Satuan Lempung-Lanau Lempungan A(c-mc) 15 ° hingga 20°; Satuan Lempung Lanauan-Lanau Pasiranan R(cm-ms) 25 ° hingga 32,5°; dan Satuan Lempung-Lanau Lempungan R(c-mc) 17,5° hingga 50 °.

- Lempung Mengembang

Dari hasil analisis potensi lempung mengembang dapat diduga bahwa pada Satuan Pasir-Pasir Lanauan A(s-sm) tidak memiliki potensi lempung mengembang, Satuan Lempung-Lanau

L AMPIRAN IV L IVA - 11

Lempungan A(c-mc) memiliki potensi lempung mengembang sangat tinggi, Satuan Lempung Lanauan-Lanau Pasiranan R(cm-ms) memiliki potensi lempung mengembang rendah sampai menengah, dan Satuan Lempung-Lanau Lempungan R(c-mc) memiliki potensi lempung mengembang menengah sampai sangat tinggi.

- Likuifaksi

Berdasarkan data pemboran tangan, data hasil penyondiran dan data hasil analisis mekanika tanah terhadap contoh tanah tak terganggu, memperlihatkan bahwa daerah yang mempunyai potensi untuk terkena likuifaksi adalah daerah yang dibentuk oleh Satuan Pasir-Pasir Lanauan A(s-sm) dan Satuan Lanau-Lanau Lanau Lempungan A(c-mc). Kedua satuan tersebut terdapat lapisan tanah lanau pasiran, pasir lanauan dan pasir yang merupakan hasil pengendapan aluvial sungai dan pantai berumur Kuarter.

Potensi Sumber Daya Geologi

Potensi sumber daya geologi yang terdapat di Kota Balikpapan diantaranya berupa bahan galian tambang, yaitu batubara, batu lempung serta pasir kuarsa. Di samping bahan galian tambang, potensi geologi yang perlu dikembangkan adalah geowisata serta pengembangan sumber daya air.

Batu bara pada umumnya hadir sebagai sisipan pada perselingan batu lempung, serpih, batu lanau dan batu pasir. Ketebalan batu bara umumnya bervariasi antara 0,5 - 8,5 m. Beberapa lokasi terlihat sebagai lensa-lensa pada batuan sedimen. Kenampakan fisik yang baik dan cukup tebal, tersebar di daerah Gunung Binjai. Dari segi kuantitas cadangan batubara di Gunung Binjai dan sekitarnya cukup signifikan. Terdapat beberapa lokasi terdapatnya batubara di sekitar Gunung Binjai, pada beberapa lokasi memperlihatkan lapisan batu bara yang cukup tebal (2 - 8,5 m).

Bahan galian lempung dapat digunakan dalam industri refraktori, kosmetik, farmasi, cat, keramik dan sebagai bahan baku pembuatan batu bata. Di wilayah Kota Balikpapan banyak dijumpai bahan galian lempung, antara lain di Perum Daksa, Batakan, sebelah timur kompleks trans AD, pinggir jalan menuju Dam S. Wain. Bahan galian lempung ini telah banyak digunakan untuk pembuatan batu bata.

Pasir kuarsa tersebar di beberapa tempat di Kota Balikpapan, umumnya dipergunakan sebagai bahan bangunan. Penggunaan batu pasir kuarsa ini masih dapat dikembangkan, untuk itu perlu dilakukan penelitian pemanfaatan batu pasir kuarsa.

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi perkembangan Kota Balikpapan. Menurut informasi dari penduduk, muka air tanah di Kota Balikpapan makin hari semakin dalam. Di sisi lain, penduduk Kota Balikpapan semakin bertambah, oleh karena itu kebutuhan air juga akan makin bertambah. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah sekarang ini adalah menaikkan kapasitas Bendung Karangjoang.

L IVA - 12 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BATUI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

Secara geografis KAPET Batui berada pada koordinat: 122 °30’ - 122°45’ BT dan 1°02’ - 1°22’ LU KAPET Batui meliputi Kecamatan Luwuk, Kintom, Batui dan Toili.

Berdasarkan pada bentuk bentang alam dan kemiringan lereng, morfologi daerah penyelidikan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu: dataran, perbukitan berelief halus dan pegunungan.

Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penyelidikan adalah pola aliran sejajar (paralel) dicirikan oleh aliran sungai sejajar dengan lembah agak dalam dan semakin ke arah selatan lembah sungai agak melebar. Sungai-sungai besar yang alirannya mempunyai kenampakan pola sejajar (paralel) adalah sungai Batui, Toili yang bermuara di teluk Tolo.

Sumber daya bahan bangunan yang dijumpai berupa berupa sirtu, batu gamping dan tanah liat. Berdasarkan kesamaan sifat fisik dan keteknikan secara umum dari formasi batuan yang ada di

daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam) formasi geologi teknik yaitu :

1. Aluvium (Qa) Berupa pasir, kerikil, lumpur dan sisa tumbuhan; hasil endapan sungai dan pantai. Umumnya

bersifat lunak, tidak padat, di beberapa tempat agak mengeras.

2. Batu gamping dari Terumbu koral kuarter (Ql) Berupa batu gamping terumbu dan sedikit napal pada bagian bawahnya. Batu gamping terumbu

berwarna putih, putih kotor, kelabu terang, keras dan padat, mengandung banyak koral, ganggang dan sedikit moluska serta foram, setempat pasiran. Di beberapa tempat menunjukan struktur berongga. Napal berwarna putih, lunak, mengandung sedikit foram.

3. Batu pasir dari Formasi Bongka (Tmpb) Berupa batu pasir, konglomerat, batu lempung dan lensa batu gamping. Batu pasir berwarna

kelabu kekuningan, kehijauan, berbutir halus sampai menengah, agak padat, menyudut tanggung sampai membundar tanggung, mengandung kuarsa, feldspar, dan banyak dijumpai kepingan batuan ultramafik, batu gamping dan rijang, setempat bersifat gampingan. Konglomerat berwarna kelabu kekuningan–kecoklatan, berukuran kerikil hingga kerakal, kemas terbuka, massa dasar terekat oleh oksida besi dan kalsit. Umumnya berlapis baik dengan tebal lapisan 10 – 20 cm, setempat berketebalan 40 – 70 cm. Batu lempung berwarna kelabu muda sampai kelabu tua, lunak sampai agak keras, setempat gampingan, terdapat sebagai sisipan di dalam batu pasir dan konglomerat dengan tebal beberapa mm sampai puluhan cm. Batu gamping berwarna putih- putih keabuan, keras bersifat sarang, mengandung koral, ganggang dan sedikit plankton, tidak berlapis, terdapat sebagai lensa di dalam batu pasir. Satuan ini telah terlipat dengan kemiringan lapisan berkisar 25° - 50°.

L AMPIRAN IV L IVA - 13

4. Konglomerat dari Formasi Kintom (Tmpk) Berupa konglomerat, batu pasir dan sisipan napal. Konglomerat berwarna kelabu kekuningan,

membundar tanggung, berukuran kerikil sampai kerakal, terdiri dari batu gamping, rijang, basal, gabro, kuarsa, dan batuan ultramafik, kemas terbuka, tebal lapisan 30 – 60 cm. Batu pasir, berwarna kelabu tua kehijauan, berbutir halus sampai kasar, bentuk butir menyudut sampai menyudut tanggung, pilahan baik, kurang padat sampai padat, mengandung kuarsa, butiran batuan ultramafik, sedikit koral dan foram. Umumnya gampingan, setempat lempungan dan berlapis cukup baik. Batu pasir ini biasanya terdapat pada bagian bawah dari satuan ini, setempat berselang-seling dengan konglomerat. Napal berwarna putih kelabu, lunak, berlapis tipis, mengandung fosil nano, sebagai sisipan dalam batu pasir.

5. Batu gamping dari Formasi Salodik (Tems) Berupa batu gamping dan sedikit batu pasir pada bagian bawahnya. Batu gamping berwarna

putih kelabu - kelabu kekuningan, berbutir halus, keras, tebal lapisan setempat 30 – 40 cm. Kalkarenit berwarna kelabu terang, keras, di beberapa tempat mengandung koral, berlapis baik (tebal lapisan 30 – 50 cm). Batu pasir berwarna kuning muda, berbutir halus hingga menengah, terpilah sedang, mengandung butiran kuarsa dan feldspar, berlapis tipis sampai tebal (beberapa cm sampai 4 m).

6. Napal dari Formasi Nambo (Jnm) Berupa napal dan serpih. Napal berwarna kelabu - kelabu kehijauan, lunak, berlapis buruk,

setempat pasiran, mengandung fosil belemnite. Serpih berwarna kelabu, agak padat, berlapis (tebal lapisan beberapa cm sampai 15 cm), mengandung sedikit fosil belemnite.

Kebencanaan beraspek geologi yang dijumpai pada daerah penyelidikan adalah gerakan tanah, banjir dan abrasi.

L IVA - 14 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK JALUR JALAN KUNINGAN-CIAMIS

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Propinsi Jawa Barat sangat membutuhkan sistem transportasi yang efektif (murah, lancar, cepat, mudah, teratur, dan nyaman), baik untuk pergerakan barang maupun manusia. Oleh karena itu pembangunan di sektor perhubungan harus direncanakan dan dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu sesuai dengan perkembangan dan perubahan tuntutan di masa mendatang.

Berdasarkan data dari Dinas Binamarga Propinsi Jawa Barat, sekitar 69 % jalan propinsi umurnya sudah lebih dari 5 tahun. Dari jumlah tersebut di atas di antaranya umur rencana pelayanan jalan sudah jauh terlewati atau sudah berumur 7–15 tahun, selain itu umumnya sudah mengalami penurunan kualitas, hal ini dapat disebabkan karena volume dan beban kendaraan yang semakin meningkat sehingga fondasi badan jalan sudah tidak mampu lagi menahan beban kendaraan. Atau bisa juga disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti jenis tanah dasar yang kurang baik untuk fondasi badan jalan maupun bangunan.

Dalam perencanaan pembuatan sarana jalan raya maupun sarana lainnya, tentu akan dilakukan penggalian, pemotongan lereng, pengurugan maupun pemadatan di daerah yang akan dilaluinya.

Perencanaan tersebut akan berhasil apabila disertai data dan informasi mengenai geologi teknik. Data dan informasi tersebut diperlukan untuk menganalisa dan mengevaluasi daya dukung tanah dasar jalan dan kemantapan lereng, untuk menghindari terjadinya gerakan tanah seperti longsoran dan nendatan sebagai akibat dari pembuatan sarana tersebut, selain itu kemungkinan adanya kesalahan dalam perencanaan konstruksi bangunan teknik dapat dihindari atau diperkecil, sehingga dapat mengurangi permasalahan yang mungkin timbul baik dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan maupun dalam perawatan setelah dibangun sarana penunjang tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan

Evaluasi geologi teknik ini dimaksudkan untuk menyiapkan data dasar dan informasi mengenai sebaran tanah dan batuan baik permukaan maupun bawah permukaan, beserta sifat keteknikannya terutama yang berkaitan dengan daya dukung tanah dasar jalan, kestabilan lereng jalan dan kemungkinan terjadinya proses gerakan tanah, serta berbagai aspek geologi teknik lainnya seperti geomorfologi dan kegempaan.

Sedangkan tujuannya adalah untuk memperlancar arus kendaraan, membuka daerah yang terisolir, meningkatkan perekonomian, pendidikan, serta kesehatan masyarakat bagi desa-desa yang dilaluinya.

L AMPIRAN IV L IVA - 15

1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Evaluasi geologi teknik dilakukan sepanjang jalur jalan Kuningan-Ciamis, yang secara administrasi termasuk kedalam wilayah Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat, tepatnya terletak pada koordinat : 108°18’ – 108°30’ BT dan 6°55’16” – 7°21’ LS.

1.4 Geologi Daerah Penyelidikan

Penamaan dan pengelompokan satuan batuan di daerah penyelidikan didasarkan pada Peta Geologi Lembar Arjawinangun skala 1:100.000 yang disusun oleh M. Djuri (1995) dan Lembar Tasikmalaya, skala 1:100.000, yang disusun oleh T. Budhitrisna (1986). Stratigrafi di daerah penyelidikan jalur jalan dikelompokan menjadi 8 satuan batuan yang urutan stratigrafinya dari muda ke tua adalah sebagai berikut:

a. Qa (Alluvium) Endapan ini terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan bongkah yang diendapkan di daerah

banjir sungai besar.

b. Qyl (Hasil G. Api Muda - Lava) Aliran lava muda G. Cireme, bersifat andesit, ( tersingkap di sekitar G. Cireme ) dan aliran lava

muda G. Tampomas, bersifat basal, tersingkap di bagian barat lembar (di luar daerah penyelidikan).

c. Qyu (Hasil G.Api Muda Tak Teruraikan) Breksi, lava bersifat andesit dan basal, pasir tufaan, lapili berasal dari G. Tampomas dan G.

Cireme. Umumnya batuan ini membentuk dataran atau bukit-bukit rendah dengan tanah berwarna abu-abu kuning dan kemerahan.

d. Qvl (Hasil G. Api Tua - Lava) Aliran lava yang bersifat andesit dengan mineral utama adalah hornblende, menunjukan aliran

batu tempel untuk bangunan yang berwarna abu-abu.

e. Qvu (Hasil G. Api Tua Tak Teruraikan) Merupakan breksi gunung api, lahar, lava, bersifat andesit – basal

f. QTvb, QTvr, QTvs (Hasil G. Api Tua) Breksi G. Api, terdiri atas batuan beku, breksi aliran, endapan lahar, tufa dan lava, bersifat

andesit-basal, dari G. Cakabuana (QTvb), G. Cireme (QTvr), dan G. Sawal (QTvs)

g. Formasi Cijulang (Tpc) Breksi G.api, aliran lava, retas, bersusunan andesit, tufa dan batu pasir tufaan. Maksimum

ketebalan 1000 m.

L IVA - 16 L AMPIRAN IV L IVA - 16 L AMPIRAN IV

dan batu pasir gampingan. Tebal > 400 m. i.

Anggota G. Hurip, Formasi Halang (Tmhg) Turbidit terdiri dari breksi G.api, batu pasir, serpih dan konglomerat. Ketebalan 200–400 m.

1.5 Struktur Geologi

Berdasarkan peta Geologi, struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan umumnya berarah Barat Laut - Tenggara, terdiri dari:

2 ( dua ) buah sesar naik

2 ( dua ) buah kelurusan

1.6 Geologi Teknik

Berdasarkan hasil penyelidikan geologi teknik di lapangan, daerah jalur jalan Kuningan-Ciamis dan sekitarnya dapat dipetakan sebaran dan jenis tanah/batuan, masalah daya dukung serta potensi bahaya beraspek geologi yang terjadi di daerah penyelidikan.

1.6.1 Tanah dan Batuan

Berdasarkan hasil evaluasi kesamaan fisik dan batuan yang didukung oleh data hasil analisa laboratorium mekanika tanah dan batuan, bor tangan, sondir dan pengujian DCP, dapat diketahui bahwa daerah penyelidikan dapat dibedakan menjadi 5 satuan batuan, yaitu:

1.6.2 Satuan Lanau Lempungan – Pasir Kerikilan [A(cm-gs)]

Satuan ini merupakan endapan aluvial sungai, berupa Lempung, lanau, lanau lempungan, pasir lepas dengan ukuran halus sampai kerikil, setempat kerakal batu pasir tufaan, gampingan, bongkahan berupa andesit/basal dan breksi.

Lanau lempungan tersebut umumnya berwarna coklat tua – kuning kecoklatan, lunak, plastisitas sedang – tinggi, permeabilitas rendah, sedangkan pasir berbutir halus - kasar, membundar – menyudut tanggung, lepas, permeabilitas sedang – tinggi. Satuan ini menempati di sekitar aliran sungai-sungai besar, seperti sungai: Cisanggarung, Cigede, Cimuntur dan Cileueur. Satuan ini diwakili oleh contoh-contoh:

C.33, C.41, C.42, C.43 dan C.44, mempunyai ketebalan antara 1,50 – 2.45 m dan mempunyai sifat fisik sebagai berikut: Kadar air (Wn) 54.71 – 56,80 %, berat jenis (Gs) 2,486 – 2,497.

L AMPIRAN IV L IVA - 17

1.6.3 Satuan Lempung Lanauan – Lanau Pasir [R(mc-sm)]

Satuan ini terdiri atas lempung lanauan berwarna coklat kekuningan – abu-abu kecoklatan, sangat lunak – teguh, setempat pasir halus – kasar, plastisitas sedang – tinggi. Satuan ini menyebar menempati daerah-daerah pedataran, lembah-lembah dari pebukitan dengan tata lahan berupa pesawahan, kebun campuran dan perkampungan, mempunyai ketebalan lapisan antara 2,50 – 5,00 m, diwakili oleh contoh-contoh: TS.1, TS.2, TS.3, TS.4, TS.11, C.31, C.35, C.39, C.40, dan mempunyai sifat fisik : kadar air (Wn): 48.48 – 73.90 %, berat jenis (Gs): 2.543 – 2.687, berat isi asli ( γ ): 1.328 – 1.604 t/m³, LL = 66.11 – 92.19 %, PL = 32.64 – 37.55 %, IP = 33.47 – 54.64 %, kohesi (c): 0.081 – 0.166 t/m², sudut geser dalam (Ø): 24.32° – 26.51°, CBR lapangan: 0.0736 – 6.8122 %.

1.6.4 Satuan Lanau Lempungan – Pasiran [R(cm-s)]

Satuan ini merupakan hasil endapan gunung api, berwarna coklat kekuningan – kemerahan, lunak – teguh, plastisitas sedang – tinggi, setempat pasir tufaan, berukuran berbutir sedang, bersisipan batu pasir tufaan lapuk, bongkahan andesit (struktur mengulit bawang), breksi dengan komponen andesit/basal, masa dasar pasir tufaan. Satuan ini diwakili oleh TS.7, TS.14, TS.15, TS.16, TS.17, TS.18, TS.19, TS.20, TS.21, TS.22, TS.23, TS.24, TS 25, TS. 26, TS 27, TS 28, TS.29, C.30, C.32,

C.34, C.36, C.37, C.38 dan mempunyai sifat fisik: kadar air (Wn): 34.77 – 59.85 %, berat jenis (Gs): 2.412 – 2.661, berat isi asli ( γ ): 1.433 – 1.807 t/m³, LL = 49.33 – 101.06 %, PL = 32.49 – 39.44 %, IP = 9.89 – 62.28 %, kohesi (c): 0.101 – 0.251 t/m², sudut geser dalam (Ø): 20.31° - 28.78°, CBR lapangan 0.4982 – 20.0662 %, CBR laboratorium: 8.50 %. Satuan ini mempunyai ketebalan sekitar 2 - 25 m dan menempati hampir seluruh daerah penyelidikan, yaitu merupakan pebukitan, mulai dari puncak sampai ke lembah, dengan tata lahan hutan, kebun, pemukiman.

1.6.5 Satuan Lempung Lanauan – Lempung Pasian [R(mc-sc)]

Satuan ini menempati daerah pebukitan sedang - curam, umumnya merupakan lempungan lanauan – lempung pasiran tufaan, berwarna coklat kemerahan sampai abu-abu tua kehitaman, plastisitas sedang – tinggi, lunak – teguh, bersisipan batu lempung dan breksi tufaan berwarna abu-abu, lapuk. Lempung pasiran berwarna abu-abu keputihan merupakan hasil pelapukan dari breksi. Satuan ini diwakili oleh contoh: TS.6, TS. 8, TS 9, TS.10, TS.12, TS.13, TS. 31, TS, 32, TS.33 dan mempunyai sifat fisik: Kadar air (Wn): 21.29 – 58.56 %, berat jenis (Gs): 2.403 – 2.786, berat isi asli ( γ ): 1.449 – 1.807 t/m³, LL = NP – 91.22, PL = NP – 45.96, IP = NP – 54.01, kohesi (c): 0.027 – 0.229 t/m², sudut geser dalam (Ø): 22.78 – 31.36°, CBR lapangan 2.3151 – 63.4988 %. Ketebalan satuan ini antara 1,75 - 8,00 m.

1.6.6 Satuan Breksi (Bx)

Satuan ini merupakan formasi Cijulang, terdiri breksi vulkanik, aliran lava, retas, bersusunan andesit, tufa dan batu pasir tufaan, berwarna abu-abu keputihan, berbutir halus – kasar, agak kompak -

L IVA - 18 L AMPIRAN IV L IVA - 18 L AMPIRAN IV

1.7 Daya Dukung Tanah Pondasi Dangkal

Daya dukung tanah yang akan dibahas adalah berdasarkan pengujian sondir, yaitu untuk kedalaman

1 dan 2 m. Dalam perhitungan ditentukan bahwa kedalaman pondasi adalah 1 dan 2 meter, dengan lebar pondasi 1,2 m. Dari masing-masing titik pengujian sondir kemudian dihitung besarnya nilai daya dukungnya. Hasil perhitungan dapat diketahui bahwa daya dukung daerah penyelidikan untuk pondasi dengan kedalaman 1 m antara 0,22 – 2,035 ton/m², sedangkan untuk pondasi dengan kedalaman 2 m berkisar antara 0,40 – 4,80 ton/m².

1.8 Daya Dukung Tanah Dasar Jalan

Salah satu cara untuk mengetahui daya dukung tanah dasar jalan, adalah dengan cara pengujian CBR secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Pengujian DCP pada jalur jalan Kuningan - Ciamis telah dilakukan sebanyak 47 titik. Hasil pengujian DCP ini memberikan nilai CBR rata-rata antara:

ƒ kualitas jelek (CBR: 0,0736 – 4,9283 %) yaitu pada titik DCP:1, 2, 3, 4, 7, 8, 9,10,11, 12, 13, 14,

16, 17, 19, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 35, 36, 38, 40, 44, 45, 46 dan 47. ƒ kualitas sedang (CBR: 5.3491 - 9.0363 %) yaitu pada titik DCP: 6, 15, 18, 33, 37,39, 41 dan 43. ƒ kualitas baik (CBR: 11.4036 - 20.0662 %) yaitu pada titik DCP: 21, 24, 34 dan 42 ƒ kualitas sangat baik (CBR : 63.4988 %) berada pada titik DCP: 20

1.9 Ketebalan Lapisan Pemadatan

Pemadatan adalah suatu proses mekanis yang merapatkan tanah dasar. Butir-butir tanah atau bahan-bahan perkerasan ditekan sehingga butir-butir tersebut menjadi sangat rapat dan udara akan keluar dari celah-celah butir pada proses pemadatan berlangsung. Ketebalan lapisan yang akan dipadatkan akan berbeda sesuai nilai CBR dan kelas jalan yang direncanakan. Dengan asumsi bahwa kelas jalan yang akan dibangun adalah kelas I, dengan lalu-lintas sangat padat, maka dapat diketahui bahwa ketebalan timbunan lapisan tanah dasar (H) yang harus dipadatkan yaitu antara 9,30 cm – 273,06 cm.

L AMPIRAN IV L IVA - 19

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK PASCAGEMPA DI DAERAH YOGYAKARTA-KLATEN DAN SEKITARNYA

Lokasi Daerah Pemetaan

Daerah penyelidikan secara administratif meliputi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Bantul, sebagian Kabupaten Sleman dan Gunung Kidul) dan Jawa tengah (Kabupaten Klaten). Secara geografis berada pada koordinat: 110 ° 11’ 49” - 110° 38’ 28” BT dan 7° 43’ 39” - 8° 00’ 47” LS, dengan luas ± 1.650 km2

Maksud dan Tujuan

Penyelidikan geologi teknik ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan informasi geologi teknik yang mencakup aspek sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan baik permukaan maupun bawah permukaan, kondisi air tanah, morfologi serta bahaya beraspek geologi teknik.

Data yang diperoleh dari hasil penyelidikan geologi teknik di lapangan ditambah data hasil analisis laboratorium dan data sekunder lainnya dituangkan dalam bentuk laporan dan peta geologi teknik yang berguna sebagai data dasar dalam menunjang perencanaan pembangunan fisik dan pengembangan di wilayah daerah pascagempa.

Kondisi Daerah Penyelidikan

Daerah penyelidikan merupakan daerah dataran, perbukitan dan kaki gunung api. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada ketinggian < 5,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial dan satuan batuan gunung api Merapi (Qvm) yang berupa lempung, lanau dan pasir. Daerah perbukitan membentuk deretan perbukitan memanjang dari barat ke timur dengan kemiringan lereng agak terjal hingga terjal (15 - >50 %), terletak pada ketinggian 200 – 400 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Wonosari (Tmw), Formasi Oyo (Tmo), Formasi Sambipitu (Tms), Formasi Nglanggran (Tmn), dan Formasi Semilir (Tmse). Daerah kaki gunung api dengan kemiringan lereng 15 – 30 %, terletak pada ketinggian 500 – 1000 m dpl dan dibentuk oleh endapan volkanik gunung Merapi (Qvm). Sungai – sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir sepanjang tahun), antara lain S. Opak, S. Oyo, S. Bedog, S. Dengkeng, S. Gondang bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran subdendritik – trellis dan subparalel..

Air tanah di daerah penyelidikan berupa air permukaan dan air tanah bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa), sedang air tanah bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan pembawa air tanpa lapisan kedap air di bagian atasnya.

L IVA - 20 L AMPIRAN IV

Seperti kawasan Indonesia lainnya, iklim daerah penyelidikan beriklim tropis, terdiri dari dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau jatuh pada bulan Mei hingga September dengan curah hujan rata-rata 15 – 91 mm/bulan dan musim penghujan pada bulan Oktober hingga April dengan curah hujan rata-rata 104 – 429 mm/bulan

Geologi Teknik

Dengan melihat kondisi dan sifat fisik keteknikan tanah dan batuan yang menyusun daerah penyelidikan, dapat diuraikan kondisi geologi teknik sebagai berikut :

Satuan Lempung

Berupa endapan aluvial sungai tebalnya (berdasarkan data sondir dan pemboran) antara 7,50 sampai lebih dari 19,00 m. Satuan ini tersusun oleh lempung pasiran hingga lanau pasiran dan semakin ke bawah berupa lanau lempungan. Lempung pasiran – lanau pasiran berwarna abu-abu kehitaman, lunak – teguh, setempat mengandung kerikil, plastisitas sedang – tinggi, ketebalan antara 3,50

sampai lebih dari 9,00 m, kisaran nilai konus 8 – 30 kg/cm 2 . Lanau lempungan berwarna abu-abu kehitaman, lunak – sangat teguh, setempat mengandung pasiran – kerikilan, ketebalan 4 – 10 m,

kisaran nilai tekanan konus 15 – 48 kg/cm 2 . Hasil analisa laboratorium mekanika tanah dari contoh tanah endapan aluvium pada beberapa lokasi

untuk tanah lempung adalah G 3 s = 2,547 – 2,673, γ m = 1,396 – 1, 757 g/cm , ω n = 10,39 – 45,22 %, e= 0,99 – 1,25, n= 49,86 – 55,66 %, LL= 52,52 – 69,22 %, PL= 22,27 – 28,85 %, PI= 24,57 – 44,72 %, kandungan lempung= 31 – 67 %, lanau= 17 – 35 %, pasir= 6 – 18 %, c= 0,102 – 0,195 kg/cm 2 , φ= 17,67 – 25,73 °, grup simbol CH.

Satuan Lanau

Merupakan endapan limpah banjir (berdasarkan data sondir dan bor tangan) rata-rata 3 m. Endapan ini terdiri atas lanau pasiran dan semakin ke arah bawah berangsur-angsur berubah menjadi pasir lanauan sedikit kerikilan. Lanau pasiran berwarna coklat kehitaman, teguh, plastisitas sedang, tebal 1

– 2,80 m, kisaran nilai tekanan konus 20 – 27 kg/cm 2 . Pasir lanauan berwarna coklat muda, berbutir halus – sedang, sedikit kerikilan, agak padat – padat, kisaran nilai tekanan konus 32 – 64 kg/cm 2 .

Hasil analisis laboratorium untuk tanah lanau pasiran adalah G 3 s = 2,634, γ m = 1,377 g/cm , ω n = 7,3 %, e= 1,05, n= 51,28 %, LL= 52,85 %, PL= 31,73 %, PI= 21,12 %, kandungan lempung= 25 %, lanau=

46 %, pasir= 19 %, c= 0,081 kg/cm 2 , φ= 25,73°, grup simbol MH.

L AMPIRAN IV L IVA - 21

Satuan Pasir

Satuan ini disusun oleh pasir lempungan hingga lanauan dan semakin ke arah bawah berupa pasir halus hingga sedang dan di sepanjang tepi pantai umumnya dijumpai pasir lepas, berwarna abu-abu, berbutir halus – kasar, mengandung pecahan cangkang kerang serta membentuk gumuk-gumuk pasir. Pasir lempungan hingga lanauan berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir halus – sedang, agak

lepas – agak padat, tebal 1,5 – 9 m, tekanan konus berkisar antara 8 - 75 kg/cm 2 . Hasil analisa laboratorium mekanika tanah dari contoh tanah Pasir lanauan adalah G s = 2,641 –

2,671, 3 γ m = 1,761 – 1, 765 g/cm , ω n = 33 – 36,65 %, e= 1,292 – 1,319, n= 50,06 – 51,64 %, LL= 29,51 – 31,09 %, PL= 23,47 – 23,93 %, PI= 6,04 – 7,16 %, kandungan lempung= 5 %, lanau= 28 – 30 %,

pasir= 62 – 64 %, c= 0,016 – 0,29 kg/cm 2 , φ= 31,43 – 31,76°, grup simbol SM.

Satuan Batu pasir tufa dan Batu gamping Formasi Wonosari (Ss – Ls)

Terdiri dari batu gamping dan di bawahnya batu pasir tufa berselingan dengan tufa, umumnya melapuk ringan. Batu gamping putih kecoklatan, keras, kompak, berlapis terdapat nodul-nodul kalsit Tanah pelapukan berupa lempung lanauan, coklat kehitaman, lunak, plastisitas tinggi tebal kurang dari 1 meter. Batu pasir tufa berwarna abu-abu kecoklatan, berlapis, berbutir sedang – kasar, agak keras, menunjukkan struktur laminasi. Tufa berwarna kuning kecoklatan, agak padu dan di beberapa tempat mudah hancur. Tanah pelapukan berupa lempung lanauan, abu-abu kecoklatan, teguh, plastisitas sedang – tinggi, tebal 50 cm.

Satuan Napal tufaan dan tufa andesitan Formasi Oyo (Ml – Tf)

Napal tufaan berwarna abu-abu keputihan, keras, berlapis. Tuf andesitan, putih kecoklatan, mudah hancur, mengandung komponen batuan andesit, abu-abu, ukuran kerikil-kerakal. Tanah pelapukan berupa lempung lanauan, coklat kehitaman, lunak, plastisitas sedang, tebal 0,75 cm

Satuan Batu pasir dan batu lempung Formasi Sambipitu (Ss – Cs)

Batu pasir dijumpai berselingan dengan batu lempung. Batu pasir berwarna coklat – abu keputihan, keras, berlapis. Batu lempung berwarna abu-abu keputihan, kekerasan rendah – sedang, kadang- kadang mudah hancur, berlapis cukup baik. Tanah pelapukan berupa lanau lempungan, berwarna coklat kehitaman, lunak, plastisitas sedang – tinggi, tebal kurang 1 meter.

Satuan Breksi volkanik Formasi Nglanggran (BrV)

Berwarna abu-abu, fragmen batuan andesitik berukuran 5 – 30 cm, tertanam pada masa dasar pasir tufa, berbutir kasar, kemas terbuka, keras. Umunya telah melapuk menengah - tinggi berupa lempung lanauan berkerikil, berwarna merah kecoklatan, teguh – kaku, plastisitas sedang tebal 0,5 – 1 meter

L IVA - 22 L AMPIRAN IV

SatuanTufa dan batu pasir tufa Formasi Semilir (Tf – Ss)

Berupa perselingan antara tufa dan batu pasir tufa. Tufa berwarna putih kecoklatan, berukuran pasir halus, agak keras. Batu pasir tufa berwarna putih – kelabu muda, berlapis, berbutir sedang – kasar. Tanah pelapukan berupa lanau lempungan, berwarna coklat muda, lunak – agak teguh, tebal 50 cm.

Satuan Tufa dan breksi tufa Formasi Semilir (Tf – Br)

Berupa tufa dan di bagian bawahnya breksi tufa. Tufa berwarna kuning kecoklatan, berbutir halus – kasar, padu, agak keras. Breksi tufa berwarna coklat tua, fragmen tufa dan batuan dasitik dan andesitik, menyudut tanggung, padu dan sebagian mudah hancur. Tanah pelapukan berupa lanau pasiran mengandung kerikil, berwarna merah kecoklatan, teguh, plastisitas sedang tebal 1meter.

Satuan Batu pasir dan batu lanau Formasi Kebo Butak (Ss – Tf)

Merupakan perselingan antara batu pasir dan batu lanau. Batu pasir berwarna putih kecoklatan, keras, kompak, berlapis baik. Batu lanau berwarna abu-abu keputihan, kekuatan sedang. Tanah pelapukan berupa lanau pasiran, berwarna coklat muda, lunak-teguh, tebal 20 – 50 cm.

Satuan Batu gamping Formasi Sentolo (Tmps)

Terdiri dari batu gamping dan batu pasir napalan. Batu gamping, berwarna putih keabuan, berlapis, padu, terdapat nodul-nodul kalsit. Batu pasir napalan, berwarna abu-abu kecoklatan, berlapis, berbutir sedang – kasar. Formasi ini dipermukaan didominasi oleh batu gamping dengan kekerasan sedang. Tanah pelapukan berupa lempung, coklat kehitaman, lunak, plastisitas tinggi, tebal 1 meter.

Satuan Batu pasir dan napal pasiran Formasi Wungkal (Cs – Ss)

Batu pasir berwarna abu-abu kecoklatan – keputihan, agak keras, kekuatan sedang. Sekis berwarna abu-abu kehijauan – kecoklatan, kekuatan rendah, agak keras dan setempat mudah hancur, mengandung mika dan garnet, berfoliasi. Batu sabak berwarna abu-abu kehijauan – kehitaman, keras, kekuatan tinggi. Tanah pelapukan berupa lempung pasiran, coklat, plastisitas sedang, lunak – teguh, tebal rata-rata 50 cm.

L AMPIRAN IV L IVA - 23

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK POTENSI LIQUIFAKSI DI DAERAH BANTUL DAN SEKITARNYA, PROV. JAWA TENGAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peristiwa gempa bumi yang terjadi pada 27 Mei 2006 yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (Bantul, Kota Yogyakarta, Sleman, Wonosari dan Kulon Progo) dan Propinsi Jawa Tengah (Klaten, Surakarta dan Magelang) yang mengakibatkan ribuan korban meninggal dan cacat, ribuan rumah hancur dan fasilitas struktur maupun infrastruktur rusak.

Gempa dengan kekuatan besar (> 6 pada sekala Richter) dapat menimbulkan gelombang tsunami dan likuifaksi. Gelombang tsunami umumnya telah banyak dikupas dalam berbagai penyelidikan, namun gejala likuifaksi relatif lebih jarang dibahas dalam kajian keilmuan. Secara setempat likuifaksi telah menimbulkan kerusakan struktur dan bangunan sipil, seperti rumah (gedung) jalan dan jembatan.

Maksud dan Tujuan

Evaluasi geologi teknik ini dimaksudkan untuk menyiapkan data dasar dan informasi mengenai aspek keteknikan menyangkut sebaran tanah dan batuan khususnya di permuka-an dan bawah permukaan (kedalaman < 15 meter), yang berkaitan dengan daya dukung tanah, dan gerakan tanah berbagai aspek geologi teknik. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui geoteknik khususnya proses likuifaksi yang terkait dengan kegempaan di daerah kabupaten Bantul dan sekitarnya, pascabencana gempa bumi.

Lokasi dan Kesampaian Daerah

Evaluasi geologi teknik terhadap potensi likuifaksi dilakukan pada daerah administratif Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, wilayahnya terletak pada koordinat 110°16’26”-110°30’04” BT dan 7°49’30- 8°07’50” LS atau Easting (X): 420000 - 440000 dan Northing (Y): 911000 – 913000 pada peta UTM.

Metoda Penyelidikan

Metoda penyelidikan dan pekerjaan lapangan yang dilaksanakan meliputi: ƒ Pengamatan sebaran tanah dan batuan beserta sifat fisik.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan peta rupa bumi dengan skala 1 : 25.000 serta peta geologi skala 1:100.000.

L IVA - 24 L AMPIRAN IV

ƒ Pengamatan morfologi dan kemiringan lereng. Pengamatan ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik bentang alam, kemiringan lereng

dalam kaitannya strutur bangunan. ƒ Penyondiran Pekerjaan penyondiran dilaksanakan sebanyak 30 titik dengan mempergunakan sondir dengan

kapasitas 2,50 ton. Data sondir ini diperlukan untuk memperoleh nilai tekanan ƒ Pemboran tangan Pemboran tangan dilakukan dengan mempergunakan mata bor spiral, untuk mengetahui jenis,

susunan dan ketebalan tanah. ƒ Pengamatan Kondisi Air Tanah

Untuk mengetahui kedalaman muka air tanah yang berpengaruh terhadap potensi likuifaksi ƒ Pekerjaan Laboratorium Uji laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh parameter sifat fisik dan indeks tanah.

GEOLOGI UMUM DAERAH PEYELIDIKAN Geomorfologi

Daerah penyelidikan terbagi menjadi 4 satuan, yakni: Satuan Morfologi Dataran (kemiringan lereng < 5% ketinggian < 40 – 80 m dpl), Satuan Pebukitan Berelief Halus (kemiringan 5– 15% ketinggian 80 – 200 m dpl), Satuan Pebukitan Berelief Sedang ( kemiringan 15 – 30%, ketinggian 150 – 300 m dpl) dan Satuan Pebukitan Berelief Agak Kasar (kemiringan 30 – >50 %, ketinggan 250 –500an dpl)

Sebaran Batuan Dasar

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta (W. Rahardjo, S. Rumidi, HMD Rosidi, 1995). Khusus daerah penyelidikan (kabupaten Bantul) terdapat 7 (tujuh) formasi geologi pada, yaitu: Semilir (Tmse), Nglanggran (Tmn), Sambipitu (Tms), Wonosari (Tmwl), Sentolo (Tmps), Endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi) dan Endapan Aluvium (Qa).

Struktur Geologi

Berdasarkan peta Geologi, struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan berupa: Sesar normal, Sesar geser dan Antiklin. Menurut penyelidikan terakhir, gempa pada tanggal 26 Mei 2006, mengaktifkan kembali sesar Opak (sesar normal), sehingga menimbulkan korban dan menyebabkan kerusakan/kehancuran bangunan sipil dan infrastruktur.

L AMPIRAN IV L IVA - 25

Kegempaan

Berdasarkan Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan Air Tahan Gempa dan Sebaran Pusat Gempa tahun 1900 – 1999 daerah penyelidikan termasuk dalam zona 3 dengan percepatan gempa (g) 0,8 – 1,2 dengan magnitudo gempa 6 – 6,5 SR untuk periode ulang 20 tahun.

Kondisi Keairan

ƒ Air Permukaan Beberapa sungai besar, merupakan sumber daya air permukaanyakni: Kali Progo, Opak dan Oya

serta beberapa anak sungai: Bedog (Progo), Gajahwong, Code, Mujung dan Kaliurang. ƒ Air Bawah Permukaan Berdasarkan Peta Hidrogeologi, keterdapatan sumber daya air tanah di daerah penyelidikan

terdiri dari 3 (tiga) sistem akuifer yaitu: Aquifer dengan aliran melalui ruang antar butir, Aquifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir, Aquifer (bercelah atau sarang) dengan produktivitas kecil dan Daerah Air Tanah Langka.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu: pemukiman, pesawahan, kebun campuran dan tegalan.

GEOLOGI TEKNIK Satuan Geologi Teknik

Ditinjau dari aspek keteknikan, daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 8 (delapan) satuan geologi teknik, yaitu:

ƒ Satuan Lempung – Lanau Lempungan (A c-mc) Terbentuk dari campuran endapan aluvium dan gunungapi Merapi muda. Warna abu-abu kecoklatan,

lunak – agak teguh, halus, plastisitas sedang – tinggi, keadaan kering agak keras, nilai tekanan konus

(qc) 5 - 48 kg/cm 3 . Hasil analisa laboratorium adalah: G s = 2,535 – 2,673, ( m = 1,396 – 1, 849g/cm , w n = 10,39 – 45,22 %, e= 0,99 – 1,25, n= 43,52 – 55,66 %, LL= 34,57 – 69,22 %, PL= 22,27 – 28,85 %, PI= 8,52 – 44,72 %, c= 0,102 – 0,195 kg/cm 2 , φ= 17,67 – 25,73°, grup simbol CL/CH - ML.

ƒ Satuan Lanau Merapi Muda (Mm) Satuan ini di permukaan disusun oleh lanau hingga lanau pasiran hasil dari endapan gunung api

Merapi muda. Warna coklat kehitaman, teguh, plastisitas rendah - sedang, tekanan konus 20 – 64 kg/cm 2 . Hasil uji laboratorium mekanika tanah dari contoh satuan lanau ini adalah: G

s = 2,576 – 2,728, w n = 20,68 – 50,14 %, LL = 23,51 – 53,67 %, PL = 21,44 – 33,19 %, PI = 2,07 – 24,77 %, kandungan lempung = 7 - 30 %, lanau = 20 - 59 %, pasir = 3 - 40, grup simbol ML – MH.

L IVA - 26 L AMPIRAN IV

ƒ Satuan Pasir-Pasir Lanauan Merapi Muda ( Ms-sm) Terdiri pasir (lepas), setempat bercampur dengan tufa atau kerakal dari batu gamping yang sebagian

telah lapuk. Pasir pantai, berwarna abu-abu, berbutir halus, nonplastis, mengandung pecahan kerang, membentuk gumuk-gumuk pasir (sand dunes). Tekanan konus (qc) antara 30-130 kg/cm 2 .

Hasil uji laboratorium dari satuan pasir ini: G s = 2,560 – 2,584, w n = 25,37 – 27,41 %, LL = NP, PL = NP, PI = NP, kandungan lempung = 0 %, lanau = 1 - 29 %, pasir = 71 – 100 %, grup simbol SM-SW

ƒ Satuan Batu pasir tufa dan Batu gamping Formasi Wonosari (Wst – ls) Terdiri dari batu gamping dan di bawahnya batu pasir tufa berselingan dengan tufa, umumnya

melapuk ringan. Batu gamping putih kecoklatan, keras, kompak. Tufa berwarna kuning kecoklatan, agak padu dan di beberapa tempat mudah hancur. Tanah pelapukan berupa lempung lanauan, abu- abu kecoklatan – coklat kehitaman, lunak -teguh, plastisitas sedang – tinggi, tebal 0,50 – 1,00 meter.

ƒ Satuan Batu gamping Formasi Sentolo (S-ls) Terdiri dari batu gamping dan batu pasir napalan. Batu gamping, berwarna putih keabuan, berlapis,

padu, terdapat nodul-nodul kalsit. Batu pasir napalan, berwarna abu-abu kecoklatan, berlapis, berbutir sedang – kasar. Tanah pelapukan berupa lempung, coklat kehitaman, lunak, plastisitas tinggi, tebal 1,00 meter.

ƒ Satuan Batu pasir dan batu lempung Formasi Sambipitu (S s – cs) Berupa perselingan antara batu pasir dengan batu lempung. Batu pasir berwarna coklat – abu

keputihan, keras, berlapis. Batu lempung berwarna abu-abu keputihan, kekerasan rendah – sedang, kadang-kadang mudah hancur, berlapis cukup baik. Tanah pelapukan berupa lanau lempungan, berwarna coklat kehitaman, lunak, plastisitas sedang – tinggi, tebal <1 meter.

ƒ Satuan Breksi volkanik Formasi Nglanggran (N br) Satuan ini dibentuk olek breksi volkanik, berwarna abu-abu, fragmen batuan beku andesit, berukuran

5–30 cm, tertanam pada masa dasar pasir tufa, berbutir kasar, kemas terbuka, keras. Umumnya telah melapuk menengah - tinggi menjadi lempung lanauan berkerikil, berwarna merah kecoklatan, teguh – kaku, plastisitas sedang, tebal 0,5 – 1 meter.

ƒ SatuanTufa dan batu pasir tufa Formasi Semilir (S tf – stf) Satuan ini merupakan perselingan antara tufa dan batu pasir tufa. Tufa, berwarna putih kecoklatan,

berukuran pasir halus, agak keras. Batu pasir tufa, berwarna putih – kelabu muda, berlapis, berbutir sedang – kasar. Tanah pelapukan berupa lanau lempungan, berwarna coklat muda, lunak – agak teguh, tebal 0,50 meter.

Daya dukung tanah

Daya dukung dengan menggunakan pondasi dangkal (dihitung dari data CPT), diperoleh pada kedalaman 1 meter bervariasi antara: 3,3 – 46,75 ton/m 2 dan pada kedalaman 2 meter bervariasi

antara: 4,4 – 82,5 ton/m 2 .

L AMPIRAN IV L IVA - 27

Geodinamika

ƒ Intensitas Gempa Sekala intensitas gempa dibuat berdasarkan MMI (Modified Mercalli Intensity) oleh Mercalli. ƒ Magnitudo Gempa Magnitudo gempa dikembangkan oleh Richter, yang sekalanya dihitung berdasarkan kekuatan

gempa yang diperoleh dari hasil pembacaan seismograf. Nilai kekuatan gempa digunakan dalam prhitungan likuifaksi.

ƒ Percepatan Gempa Permukaan di daerah Penyelidikan Dihitung berdasarkan grafik dari NAFVAC (1982), untuk menghitung perlu: nilai gempa (M), jarak

gempa (daerah kajian dengan pusat gempa) dan jenis lapisan batuan.

Analisis Likuifaksi

ƒ Terminologi Dalam pengertian umum, likuifaksi (Liquifaction) berasal dari kata dasar liquify yang artinya

perubahan bentuk dari unsur padat menjadi cair. Likuifaksi hanya terjadi pada lapisan pasir ƒ Faktor penyebab terjadinya likuifaksi Utamanya adalah: jenis tanah, kondisi tegangan tanah dan kekuatan gempa.

EVALUASI POTENSI LIQUIFAKSI Metoda Evaluasi

Metoda yang digunakan untuk mengevaluasi potensi likuifaksi pada lapisan tanah, adalah: ƒ Metoda CSR

CSR (Cyclic Stress Ratio) atau Perbandingan Tegangan Siklis, dihitung dengan memperhatikan semua bagian dari lapisan tanahnya karena dikaitkan dengan kecepatan seismik yang bekerja pada permukaan.

ƒ Metoda CRR Metoda CRR (Cyclic Resistance Ratio), dapat dihitung berdasarkan SPT atau data sondir (CPT).

Khusus dalam laporan ini, CRR dihitung berdasarkan data hasil uji sondir. ƒ Faktor Keamanan

Faktor keamanan (FK) atau Safety Factor, adalah nilai yang dihitung dari perbandingan antara CRR dan CSR, jika: Fk <1,0 terjadi likuifaksi, FK ≥ 1,0 terjadi likuifaksi, Fk 1,0 – 1,2: kondisi kritis.

L IVA - 28 L AMPIRAN IV

Potensi Likuifaksi

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka daerah Bantul dapat dibagi dalam tiga wilayah zona (lihat peta zona likuifasi daerah Bantul dan sekitarnya), yakni :

ƒ Zona I: Potensi Likuifaksi Rendah Zona ini mempunyai potensi likuifaksi yang rendah, atau tidak mempunyai potensi likuifaksi. Dari hasil

perhitungan FK (Faktor Keamanan) > 1,2 (antara 1,206 – 2,423). Berdasarkan data CPT meliputi S:

5, 6, 7, 8, 14, 17, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30 dan 32. Wilayahnya meliputi sebagian Bambanglipuro, Imogiri, Pundong Barat, Bantul Timur, Sewon, Pandak, Sanden Kretek dan Trirenggo.

ƒ Zona II: Potensi Likuifaksi Menengah Zona ini mempunyai potensi likuifaksi menengah dinyatakan sebagai daerah kritis. Berdasarkan hasil

perhitungan, FK nya berkisar antara 1,0 -1,2 (1,023 – 1,184). Dalam peta ditanadai dengan gambar kuning. Berdasarkan data CPT meliputi S: 4, 11, 12, 15, 16, 20, 21, 22 dan 25. Wilayahnya meliputi sebagian Bambanglipuro tengah dan timur, Bantul tengah dan selatan, Pundong, sebagian: Piyungan, Plered, Sewon dan Banguntapan. Untuk bangunan yang relatif ringan (seperti rumah tinggal), relatif cukup aman, namun untuk bangunan berat (bertingkat), dapat terpengaruh gejala likuifaksi.

ƒ Zona III: Potensi Likuifaksi Tinggi Zona ini mempunyai nilai potensi rendah, dinyatakan dengan nilai FK (Faktor Keamanan): < 1,0

(antara 0,373 s/d 0,989). Berdasarkan data CPT meliputi S: 2, 3, 9, 10, 13, 18, 19 dan 31. Luas wilayahnya relatif sempit, meliputi desa Patalan, Banaran dan Barongan di kecamatan Jetis, Derman di kecamatan Bambanglipuro, Demangan di kecamatan Plered dan Gedangan di kecamatan Palbapang.

L AMPIRAN IV L IVA - 29

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK POTENSI LIQUIFAKSI DI DAERAH KAB. KLATEN, PROV. JAWA TENGAH

Daerah penyelidikan dibagi menjadi 6 (enam) satuan morfologi/kemiringan lereng, yaitu: Satuan Morfologi Dataran, Satuan Pebukitan Berelief Halus,Satuan Pebukitan Berelief Sedang, Satuan Pebukitan Berelief Agak Kasar, Satuan Pebukitan Berelief Kasar, Satuan Pebukitan Berelief Sangat Kasar hingga Curam.

Stratigrafi daerah penyelidikan dari muda ke tua adalah sebagai berikut: Alluvium (Qa), Aluvium Tua (Qt), Batuan G. Api (Qvm), Formasi Wonosari -Punung (Tmwl), Formasi Semilir (Tms), Formasi Mandalika (Tomm), Formasi Gamping Wungkal (Tew), Batuan Malihan (KTm) dan Diorit Pendul (Tpdi). Struktur geologi yang dijumpai di daerah penyelidikan berupa sesar geser berarah Baratdaya - Timurlaut, Sinklin dan Antiklin.

Berdasarkan Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan Air Tahan Gempa dan Sebaran Pusat Gempa Tahun 1900 – 1999, daerah penyelidikan termasuk dalam zona 2 dengan percepatan gempa maksimum 0.8 – 1.2 g dan magnitud gempa 6.3 SR dengan periode ulang 20 tahun.

Curah hujan rata-rata di daerah penyelidikan dan sekitarnya adalah antara 2.000 – 2.500 mm per bulan. Di daerah penyelidikan air permukaan berupa aliran sungai yaitu Kali Dengkeng dan Kali Opak yang merupakan sungai utama dan beberapa anak sungai, seperti S. Gondang, S. Kapuk, S. Gawe, S. Ngliwur, S. Tambang dan lain-lain. Kedudukan muka air tanah bebas di daerah penyelidikan dikelompokkan menjadi 3(tiga) zona yaitu: zona kedalaman < 5 m, Zona kedalaman 5 – 10 m, dan zona kedalaman > 10 m.

Hasil evaluasi kesamaan fisik dan batuan yang didukung oleh data hasil analisa laboratorium mekanika tanah dan batuan, bor tangan dan sondir daerah penyelidikan dibedakan menjadi 13 satuan geologi teknik, yaitu: Satuan Lanau Lempungan – Pasir kerikilan {A(mc-sg)}, Satuan Lempung Lanauan – Lanau Pasiran {A(cm-ms)}, Satuan Konglomerat {A(gc)}, Satuan Lempung – Lempung Pasiran {R(c-cs)}, Satuan Lempung Lanauan {R(cm)}, Satuan Pasir Lempungan { R(sc)}, Satuan Pasir – Pasir Lempungan {R(s-sc)}, Satuan Breksi (Bx), Satuan Batu Gamping Formasi Wonosari (Ls), Satuan Batuan Malihan (Mrb-Sks), Satuan Batuan Diorit (Di), Satuan Batu pasir Formasi G. Butak (Ss–Tf), Satuan Tufa dan Breksi tufa Formasi Semilir (Tf – Bx).

Daya dukung di daerah penyelidikan untuk pondasi dengan kedalaman 1 m antara 22,00 – 632,50 kg/cm², untuk pondasi dengan kedalaman 2 m berkisar antara 24,00 – 1200 kg/cm². Lapisan dengan daya dukung yang yang cukup baik ini sebaiknya tidak dijadikan sebagai tumpuan pondasi karena berpotensi untuk terkena liquifaksi apabila terjadi gempa bumi.

Tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya liquifaksi yaitu: karakter gerak lapisan tanah, jenis tanah, dan kondisi tegangan tanah. Secara umum liquifaksi dapat terjadi jika mempunyai 3 kondisi, yaitu: Kandungan lempung (partikel butiran < 5 µ) < 15%, Batas cair < 35% dan Kadar air asli > (0.9 x batas cair).

L IVA - 30 L AMPIRAN IV

Metoda untuk memperkirakan potensi liquifaksi, di antaranya adalah: CSR (Perbandingan Tegangan Siklis) dan CRR (Perbandingan Resistensi Siklis). Kedua hasil perhitungan metoda ini kemudian dibandingkan untuk memperoleh faktor keamanan, di mana jika Fs < 1 terjadi liquifaksi, dan jika Fs ≥

1 tidak terjadi liquifaksi. Perhitungan berdasarkan data sondir, dapat diketahui bahwa daerah yang berpotensi terjadi likuifaksi

( Fs berkisar antara 0,36 - 0,98 ) di daerah Klaten dan sekitarnya adalah daerah disekitar Ds. Mutihan, Kragilan, Jogoprayan/Sabinan, Kadisimo, Karanggumuk, Sapiturang, Krakitan, Jambakan, Jonayan, Tlogo, Cabaan, Birin, Katekan, Kotesan, Sekitar G. Tugu, Ds. Kulupan dan Ds. Pengkol.

Untuk mengurangi dampak akibat liquifaksi disarankan untuk: menstabilkan tanah yang berpotensi liquifaksi, di antaranya dengan cara pemadatan tanah, dewatering dan membuang lapisan tanah yang bermasalah; memperkuat atau memperbaiki pondasi bangunan dan fasilitas infrastruktur lainnya dengan cara membuat pondasi melewati lapisan yang berpotensi untuk terkena liquifaksi, walaupun nilai daya dukung tanah lapisan ini cukup tinggi untuk menjadi tumpuan pondasi bangunan; dan bangunan atau fasilitas infrastruktur sebaiknya konstruksinya dibuat cukup baik.

L AMPIRAN IV L IVA - 31

PENYELIDIKAN LIQUIFAKSI PASCAGEMPA DI PROV. D. I. YOGYAKARTA

Lokasi Daerah Pemetaan

Daerah penyelidikan secara administratif meliputi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Bantul, sebagian Kabupaten Sleman dan Gunung Kidul) dan Jawa tengah (Kabupaten Klaten). Secara geografis berada pada koordinat: 110 ° 11’ 49” - 110° 38’ 28” BT dan 7° 43’ 39” - 8° 00’ 47” LS, dengan luas ± 1.650 km 2 .

Maksud dan Tujuan

Penyelidikan geologi teknik ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan informasi geologi teknik yang mencakup aspek sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan baik permukaan maupun bawah permukaan, kondisi air tanah, morfologi serta bahaya beraspek geologi teknik.

Data yang diperoleh dari hasil penyelidikan geologi teknik di lapangan ditambah data hasil analisis laboratorium dan data sekunder lainnya dituangkan dalam bentuk laporan dan peta geologi teknik yang berguna sebagai data dasar dalam menunjang perencanaan pembangunan fisik dan pengembangan di wilayah daerah pasca gempa.

Kondisi Daerah Penyelidikan

Daerah penyelidikan merupakan daerah dataran, perbukitan dan kaki gunung api. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada ketinggian < 5,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial dan satuan batuan gunung api Merapi (Qvm) yang berupa lempung, lanau dan pasir. Daerah perbukitan membentuk deretan perbukitan memanjang dari barat ke timur dengan kemiringan lereng agak terjal hingga terjal (15 - >50 %), terletak pada ketinggian 200 – 400 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Wonosari (Tmw), Formasi Oyo (Tmo), Formasi Sambipitu (Tms), Formasi Nglanggran (Tmn), dan Formasi Semilir (Tmse). Daerah kaki gunung api dengan kemiringan lereng 15 – 30 %, terletak pada ketinggian 500 – 1000 m dpl dan dibentuk oleh endapan volkanik gunung Merapi (Qvm). Sungai–sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir sepanjang tahun), antara lain S. Opak, S. Oyo, S. Bedog, S. Dengkeng, S. Gondang bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran sub dendritik–trellis dan sub paralel.

Air tanah di daerah penyelidikan berupa air permukaan dan air tanah bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa), sedang air tanah bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan pembawa air tanpa lapisan kedap air di bagian atasnya.

Seperti kawasan Indonesia lainnya, iklim daerah penyelidikan beriklim tropis, terdiri dari dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau jatuh pada bulan Mei hingga September dengan curah hujan rata-rata 15 – 91 mm/bulan dan musim penghujan pada bulan Oktober hingga April dengan curah hujan rata-rata 104 – 429 mm/bulan.

L IVA - 32 L AMPIRAN IV

Geologi Teknik

Dengan melihat kondisi dan sifat fisik keteknikan tanah dan batuan yang menyusun daerah penyelidikan, dapat diuraikan kondisi geologi teknik sebagai berikut: •

Satuan Lempung Berupa endapan aluvial sungai tebalnya (berdasarkan data sondir dan pemboran) antara 7,50 sampai lebih dari 19,00 m. Satuan ini tersusun oleh lempung pasiran hingga lanau pasiran dan semakin ke bawah berupa lanau lempungan. Lempung pasiran – lanau pasiran berwarna abu-abu kehitaman, lunak – teguh, setempat mengandung kerikil, plastisitas sedang – tinggi, ketebalan antara 3,50

sampai lebih dari 9,00 m, kisaran nilai konus 8 – 30 kg/cm 2 . Lanau lempungan berwarna abu-abu kehitaman, lunak – sangat teguh, setempat mengandung pasiran – kerikilan, ketebalan 4 – 10 m,

kisaran nilai tekanan konus 15 – 48 kg/cm 2 . •

Satuan Lanau Merupakan endapan limpah banjir (berdasarkan data sondir dan bor tangan) rata-rata 3 m. Endapan

ini terdiri atas lanau pasiran dan semakin ke arah bawah berangsur-angsur berubah menjadi pasir lanauan sedikit kerikilan. Lanau pasiran berwarna coklat kehitaman, teguh, plastisitas sedang, tebal 1

– 2,80 m, kisaran nilai tekanan konus 20 – 27 kg/cm 2 . Pasir lanauan berwarna coklat muda, berbutir halus – sedang, sedikit kerikilan, agak padat – padat, kisaran nilai tekanan konus 32 – 64 kg/cm 2 . •

Satuan Pasir Satuan ini disusun oleh pasir lempungan hingga lanauan dan semakin ke arah bawah berupa pasir halus hingga sedang dan di sepanjang tepi pantai umumnya dijumpai pasir lepas, berwarna abu-abu, berbutir halus–kasar, mengandung pecahan cangkang kerang serta membentuk gumuk-gumuk pasir. Pasir lempungan hingga lanauan berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir halus–sedang, agak lepas–

agak padat, tebal 1,5 – 9 m, tekanan konus berkisar antara 8 - 75 kg/cm 2 . •

Satuan Batu pasir tufa dan Batu gamping Formasi Wonosari (Ss – Ls) Terdiri dari batu gamping dan di bawahnya batu pasir tufa berselingan dengan tufa, umumnya

melapuk ringan. Batu gamping putih kecoklatan, keras, kompak, berlapis terdapat nodul-nodul kalsit Tanah pelapukan berupa lempung lanauan, coklat kehitaman, lunak, plastisitas tinggi tebal kurang dari 1 meter. Batu pasir tufa berwarna abu-abu kecoklatan, berlapis, berbutir sedang–kasar, agak keras, menunjukkan struktur laminasi. Tufa berwarna kuning kecoklatan, agak padu dan di beberapa tempat mudah hancur. Tanah pelapukan berupa lempung lanauan, abu-abu kecoklatan, teguh, plastisitas sedang – tinggi, tebal 50 cm.

Satuan Napal tufaan dan tufa andesitan Formasi Oyo (Ml – Tf) Napal tufaan berwarna abu-abu keputihan, keras, berlapis. Tuf andesitan, putih kecoklatan, mudah

hancur, mengandung komponen batuan andesit, abu-abu, ukuran kerikil-kerakal. Tanah pelapukan berupa lempung lanauan, coklat kehitaman, lunak, plastisitas sedang, tebal 0,75 cm

Satuan Batu pasir dan batu lempung Formasi Sambipitu (Ss – Cs) Batu pasir dijumpai berselingan dengan batu lempung. Batu pasir berwarna coklat–abu keputihan,

keras, berlapis. Batu lempung berwarna abu-abu keputihan, kekerasan rendah–sedang, kadang-

L AMPIRAN IV L IVA - 33 L AMPIRAN IV L IVA - 33

Satuan Breksi volkanik Formasi Nglanggran (BrV) Berwarna abu-abu, fragmen batuan andesitik berukuran 5 – 30 cm, tertanam pada masa dasar pasir

tufa, berbutir kasar, kemas terbuka, keras. Umumnya telah melapuk menengah-tinggi berupa lempung lanauan berkerikil, berwarna merah kecoklatan, teguh–kaku, plastisitas sedang tebal 0,5 – 1 meter.

SatuanTufa dan batu pasir tufa Formasi Semilir (Tf – Ss) Berupa perselingan antara tufa dan batu pasir tufa. Tufa berwarna putih kecoklatan, berukuran pasir

halus, agak keras. Batu pasir tufa berwarna putih–kelabu muda, berlapis, berbutir sedang–kasar. Tanah pelapukan berupa lanau lempungan, berwarna coklat muda, lunak–agak teguh, tebal 50 cm.

Satuan Tufa dan breksi tufa Formasi Semilir (Tf – Br) Berupa tufa dan di bagian bawahnya breksi tufa. Tufa berwarna kuning kecoklatan, berbutir halus–

kasar, padu, agak keras. Breksi tufa berwarna coklat tua, fragmen tufa dan batuan dasitik dan andesitik, menyudut tanggung, padu dan sebagian mudah hancur. Tanah pelapukan berupa lanau pasiran mengandung kerikil, berwarna merah kecoklatan, teguh, plastisitas sedang tebal 1 meter.

Satuan Batu pasir dan batu lanau Formasi Kebo Butak (Ss – Tf) Merupakan perselingan antara batu pasir dan batu lanau. Batu pasir berwarna putih kecoklatan,

keras, kompak, berlapis baik. Batu lanau berwarna abu-abu keputihan, kekuatan sedang. Tanah pelapukan berupa lanau pasiran, berwarna coklat muda, lunak-teguh, tebal 20 – 50 cm.

Satuan Batu gamping Formasi Sentolo (Tmps) Terdiri dari batu gamping dan batu pasir napalan. Batu gamping, berwarna putih keabuan, berlapis,

padu, terdapat nodul-nodul kalsit. Batu pasir napalan, berwarna abu-abu kecoklatan, berlapis, berbutir sedang–kasar. Formasi ini di permukaan didominasi oleh batu gamping dengan kekerasan sedang. Tanah pelapukan berupa lempung, coklat kehitaman, lunak, plastisitas tinggi, tebal 1 meter.

Satuan Batu pasir dan napal pasiran Formasi Wungkal (Cs – Ss) Batu pasir berwarna abu-abu kecoklatan–keputihan, agak keras, kekuatan sedang. Sekis berwarna

abu-abu kehijauan – kecoklatan, kekuatan rendah, agak keras dan setempat mudah hancur, mengandung mika dan garnet, berfoliasi. Batu sabak berwarna abu-abu kehijauan – kehitaman, keras, kekuatan tinggi. Tanah pelapukan berupa lempung pasiran, coklat, plastisitas sedang, lunak – teguh, tebal rata-rata 50 cm.

L IVA - 34 L AMPIRAN IV

PEMETAAN TEMATIK GEOLOGI TEKNIK P. NIAS, PROV. SUMATERA UTARA PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Terkait dengan perencanaan dan pembangunan konstruksi, perlu dilakukan penanganan secara khusus. Namun, mengingat Pulau Nias, ditinjau dari aspek kebumian tergolong sebagai daerah rawan gempa, jenis dan tipe konstruksi bangunan perlu memperhatikan dan memperhitungkan pengaruh atau faktor kegempaan. Melalui peyelidikan geologi teknik di daerah Pulau Nias (bagian Utara), akan diperoleh sifat fisik dan keteknikan tanah dan batuan, yang dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam bidang keteknikan yang terkait dengan pembangunan dan pengembangan tata kota.

2. Maksud dan Tujuan

Inventarisasi geologi teknik ini dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi mengenai aspek geologi teknik permukaan dan bawah permukaan tanah. Data yang diperoleh dari hasil penyelidikan geologi teknik di lapangan diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dasar untuk perencanaan pengembangan tata ruang wilayah dan pembangunan fisik.

3. Lokasi Penyelidikan

Secara administratif, lokasi daerah penyelidikan sebagian besar termasuk dalam wilayah kabupaten Nias (± 95%) dan Kabupaten Nias Selatan (± 5%), yang terletak di bagian utara Pulau Nias, dengan

luas daerah penyelidikan ± 2.469 km 2 . Daerah penyelidikan yang diinventarisasi/dipetakan, secara

geografis terletak pada posisi koordinat 97 o °00′00” - 98°00’00” Bujur Timur dan 001 00’00” - 002 00’00” Lintang Utara.

GEOLOGI UMUM DAN KONDISI LINGKUNGAN

1. Geomorfologi

Daerah penyelidikan dibagi dalam 4 (empat) satuan morfologi atau bentang alam, yakni satuan: • Satuan Morfologi Dataran Rendah Merupakan satuan morfologi, terletak pada ketinggian 0 hingga < 20 meter dpl, kemiringan berkisar

0 antara 0 % s/d 5 % atau 0 0 -3 . Satuan morfologi ini meliputi hampir sepanjang pesisir pantai Utara, Barat dan Timur Kabupaten Nias. • Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Halus

0 Elevasi ketinggian berkisar 20-80 m dpl, dengan kemiringan berkisar 5 - 15 % (3 0 –9 ). Menempati bagian agak ke tengah dari Kabupaten Nias, yang berbatasan dengan Satuan Dataran Rendah.

L AMPIRAN IV L IVA - 35

• Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Sedang

0 Satuan ini berada pada elevasi ketinggian dari 60 – 300 m dpl, kemiringan 15 - 30 % (9 0 – 17 ). Menempati bagian tengah daerah Kabupaten Nias. • Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Kasar Elevasi ketinggian berkisar 300 - >650 m dpl, kemiringan lereng antara > 30 % (>17 0 ), membentuk perbukitan yang terjal dan cukup curam. Satuan morfologi ini menempati bagian tengah wilayah

Kabupaten Nias.

2. Sebaran Batuan Dasar

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Nias (B. Djamal, W. Gunawan, TO Simanjuntak dan N. Ratman, 1994), terdapat 5 (lima) formasi geologi, yaitu: Aluvium (Qa), Formasi Gunung Sitoli (QTg), Formasi Gomo (Tmpg), Formasi Lelematua (Tml), Komplek Bancuh (Tomn).

Secara regional, struktur geologi berupa: lipatan (antiklin dan sinklin tak setangkup), sesar naik yang sejajar dengan lipatan, miring ke timur laut dengan sudut 30 – 40 0 dan sesar oblik (gabungan sesar

geser dan sesar naik). Cadangan sumber daya bahan bangunan atau Galian Golongan C, cukup melimpah, antara lain batu

gamping, lempung, pasir dan batu.

3 Iklim dan Curah hujan

Sebagai pulau yang terpisah, iklim P. Nias, dipengaruhi oleh angin muson dari Samudera Hindia dan Selat Nias, menyebabkan curah hujan relatif cukup tinggi dan berlangsung sepanjang tahun. Tercatat dari data tahun 2004, curah hujan mencapai 3149 mm dalam setahun (rata-rata > 3000 mm/th).

SIFAT FISIK DAN KETEKNIKAN TANAH DAN BATUAN

1. Satuan Geologi Teknik

Satuan geologi teknik di daerah penyelidikan terdiri dari 8 (delapan) kelompok, yakni: ƒ Satuan A (cm)

Berupa fraksi halus jenis lempung lanauan, yang dibentuk dari hasil endapan aluvium (sungai). Penyebaran satuan endapan aluvium ini umumnya menempati wilayah bagian utara dan barat pada bantaran sungai, seperti S. Sowu, Awai dan S. Idanoi. Ketebalan satuan aluvium ini berkisar antara 1,0 s/d > 4,50 meter. Warna dominan kuning keabuan, konsistensi rendah.

ƒ Satuan A (sm) Pada umumnya dominan pasir lanauan sampai pasir, (campuran fraksi halus - kasar). Wilayah

penyebarannya meliputi Lahewa, Afulu dan Sirombu. Bagian atas terdiri dari pasir lanauan, pasir kwarsa dan setempat mengandung lempung dengan konsistensi rendah, bersifat lepas (non

L IVA - 36 L AMPIRAN IV L IVA - 36 L AMPIRAN IV

ƒ Satuan GS R (cm - mc) Satuan ini merupakan tanah hasil pelapukan dari Formasi Gunung Sitoli, berupa batugamping

terumbu, batugamping lanauan, batupasir kuarsa halus gampingan. Penyebaran satuan ini berada di daerah utara dan tengah formasi Gunung Sitoli, yaitu Lahewa, Hiligodu (Lahewa), Lauru, Alasa dan Mandrehe. Ketebalan tanah (pucuk) relatif tipis, yakni < 4,00 meter.

ƒ Satuan GS R (ms) Satuan ini juga merupakan tanah hasil pelapukan batugamping (umumny terumbu) dari Formasi

Gunung Sitoli. Satuan ini berupa napal lempungan atau lanau lempungan dan secara setempat bercampur dengan sampai pasir gampingan. Penyebaran satuan ini berada Formasi Gunung Sitoli bagian timur, mulai dari Silimabanua, Awaii, Afia, Gunung Sitoli sampai Binaka. Tebal satuan napal lempungan di atas, tebal tanah pucuk lebih tipis, yakni berkisar antara 0,30 s/d 2,20 meter.

ƒ Satuan G R (cm-mc) Satuan tanah ini terbentuk dari endapan residual yang dari hasil pelapukan berupa lanau

lempungan sampai pasir lanauan serta batuan metasedimen dari Formasi Gomo. Secara administratif meliputi daerah Mandrehe, Namohalu dan Lolofitu Moi di bagian tengah serta Hiligodu, Botombawo, Banuasibohu dan Ombolata di bagian tengah dan timur. Tebal lempung 0,5 – 2,0 meter, berwarna abu-abu muda, plastisitas tinggi, lunak,. Lanau, tebal 2,0 – 6,0 m, abu- abu kecoklatan, lunak – teguh, plastisitas rendah – tinggi.

ƒ Satuan Le R (cm) Satuan ini berupa lempung, lanau, pasir lanauan, kerikil bahkan dan bongkah, dan termasuk

dalam Formasi Lelmatua, terbentuk secara insitu dikelompokan endapan residual. Sebaran satuan ini meliputi daerah Mandrehe selatan sampai Sirombu. Ketebalan tanah lempung lanauan bervariasi antara 2 – 7 meter, berwarna kuning kecoklatan sampai kuning keabuan dengan plastisitas tinggi, lunak, namun keras dalam keadaan kering.

ƒ Satuan LeR (mc - ms) Satuan ini adalah tanah berupa lanau, lanau lempungan atau lanau pasiran berasal dari hasil

pelapukan Formasi Lelematua. Sebarannya meliputi bagian utara dan selatan tengah. Bagian utara meliputi daerah Sowu, Fulolosalo, Hilimazaiya dan Botombawo, Hilimbawo idanoi, Fadaro, Lahagu dan Lewa di bagian selatan. Ketebalan satuan lanau lempungan ini berkisar 1 – 5 meter.

ƒ Satuan B R (mc-ms) Satuan ini merupakan hasil lapukan dari batuan malihan sekis dan filit dengan sisipan kwarsit,

serta batuan sedimen batugamping. Tanahnya berupa lanau lempungan sampai lanau pasiran dari hasil endapan residual dan insitu. Sebaran tanah hasil lapukan batuan dari Formasi Bancuh,

L AMPIRAN IV L IVA - 37 L AMPIRAN IV L IVA - 37

2. Kendala geologi teknik

Masalah atau kendala geologi teknik yang dijumpai di daerah penyelidikan, antara lain adalah banjir, gerakan tanah, erosi, abrasi, kegempaan dan tsunami.

GEOLOGI TEKNIK UNTUK PERENCANAAN TATA RUANG

Tingkat zona kemampuan geologi teknik, selain dinilai dari aspek geologi teknik, adalah memperhatikan terhadap tingkat kemudahan penyelidikan (ability) dan pemanfaatan usaha rekayasa teknik yang terkait dengan nilai ekonomis. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka daerah Kabupaten Nias dan sekitarnya dapat dibagi menjadi 4 (empat) zona kemampuan geologi teknik

ƒ Zona kemampuan geologi teknik sangat rendah Daerah yang mempunyai tingkat penilaian kemampuan geologi teknik paling kecil atau paling

rendah, sehingga wilayah ini cenderung atau riskan untuk dikembangkan, kecuali untuk keperluan yang bersifat khusus atau tidak ada pilihan lain. Sebarannya menempati bantaran dan sempadan sungai, pantai dan perbukitan, seperti daerah Gido, Tuhamberua, Sowu dan Afulu

ƒ Zona kemampuan geologi teknik rendah Daerah yang mempunyai tingkat penilaian kemampuan geologi teknik rendah atau agak kecil

kemungkinannya untuk dikembangkan. Sebarannya menempati bagian utara dan tengah wilayah penyelidi-kan mulai dari Lolofitu, Hiliduho sampai Mandrehe dan Alasa.

ƒ Zona kemampuan geologi teknik menengah Daerah yang mempunyai tingkat penilaian geologi teknik menengah atau agak besar

kemungkinannya untuk dikembangkan. Sebarannya menempati di beberapa daerah, antara lain: Gunung Sitoli Utara, Tuhamberu, Lahewa, Bowolato.

ƒ Zona kemampuan geologi teknik tinggi Daerah yang mempunyai tingkat penilaian geologi teknik tinggi atau besar kemungkinannya untuk

dikembangkan. Zona ini dibentuk oleh endapan Lelematua, Sebagian Gomo dan Gunung Sitoli. Sebarannya menempati sekitar kota sebagian Gunung Sitoli (tengah dan utara, Gido, Tuhamberua, Alasa dan Lahewa.

L IVA - 38 L AMPIRAN IV

PEMETAAN TEMATIK GEOLOGI TEKNIK DI DAERAH BANGLI, PROVINSI BALI

Secara geografis Kabupaten Bangli berada pada koordinat: 115 ° 13’ 43” - 115° 27’ 24” BT dan 08° 8’ 30” - 08 2 ° 31’ 43” LU, dengan luas ± 520,81 km atau 9,25% dari wilayah Provinsi Bali. Kabupaten

Bangli memiliki empat kecamatan yaitu Kecamatan Bangli, Kecamatan Kintamani, Kecamatan Susut dan Kecamatan Tembuku.

Berdasarkan pada bentuk bentang alam dan kemiringan lereng, morfologi daerah pemetaan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu: perbukitan berelief sedang, perbukitan berelief kasar dan pegunungan vulkanik (gunung api).

Pola aliran sungai yang berkembang di daerah pemetaan adalah pola aliran pancaran (radial), dijumpai pada sungai-sungai yang mengalir di sekitar Gunung Batu dan pola aliran sejajar (paralel) dijumpai pada sungai Melangit, Pakersian dan sungai-sungai lainnya yang ada di sekitar daerah pemetaan.

Sumber daya bahan bangunan yang dijumpai berupa berupa andesit, batu apung, sirtu dan tras umumnya diusahakan oleh masyarakat untuk bahan bangunan dan industri kerajinan (ukiran).

Berdasarkan kesamaan sifat fisik dan keteknikan secara umum dari formasi batuan yang ada di daerah pemetaan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) formasi geologi teknik yaitu:

1. Lahar dan lava dari Batuan Gunung Api Batur (Qhvb) Satuan ini didominasi oleh endapan lahar dan lava di beberapa tempat dijumpai tuf. Endapan

lahar berwarna abu-abu kehitaman terdiri dari batuan beku andesit dan batu apung dengan masa dasar tufa pasiran bersifat agak rapuh dan mudah lepas. Lava umumnya segar - melapuk ringan, bersifat andesitik dan basaltik, memperlihatkan tekstur porfiritik dengan fenokris mineral piroksen, plagioklas, biotit dengan masa dasar mikrolit feldspar. Hasil uji kuat tekan di lapangan memakai Schmidt hammer di beberapa tempat, untuk lava nilai UCS berkisar antara 875 sampai 985

kg/cm 2 . Tufa berwarna abu-abu, berukuran pasir halus sampai sedang. Tanah pelapukan umumnya berupa pasir - pasir lanauan berwarna hitam - coklat kehitaman,

berukuran pasir halus - kasar, agak gembur, tebal lapisan tanah kurang dari 1 meter. Secara umum formasi ini mempunyai tingkat kekuatan tanah dan batuan tinggi.

Penggalian umumnya mudah - sukar dilakukan dengan peralatan nonmekanik, air tanah bebas pada satuan ini umumnya jarang didapat. Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi permukaan, gerakan tanah serta rawan letusan Gunung Batur.

Sebarannya menempati di bagian utara daerah pemetaan, meliputi daerah sekitar Gunung Batur.

2. Tufa pasiran dari Batuan G.A Kelompok Buyan – Bratan dan Batur (Qpbb) Satuan ini didominasi oleh tufa pasiran di beberapa tempat di jumpai endapan lahar. Tufa pasiran

umumnya melapuk menengah – tinggi berwarna kuning kecoklatan, berukuran pasir halus –

L AMPIRAN IV L IVA - 39 L AMPIRAN IV L IVA - 39

Tanah pelapukan umumnya berupa lanau - pasir lanauan. Lanau - lanau pasiran berwarna coklat - coklat kehitaman, agak lunak - teguh, plastisitas rendah - sedang uji dengan penetrometer saku

antara 1,25 – 1,75 kg/cm 2 dan dari data bor tangan ketebalan tanah antara 0,6 – 4 meter. Pasir lanauan berwarna coklat kekuningan, halus – sedang, menyudut tanggung, agak padat. Daya

dukung tanah untuk pondasi dangkal (kedalaman 2 meter) pada satuan ini berkisar antara 0,720 – 9,760 kg/cm 2 . Secara umum formasi ini mempunyai tingkat kekuatan tanah dan batuan sedang.

Daya dukung tanah yang diijinkan umumnya sedang di beberapa tempat tinggi, penggalian mudah – agak sukar dilakukan dengan peralatan nonmekanik, muka air tanah bebas pada satuan ini dalam - sangat dalam antara 7 hingga lebih dari >15 meter. Kendala geologi teknik yang terdapat di daerah ini berupa erosi permukaan dan pada tebing sungai yang curam berpotensi terjadi gerakan tanah.

Sebarannya menempati di sebagian besar dari daerah pemetaan, meliputi sekitar daerah Kayubihi, Bangli, Pengotan, Bunutin, Jehem, Tembuku, Undisan, Susut, Apuan, Tiga, Penglumbaran, Satra, Catur, Dausa, Siakin, Lembean, Sekaan dan Suter

3. Breksi dan lava dari Batuan Gunung Api Kelompok Buyan – Bratan Purba (Qvbb) Satuan ini didominasi oleh breksi dan lava. Breksi gunung api umumnya melapuk ringan –

menengah berwarna coklat kehitaman, menyudut tanggung, berbutir pasir kasar sampai kerakal, fragmen andesit, basalt, batu apung dan kaca gunung api dengan masa dasar tufa pasiran. Hasil uji kuat tekan di lapangan memakai Schmidt hammer di beberapa tempat, untuk breksi nilai UCS

berkisar antara 418 sampai 825 kg/cm 2 . Lava umumnya segar - melapuk ringan, bersifat andesitik dan basaltik, memperlihatkan tekstur porfiritik dengan fenokris mineral piroksen,

plagioklas, biotit dengan masa dasar mikrolit feldspar. Hasil uji kuat tekan di lapangan memakai Schmidt hammer di beberapa tempat, untuk lava nilai UCS berkisar antara 755 sampai 940

kg/cm 2 . Tanah pelapukan umumnya berupa pasir lanauan - pasir berwarna coklat - coklat kehitaman,

berukuran pasir halus - kasar, agak gembur, tebal lapisan tanah kurang dari 1 meter. Secara umum formasi ini mempunyai tingkat kekuatan tanah dan batuan tinggi.

Penggalian umumnya sukar dilakukan dengan peralatan nonmekanik, air tanah bebas pada satuan ini umumnya jarang didapat. Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi permukaan dan setempat lereng yang terjal berpotensi terjadi gerakan tanah.

Sebarannya menempati di bagian utara daerah pemetaan, meliputi daerah sekitar Blandingan, Terunyan, dan Pinggan

4. Breksi, lava dan tufa dari Formasi Ulakan (Tomu) Satuan ini didominasi oleh breksi, lava dan tuff. Breksi gunung api umumnya melapuk ringan –

menengah berwarna abu-abu hingga abu-abu kecoklatan, ukuran fragmen 2 – 20 cm, keras,

L IVA - 40 L AMPIRAN IV L IVA - 40 L AMPIRAN IV

Tanah pelapukan umumnya berupa lempung pasiran – lanau lempungan, berwarna coklat sampai coklat tua, agak lunak hingga agak padat, plastisitas sedang tebal lapisan tanah kurang dari 1 meter. Secara umum formasi ini mempunyai tingkat kekuatan tanah dan batuan sedang - tinggi.

Penggalian umumnya agak sukar dilakukan dengan peralatan nonmekanik, air tanah bebas pada satuan ini sangat dalam (>15 meter). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi permukaan dan setempat lereng yang terjal berpotensi terjadi gerakan tanah.

Sebarannya secara setempat, terdapat di bagian selatan daerah pemetaan, meliputi daerah sekitar daerah Cempaga.

Berdasarkan pengamatan dan pengujian di lapangan, hasil pengujian laboratorium, analisis parameter geologi teknik dan faktor kemudahan dalam pengerjaan maka daerah pemetaan dapat dibagi menjadi

4 (empat) zona kemampuan geologi teknik, yaitu:

1. Zona kemampuan geologi teknik sangat rendah Kemampuan geologi teknik ini diambil berdasarkan nilai yang terendah dan apabila akan

dikembangkan memerlukan penyelidikan geologi teknik dengan biaya sangat tinggi agar suatu konstruksi bangunan teknik dapat dibangun pada zona ini.

Masalah geologi teknik yang terdapat pada daerah ini umumnya pada lereng yang cukup terjal dengan batuan penyusun belum kompak mempunyai potensi untuk terjadi longsoran, rawan akan bahaya gunung api, kerapatan sungai cukup besar sehingga dalam rekayasa teknik memerlukan biaya sangat besar.

Sebarannya menempati di bagian utara daerah pemetaan meliputi tubuh dan puncak Gunung Batur serta beberapa sungai yang berpotensi terjadi longsoran

2. Zona kemampuan geologi teknik rendah Kemampuan geologi teknik ini diambil berdasarkan nilai yang terendah dan apabila akan

dikembangkan memerlukan penyelidikan geologi teknik dengan biaya tinggi agar suatu konstruksi bangunan teknik dapat dibangun pada zona ini.

Masalah geologi teknik yang terdapat pada daerah ini umumnya pada lereng sungai yang cukup terjal dengan tanah penutup yang cukup tebal mempunyai potensi untuk terjadi longsoran, kondisi keairan khususnya air tanah umumnya sangat (>15 meter), kerapatan sungai cukup besar sehingga dalam rekayasa teknik memerlukan biaya cukup besar.

Sebarannya menempati di bagian utara daerah pemetaan meliputi perbukitan di daerah Cempaga dan sekitar tebing kaldera G. Batur

L AMPIRAN IV L IVA - 41

3. Zona kemampuan geologi teknik menengah Secara teknis sifat tanah pada zona ini baik, namun demikian masalah geologi teknik masih dapat

terjadi yaitu pada lereng sungai yang cukup terjal mempunyai potensi untuk terjadi longsoran, kondisi keairan khususnya air tanah umumnya sangat dalam (>15 meter). Pemerintah setempat dalam hal ini PDAM dengan masyarakat setempat telah membangun kantung-kantung air (PDAM swakarsa) dimana sumber air diperoleh dari sungai terdekat.

Apabila akan dikembangkan memerlukan penyelidikan geologi teknik agak rinci dengan biaya cukup murah agar suatu konstruksi bangunan teknik dapat dibangun pada zona ini.

Sebarannya umumnya menempati di bagian tengah dan sebagian di utara daerah pemetaan, meliputi daerah sekitar Awan, Suter dan Subaya.

4. Zona kemampuan geologi teknik tinggi Umumnya daerah ini merupakan perbukitan berelief halus dengan tanah penyusun berupa lanau

– lanau pasiran setempat pasir. Secara alamiah tidak dijumpai masalah geologi teknik, terkecuali akibat aktivitas atau budidaya

manusia dan daerah yang berdekatan dengan tebing sungai rawan akan tanah longsor. Pada umumnya daerah ini mempunyai vegetasi penutup yang jarang, sebagian besar daerah telah berkembang menjadi lokasi pemukiman, perkantoran, pesawahan teknis, pariwisata dan kawasan industri kerajinan.

Apabila akan dikembangkan hanya memerlukan penyelidikan geologi yang normal (tidak rinci) dan dengan biaya yang rendah, serta sedikit memerlukan rekayasa teknik untuk konstruksi bangunan pada zona ini.

Sebarannya menempati di bagian selatan meliputi kota Bangli dan Taman Bali.

L IVA - 42 L AMPIRAN IV

PEMETAAN TEMATIK GEOLOGI TEKNIK DAERAH BANJARBARU DAN SEKITARNYA, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Lokasi Daerah Pemetaan

Secara administrasi lokasi daerah pemetaan mencakup wilayah Kota Banjarbaru, sebagian wilayah Kabupaten Banjar dan sebagian Kabupaten Tanah Laut. Secara geografis daerah yang dipetakan terletak pada koordinat 114 °45′00” - 115°00’00” Bujur Timur dan 3 o

15’00” - 3 o 34’00” Lintang Selatan.

Maksud dan Tujuan

Pemetaan geologi teknik dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi mengenai aspek geologi teknik permukaan dan bawah permukaan tanah, mencakup sebaran formasi batuan dengan mengacu pada kondisi fisik dan keteknikan tanah dan batuan, kondisi air tanah, morfologi serta fenomena geologi teknik, seperti: erosi, banjir, gerakan tanah, abrasi dan kegempaan. Hasil pemetaan diharapkan dapat berguna sebagai data dasar dalam menunjang perencanaan pembangunan daerah bersangkutan.

Kondisi Daerah Pemetaan

Daerah pemetaan merupakan daerah dataran-dataran rendah bergelombang, perbukitan bergelombang lemah, perbukitan bergelombang sedang dan perbukitan bergelombang kuat. Sungai- sungai yang mengalir bersifat permanen (mengalir sepanjang tahun) dan dengan cabang-cabangnya membentuk pola aliran subdendritik dan subparalel.

Berdasarkan data iklim di Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor pada tahun 2004 suhu udara di Kota Banjarbaru dan sekitarnya berkisar antara 23,3 °C - 32,7° C. Suhu udara maksimum tertinggi terjadi pada bulan Oktober (35,3 °C) dan suhu minimum terendah terjadi pada bulan Agustus (20,8° C). Selain itu sebagai daerah tropis maka kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar antara

47 % - 98 %. Rata-rata curah hujan di Kota Banjarbaru dan sekitarnya pada tahun 2004 tercatat 132,7 mm dengan jumlah yang terendah terjadi pada bulan Agustus (0 mm) dan tertinggi terjadi pada bulan Januari (626,1 mm).

Sumber daya bahan bangunan yang dijumpai berupa lempung, pasir, sirtu dan batu belah.

Geologi Teknik

Berdasarkan pengamatan sifat fisik dan keteknikan formasi batuan yang ada daerah Banjarbaru dan sekitarnya dapat dibagi atas 12 (duabelas) satuan geologi teknik sebagai berikut:

1. Satuan Endapan Aluvium

L AMPIRAN IV L IVA - 43

Merupakan transported soil, hasil endapan aluvium sungai dan rawa, bagian atas didominasi oleh lempung–lanau lempungan dan di beberapa tempat didominasi oleh pasir–pasir lanauan. Satuan lempung–lanau lempungan secara berangsur ke arah bawah berubah menjadi pasir lempungan, lanau pasiran hingga pasir (berdasarkan data sondir dan bor tangan). Kedalaman muka air tanah bebas <1,00 – 1,20 m. Lempung, berwarna coklat, lunak–agak teguh, plastisitas sedang–tinggi,

2 uji penetrometer saku (qu) 1,5 – 2 kg/cm 2 , tekanan konus 2 - 8 (qu) kg/cm . Lanau lempungan, berwarna coklat tua, lunak–agak teguh, plastisitas sedang–tinggi. Di bagian bawah lempung–

lanau lempungan ini bervariasi berupa lempung abu-abu tua – kehitaman, kadang mengandung material organik dan serpihan kayu busuk, sangat lunak – lunak, plastisitas tinggi. Tebal bervariasi antara 7–8 m. Lapisan keras berupa pasir - pasir lanauan, abu-abu – abu-abu kehijauan, lepas – agak lepas, berbutir halus – sedang dengan tekanan konus (qu) 72 – >150

kg/cm 2 , dijumpai pada kedalaman antara 10,20 – 19,80 m. Daya dukung pondasi dangkal

kedalaman 1 m antara 2,20 – 4,95 ton/m 2 dan kedalaman 2 m antara 3,20 – 9,60 ton/m . Daya dukung pondasi dalam untuk kedalaman 5 m antara 6,129 – 15,859 ton/tiang; kedalaman 10 m

antara 10,115 – 48,096 ton/tiang; kedalaman 15 m antara 16,009 – 42,369 ton/tiang. Nilai penurunan tanah antara 0,58 – 2,18 cm.

Satuan Pasir – pasir lanauan, semakin ke bawah bervariasi berupa lempung pasiran dan pasir – pasir kerikilan. Pasir, berwarna coklat – hitam, lepas, mengandung kuarsa, berbutir halus –

sedang, tekanan konus (qc) 12-41 kg/cm 2 . Pasir lanauan, coklat, lepas–agak padat, mengandung kerikil oksida besi dan kuarsa. Lempung pasiran, mengandung kerikil kuarsa, coklat kekuningan–

coklat kemerahan, setempat putih kotor, teguh, plastisitas rendah – sedang, tekanan konus (qc)

12 - 41 kg/cm 2 . Di bagian bawahnya sebagai lapisan yang keras berupa pasir – pasir kerikilan, abu-abu kehitaman, agak padat – padat, nilai tekanan konus (qc) > 150 kg/cm 2 dijumpai pada

kedalaman 7,40 – 12,20 m. Kedalaman muka air tanah bebas bervariasi dari 1,5 - > 8 m. Daya dukung untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m antara 8,25 – 10,45 ton/m 2 dan kedalaman 2 m

dan lebar 1,2m antara 6,40 – 12,00 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam untuk kedalaman 5 m antara 11,555 – 29,507 ton/tiang; kedalaman 10 m antara 22,892 – 48,866 ton/tiang dan nilai

penurunan tanah antara 0,48 – 1,73 cm. Penggalian mudah dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Kendala geologi teknik

yang dijumpai adalah banjir dan penurunan tanah. Sebarannya menempati di bagian utara, tengah dan sebagian di timur daerah pemetaan, meliputi daerah Pekauman, Sungai Batang, Sungai Rangas, H. Kerukan, Astambul, sekitar Gunungsari, Kampung Batung, Syamsudin Noor, Padang Panjang dan Sambangan.

2. Satuan Batuan Formasi Dahor (Tqd) Tersusun oleh batu pasir kuarsa kurang padu dan konglomerat. Batu pasir kuarsa, berwarna

putih – putih kotor, lapuk coklat kekuningan, berbutir sedang. Konglomerat, berwarna coklat, keras, fragmen terutama berupa kuarsa, mengandung batuan beku dan oksida besi, berukuran 3 mm – 8 cm, bentuk butir membundar dengan massa dasar berukuran lanau - pasir.

L IVA - 44 L AMPIRAN IV

Di permukaan umumnya dijumpai tanah berupa pasir lempungan – pasir lanauan kerikilan, tebal sekitar 0,5 – 3,5 m dan di bawahnya berupa lempung pasiran dan berangsur-angsur berubah menjadi pasir lempungan – pasir. Setempat di daerah Atarik di permukaan didominasi oleh lanau lempungan, berwarna coklat, mengandung pasir halus, agak teguh, plastisitas tinggi. Kedalaman muka air tanah bebas antara 2,00 – 9,00 m di bawah muka tanah setempat. Pasir lempungan, berwarna coklat tua, berbutir halus - kasar, agak padat. Pasir lanauan kerikilan, berwarna coklat – coklat kemerahan, lepas – agak padat, umumnya mengandung kerikil oksida besi, kadang kuarsa

dan fragmen batuan, tekanan konus (qc) 20 - 74 kg/cm 2 . Lapisan keras berupa pasir lempungan – pasir, abu-abu kecoklatan – kehitaman, lepas, nilai tekanan konus (qc) > 150 kg/cm 2 , dijumpai

pada kedalaman antara 5,80 – 12,60 m. Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1

m antara 5,50 – 22,55 ton/m 2 dan kedalaman 2 m antara 4,80 – 39,20 ton/m . Daya dukung pondasi dalam, yaitu untuk kedalaman 5 m antara 8,942 – 25,136 ton/tiang dan kedalaman 10 m

antara 14,636 – 44,596 ton/tiang dan nilai penurunan tanah antara 0,47 – 1,25 cm. Penggalian mudah dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah setempat potensi banjir. Sebarannya cukup luas yaitu di tengah, utara dan selatan daerah pemetaan meliputi daerah Guntung Manggis, Landasan Ulin, Cempaka, Banyuirang, Bentok Kampung, Sungai Ulin dan Atarik.

3. Satuan Batuan Formasi Warukin (Tmw) Tersusun oleh perselingan batu pasir setempat konglomerat dan batu lempung. Batu pasir,

berwarna putih - putih kotor, berukuran halus – kasar, komposisi kuarsa. Di permukaan dijumpai tanah pelapukan berupa berupa lanau pasiran, coklat – coklat kekuningan,

lunak – agak teguh, plastisitas sedang, uji penetrometer saku (qu) 1,75 – 2,25 kg/cm 2 , tekanan konus (qc) 9 - 16 kg/cm 2 , tebal sekitar 1,8 m. Di bagian bawahnya berupa lempung dan lempung

lanauan, tebal 1,70 m. Lempung, berwarna coklat kemerahan – merah, teguh – kaku, plastisitas tinggi, tekanan konus (qc) 8 -17 kg/cm 2 . Lempung lanauan, merah - merah kecoklatan, kaku,

plastisitas sedang, mengandung pasir dan kerikil, tekanan konus (qc) 18 - 45 kg/cm 2 . Lapisan keras (nilai tekanan konus (qc) >150 kg/cm 2 ) dijumpai pada kedalaman sekitar 5,40 m.

Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m adalah 8,80 ton/m 2 dan kedalaman 2 m adalah 8,00 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam untuk kedalaman 5 m adalah 13,514 ton/tiang

dan nilai penurunan tanah sekitar 1,38 cm. Penggalian mudah dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Sebarannya menempati di bagian timur laut daerah pemetaan, meliputi wilayah Air Putih, Perkebunan Danau Salak.

4. Satuan Batuan Formasi Berai (Tomb) Formasi Berai (Tomb), berupa napal, berwarna abu-abu muda, padat, berlapis baik (10 – 15 cm)

dan batu lempung, berwarna kelabu, setempat terserpihkan. Dipermukaan umumnya dijumpai lapisan tipis (0,40 m) tanah lempung pasiran, mengandung kerikil, coklat kemerahan, lunak – agak teguh, plastisitas sedang. Di bawahnya berupa lempung lanauan, coklat kemerahan,

terdapat sedikit kerikil oksida besi, agak teguh, plastisitas tinggi, tekanan konus (qc) 8 - 20 kg/cm 2

L AMPIRAN IV L IVA - 45 L AMPIRAN IV L IVA - 45

kedalaman sekitar 7,40 m. Sebarannya menempati di bagian barat daerah pemetaan, yaitu di daerah G. Mas dan sekitarnya. Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m

2 adalah 11,00 ton/m 2 dan kedalaman 2 m adalah 8,00 ton/m . Daya dukung pondasi dalam pada kedalaman 5 m adalah 17,818 ton/tiang dan nilai penurunan tanah sekitar 0,85 cm. Penggalian

mudah dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah kemungkinan lempung mengembang, erosi permukaan dan gerakan tanah.

5. Satuan Batuan Formasi Tanjung (Tet) Tersusun oleh batu pasir kuarsa, keras, berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir halus – kasar,

berstruktur perlapisan silang siur, di bagian atas dijumpai sisipan batu lempung berwarna abu-abu – abu-abu kemerahan, keras, setempat menyerpih dan mengandung oksida besi; di bagian bawah dijumpai sisipan batubara berwarna hitam, mengkilap, mudah hancur. Di permukaan umumnya dijumpai tanah pelapukan berupa lempung lanauan, coklat, agak teguh, plastisitas

tinggi, setempat di bagian bawah dijumpai pasir dan kerikil, tekanan konus (qc) 12 - 30 kg/cm 2 , tebal 3,00 m. Lapisan keras (nilai tekanan konus (qc) >150 kg/cm 2 ) dijumpai pada kedalaman

sekitar 5,40 m. Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m adalah 11,00 ton/m 2 dan kedalaman 2 m adalah 17,60 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam pada kedalaman 5 m adalah 25,555

ton/tiang dan nilai penurunan tanah sekitar 0,65 cm. Penggalian mudah dilakukan dengan peralatan sederhana (non mekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah kemungkinan erosi permukaan. Sebarannya menempati di bagian barat daerah pemetaan, meliputi daerah G. Ulin dan sekitarnya.

6. Satuan Batuan Formasi Manunggal (Km) Tersusun oleh konglomerat aneka bahan, kelabu kemerahan dengan komponen batuan mafik,

ultramafik, fijang, sekis dan batuan sedimen; berukuran 2 – 10 cm, dengan masa dasar batu pasir, tebal perlapisan 1 – 5 m; bersisipan dengan batu pasir kelabu kecoklatan, pejal dengan tebal perlapisan 20 – 50 cm; dan batu lempung

Di permukaan dijumpai tanah pelapukan berupa pasir lanauan, coklat tua – merah, mengandung kerikil (max. 3 mm), agak padat, tekanan konus (qc) 16 - 40 kg/cm 2 , tebal 1,20 m. Di bagian

bawahnya berupa lempung pasiran dan lempung, tebal 4,80 m. Lempung pasiran, berwarna coklat, agak teguh, plastisitas sedang, tekanan konus (qc) 18 - 28 kg/cm 2 . Lempung, berwarna

kuning kehijauan – coklat, kaku, plastisitas sedang, tekanan konus (qc) 15 - 24 kg/cm 2 . Lapisan keras (nilai tekanan konus (qc) > 150 kg/cm 2 ) dijumpai pada kedalaman sekitar 7,60 m.

Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m adalah 22,00 ton/m 2 dan kedalaman 2 m adalah 19,20 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam pada kedalaman 5 m adalah 17,081

ton/tiang dan nilai penurunan tanah sekitar 0,86 cm. Penggalian mudah - agak sukar dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi

L IVA - 46 L AMPIRAN IV L IVA - 46 L AMPIRAN IV

7. Satuan Batuan Formasi Keramaian (Kak) Terdiri dari perselingan batu pasir berwarna kelabu kehitaman, sangat padat dengan batu bara

dan batu lempung setempat konglomerat berwarna abu kecoklatan, fragmen membundar umumnya berupa andesit lapuk dengan matrik berukuran pasir.

Di permukaan dijumpai tanah pelapukan berupa lempung – lanau lempungan, tebal 1,50 – 3,00 m. Lempung, coklat – coklat kemerahan, agak teguh, plastisitas sedang, terdapat kerikil lapuk,

tekanan konus (qc) 12 - 24 kg/cm 2 . Lanau lempungan, merah, teguh, mengandung kerikil kuarsa, oksida besi, fragmen batuan beku dan metamorf, di bagian bawahnya berupa lempung, coklat

kemerahan, agak teguh – kaku, plastisitas tinggi, tekanan konus (qc) 12 - 31 kg/cm 2 . Lapisan keras (nilai tekanan konus (qc) > 150 kg/cm 2 ) dijumpai pada kedalaman sekitar 5,60 m.

Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m antara 6,05 – 9,90 ton/m 2 dan kedalaman 2 m antara 16,80 – 17,60 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam pada kedalaman 5 m adalah 30,713 ton/tiang dan nilai penurunan tanah antara 0,72 – 1,14 cm. Penggalian mudah dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi permukaan. Sebarannya menempati di bagian timur daerah pemetaan, meliputi daerah Mandiangin hingga Mandikapau.

8. Satuan Gabro (Mgb) Gabro (Mgb), berwarna kelabu kehijauan, lapuk berwarna abu-abu kecoklatan, berhablur penuh,

hipidiomorf, berbutir seragam (1 - 4,5 mm), tersusun oleh plagioklas, piroksen dan hornblende. Di permukaan dijumpai tanah pelapukan berupa lempung lanauan, merah, teguh – kaku, plastisitas

sedang, tebal 1,50 m, uji penetrometer saku (qu) 2,5 – 3,0 kg/cm 2 , tekanan konus (qc) 8 - 22 kg/cm 2 . Di bagian bawahnya berupa lempung, merah, kaku, plastisitas sedang – tinggi, tebal 3,50 m. Lapisan keras (nilai tekanan konus (qc) > 150 kg/cm 2 ) dijumpai pada kedalaman sekitar 7,00

m. Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m adalah 8,80 ton/m 2 dan kedalaman 2m adalah 11,20 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam pada kedalaman 5 m adalah 20,631 ton/tiang

dan nilai penurunan tanah sekitar 0,89 cm. Penggalian mudah – agak sukar dilakukan dengan peralatan sederhana (non mekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi permukaan dan potensi gerakan tanah. Sebarannya menempati di bagian tenggara daerah pemetaan, meliputi daerah Aranio dan sekitarnya.

9. Satuan Batuan Ultramafik (Mub) Batuan Ultramafik (Mub), berupa piroksenit dan serpentinit. Piroksenit, berwarna hitam – hitam

kehijauan, komposisi mineral piroksen dan olivine, keras, setempat terkekarkan. Umumnya piroksenit ini diselapisi serpentin dan sebagian telah terubah menjadi serpentinit. Serpentinit berwarna hijau muda – hijau tua, keras.

L AMPIRAN IV L IVA - 47

Tanah pelapukan tipis, berupa lempung kerakalan, merah, kering keras dengan fragmen batuan berukuran 0,5 – 10 cm, tebal 0,10 – < 1,00 m. Penggalian sukar dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi permukaan, gerakan tanah berupa pengelupasan lereng bagian atas atau runtuhan batuan lapuk. Sebarannya menempati di bagian tenggara daerah pemetaan, meliputi wilayah kecamatan Karangintan.

10. Satuan Batuan Malihan (Mm) Batuan Malihan (Mm), berupa sekis muskovit, sekis klorit, dan sekis horblenda. Sekis muskovit,

berwarna putih kecoklatan – coklat kemerahan, skisstose, tersusun oleh mika, kuarsa, agak lapuk mudah terbelah, setempat mengandung urat kuarsa. Sekis klorit, berwarna abu-abu kehijauan – hijaua tua, setempat dijumpai urat kuarsa pada bidang foliasinya. Sekis horenblenda berwarna hijau tua.

Di permukaan dijumpai tanah pelapukan tipis (< 1,00 m), berupa lempung lanauan, agak teguh, plastisitas rendah, mengandung kerikil kuarsa berwarna putih. Penggalian agak mudah – sukar dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah longsoran batu. Sebarannya sebagian besar menempati bagian tenggara daerah pemetaan yaitu di Gunung Mantaus, G. Kaluhin dan daerah Aranio dekat bendungan Riam Kanan, yang termasuk wilayah Kecamatan Aranio dan Karangintan.

11. Satuan Batuan Formasi Pudak (Kap) Terdiri dari perselingan konglomerat vulkaniklastik, coklat – coklat kekuningan dan batu pasir,

coklat, berbutir sedang, agak keras. Di permukaan dijumpai tanah pelapukan berupa lempung lanauan (BT. 15), merah, teguh,

plastisitas tinggi, tebal 6,00 m, tekanan konus (qc) 4 - 14 kg/cm 2 . Di bagian bawahnya berupa lempung pasiran, agak teguh, plastisitas rendah, tebal lebih 2 m, tekanan konus (qc) 15 - 27

2 kg/cm 2 . Lapisan keras (nilai tekanan konus (qc) > 150 kg/cm ) dijumpai pada kedalaman sekitar 12,40 m. Kedalaman muka air tanah bebas antara 8 m di bawah muka tanah setempat.

Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal kedalaman 1 m adalah 2,20 ton/m 2 dan kedalaman 2 m adalah 6,40 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam, yaitu untuk kedalaman 5 m adalah 13,263

ton/tiang dan kedalaman 10 m antara 31,902 ton/tiang dan nilai penurunan tanah sekitar 0,29 cm. Penggalian mudah dilakukan dengan peralatan sederhana (non mekanis). Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah erosi pada tebing atau timbunan. Sebarannya menempati di bagian selatan daerah pemetaan, meliputi daerah Bentok Darat dan sekitarnya.

12. Satuan Batuan Formasi Pitanak (Kvpi) Berupa lava andesit, berwarna kelabu, coklat bila lapuk, forfiritik dengan fenokris plagioklas.

Berasosiasi dengan breksi-konglomerat volkanik, umumnya lapuk berwarna coklat, berkomponen andesit-basal porfiri, berukuran beberapa sampai puluhan centimeter dengan masa dasar batu pasir gunung api, terpilah buruk, bentuk butir menyudut – menyudut tanggung.

L IVA - 48 L AMPIRAN IV

Tanah pelapukan umumnya tipis, kurang dari 1 meter. Sebarannya menempati di bagian tenggara daerah pemetaan, meliputi wilayah kecamatan Karangintan dan Cempaka. Penggalian sukar dilakukan dengan peralatan sederhana (nonmekanis).

Kebencanaan Beraspek Geologi

Aspek kebencanaan merupakan kendala atau faktor penghambat dalam perencanaan pengembangan fisik ataupun penataan ruang. Oleh karenanya harus selalu diperhitungkan dalam setiap perencanaan pembangunan, sehingga kerusakan dan kerugian dapat dihindari atau dikurangi .

Kebencanaan beraspek geologi atau geodinamik yang dijumpai pada daerah pemetaan adalah banjir, perosokan tanah, potensi lempung mengembang dan gerakan tanah.

L AMPIRAN IV L IVA - 49

PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK KOTA SAMARINDA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Lokasi Daerah Pemetaan

Daerah pemetaan mencakup seluruh wilayah Kota Samarinda, dengan luas 2 ± 720 km , bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Muara badak dan Kecamatan Tenggarong (Kabupaten Kutai),

sebelah timur dengan Kecamatan Anggana (Kabupaten Kutai), sebelah selatan dengan Kecamatan Sanga-sanga dan Kecamatan Loa Jalan (Kabupaten Kutai) dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu dan Kecamatan Tenggarong (Kabupaten Kutai). Secara geografis daerah yang

dipetakan terletak pada koordinat 117 o °02′22” - 117°18’24” Bujur Timur dan 00 18’35” - 00 41’26” Lintang Selatan.

Maksud dan Tujuan

Inventarisasi Geologi teknik dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan informasi geologi teknik, mencakup sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan, morfologi, air tanah serta fenomena geologi teknik. Hasil inventarisasi diharapkan dapat berguna sebagai data dasar dalam menunjang perencanaan pembangunan daerah bersangkutan.

Kondisi Daerah Pemetaan

Daerah pemetaan merupakan daerah dataran dan perbukitan lipatan. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada ketinggian 2,00 – 20,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial yang berupa lempung, lempung pasiran, lanau lempungan dan lempung organic. Daerah perbukitan membentuk deretan perbukitan memanjang dari utara ke selatan dengan kemiringan lereng landai (5 – 8 %) hingga terjal (30 - >50 %), terletak pada ketinggian 20 – 95 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari Formasi Kampung baru (Tpkb), Formasi Balikpapan (Tmbp) dan Formasi Pulau baling (Tmpb). Sungai – sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir sepanjang tahun), antara lain S. Mahakam, S. Karangmumus, S. Langsat, S. Selindung, S. Sambutan, dan S. Sanga-sanga bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran trellis.

Air tanah di kota Samarinda berupa air permukaan dan air tanah bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa), sedang air tanah bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan pembawa air tanpa lapisan kedap air di bagian atasnya.

Seperti kawasan Indonesia lainnya, iklim kota Samarinda adalah beriklim tropis yang terdiri dari dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Suhu udara rata-rata berkisar 27,33 ° C, dengan suhu udara minimum rata-rata sekitar 22,58 ° C dan suhu udara maksimum 32,08° C. Kelembaban udara bulanan dengan kisaran 81,86 – 85,29 %, dengan rata-rata kelembaban 83,16 %. Musim

L IVA - 50 L AMPIRAN IV L IVA - 50 L AMPIRAN IV

Geologi Teknik

Dengan melihat kondisi dan sifat fisik keteknikan tanah dan batuan yang menyusun kota Samarinda, maka dapat diuraikan kondisi geologi teknik sebagai berikut :

1. Satuan Endapan Aluvium (Qa) Pada daerah yang dibentuk oleh endapan aluvium di bagian atas didominasi oleh lempung

sampai lanau pasiran. Lempung – lempung lanauan, setempat mengandung pasir dan kerikil, berwarna abu-abu, lunak, plastisitas sedang – tinggi, dibagian bawah dijumpai pasir berselang- seling dengan lempung, nilai penetrometer saku (qu) pada lempung antara berkisar 0,75 – 1,25 kg/cm 2

; nilai tekanan konus (qc) berkisar antara 6 – 15 kg/cm 2 , sedangkan nilai penetrometer saku (qu) pada lanau pasiran 1,75 – 2,50 kg/cm 2 dan nilai tekanan konus (qc) berkisar antara 20 – 35 kg/cm 2 .

Daerah yang dibentuk oleh endapan alluvium (Qa), daya dukung tanah untuk pondasi dangkal,

untuk kedalaman 1m antara 6,60 – 9,90 ton/m 2 dan kedalaman 2 m antara 12,80 – 15,20 ton/m . Daya dukung pondasi dalam, kedalaman 5 m antara 8,457 – 14,284 ton/tiang; kedalaman 8 m

antara 21,720 – 23,612 ton/tiang; kedalaman 10 m antara 26,610 – 29,574 ton/tiang. Nilai penurunan tanah antara 0,704 – 5,036 cm. Muka air tanah bebas antara kurang dari 1,50 – 3,00 m. Penggalian mudah dilakukan dengan peralatan sederhana. Kendala geologi teknik yang dijumpai adalah banjir dan kemungkinan terjadi perosokan tanah

Sebaran menempati di daerah Sungailais, Pangkalan, Rawamakmur, Sukamulya, Bukuan dan sekitar daerah Kanas.

2. Satuan Batuan Formasi Kampung Baru (Tpkb) Formasi Kampung Baru disusun oleh batu pasir kuarsa dengan sisipan batu lempung; batu lanau

dan lignit, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongkresi, dan sisipan konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedom, serpih merah dan lempung, berukuran 0,5 – 1,00 cm, mudah lepas. Batu lempung, berwarna kelabu kehitaman, mengandung sisa tumbuhan, kepingan batu bara. Batu lanau, berwarna kelabu tua, menyerpih, berstruktur laminasi. Lignit, berwarna coklat kehitaman, tebal bervariasi dari 0,50 – 2,00 meter.

Tanah pelapukan Formasi Kampung Baru (Tpkb) adalah lanau pasiran – pasir, tebal antara 3,00 – 4,50 meter. Lanau pasiran, berwarna coklat kemerahan, lunak, keadaan kering agak teguh –

teguh, plastisitas sedang – tinggi, nilai tekanan konus 10 – 34 kg/cm 2 , uji penetrometer saku 1,25 – 1,75 kg/cm 2 , umumnya menempati daerah dataran. Pasir, abu-abu kecoklatan – coklat kekuningan, ukuran butir halus – sedang, agak lepas, nilai tekanan konus 38 – 65 kg/cm 2 , pada

lereng perbukitan atau sekitar batuan induk umumnya urai dan mudah longsor.

L AMPIRAN IV L IVA - 51

Daya dukung tanah pondasi dangkal kedalaman 1m antara 8,80 – 12,10 ton/m 2 dan kedalaman 2 m antara 25,60 – 37,60 ton/m 2 . Muka air tanah bebas 1,50 - > 5 meter. Penggalian agak sukar dilakukan dengan peralatan sederhana. Kendala geologi teknik yang dijumpai erosi, banjir dan longsoran tanah maupun batu.

Sebarannya menempati dibagian tenggara Kota Samarinda, meliputi daerah Balikbuaya, Sakatiga, Tanjung Periuk, sebelah barat daya Tanjungbatoka, sebelah timur laut Sungailais dan di sekitar daerah Palaran yang merupakan bagian sayap luar antiklin

3. Satuan Batuan Formasi Balikpapan (Tmbp) Formasi Balikpapan terdiri dari perselingan antara batu pasir dan batu lempung, dengan sisipan

batu lanau, serpih dan batu bara. Batu pasir berwarna putih kekuningan, halus – sedang, keras, bila kena air mudah hancur, tebal 1-3 m. Batu lempung, abu-abu kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan dan setempat mengandung lensa-lensa batu pasir, tebal 1–2 meter. Batu lanau, serpih dan batu bara (lignit), berwarna abu kecoklatan, berlapis tipis, tebal 20 – 40 cm dan dijumpai sebagai sisipan.

Tanah pelapukan Formasi Balikpapan (Tmbp) di permukaan adalah lempung – lempung lanauan dan setempat pasir lempungan – pasir lanauan, tebal 1,50–6,50 meter. Lempung – lempung lanauan, berwarna merah – coklat kekuningan, lunak - agak teguh, plastisitas sedang – tinggi,

2 tekanan konus 6–22 kg/cm 2 , uji penetrometer saku 0,75–1,50 kg/cm . Pasir lempungan – pasir lanauan, coklat kemerahan, ukuran halus, setempat mengandung kerikil oksida besi, agak padat,

2 nilai tekanan konus 20 – 60 kg/cm 2 , uji penetrometer saku 1,75–1,95 kg/cm Daya dukung tanah pondasi dangkal kedalaman 1 m antara 3,30–16,50 ton/m 2 dan kedalaman 2

m antara 7,20–36,80 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam, kedalaman 5 m antara 8,088–52,785 ton/tiang. Nilai penurunan tanah antara 0,575–0,894 cm. Muka air tanah bebas 2,65-18 meter.

Penggalian sukar dilakukan dengan peralatan sederhana, kecuali pada tanah pelapukan. Kendala geologi teknik yang dijumpai erosi, banjir dan longsoran tanah maupun batu. Muka air tanah bebas 1,50 - > 5 meter.

Sebarannya dijumpai di bagian timur, tengah dan barat daerah penyelidikan membujur dari utara ke selatan mengikuti arah poros sinklin mulai dari Pampang Dalam dan Batu Besung di bagian utara hingga Baqa dan Loa Buah, di bagian paling selatan.

4. Satuan Batuan Formasi Pulau Balang (Tmpb) Terdiri dari perselingan antara grewake dan batu pasir dengan sisipan batu gamping, batu

lempung, batu bara, dan tuf dasit. Grewake, berwarna kelabu kehijauan, padat. Batu pasir kuarsa, berwarna putih keabu-abuan, halus - sedang, agak rapuh, tebal 0,50 – 1,00 meter. Batu lempung kelabu kehitaman, menyerpih, berstruktur laminasi. Batubara, berwarna abu-abu kehitaman dijumpai sebagai sisipan dalam batu pasir. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batu pasir kuarsa.

L IVA - 52 L AMPIRAN IV

Tanah pelapukan Formasi Pulau Balang (Tmpb) di permukaan adalah lempung lanauan – lanau pasiran, setempat pasir halus, tebal 2,50 – 9,25 meter, lempung lanauan – lanau pasiran, warna merah – coklat kemerahan, plastisitas sedang – tinggi, lunak – teguh, nilai tekanan konus 6 – 26

2 kg/cm 2 , uji penetrometer saku 0,75 – 2,50 kg/cm . Daya dukung tanah pondasi dangkal kedalaman 1m antara 4,95 – 10,45 ton/m 2 dan kedalaman 2

m antara 8,00–28,00 ton/m 2 . Daya dukung pondasi dalam, kedalaman 5 m antara 9,914–49,134 ton/tiang; di daerah Karangmumus kedalaman 8 m mencapai 22,105 ton/tiang; dan kedalaman 10

m mencapai 56,496 ton/tiang; Nilai penurunan tanah antara 0,923–1,491 cm. Muka air tanah bebas 1,50-25 meter. Penggalian agak sukar hingga sukar dilakukan dengan peralatan sederhana, kecuali pada tanah pelapukan. Kendala geologi teknik yang dijumpai erosi, banjir dan longsoran tanah maupun batu.

Sebarannya membujur dari utara ke selatan mengikuti arah poros antiklin, di bagian barat membujur dari G. Batubiru, Batucermin, G. Batuputih, Lok Batu hingga daerah Loanjana; di bagian tengah membujur dari daerah Rampaksedang, Lempake, Temindung, Sambutan hingga daerah Mangkujenang; dan di bagian timur membujur dari daerah Karangmumus Ilir, G. Tunggul, Karanganyar hingga Tanjunglangsat.

L AMPIRAN IV L IVA - 53

INVENTARISASI DATA SEKUNDER LEMPUNG MENGEMBANG DI KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Dalam program penelitian lempung mengembang di Jawa Barat salah satu hal yang sangat penting adalah inventarisasi data sekunder. Dengan tersedianya data dan informasi sekunder lempung mengembang tersebut, diharapkan diperoleh gambaran yang baik terutama dalam merencanakan penelitian sehingga hasil penelitian nanti dapat memberikan nilai tambah yang berarti.

Sukabumi terbagi menjadi dua wilayah administratif, yaitu Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi. Kota Sukabumi dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Sukabumi yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak di bagian barat, Kabupaten Bogor di bagian utara, Kabupaten Cianjur di bagian timur, dan Samudera Indonesia di bagian selatan. Kabupaten Sukabumi yang terletak sekitar 160 km dari arah Jakarta meliputi areal seluas 420.000 hektar yang terbentang mulai dari ketinggian 0 - 2.958 m, di atas permukaan laut. Secara demografis, jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi adalah 2.059.920 jiwa.

Pegunungan dan dataran tinggi mendominasi hampir seluruh kabupaten ini. Dataran rendah ada di pesisir selatan, mulai dari Teluk Ciletuh sampai muara Sungai Cikaso dan Cimandiri. Gunung Salak dan Gunung Gede menjadi batas alam. Kabupaten Sukabumi memiliki morfologi berupa pegunungan bergelombang, di bagian utara, pebukitan di bagian tengah, bagian selatan bergelombang melandai ke arah pantai dengan ketinggian antara 0-2.969 m di atas permukaan laut. Garis pantai di bagian selatan 117 km.

Wilayah Sukabumi di daerah Pasir Baeud, Kec. Warung Kiara disusun oleh batuan breksi (Qvb) berumur kuarter dan perselingan antara batu lempung dari formasi Nyalindung (Tmn) berumur tersier dan endapan bahan rombakan (Ediwan Syarief dkk, 1999). Batuan penyusun wilayah Sukabumi bagian utara terdiri atas batuan gunung api produk G. Gede, G. Pangrango, dan G. Salak serta produk vulkanik tua yaitu breksi tufaan, lahar, lava basalt, andesit, breksi vulkanik, sebagian kecil agglomerat, lapili. Batuan yang menyusun wilayah Sukabumi bagian utara yaitu Formasi Beser, Formasi Cimandiri, Formasi Jampang, Formasi Rajamandala, dan Formasi Lengkong yang semuanya berumur tersier. Sukabumi bagian selatan sebagian besar terdiri dari Formasi Ciletuh, bagian atas Formasi Bentang, bagian bawah Formasi Bentang.

Penelitian/penyelidikan lempung mengembang di daerah Sukabumi belum pernah dilakukan oleh instansi setempat, yang telah dilakukan adalah penelitian/penyelidikan mekanika tanah, sehingga yang diperoleh hanya data mekanika tanah di beberapa lokasi di daerah Sukabumi.

L IVA - 54 L AMPIRAN IV

INVENTARISASI DATA SEKUNDER LEMPUNG MENGEMBANG DI KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah administratif tingkat II di Propinsi Jawa Barat. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Kabupaten Cianjur berpenduduk 1.931.480 jiwa dengan luas wilayah sekitar 350.148 ha dan wilayah pantai sepanjang 75 Km.

Inventarisasi menggunakan metoda pengumpulan data sekunder dengan mengunjungi secara langsung instansi/dinas terkait yang berada pada Kabupaten Cianjur. Adapun instansi/dinas terkait yang didatangi sehubungan dengan kegiatan ini yaitu: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Bina Marga dan UPTD Laboratorium Bina Marga, Dinas Cipta Karya, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan Pertambangan Kabupaten Cianjur. Selain instansi tersebut, inventarisasi data juga dilakukan pada instansi Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan - Departemen Pekerjaan Umum.

Data yang telah diperoleh belum menunjukkan data mengenai lempung mengembang (expansive clay) secara khusus, namun dari kegiatan inventarisasi data sekunder yang telah dilakukan ini diharapkan dapat memberikan satu bentuk kontribusi yang cukup berarti dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian mengenai Lempung Mengembang Jawa Barat.

L AMPIRAN IV L IVA - 55

INVENTARISASI DATA SEKUNDER LEMPUNG MENGEMBANG DI KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dengan posisi koordinat 108 0 23’ -

0 0 108 0 47’ BT dan 6 47’ - 7 12’ LS. Secara administratif, Kabupaten Kuningan memiliki luas wilayah 1.117 Km 2 dengan batas wilayah sebelah utara adalah Kabupaten Cirebon, sebelah barat adalah Kabupaten Majalengka, sebelah timur adalah Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, sedangkan di sebelah selatan adalah Kabupaten Ciamis.

Metode yang dilakukan dalam inventarisasi data sekunder ini adalah dengan mendatangi dinas/instansi terkait untuk meminta data hasil kegiatan penelitian/penyelidikan yang telah dilakukan di Kabupaten Kuningan yang berhubungan dengan lempung mengembang. Adapun instansi yang didatangi adalah Bappeda Kab. Kuningan, Dinas Bina Marga Kab. Kuningan, Dinas Cipta Karya Kab. Kuningan, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan Kab. Kuningan, Badan Komunikasi, Kearsipan dan Perpustakaan Kab. Kuningan, Dinas Bina Marga Prov. Jawa Barat, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Prov. Jawa Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Departemen Pekerjaan Umum.

Dari hasil pencarian data pada dinas/instansi terkait tersebut, data yang berhasil diperoleh berupa 8 laporan hardcopy dan 1 buah laporan dalam bentuk softcopy. Hampir semua instansi yang didatangi tidak memiliki data yang dibutuhkan. Sebagian besar instansi tidak memiliki data, kalaupun ada, maka data tersebut tidak/kurang relevan dengan data yang diharapkan. Namun demikian, meskipun tidak didapatkan data yang sesuai dengan harapan, tetap dilakukan pengumpulan data-data lain yang ada pada setiap instansi yang didatangi yang setidaknya berkaitan dengan aspek geologi, terutama aspek geologi teknik.

L IVA - 56 L AMPIRAN IV

PENGUMPULAN DATA SEKUNDER GEOLOGI TEKNIK DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Latar Belakang

Sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan dan dimulainya era perbaikan di segala bidang, baik industri, perdagangan, infrastruktur maupun pariwisata tentunya disertai pula dengan pembangunan sarana penunjang seperti pembangunan jalan, jembatan, perkantoran dan sarana lainnya.

Untuk menunjang pembangunan sarana tersebut di atas, diperlukan berbagai data dan informasi yang terkait dengan penataan tata ruang dan pengembangan wilayah. Salah satu data sekunder yang diperlukan tersebut adalah data geologi/geologi teknik. Data geologi/geologi teknik ini dapat memberikan informasi mengenai kekuatan serta karakteristik lapisan tanah yang berguna di dalam perencanaan dan penataan ruang. Selain itu akan sangat membantu tim pengawas bangunan serta dinas-dinas lainnya dalam mengontrol pembangunan fisik di daerahnya.

Dalam upaya mengumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan kegeologian/kegeologi- teknikan tersebut, Pada tahun anggaran 2006, Pusat Lingkungan Geologi melaksanakan inventarisasi data sekunder khususnya yang berhubungan dengan data geologi teknik dan data sekunder lainnya yang terkait dengan tata ruang dan pengembangan wilayah di daerah Nanggroe Aceh Darussalam.

Hasil Inventarisasi

Hasil dari pelaksanaan kegiatan inventarisasi data sekunder ini antara lain berasal dari:

1. Bappeda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dari instansi ini diperoleh data-data sekunder berupa :

ƒ Peta Batas Administrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ƒ Laporan: Penyediaan Air Minum, Air Limbah, Drainase dan Persampahan Pantai Barat

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (dalam bentuk softcopy) ƒ Laporan: DED Infrastruktur Desa di Wilayah Kecamatan Aceh Besar Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam (terdiri dari 31 buah CD untuk 31 Desa di Kecamatan Aceh Besar, dalam bentuk softcopy)

ƒ Laporan Kajian Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pantai Timur dan Pantai Barat Nias dan Nias Selatan Pasca Tsunami (dalam bentuk softcopy)

ƒ Laporan Studi Airstrip (Pendaratan Pesawat C-130 Darurat untuk Bencana, dalam bentuk softcopy)

L AMPIRAN IV L IVA - 57

2. Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP), melalui Bappeda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diperoleh data-data sekunder berupa:

ƒ Rencana Aksi Kecamatan, masing-masing kecamatan: Pulo Aceh, Peukan Bada, Leupung, Jaya, Sampoiniet, Stia Bakti, Krueng Sabee, Panga, Teunom, Arongon Lambalek, Woyla Barat, Samatiga, Johan Pahlawan, Meureubo, Sukakarya, Sukajaya, Lhoong, Lhoknga, dan Baitussalam (dalam bentuk softcopy).

3. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dari instansi ini diperoleh data-data sekunder berupa

ƒ Laporan: Pendugaan Geolistrik di Desa Lam Awee Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

ƒ Laporan: Pendugaan Geolistrik di Desa Pulo Ulim Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie, Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. ƒ Laporan: Pendugaan Geolistrik di Desa Raudhatul Jannah Tui Limeng, Kecamatan Montasik,

Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. ƒ Laporan: Pendugaan Geolistrik di Desa Darul Ulum Abu Lueng Ie, Kecamatan Krueng Barona

Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. ƒ Laporan: Pendugaan Geolistrik di Desa Abeuk Geulanteu, Kecamatan Madat, Kabupaten

Aceh Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. ƒ Laporan: Pendugaan Geolistrik di Mesjid Dusun Sektor Timu Darussalam, Kecamatan Syiah

Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

L IVA - 58 L AMPIRAN IV

PENGUMPULAN DATA SEKUNDER GEOLOGI TEKNIK DI PROV. SUMATERA UTARA

Sesuai dengan era reformasi yang menjadi kebijakan pemerintah pusat, maka pembangunan di segala bidang, baik industri, perdagangan, infrastruktur, pariwisata, tata ruang pengembangan wilayah dan tentunya akan disertai pula dengan pembangunan sarana penunjang seperti jalan, jembatan, perkantoran, akan dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah daerah tersebut.

Dalam merencanakan pembangunan tersebut tentunya akan diperlukan data dan informasi kegeologian, seperti daya dukung lahan, keairan, daerah rawan bencana dan lain-lain.

Kegiatan inventarisasi data sekunder ini dimaksudkan untuk mencari data/informasi dari Pemda Sumatera Utara tentang perencanaan pembangunan struktur/infrasturktur yang akan dilaksanakan. Sedangkan tujuannya adalah untuk menyesuaikan kegiatan Pusat Lingkungan Geologi dalam mendukung kegiatan pembangunan di Pemda Sumatera Utara, terutama dalam penyediaan data yang berbasis kegeologian/kegeologiteknikan, sehingga akan terarah dan tepat sasaran.

Hasil dari pelaksanaan kegiatan inventarisasi data sekunder ini adalah antara lain dari Bappeda Propinsi Sumatera Utara, Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Sumatera Utara, Dinas Jalan dan Jembatan Propinsi Sumatera Utara, dan Dinas Penataan Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Sumatera Utara.

Di samping melakukan pencarian data sekunder juga melakukan diskusi dengan petugas/pejabat setempat. Dalam diskusi yang dapat disimpulkan bahwa keberadaan serta tugas dan fungsi Pusat Lingkungan Geologi (dahulu DGTLKP) tidak diketahui, tetapi saat sekarang sudah dipahami, sehingga secara langsung diminta bantuannya untuk melakukan pemetaan dan penyelidikan geologi teknik untuk keperluan penataan tata ruang, terutama untuk pemukiman, termasuk penyelidikan geolistrik keberadaan air tanah untuk penyediaan air bersih.

Kegiatan inventarisasi data sekunder ini sangat bermanfaat dalam usaha menjalin kerja sama antara Pusat Lingkungan Geologi dengan Instansi di daerah, sehingga Pusat Lingkungan Geologi dapat lebih berperan dalam usaha perencanaa, pembangunan dan pengembangan wilayah di daerah.

Data-data sekunder yang diperoleh sangat bermanfaat, sehingga apabila melakukan kegiatan penyelidikan di daerah dapat lebih terarah dan tepat sasaran.

L AMPIRAN IV L IVA - 59

PENGUMPULAN DATA SEKUNDER GEOLOGI TEKNIK DI PROV. KALIMANTAN BARAT

Provinsi Kalimantan Barat yang beribukota di Pontianak terletak di bagian barat pulau Kalimantan dengan luas wilayah 146.807 km 2 . Secara geografis wilayah ini terletak di antara 108° 00’ sampai

114° 10’ BT dan 02° 08 LU’ sampai 03° 05’ LS. Wilayah Provinsi Kalimantan Barat dibagi menjadi 10 Kabupaten dan 2 Kota, yaitu Kabupaten

Sambas, Bengkayang, Landak, Pontianak, Sanggau, Ketapang, Sintang, Kapuas Hulu, Sekadau, Melawi, Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Dari 10 Kabupaten dan 2 Kota tersebut yang langsung berbatasan dengan Kerajaan Malaysia adalah, Kabupaten Sambas, Sanggau, Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu yang membujur sepanjang pegunungan Kalingkang-Kapuas Hulu.

Penataan Ruang Wilayah Kalimantan Barat pada dasarnya mengakomodasi tujuan dan sasaran pembangunan daerah, dikaitkan dengan potensi, serta kendala dan limitasi pengembangan yang dihadapi. Konsep penataannya tidak terlepas dari tujuan pengembangan wilayah yang pada dasarnya selaras dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Konsep pengembangan tata ruang wilayah provinsi Kalimantan Barat merupakan struktur umum ruang wilayah provinsi dalam rangka pengembangan potensi dan mengatasi permasalahan pokok wilayah untuk mendorong perwujudan tujuan pengembangan tata ruang, yang memperlihatkan garis besar kondisi sistem kegiatan sosial ekonomi berupa:

ƒ Pusat permukiman utama, ƒ Lokasi pengembangan kegiatan-kegiatan utama pembentuk ruang, ƒ Keterkaitan antar kawasan, dan ƒ Orientasi ekspor. Berdasarkan tujuan penataan ruang, potensi yang dimiliki dan kendala yang dihadapi, konsep

pengembangan wilayah Kalimantan Barat dirumuskan sebagai berikut:

1. Pengembangan yang didasarkan atas lima pengembangan wilayah, yaitu:

a. Pengembangan wilayah inti, yaitu Kawasan Metropolitan Pontianak (KMP) yang meliputi kota Pontianak dan kota Ambaya. Perkembangan wilayah ini ditekankan pada sektor tersier dan sekunder. Kawasan Andalan KUSIKARANG, wilayahnya meliputi enam kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kab. Pontianak di luar Kawasan Metropolitan Pontianak (KMP), terdiri dari Kecamatan Kuala Mandor, Siantan, Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Raya dan Sungai Ambawang. Pengembangan wilayah ini ditekankan pada sektor sekunder dan primer.

b. Pengembangan wilayah yang pertumbuhannya cenderung lamban sebagai akibat semakin terkonsentrasinya kegiatan industri di KMP, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang beserta Kota Singkawang. Wilayah ini sangat subur dan memiliki sumber daya potensial serta dilengkapi dengan pelabuhan laut. Kota Singkawang memiliki potensi di sektor pariwisata, perdagangan dan industri.

L IVA - 60 L AMPIRAN IV L IVA - 60 L AMPIRAN IV

d. Pengembangan wilayah selatan yang relatif terlepas, yaitu Kabupaten Ketapang. Kota Ketapang memiliki potensi sebagai kota industri, perdagangan dan sebagai kota pelabuhan. Kota-kota lainnya yang berpotensi untuk berkembang adalah Teluk Melano, Sukadana, Sandai, Nanga Tayap, Tumbang Titi, Maraudan Kendawangan.

e. Pengembangan kawasan tertentu, baik menyangkut pemanfaatan sumber daya alam (tambang, hutan dan potensi pariwisata), mencegah terjadinya konflik kepentingan antar sektor, maupun menjaga kelestarian alam pada perbatasan wilayah

2. Pengembangan yang didasarkan pada perkembangan kota-kota eksisting, yaitu:

a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu Kawasan Metropolitan Pontianak, serta PKN di perbatasan, yaitu Aruk, Jagoi Babang, Entikong, Jasa dan Nangau Badau.

b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dalam masa rencana, yaitu Kota Singkawang, Sintang, Sanggau dan Ketapang.

3. Pengembangan sarana transportasi yang dikembangkan dengan konsep sebagai berikut:

a. Pengembangan jaringan jalan arteri primer yaitu jalan yang menghubungkan kota antar PKN dengan PKW dan antar gerbang utama.

b. Pengembangan jaringan jalan kolektor primer, yaitu Singkawang-Bengkayang; Sambas-Ledo; Sidas-Simpang Tiga; Nanga Pinoh-Kotabaru-Nanga Sokan-Sandai; Sekadau-Rawak-Nanga Taman, Nanga Mahap-Balai Berkuak; Siduk-Teluk Melano-Teluk Batang; Ketapang-Pelang- Pesaguan-Sei Gantang-Kendawangan; Pontianak-Sei Durian-Rasau Jaya.

c. Pengembangan jalan yang menghubungkan ibukota-ibukota kecamatan di kawasan perbatasan yakni Liku, Kaliau, Jagoi Babang, Entikong, Balai Karangan, Noyan, Senaning, Nanga Merakai, Puring Kencana, Nanga Kantuk, Badau, Lanjak Benua Martinus dan Putussibau.

d. Pengembangan enam gerbang darat internasional yaitu di Temajuk, Aruk, Jagoi Babang Entikong Jasa dan Nanga Badau.

e. Pengembangan gerbang darat interregional, yaitu di Nanga Melaban Ella (Kecamatan Menukung) dan di Kudangan dengan Provinsi Kalteng serta di Bungan (Kedamin) dengan Provinsi Kaltim.

f. Pengembangan lima gerbang udara yaitu Supadio (Pontianak), Rahadi Usman (Ketapang), Pangsuma (Putussibau), Susilo (Sintang) dan di Paloh (Kabupaten Sambas)

g. Pengembangan delapan gerbang laut, yaitu Pontianak, Pulau Temajo, Sintete, Ketapang, Sambas, Paloh/Sekura, Telok Air dan Kedawangan.

L AMPIRAN IV L IVA - 61

Hasil dari pelaksanaan kegiatan inventarisasi data sekunder ini antara lain diperoleh dari:

1. Bappeda Provinsi Kalimantan Barat, dari instansi ini diperoleh data sekunder berupa buku “ Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Barat 2004” :

2. Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat, dari instansi ini diperoleh data sekunder berupa buku ”Kalimantan Barat Dalam Angka 2005”,

3. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kegiatan inventarisasi data sekunder ini sangat bermanfaat dalam usaha menjalin kerja sama antara Pusat Lingkungan Geologi dengan Instansi di daerah, sehingga Pusat Lingkungan Geologi dapat lebih berperan dalam usaha perencanaan, pembangunan dan pengembangan wilayah di daerah.

2. Data dan informasi geologi teknik wilayah Kalimantan Barat masih sangat minim, sehingga dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Barat informasi ini belum tampak.

3. Data sekunder yang diperoleh sangat bermanfaat bagi Pusat Lingkungan Geologi, sehingga apabila akan melakukan kegiatan penyelidikan/penelitian di daerah Kalimantan Barat dapat lebih terarah dan tepat sasaran.

L IVA - 62 L AMPIRAN IV

PENGUMPULAN DATA SEKUNDER GEOLOGI TEKNIK DI PROV. SULAWESI UTARA

Untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat, sekaligus memberdayakan kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonomi yang menyangkut pembangunan seperti: industri, perdagangan, infrastruktur, pariwisata perlu didukung dengan perencanaan dan pengembangan tata ruang wilayah yang memadai.

Perencanaan pengembangan tata ruang setiap daerah mempunyai fokus dan titik berat berbeda, tergantung pada potensi dan kemampuan daerah tersebut. Terkait dengan perencanaan tata ruang, salah satu data dan informasi yang diperlukan adalah kondisi kegeologian, selain masalah tambang adalah daya dukung lahan, keairan, daerah rawan bencana (terkait dengan kondisi geologi).

Pekerjaan inventarisasi data sekunder ini dilakukan dengan mendatangi instansi-instansi pemerintahan yang memiliki kegiatan yang berkaitan dengan penataan ruang dan pengembangan wilayah, adalah: Bappeda, Dinas Prasarana dan Permukiman, Dinas Pengairan dan Dinas Pertambangan dan Energi.

Data-data yang diharapkan dapat dikumpulkan dalam kegiatan ini antara lain : -

Peta-peta yang berkaitan dengan penataan ruang dan pengembangan wilayah, -

Laporan tahunan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dan Instansi terkait aspek keteknikan.

- Data Sulawesi Utara dalam angka -

Data perencanaan kegiatan pembangunan fisik (struktur/infrastruktur). -

Data daerah rawan bencana geologi. Hasil dari pelaksanaan kegiatan inventarisasi data sekunder ini adalah antara lain Bappeda Propinsi

SulawesiUtara, Dinas Prasarana dan Permukiman Propinsi Sulawesi Utara, Dalam pencarian dan penelusuran data dan disertai diskusi terbatas, disimpulkan bahwa keberadaan

serta tugas dan fungsi Pusat Lingkungan Geologi (dulu DGTLKP) belum diketahui. Namun dengan adanya pencarian data sekunder ini, khususnya instansi terkait (Bappeda, Dinas Prasarana dan Permukiman dan Dinas Pertambangan) mendukung perencanaan program lanjutan dari Pusat Lingkungan Geologi. Dukungan dan bantuan dari Pusat Lingkungan untuk Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, terkait dengan tugas dan fungsi Pusat Lingkungan Geologi, khususnya adalah untuk melakukan pemetaan dan penyelidikan geologi teknik (untuk keperluan penataan tata ruang, terutama untuk pemukiman), penyelidikan geolistrik (pendugaan pencarian keberadaan air tanah) dan pengeboran (penyediaan air bersih, terutama untuk daerah/desa tertinggal).

ƒ Kegiatan inventarisasi data sekunder ini, diperoleh data masukan (input) daerah memerlukan penyelidikan geologi teknik, karena data geologi teknik belum tersedia dan seiring dengan rencana ‘pemekaran’ wilayah kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Utara.

ƒ Dengan kegiatan ini terjalin kerja sama antara Pusat Lingkungan Geologi dengan Instansi di

L AMPIRAN IV L IVA - 63 L AMPIRAN IV L IVA - 63

ƒ Melalui inventarisasi data sekunder yang diperoleh banyak manfaat, antara lain: pilihan dan penentuan daerah berdasarkan sekala prioritas, pilihan kegiatan yang sesuai dengan permintaan daerah setempat (geologi teknik, geolistrik atau pengeboran air) dan kegiatan penyelidikan menjadi lebih terarah (fokus), tepat sasaran sesuai dengan maksud dan tujuan penyelidikan.

ƒ Berdasarkan hasil diskusi dengan berbagai pertimbangan, untuk penyelidikan geologi teknik dan pengeboran, agar dilaksanakan pada daerah Minahasa Selatan, Sangir dan Talaud.

L IVA - 64 L AMPIRAN IV

PENGUMPULAN DATA SEKUNDER GEOLOGI TEKNIK DI PROV. SULAWESI BARAT

Latar Belakang

Sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan dan dimulainya era perbaikan di segala bidang, baik industri, perdagangan, infrastruktur maupun pariwisata tentunya disertai pula dengan pembangunan sarana penunjang seperti pembangunan jalan, jembatan, perkantoran dan sarana lainnya.

Untuk menunjang pembangunan sarana tersebut di atas, diperlukan berbagai data dan informasi yang terkait dengan penataan tata ruang dan pengembangan wilayah. Salah satu data sekunder yang diperlukan tersebut adalah data geologi/geologi teknik. Data geologi/geologi teknik ini dapat memberikan informasi mengenai kekuatan serta karakteristik lapisan tanah yang berguna di dalam perencanaan dan penataan ruang. Selain itu akan sangat membantu tim pengawas bangunan serta dinas-dinas lainnya dalam mengontrol pembangunan fisik di daerahnya.

Dalam upaya mengumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan kegeologian/ kegeologiteknikan tersebut, pada tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi, Bandung melaksanakan inventarisasi data sekunder khususnya yang berhubungan dengan data geologi teknik dan data sekunder lainnya yang terkait dengan tata ruang dan pengembangan wilayah di daerah Provinsi Sulawesi Barat.

Hasil Inventarisasi

Hasil dari pelaksanaan kegiatan inventarisasi data sekunder ini adalah antara lain dari: ƒ Bappeda Provinsi Sulawesi Barat diperoleh data-data sekunder berupa:

- Peta Batas Administrasi Provinsi Sulawesi Barat -

Laporan-laporan jenis tanah, kedalaman dan penggunaannya - Selintas hidrogeologi Provinsi Sulawesi Barat, yang sangat dipengaruhi system hidrologi air

permukaan yang dimanfaatkan sebagai sumber energi PLTA ƒ Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Barat, diperoleh data-data sebagai berikut:

- bahan galian mineral logam, emas, mangaan, bijih besi dan pasir besi -

bahan galian bahan baker, seperti batubara -

bahan galian mineral industri antara lain marmer, mika, gipsum, batugamping, dan kaolin

- bahan galian batuan, bangunan dan konstruksi

L AMPIRAN IV L IVA - 65

Kesimpulan

1. Kegiatan inventarisasi data sekunder ini sangat bermanfaat dalam usaha menjalin kerja sama antara Pusat Lingkungan Geologi dengan Instansi di daerah, sehingga Pusat Lingkungan Geologi dapat lebih berperan dalam usaha perencanaan, pembangunan dan pengembangan wilayah di daerah.

2. Data-data sekunder yang diperoleh sangat bermanfaat, sehingga apabila akan melakukan kegiatan penyelidikan di daerah maka sebagian data sekunder sudah tersedia.

L IVA - 66 L AMPIRAN IV

PENGUMPULAN DATA SEKUNDER GEOLOGI TEKNIK DI PROV. MALUKU UTARA

Pengumpulan data sekunder untuk daerah Ternate, Provinsi Maluku Utara ini dibuat dalam rangka menyelaraskan rencana kegiatan proyek tahun 2007 antara Pusat Lingkungan Geologi dengan Pemerintah Daerah atau Bappeda daerah tersebut di atas. Pengumpulan data ini meliputi tentang pencarian informasi kepada instansi terkait mengenai kebutuhan Pemda tentang masalah geologi, terutama masalah kegeologi-teknikan, mencari data yang telah ada di instansi terkait yang berhubungan dengan geologi teknik, mencari data yang dapat dipakai dalam menunjang kegiatan pekerjaan geologi teknik/rekomendasi geologi teknik dan mencari masukan dari Pemda agar kegiatan Pusat Lingkungan Geologi tepat sasaran dan tepat guna baik untuk masyarakat maupun Pemda.

Tujuan kegiatan adalah untuk mensosialisasikan keberadaan Pusat Lingkungan Geologi dan hal-hal yang dapat diperbantukan kepada Pemda tentang masalah pengembangan wilayah berbasis kegeologi-teknikan dan mencari masukan tentang kebutuhan Pemda mengenai data kegeologi- teknikan. Disamping itu kegiatan ini bertujuan agar kegiatan Pusat Lingkungan Geologi tepat sasaran dan tepat guna untuk masyarakat maupun Pemda.

Secara geografis, lokasi Pulau Ternate terletak antara 127 ” 17 15 - 127 17 45 Bujur Timur dan

0 ” 52 30 -0 45 00 Lintang Selatan, dalam peta topografi skala 1: 50.000 yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL. Kota Ternate mempunyai ciri daerah kepulauan di mana wilayahnya terdiri dari delapan buah pulau,

lima di antaranya berukuran sedang merupakan pulau yang dihuni penduduk sedangkan tiga lainnya berukuran kecil dan hingga saat ini belum berpenghuni. Luas daratan Pulau Ternate terjadi penambahan luas sekitar 1.1 Km 2 yang terletak di kecamatan Ternate Utara, Kelurahan Gamalama. Ini terjadi karena adanya kegiatan reklamasi pantai yang rencananya akan dijadikan kawasan pertokoan dan bangunan Mesjid Raya Ternate.

Secara umum kota Ternate dan juga daerah lainnya di Provinsi Maluku Utara mempunyai iklim tropis sehingga sangat dipengaruhi oleh iklim laut yang biasanya heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis. Di daerah ini mengenal dua musim yakni utara–barat dan timur–selatan yang seringkali diselingi dengan dua kali masa pancaroba di setiap tahunnya.

Kondisi topografi Kota Ternate ditandai dengan tingkat ketinggian dari permukaan laut yang beragam, namun secara sederhana dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: Rendah (0 – 499 meter), Sedang (500 – 699 meter), Tinggi (lebih dari 700 meter). Berdasarkan klasifikasi tersebut, daerah ini memiliki kelurahan dengan tingkat ketinggian dari permukaan laut dengan kriteria rendah sebanyak 53 atau 84 %, sedang sejumlah 6 atau 10 % dan tinggi sebanyak 4 atau 6 %.

Data sekunder ini telah diperoleh dari 3 instansi pemerintah seperti berikut di bawah ini ;

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Ternate berupa Draft Renacan Umum Tata Ruang Kota Ternate Tahun 2005 – 2015 dan Survey Bidang Lingkungan Hidup Dan Tata Ruang Inventarisasi dan Evaluasi Geologi Lingkungan Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara.

L AMPIRAN IV L IVA - 67

2. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Ternate berupa Ternate City in Figures 2005 / 2006 dan

3. Pusat Lingkungan Geologi, Bandung berupa Penyelidikan Geologi Lingkungan untuk Menunjang Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara.

Data sekunder yang diperoleh dari Bappeda Kota Ternate telah ditulis berdasarkan laporan Draft Rencana Umum Tata Ruang Kota Ternate Tahun 2005 – 2015 telah membahas beberapa aspek penting seperti Gambaran Umum Potensi, Masalah kota & Kebijakan Penataan Ruang, Kompilasi data yang terdiri dari Data Geografi dan Fisik Dasar (administrasi kewilayahan, klimatologi, topografi, kelerengan, geologi dan bathimetri), Pola Penggunaan Lahan, Data Infrastruktur Fisik, Data Kependudukan, Data Sarana Perhubungan, Data Sarana Kesehatan, Data Sarana Pendidikan, Data Sarana Perdagangan, Data Sarana Perindustrian, Kawasan Hutan Lindung, Data Perekonomian Perdagangan dan Perindustrian, Data Kehutanan dan Perkebunan, Data Pertanian dan Peternakan Data Perikanan dan Kelautan, Data Kawasan Rawan Bencana, Data Perumahan, Permukiman, dan Tata Bangunan, Data Kawasan Dan Sarana Pariwisata, Data Sarana Pertahanan dan Keamanan, Kompilasi data,.Analisa, Rencana Konsep Fungsional Kawasan Perkotaan, visi dan misi Tata Ruang.

Data sekunder yang diperoleh dari BPS ini adalah terdiri dari letak geografis kota Ternate, Pemerintahan, Penduduk dan ketenagakerjaan, Sosial, Pertanian, Industri, Perdagangan, Transportasi dan Komunikasi, Keuangan dan Harga-harga dan Pendapatan Regional. Detail informasi tentang hal tersebut dapat dilihat pada buku Ternate City in Figures 2005 / 2006.

Data sekunder yang diperoleh dari Bappeda Kota Ternate berupa Laporan Penyelidikan Geologi Lingkungan untuk Menunjang Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara.

Data sekunder ini telah dilaksanakan oleh Pusat Lingkungan Geologi pada tahun 2006, dimana dalam laporannya telah dibahas beberapa aspek penting seperti Keadaan Umum, Morfologi dan Geologi, Geologi Lingkungan, Arahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Aspek Geologi dan Kesimpulan dan Saran. Informasi detail tentang hal tersebut di atas dapat dilihat pada laporan Penyelidikan Geologi Lingkungan untuk Menunjang Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara yang telah disusun oleh Ruswanto dkk, dari Pusat Lingkungan Geologi, Bandung, Tahun 2006.

Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder di kota Ternate ini, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut akan sangat bermanfaat untuk survey atau penyelidikan lebih lanjut pada skala yang lebih detail tentang geologi teknik untuk keperluan pengembangan wilayah.

Sehubungan dengan kota Ternate dan sekitarnya adalah merupakan wilayah kepulauan, dimana tingkat populasinya yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, maka tingkat kebutuhan tentang air bersih juga akan semakin meningkat, sehingga data tentang air permukaan maupun air bawah tanah harus diperhatikan yaitu dengan melakukan penyelidikan tentang air bawah tanah atau penyelidikan hidrogeologi dan hidrologi secara lebih detail.

L IVA - 68 L AMPIRAN IV

LAMPIRAN IV – B

SURVEI AIR TANAH

PEMODELAN CEKUNGAN AIR TANAH PEKALONGAN-PEMALANG, PROV. JAWA TENGAH

Keadaan Umum

0 CAT Pekalongan - Pemalang secara geografi terletak pada 109 ’ 18 33 48’ - 109 51 59. 04’ BT dan -

0 6 ’ 47 3 48” - 7 13 33.6” LS, dan secara administrasi mencakup wilayah Kabupaten (Kab.) Batang, Kab. Pekalongan, Kota Pekalongan, sebagian Kab. Tegal dan Kota Tegal, sebagian Kab. Brebes,

serta sebagian Kab. Pemalang. Secara umum, bentang alam di CAT Pekalongan-Pemalang ini dikelompokkan dalam 4 (empat)

satuan morfologi, yaitu dataran, perbukitan bergelombang, puncak gunungapi dan lereng gunungapi. Djuri dkk. (1996) dan Condon W.H. dkk. menjelaskan bahwa kondisi geologi daerah penyelidikan

berkaitan erat dengan sejarah geologinya, di mana adanya genang laut (transgressi) dan susut laut (regressi) selama Kala Oligosen – Pliosen telah membentuk berbagai jenis batuan sedimen padu, yang ditutupi secara tidak selaras oleh batuan gunungapi yang pembentukannya berlangsung sampai Kala Plio-Plistosen.

Secara litostratigrafis, berbagai jenis batuan pembentuk daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan batuan dan dikemukakan dari yang berumur tua sampai muda sebagai berikut Formasi Damar, Anggota Breksi – Formasi Ligung, Endapan Undak, Kipas Aluvium, dan Aluvium.

Hasil pencatatan curah hujan yang dilakukan pada 23 stasiun penakar curah hujan di CAT Pekalongan dan sekitarnya selama kurun waktu 1991 – 1999 menunjukkan bahwa bulan yang relatif kering terjadi pada Juli hingga Oktober dengan curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 60,36 mm dan 86,27 mm, sedangkan bulan basah terjadi antara Desember hingga Maret dengan curah hujan antara 358,72 mm sampai 584,75 mm.

Hasil pencatatan suhu udara rata-rata bulanan selama kurun waktu 1989 sampai 1999 menunjukkan bahwa temperatur rata-rata bulanan di CAT Pekalongan 27,33 0

C, di mana suhu terendahnya 26,65

C, di mana kelembaban udara bulanan berkisar antara 77,50% dan 85,91%, tercatat angka tertinggi pada bulan Februari, sedangkan terendah berlangsung pada Oktober, di mana kelembaban udara rata-rata bulanan lebih kurang 81,44 %.

0 C terjadi pada bulan Februari dan suhu tertinggi terjadi pada Oktober yaitu 27,93 0

Berdasarkan atas kondisi morfologi dan geologi seperti telah dikemukakan sebelumnya, daerah penyelidikan dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) mandala air tanah (groundwater province), yakni mandala air tanah gunungapi strato di bagian selatan dan mandala air tanah dataran di utaranya. Karakteristik hidrogeologi yang penting di daerah ini adalah adanya pergerakan air tanah yang mengalir secara radial dari mandala air tanah gunungapi strato menuju ke arah mandala air tanah dataran, sehingga secara umum produktivitas akuifer akan semakin meninggi ke arah bagian utara daerah penyelidikan.

L AMPIRAN IV L IVB - 1

Pemodelan Air Tanah

Untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan, pemodelan air tanah di CAT Pekalongan - Pemalang dilakukan dengan metoda analisis data primer dan sekunder serta analisis data sekunder yang menyangkut aspek hidrogeologi maupun aspek lingkungan lain yang terkait. Pengukuran dan pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan terhadap berbagai aspek hidrogeologi yang kemudian dievaluasi secara matematis dengan menggunakan program pemodelan air tanah, sehingga akan diperoleh hasil simulasi yang mendekati kondisi alamiahnya. Secara umum diagram alir dalam metoda pemodelan air tanah disajikan sebagai berikut:

Identifikasi Masalah

− Litologi − Stratigrafi − Hidrostratigrafi

Konsep Model

− Hidrologi

Model Matematika

Solusi

Formula Numerik

Analitik

Program Komputer

Verifikasi Tdk

Ya

Desain Model

data lapangan

Kalibrasi

dibandingkan dengan data lapangan

data lapangan

Post Audit

(modifikasi dari: M.P. Anderson and W.W. Woessner, 1992)

L IVB - 2 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN POTENSI CEKUNGAN AIR TANAH DI DAERAH JAYAPURA, PROV. PAPUA

Keadaan umum

Daerah penyelidikan, yakni daerah Jayapura dan sekitamya terletak antara garis 2°15’ dan 3°15’ LS dan 139°45’ dan 141°O0’ BT, meliputi beberapa wilayah administrasi, yaitu Kota Jayapura, Kab. Jayapura, sebagian Kab. Keerom, dan sebagian Kab. Sarmi. Secara keseluruhan, luas daerah

penyelidikan diperhitungkan kurang lebih 20.000 km 2 . Berdasarkan atas keadaan umum bentang alamnya, morfologi daerah penyelidikan dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga) satuan, yaitu satuan morfologi pebukitan, satuan morfologi karst, dan satuan morfologi dataran. Secara umum, bentuk morfologi ini merupakan pencerminan dari kondisi batuan pembentuk daerah ini yang terdiri atas berbagai jenis batuan sedimen, batuan gunung api, dan batuan malihan yang berumur Pra-Tersier sampai Kuarter, yang memiliki resistensi terhadap proses pelapukan dan erosi beragam antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Analisis data iklim dan curah hujan di daerah penyelidikan menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1.497 sampai 2.756 mm, sedangkan evapotranspirasi nyata (Eat) dengan kisaran antara 1.260 sampai 1.354 mm/tahun, dan debit limpasan air permukaan (surface run off) antara 28 sampai 35 mm/tahun.

Hasil penghitungan imbuhan air tanah pada sistem akuifer (meliputi akuifer tertekan dan tidak tertekan) di daerah penyelidikan, berkisar antara 554 - 691 mm/tahun.

Wilayah potensi air tanah

Di daerah penyelidikan, potensi sistem akuifer yang mencakup akuifer tertekan dan tidak tertekan dikelompokkan menjadi tiga wilayah potensi air tanah sebagai berikut

ƒ Wilayah potensi air tanah tinggi Di Wilayah ini, kedalaman sistem akuifer antara 125 - 250 mbmt, nilai permeabilitas sistem akuifer

(K -4 sistem ) rata-rata 6,5x10 cm/dtk, transmissivitas sistem (T sistem ) berkisar antara 33,28 - 41,17 m 2 /hari, dengan kedalaman muka air tanah (MAT) antara 1,5 - 12 mbmt. Hasil penghitungan debit

jenis (Qs) menunjukkan kisaran antara 0,32 - 0,39 I/dtk/m, sedangkan debit optimum sumur (Qopt) berkisar antara 11,2-17,1 l/dtk.

Mutu air tanah umumnya baik untuk digunakan sebagai sumber air baku untuk keperluan air minum.

ƒ Wilayah potensi air tanah sedang Wilayah potensi air tanah ini dicirikan oleh kedalaman sistem akuifer antara 75 - 125 mbmt, nilai

K 2 sistem rata-rata 6,5x10 cm/dtk, T sistem antara 17,48 -28,48 m /hari, dan MAT berkisar antara 12-24 mbmt. Terhitung, Qs antara 0,13 - 0,27 I/dtk/m, sedangkan debit optimum sumur (Qopt) antara

L AMPIRAN IV L IVB - 3

3,09-8,19 l/dtk. Mutu air tanah di wilayah ini umumnya tergolong baik untuk digunakan sebagai sumber air baku

bagi keperluan air minum. ƒ Wilayah potensi air tanah rendah Wilayah potensi air tanah ini, mempunyai kedalaman sistem akuifer antara 20 - 70 mbmt, dengan

nilai Ksistem rata-rata 6,5x10 2 cmldtk, dan T sistem antara 4,80 - 12,69 m /hari, serta MAT antara 24 - 32 mbmt. Terhitung Qs antara 0,05-0,12 I/dtk/m, dan debit optimum sumur (Qopt) 0,14 - 1,63 l/dtk.

Mutu air tanah umumnya tergolong baik untuk digunakan sebagai sumber air baku untuk keperluan air minum.

L IVB - 4 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN POTENSI CEKUNGAN AIR TANAH DI DAERAH PONTIANAK, PROV. KALIMANTAN BARAT

Keadaan umum

Secara geografis, daerah penyelidikan terletak di antara garis 109 o 00' –110 15' BT dan garis 00 00' - 01 o 30' LS, secara administrasi meliputi sebagian Kab. Pontianak, sebagian Kab.Sanggau, sebagian Kab. Ketapang, dan Kota Pontianak, Prov. Kalimantan Barat. Terhitung, luas daerah penyelidikan

kurang lebih 13.400 km 2 , sekitar 85% terdiri atas dataran dengan ketinggian muka tanah kurang dari

50 maml, selebihnya secara setempat-setempat merupakan medan perbukitan dengan ketinggian sekitar 250 – 930 m aml.

Berdasarkan atas keadaan umum bentang alamnya, daerah penyelidikan dikelompokkan menjadi 2 (dua) satuan morfologi, yaitu satuan morfologi dataran dan satuan morfologi perbukitan.

Daerah penyelidikan dibentuk oleh berbagai jenis batuan, yaitu endapan aluvium, batuan beku, dan batuan malihan yang berumur Perem sampai Kuarter. Aluvium berukuran dari lempung sampai kerakal, batuan beku terdiri atas granit dan granodiorit, batuan malihan ini terdiri atas batusabak, batutanduk, filit, sekis, amfibolit, kuarsit, genes, dan migmatit.

Iklim di daerah penyelidikan termasuk iklim tropis basah, dengan curah hujan rata-rata tahunan di daerah penyelidikan berkisar antara 2.500 –3.000 mm (Peta Hujan Indonesia). Hasil pencatatan Stasiun Meteorologi Pontianak, menunjukkan kondisi curah hujan yang tidak jauh berbeda, selama tahun 2001 – 2005 tercatat curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.737 – 3.187 mm, rata-rata berlangsung 192 hari hujan dalam setahun. Bulan kering terjadi pada Februari dan Agustus sedangkan bulan lainnya termasuk bulan basah dan musim pancaroba.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2005, daerah penyelidikan dihuni oleh 155.324 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk adalah 11,6 jiwa/km 2 . Kota Pontianak adalah daerah yang paling

padat penduduknya bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya, dengan luas daerah 107,80 km 2

2 dihuni oleh 487,058 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk, mencapai 4,5 jiwa/km . Kebutuhan air bersih di Kota Pontianak telah diupayakan untuk dipenuhi oleh Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM), yaitu berasal dari sumber air baku di S. Kapuas Kecil yang berkapasitas 1.200 l/detik, namun pasokan air bersih ini dirasakan belum dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan air bersih penduduk, mengingat adanya informasi yang diperoleh dari PDAM bahwa saat ini masih terjadi defisit

sebesar 11.295 m 3 /hari.

Wilayah potensi air tanah

Sistem akuifer (akuifer tertekan dan tidak tertekan) di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) wilayah potensi air tanah (Gambar 7) sebagai berikut:

L AMPIRAN IV L IVB - 5

ƒ Wilayah potensi air tanah tinggi Sebaran wilayah potensi ini cukup luas, yakni menempati di daerah dataran aluvium, dari utara

melampar dan menyempit ke tenggara di lembar peta yang mencakup Kota Pontianak, Teluk Pakedai, Sei Kakap, Sei Raya, Kubu, dan Terentang.

Sistem akuifer ini umumnya dibentuk oleh endapan aluvium bersifat lepas. Kedalaman akuifer berkisar antara 80 – 145 mbmt, kelulusan sistem akuifer (K) antara 0,2 – 0,9 m 2 /det, keterusan

sistem akuifer (T) antara 53 – 95 m 2 /hari. Kuantitas air tanah ditunjukkan oleh kedudukan muka air tanah (MAT) antara 0 – 9 mbmt, sumur yang dibuat dengan menyadap sistem akuifer tersebut

dapat menghasilkan debit jenis (Qs) antara 0,20 – 0,80 l/dtk/m, dengan debit optimum (Qopt) antara 11,5 – 31 l/dtk.

Secara umum, mutu air tanah di wilayah ini tergolong baik dan layak untuk air minum. ƒ Wilayah potensi air tanah sedang Sebaran wilayah potensi airtanah sedang ini tergolong cukup luas, yaknii menempati daerah

dataran aluvium di bagian tengah daerah penyelidikan yang menyebar dari arah utara ke tenggara, mencakup sebagian daerah Pontianak, sebagian Terentang, dan daerah Sungai mata- mata.

Sistem akuifer ini umumnya dibentuk oleh material lepas sampai agak padu dari endapan aluvium. Kedalaman sistem akuifer ini berkisar antara 60 – 120 mbmt, dengan kelulusan sistem

akuifer (K) 39.10 2 – 6,9.10 m /det, keterusan sistem akuifer (T) antara 35 – 52 m /hari. Kuantitas air tanah ditunjukkan oleh kedudukan muka air tanah (MAT) dengan kisaran antara 1,2

– 16 mbmt, serta sumur yang dibuat dengan menyadap sistem akuifer tersebut secara keseluruhan dapat menghasilkan debit jenis (Qs) antara 0,33 – 0,50 l/dtk/m, dengan debit optimum (Qopt) yang diperoleh antara 1,7 – 8,2 l/dtk.

Mutu air tanah tergolong baik dan layak sebagai air baku bagi keperluan air minum • Wilayah Potensi Air Tanah Rendah Pelamparan dari wilayah potensi air tanah rendah ini tergolong cukup luas, yakni menempati

daerah dataran atau relatif datar yang dibentuk oleh berbagai jenis material lepas sampai agak padu dari aluvium di bagian timur daerah penyelidikan, yang menyebar dari arah utara ke bagian selatan, mencakup sebagian daerah di wilayah Kab. Sanggau, sebagian wilayah Kab. Ketapang, Baganasan, Batu barat, Sedahan, Melingsum, dan Siduk.

Sistem akuifer ini umumnya dibentuk oleh endapan aluvium bersifat lepas. Kedalaman akuifer

berkisar antara 50 – 100 mbmt, kelulusan sistem akuifer (K) antara 28.10 2 – 4,6.10 m /det, keterusan sistem akuifer (T) antara 7 - 13,7 m 2 /hari. Kuantitas air tanah ditunjukkan oleh

-2 -1

kedudukan muka air tanah (MAT) antara 7 – 25 mbmt, sumur yang dibuat dengan menyadap sistem akuifer tersebut dapat menghasilkan debit jenis (Qs) dengan kisaran antara 0,08 – 0,13 l/dtk/m, dengan debit optimum (Qopt) 0,62 – 1,8 l/dtk.

Secara umum, mutu air tanah dapat digolongkan baik dan layak untuk air minum.

L IVB - 6 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN POTENSI CEKUNGAN AIR TANAH DI DAERAH PADANG, PROV. SUMATERA BARAT

Keadaan umum

Secara administratif, daerah penyelidikan termasuk dalam wilayah Kota Padang, Kota Padangpanjang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kab. Tanahdatar, serta sebagian dari beberapa wilayah Kab./Kota yaitu Kab. Padangpariaman, Kab. Agam, Kota Bukittinggi, Kab. Limapuluhkota, Kab. Solok, Kab. Sawahlunto, dan Kab. Pesisir Selatan. Secara geografis terletak diantara garis

00 o 00’ - 1 15’ LS dan 99 45’ - 101 00’. Berdasarkan atas keadaan umum bentang alamnya, daerah penyelidikan dikelompokkan menjadi 2

oo

(dua) satuan morfologi, yaitu morfologi dataran dengan ketinggian rata-rata kurang dari 10 maml di daerah pantai dan antara 160 – 927 maml di daerah dataran antar gunung, sedangkan morfologi perbukitan menempati ketinggian beragam dengan puncak tertinggi G. Marapi (2.891 maml). Secara umum, batuan berumur Kuarter yang berada di daerah ini, terdiri atas endapan aluvium dan batuan gunung api merupakan litologi akuifer utama, sedangkan kelompok batuan lainnya yang berumur Tersier dan Pratersier, terutama granit, filit, batusabak, graywacke, batupasir, serpih, dan breksi umumnya tergolong sebagai nonakuifer.

Curah hujan rata-rata tahunan di daerah ini beragam dengan kisaran yang relatif besar, yaitu antara 1.500 sampai 4.500 mm, dengan curahan hujan yang tergolong tinggi berlangsung di sekitar puncak gunung dan perbukitan. Tercatat suhu udara rata-rata yang berlangsung di daerah pemetaan adalah

26,1 – 27,5 0 C. Sebagian besar lahan di daerah penyelidikan merupakan hutan dan lahan terbuka. Tercatat,

sebagian kawasan hutan di daerah penyelidikan merupakan hutan lindung yang umumnya melampar di sekitar puncak dan lereng atas gunung api atau medan perbukitan. Lahan terbuka dijumpai dalam bentuk padang rumput, area pertanian, semak-belukar, lahan kritis, dan setempat berupa waduk/danau. Hanya sekitar 5 % dari luas total daerah penyelidikan yang telah dimanfaatkan untuk daerah permukiman, dengan berbagai sarana dan prasarananya yang umumnya terdapat pada ibukota provinsi dan ibukota kabupaten.

Mengacu pada data kependudukan tahun 2004 dari BPS Prov. Sumatera Barat, dapat diketahui bahwa lebih dari 3,65 juta jiwa tinggal di daerah penyelidikan, tercatat jumlah penduduk terbanyak berada di wilayah Kota Padang yang mencapai 784.740 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk

1.129 jiwa/km 2 , sedangkan wilayah Kota Padangpanjang memiliki jumlah penduduk paling sedikit di daerah ini, yaitu tercatat 44.699 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 1.943 jiwa/km 2 .

Sementara itu, wilayah administrasi dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Bukittinggi, yaitu mencapai 3.972 jiwa/km 2 , dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah ini

100.254 jiwa.

L AMPIRAN IV L IVB - 7

Wilayah potensi air tanah

Sistem akuifer di daerah penyelidikan, baik sistem akuifer tertekan maupun tidak tertekan dapat dikelompokkan menjadi beberapa wilayah potensi air tanah dengan karakteristik hidrogeologinya yang khas, dikemukakan sebagai berikut:

− Wilayah potensi air tanah tinggi Wilayah potensi air tanah ini melampar di bagian kaki gunungapi, yaitu pada daerah relatif

datar di bagian pantai, meliputi wilayah Kota Padang. Sistem akuifer di daerah ini menunjukkan kedalaman dasar berkisar 150 - 200 mbmt, kelulusan (k sistem akuifer) 0,1 - 1

m/hari, keterusan sistem akuifer 40 - 150 m2/hari, muka air tanah beragam dengan kisaran 4 - 13 mbmt, debit jenis (Qs) 0,4 - 1 l/detik/m, dan debit optimum (Qopt) 11 - 15 l/detik. Mutu air tanah umumnya baik untuk keperluan air minum.

− Wilayah potensi air tanah sedang Satuan ini melampar luas di daerah penyelidikan, terutama menempati bagian lereng dan

kaki gunungapi. Secara umum, kedalaman sistem akuifer berkisar antara 90 sampai 150 mbmt, kelulusan (k sistem akuifer) 0,1–0,2 m/hari, keterusan sistem akuifer 10–30 m2/hari,

muka air tanah antara 1 – 14 mbmt, debit jenis (Qs) 0,1 – 0,3 l/detik/m, dan debit optimum (Qopt) 2–8 l/detik. Mutu air tanah umumnya tergolong baik untuk keperluan air minum.

− Wilayah potensi air tanah rendah Satuan ini melampar luas di daerah penyelidikan, dengan sebaran berada di bagian lereng

atas dan puncak gunungapi, serta medan perbukitan bergelombang yang relatif landai atau memiliki kemiringan umum lerengnya kecil.

Di daerah penyelidikan, kedalaman dasar dari sistem akuifer ini beragam antara satu tempat dengan tempat lainnya dengan kisaran antara 50 – 100 mbmt, kelulusan (k sistem akuifer) antara 0,05 sampai 0,1 m/hari. Keterusan sistem akuifer berkisar antara 2 sampai 10

m2/hari, dengan kedududkan muka air tanah beragam dalam kisaran yang cukup besar namun umumnya antara 5 sampai 20 mbmt. Terhitung, debit jenis (Qs) sumur berkisar antara 0,02 sampai 0,05 l/detik/m, sedangkan debit optimum (Qopt) sumur 1 – 2 l/detik. Secara umum, mutu air tanah tergolong baik untuk digunakan sebagai sumber air baku bagi keperluan air minum.

L IVB - 8 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN KONSERVASI AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH KARANGANYAR-BOYOLALI, PROVINSI JAWA TENGAH

Cekungan Air Tanah (CAT) Karanganyar-Boyolali secara administratif termasuk dalam Kabupaten (Kab.) Klaten, Kab. Boyolali, Kota Surakarta, Kab. Sukoharjo, Kab. Karanganyar, Kab. Sragen, Kab. Wonogiri, dan Kab. Semarang, sedangkan secara geografis terletak pada sistem koordinat UTM (WGS 84) Zona

49, garis 91 25 800-91 91 200 m Selatan-Utara dan 4 38 700-5 23 500 m Barat-Timur, dengan luas sekitar 3.877 km².

Morfologi cekungan ini dipisahkan menjadi daerah dataran, kaki gunung api, tubuh gunung api, puncak gunung api dan daerah perbukitan bergelombang lemah. Daerah dataran menempati bagian tengah cekungan mendekati Kali (K) Bengawan Solo, daerah kaki gunung api menempati sebagian besar wilayah cekungan, terletak di bagian tengah dari bagian barat dan bagian timur cekungan, daerah tubuh gunung api menempati daerah diantara kaki dan puncak gunung api, daerah puncak gunung api menempati daerah di sekitar puncak Gunung (G) Merapi, G. Merbabu dan G. Lawu, sedangkan daerah perbukitan bergelombang lemah menempati bagian barat cekungan sebelah tenggara dekat dengan K. Dengkeng.

Litologi yang menutupi daerah dataran berupa endapan aluvium yang terdiri atas kerakal, pasir, lanau, dan lumpur dari endapan K. Bengawan Solo, daerah kaki gunung api di bagian barat cekungan ditutupi endapan dari gunung api berupa batuan yang berasal dari Formasi (F) Notopuro dan F. Kabuh, sedangkan di daerah bagian timur cekungan berupa batuan Gunung api Lawu. Tubuh gunung api ditutupi endapan volkanik yang terdiri atas breksi, lava, lahar, tufa, tufa batu apung, dan batu pasir, sedangkan puncak gunung api ditutupi oleh batuan volkanik tua dan muda dari hasil Gunung api Merapi dan Merbabu di bagian barat cekungan dan Gunung api Lawu di bagian timur. Daerah perbukitan bergelombang lemah ditutupi batuan malihan, F. Gamping, dan F. Wonosari.

Berdasarkan sifat fisik batuan pembentuk akuifer, akuifer di cekungan ini dibagi menjadi 2 sistem akuifer yaitu sistem akuifer tidak tertekan dan sistem akuifer tertekan. Kedudukan sistem akuifer tidak tertekan umumnya kurang dari 30 m bmt, sedangkan sistem akuifer tertekan antara 30-185 m bmt.

Jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di cekungan ini berdasarkan hasil penghitungan imbuhan air tanah adalah sebesar 2910 juta m³/tahun, sedangkan pada sistem akuifer tertekan yang dihitung berdasarkan jumlah aliran air tanah wajar adalah sebesar 256,29 juta m³/tahun.

Penduduk di wilayah cekungan ini pada tahun 2006 diperkirakan berjumlah 5,4 juta jiwa, dengan asumsi kebutuhan air bersih setiap jiwa 100 l/hari maka jumlah kebutuhan air bersih untuk keperluan air minum dan rumah tangga adalah 196,3 juta m³/tahun, 80% kebutuhan tersebut (157,0 juta m³/tahun) dipenuhi dengan memanfaatkan air tanah.

Pemanfaatan air tanah pada sistem akuifer tertekan untuk keperluan air minum dan rumah tangga, pertanian, industri, serta usaha komersial lainnya pada tahun 2005 melalui 1239 sumur bor terhitung sebesar 154,9 juta m³. Dari jumlah tersebut, khususnya yang dimanfaatkan oleh kegiatan industri dan

L AMPIRAN IV L IVB - 9 L AMPIRAN IV L IVB - 9

Kondisi air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan selama 1999-2006 mengalami perubahan, yaitu sebagai berikut :

Kedudukan muka air tanah umumnya mengalami kenaikan, yaitu terjadi di wilayah Kab. Klaten (0,05- 1,99 m/tahun), Kab. Boyolali (0,19-0,26 m/tahun), Kota Surakarta (0,09-0,14 m/tahun), Kab. Sukoharjo (0,01-0,19 m/tahun), dan Kab. Karanganyar (0,06 m/tahun). Kenaikan tersebut disebabkan pada saat pengukuran masih terjadi hujan dengan curah cukup tinggi. Kedudukan muka air tanah yang terukur pada Mei – Juni 2006 berkisar antara 0,50-22,80 m bmt.

Kualitas air tanah umumnya mengalami penurunan ditandai dengan adanya kenaikan kegaraman/DHL air tanah, yaitu terjadi di wilayah Kab. Klaten (0,86-62,28 μs/cm/tahun), Kab. Boyolali (3,57-41,14 μs/cm/tahun), Kota Surakarta (9,43-14,28 μs/cm/tahun), Kab. Sukoharjo (1,29- 1,43 μs/cm/tahun), dan Kab. Karanganyar (2,00 μs/cm/tahun). DHL air tanah yang terukur pada Mei – Juni 2006 berkisar antara 266-2250 μs/cm.

Peningkatan pemanfaatan air tanah selama 1991-2006 khususnya pada sistem akuifer tertekan telah menimbulkan perubahan terhadap kondisi air tanah, yaitu sebagai berikut :

Penurunan kedudukan muka air tanah terjadi di bagian barat cekungan, yaitu meliputi wilayah Kab. Klaten (0,01-0,15 m/tahun), Kab. Boyolali (0,07-0,17 m/tahun), Kab. Sukoharjo (0,36-1,67 m/tahun), Kab. Karanganyar (0,12 m/tahun), dan Kab. Sragen (0,09-0,13 m/tahun). Sedangkan di bagian timur terjadi di wilayah Kab. Sukoharjo (0,36 m/tahun) dan Kab. Sragen (0,21-0,40 m/tahun). Kedudukan muka air tanah yang terukur pada Mei – Juni 2006 berkisar antara 0,13 – 107,00 m bmt.

Penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan adanya kenaikan kegaraman/DHL air tanah, yaitu terjadi di bagian barat cekungan meliputi Kab. Klaten (0,2-1,2 μs/cm/tahun), Kab. Boyolali (0,7-6,9 μs/cm/tahun), Kota Surakarta (9,3 μs/cm/tahun), Kab. Karanganyar (3,5 μs/cm/tahun), dan Kab. Sragen (0,2-5,0 μs/cm/tahun). DHL air tanah yang terukur pada Mei – Juni 2006 berkisar antara 331- 782 μs/cm.

Kondisi air tanah saat ini dibandingkan dengan kondisi alamiahnya telah terjadi penurunan, sehingga di cekungan ini telah terjadi daerah dengan katagori kerusakan air tanahnya rawan, kritis, dan rusak. Untuk menghindari, mengurangi, dan memulihkan kerusakan air tanah tersebut, maka perlu dilakukan upaya konservasi air tanah dengan cara melakukan pengaturan dan pembatasan pemanfaatan air tanah sesuai dengan tingkat kerusakannya.

Pengaturan dan pembatasan pemanfaatan air tanah pada setiap sistem akuifer di CAT Karanganyar- Boyolali meliputi pengaturan: batasan kedalaman penyadapan air tanah, jumlah maksimum pemanfaatan air tanah, peruntukan pemanfaatan air tanah dan rancang bangun kontruksi sumur. Pengaturan dan pembatasan pemanfaatan air tanah berikut upaya konservasi air tanah dituangkan dalam bentuk Peta Konservasi Air Tanah skala 1:100.000.

L IVB - 10 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN KONSERVASI AIR TANAH DI DAERAH PASURUAN, PROV. JAWA TIMUR

Keadaan Umum

Lokasi penyelidikan secara geografis meliputi wilayah di o dalam batas garis 112 34’22.15" dan 11

05’11.14" BT serta garis lintang -7 o 56’39.06" dan -7 31’55.70" LS dan secara administratif termasuk wilayah Kab. Pasuruan dan Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Luas daerah penyelidikan lebih

kurang 1.596 Km 2 . Morfologi cekungan ini mencerminkan susunan bentang alam yang berupa dataran rendah, dataran tinggi pebukitan bergelombang, dan kerucut gunung api. Tataan geologi di daerah survey ditutupi oleh batuan sedimen dari Formasi (F.) Kabuh, F. Jombang, dan

F. Welang; Batuan Gunungapi Tua dari G. Gendis, G. Tengger, G. Arjuna, G. Welirang, dan G. Penggungan; Batuan Gunungapi Muda dari G. Tengger, G. Bromo; dan Endapan Aluvium.

Tataan air tanah daerah ini umumnya mempunyai sistem akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir atau celahan dan ruang antar butir, serta produktivitas akuifer tinggi dengan penyebaran luas, keterusan tinggi, debit lebih dari 5 l/dtk.

Jumlah Ketersediaan dan Pemanfaatan Air Tanah

Jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di cekungan ini berdasarkan hasil penghitungan imbuhan air tanah adalah sebesar 2.910 juta m³/tahun, sedangkan pada sistem akuifer tertekan yang dihitung berdasarkan jumlah aliran air tanah wajar adalah sebesar 43,0 x 10 juta m³/tahun.

Pemanfaatan air tanah pada sistem akuifer tertekan untuk keperluan air minum dan rumah tangga, pertanian, industri, serta usaha komersial lainnya pada tahun 2005 melalui 821 sumur bor terhitung sebesar 53.131.560 m³. Dari jumlah tersebut, khususnya yang dimanfaatkan oleh kegiatan industri dan usaha komersial lainnya dengan perkembangan jumlah sumur bor 52,9 % per tahun dan jumlah pengambilan air tanah meningkat 32,56 % per tahun. Pengambilan air tanah intensif terjadi di Kec. Pandaan sebesar 365.927 m 3 per bulan dari 87 sumur bor,

Kec. Gempol sebesar 253.109 m 3 per bulan dari 105 sumur bor, Kec. Beji 175.863 m per bulan dari 72 sumur bor, Prigen 147.859 m 3 per bulan dari 34 sumur bor.

Perkembangan Kondisi Air Tanah.

Kondisi air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan selama 1987-2006 mengalami perubahan, yaitu sebagai berikut:

Kedudukan muka air tanah umumnya mengalami penurunan, yaitu terjadi di wilayah dataran Pasuruan 1,15-6,76 m/tahun , atau 0,05-35,68 cm/tahun disebabkan terjadinya peningkatan pemanfaatan air tanah

selama 1987-2006 khususnya pada sistem akuifer tertekan yaitu 23.032.837,6 m 3 . Kondisi air tanah saat ini dibandingkan dengan kondisi alamiahnya telah terjadi penurunan, sehingga di cekungan ini telah

terjadi daerah dengan katagori kerusakan air tanahnya rawan, kritis, dan rusak. Untuk menghindari,

L AMPIRAN IV L IVB - 11 L AMPIRAN IV L IVB - 11

Pengaturan dan pembatasan pemanfaatan air tanah pada setiap sistem akuifer di CAT Pasuruan meliputi pengaturan: batasan kedalaman penyadapan air tanah, jumlah maksimum pemanfaatan air tanah, peruntukan pemanfaatan air tanah dan rancangbangun kontruksi sumur. Pengaturan dan pembatasan pemanfaatan air tanah berikut upaya konservasi air tanah dituangkan dalam bentuk Peta Konservasi Air Tanah skala 1:100.000.

L IVB - 12 L AMPIRAN IV

PENYELIDIKAN DAERAH IMBUHAN DAN LEPASAN AIR TANAH DI PROV. SUMATERA UTARA

Keadaan umum

Daerah pemetaan termasuk dalam wilayah Prov. Sumatera Utara, mencakup 12 wilayah kabupaten dan 6 kota, yaitu Kab. Langkat, Kab. Karo, Kab. Deliserdang, Kab. Dairi, Kab. Simalungun, Kab. Asahan, Kab. Tobasamosir, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Tapanuli tengah, Kab. Labuhan Batu, Kab. Tapanuli Selatan, dan Kab. Mandailing Natal, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai, Kota Pematangsiantar, Kota Tebingtinggi, Kota Medan, dan Kota Binjai, dengan luas mencapai + 106.262,9

0 0 0 km². Secara geografis daerah ini terletak di antara garis 97 0 5 ′- 100 30 ′ BT dan 0 45 ′ LS - 4 20 ′ LU. Curah hujan rata-rata tahunan di bagian tengah - timur Sumatera Utara, yakni dari Pematangsiantar

sampai daerah pantai di Tanjungbalai berkisar antara 3.000 mm – 1.500 mm, di bagian tengah Sumatera Utara yakni di sekitar Danau Toba dan sepanjang perbukitan berkisar 1.500 – 2.500 mm, sedangkan di bagian tengah - barat Sumatera Utara yakni dari daerah Danau Toba sampai daerah pantai di Tanjung Sibolga berkisar antara 1500 mm – 4.500 mm (Peta Hujan Indonesia, Vol. II, LMG, Jakarta, 1973).

Morfologi Sumatera Utara bagian barat dan bagian timur hingga ke pantainya merupakan daerah relatif datar sampai bergelombang yang umumnya dibentuk oleh endapan aluvium sungai, endapan rawa, endapan pantai, dan sedimen berumur Kuarter. Setempat-setempat terdapat berbagai jenis batuan berumur Kuarter Tua, Tersier dan Pratersier yang membentuk medan pebukitan bergelombang. Morfologi Sumatera Utara bagian tengah merupakan daerah pebukitan sampai bergelombang yang membentuk deretan gunung api Bukit Barisan yang disusun oleh batuan gunungapi berupa breksi, lava, dan batuan piroklastik bersifat agak padu sampai padu, berumur Tersier hingga Kuarter. Setempat dijumpai batuan terobosan dan batuan sedimen Pratersier yang sebagian telah terubah menjadi batuan malihan/metamorf.

Menurut Sukrisna A. dan Saiful R., (2004), di Prov. Sumatera Utara teridentifikasi adanya 17 cekungan air tanah (CAT) yang umumnya tergolong potensial sebagai berikut:

• Cekungan air tanah yang secara utuh berada dalam satu wilayah kabupaten, terdiri atas 11 (sebelas) cekungan air tanah, yaitu:

− CAT Samosir di Kab. Tobasamosir. − CAT Tarutung di Kab. Tapanuli. − CAT Kutacane di Kab. Karo. − CAT Onolimbu, CAT Lahiwa, dan CAT Sirombu berada di Kab. Nias. − CAT Kuala Batangtoru, CAT Banjarampa, CAT Panyambungan, CAT Pasaribuhuan, CAT

Padangsidempuan di Kab. Tapanuli Selatan.

L AMPIRAN IV L IVB - 13

• Cekungan air tanah lintas batas kabupaten/kota, terdiri atas 3 (tiga) cekungan air tanah yakni: − CAT Medan berada di Kab. Langkat dan Kota Medan. − CAT Sidikalang berada di Kab. Sidikalang dan Tapanuli Utara. − CAT Porsea – Prapat berada di Kab. Tobasamosir dan Kab. Simalungun.

• Cekungan air tanah lintas batas provinsi, terdiri atas 3 (tiga) cekungan air tanah yakni: − CAT Natal – Ujunggading, berada di Prov. Sumatera Utara dan Prov. Sumatera Barat. − CAT Pekanbaru berada di Prov. Sumatera Utara dan Prov. Riau. − CAT Cibulussalam berada di Prov. Sumut dan Prov. Nanggroe Aceh Darussalam.

b. Sebaran Daerah Imbuhan dan Lepasan Air Tanah

Sebaran daerah imbuhan dan lepasan air tanah di daerah Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, sebagai berikut:

Sebaran daerah imbuhan dan lepasan air tanah dataran - perbukitan

Sebaran daerah imbuhan dan lepasan air tanah tipe ini terdapat di hampir semua CAT Sumatera Utara yang merupakan daerah dataran sampai perbukitan. Daerah dataran ditutupi oleh material lepas berupa aluvium yang terdiri atas aluvium pantai, aluvium sungai, dan aluvium danau. Daerah perbukitan ditutupi batuan agak padu dari batuan gunung api muda yang didominasi oleh Tuf Toba, serta sebagian singkapan batuan sedimen dan malihan berumur Tersier - Pratersier yang karena kondisi struktor geologinya dapat bertindak sebagai daerah imbuhan dan lepasan air tanah.

Daerah dataran sampai perbukitan merupakan daerah imbuhan dan lepasan untuk akuifer tidak tertekan, karena daerah imbuhan air tanah tidak tertekan akan berimpit dengan daerah lepasannya. Untuk akuifer tertekan daerah perbukitan umumnya merupakan daerah imbuhan air tanah, serta daerah dataran merupakan daerah lepasannya.

Sebaran daerah imbuhan dan lepasan air tanah di daerah karst

Sebaran daerah imbuhan air tanah terdapat pada daerah batu gamping, air tanah pada akuifer karst daerah batu gamping digolongkan sebagai akuifer tidak tertekan. Sesuai dengan kaidah hidrogeologi untuk air tanah tidak tertekan maka daerah imbuhannya juga bertindak sebagai daerah lepasan air tanah. Daerah imbuhan tipe ini terdapat di Kab. Nias, yaitu CAT Onolimbu, CAT Lahiwa, dan CAT Sirombu.

Mengacu kepada kriteria daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah serta tipe sebaran daerah imbuhan air tanah seperti tersebut, dapat diidentifikasi batas daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah pada 17 (tujuh belas) cekungan air tanah di Prov. Sumatera Utara. Selanjutnya, rincian tentang luas, daerah imbuhan dan lepasan air tanah pada masing-masing cekungan air tanah disajikan dalam tabel di bawah.

L IVB - 14 L AMPIRAN IV

Tabel 1

Rincian Luas Daerah Imbuhan dan Lepasan Air Tanah di Provinsi Sumatera Utara LUAS DAERAH

NO. (km²)