Evaluasi Penggunaan Lemak Terproteksi Terhadap Parameter Fermentasi Rumen, Profil Asam Lemak Digesta Duodenum dan Profil Asam

Penelitian II. Evaluasi Penggunaan Lemak Terproteksi Terhadap Parameter Fermentasi Rumen, Profil Asam Lemak Digesta Duodenum dan Profil Asam

Lemak Plasma Darah

Parameter fermentasi rumen

Nilai pH . Rerata nilai pH cairan rumen antara sapi ketika mendapat suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dan tidak mendapat suplementasi (kontrol) dapat dilihat pada Gambar 4.

perlakuan pH 6.4

Jam pengambilan sampel

Gambar 4. Rerata nilai pH cairan rumen sapi perlakuan ketika mendapat suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dan ketika tidak mendapat suplementasi lemak terproteksi (kontrol)

Dari Gambar 4 terlihat bahwa ketika sapi mendapat suplementasi lemak terproteksi dan ketika tidak mendapat suplementasi, mempunyai kisaran nilai pH yang normal karena nilai pH normal rumen berada pada kisaran antara 6 – 7 (Ørskov dan Ryle, 1990). Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa pemberian lemak terproteksi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai pH rumen. Hal ini bisa diartikan bahwa pemberian suplementasi sebanyak 20% dari konsentrat tidak memberikan pengaruh terhadap lingkungan kerja mikrobia rumen sehingga diharapkan tidak akan mengganggu kinerja mikrobia rumen dalam mendegradasi pakan yang dikonsumsinya.

Kondisi pH yang stabil perlu dijaga karena pH dapat mempengaruhi karakteristik fermentasi dalam rumen. Populasi mikrobia rumen yang dinamis sangat dipengaruhi oleh nilai pH cairan rumen dan pakan yang didegradasi dalam rumen (Owen,1987). Perbedaan ternak dalam memproduksi saliva akan mempengaruhi tipe fermentasi karena lingkungan rumen akan mempengaruhi

fermentasi seperti asam laktat dan NH 3 . Perubahan yang cepat dan signifikan dari pH rumen akan sangat mempengaruhi mikrobia rumen dan juga ternak inangnya. Hasil penelitian sebelumnya (Rahmadi, 2003, Ungerfield et al ., 2005, Toral et al ., 2010) melaporkan bahwa suplementasi minyak dalam pakan tidak mempengaruhi pH rumen secara nyata. Demikian juga dengan penelitian Gudla et al . (2012), penambahan minyak secara in vitro tidak mempengaruhi pH cairan rumen. Untuk data lengkap pH bisa dilihat di Lampiran 23.

Amonia . Amonia (NH 3 ) cairan rumen saat sapi mendapat perlakuan (suplementasi lemak terproteksi) dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 5. Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa perlakuan lemak terproteksi tidak memberikan perbedaan terhadap kadar amonia. Degradasi protein saat sapi mendapat perlakuan dan kontrol diperkirakan mempunyai laju yang tidak berbeda nyata

sehingga produksi NH 3 juga memberikan perbedaan yang tidak nyata pada semua jam pengambilan. Amonia merupakan hasil degradasi protein di dalam rumen, semakin banyak protein yang terdegradasi, semakin tinggi jumlah NH 3 di dalam cairan rumen. Pada Gambar 5 terlihat bahwa puncak produksi NH 3 terjadi pada pengambilan sampel 2 jam setelah pemberian pakan (33,34 mg/100ml) dan setelah itu menurun dengan pola yang sama antara sapi saat diberi suplementasi

lemak terproteksi dan saat tidak diberi suplementasi. Kadar NH 3 pada 4 jam sesudah makan sampai 6 jam sesudah makan memberikan hasil yang hampir

NH3 (mg/ 15.00 kontrol 10.00

Kadar 5.00 0.00

Jam pengambilan sampel

Gambar 5. Kinetika kadar NH 3 cairan rumen pada sapi saat diberi suplementasi

lemak terproteksi (perlakuan) dan saat tidak diberi suplementasi lemak terproteksi (kontrol) (mg/100 ml)

sama. Perbedaan jam pengambilan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap produksi NH 3 baik pada sapi perlakuan maupun kontrol. Penelitian Madison-Anderson et al . (1997) yang menggunakan minyak kedelai memberikan hasil yang tidak nyata terhadap kadar amonia dalam rumen. Rodriguez et al . (1997) menyatakan bahwa pemberian pakan protein terproteksi akan

menurunkan konsentrasi NH 3 rumen. Hasil penelitian Doreau et al. (1991) menunjukkan bahwa suplementasi minyak dalam pakan menurunkan produksi NH 3 rumen. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Weigel et al . (1997) yang menggunakan lemak dikombinasi dengan protein dengan level yang meningkat, dengan meningkatnya protein akan meningkatkan kadar NH 3 cairan rumen.

Untuk data lengkap NH 3 bisa dilihat di Lampiran 24.

VFA . Kinetika kadar VFA cairan rumen pada sapi saat tidak disuplementasi lemak terproteksi (kontrol) dan sapi saat disuplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dapat dilihat pada Gambar 6, 7, 8 dan 9. Data lengkap

Rerata rasio asetat:propionat pada saat pakan sapi tanpa suplementasi adalah 3,2 sedangkan pada saat pakan sapi ditambah suplementasi lemak terproteksi adalah 3,1. Walaupun rasio asetat:propionat terlihat lebih kecil pada ternak yang disuplementasi lemak, tetapi penambahan lemak hanya mempunyai efek yang kecil terhadap rasio asetat:propionat (Ameny et al ., 1995). Penelitian menggunakan fermentasi yang kontinyu dari Gudla et al . (2012) memberikan hasil bahwa penambahan minyak tidak mempengaruhi mikrobia rumen ( Butiryvibrio fibrisolvens dan Anaerovibrio lipolytica ) tetapi mikrobia tersebut lebih dipengaruhi oleh level hijauan dalam ransum.

Dari Gambar 7 terlihat bahwa kadar propionat pada sapi saat tidak mendapat suplementasi lemak terproteksi (kontrol) dan saat sapi mendapat suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) mempunyai pola yang mirip. Walaupun pada sapi perlakuan mempunyai kecenderungan kadar propionat yang lebih rendah, tetapi kadar propionat tersebut tidak nyata secara statistik.

(mmol/ml) 10.000 8.000 6.000

perlakuan 4.000 kontrol

Kadar asetat 2.000 0.000

Jam pengambilan sampel

Gambar 6. Kinetika kadar asam asetat sapi saat diberi suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dan saat tidak diberi suplementasi lemak terproteksi (kontrol) (mmol/ml)

7.000 l) 6.000

l/m mo 5.000

(m 4.000

at ion

perlakuan p 3.000 kontrol 2.000

Jam pengambilan sampel

Gambar 7. Kinetika kadar asam propionat sapi saat diberi suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dan saat tidak diberi suplementasi lemak terproteksi (kontrol) (mmol/ml)

Kadar butirat yang tersaji pada Gambar 8, terlihat bahwa kadar butirat pada saat sapi kontrol mempunyai pola produksi yang tidak beraturan. Kadar

(mmol/ml)

6.000 perlakuan

4.000 kontrol

Kadar butirat 2.000

Jam pengambilan sampel

Gambar 8. Kinetika kadar asam butirat sapi saat diberi suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dan saat tidak diberi suplementasi lemak terproteksi (kontrol) (mmol/ml)

Total VFA tidak memberikan hasil yang berbeda nyata antara sapi perlakuan dan sapi kontrol. Hal ini sudah bisa diprediksi dari kadar asam asetat, asam propionat dan asam butirat yang juga tidak memberikan perbedaan yang nyata meskipun ada kecenderungan lebih tinggi pada sapi kontrol.

VFA total (mmol/ml) 10.00

Jam pengambilan sampel

Gambar 9. Kinetika total VFA sapi saat diberi suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dan saat tidak diberi suplementasi lemak terproteksi (kontrol) (mmol/ml)

Penambahan lemak terproteksi pada pakan sapi pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan produk fermentasi di dalam rumen. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran pH, NH 3 dan juga VFA yang tidak berbeda nyata dan secara grafik mempunyai tren yang mirip pada kedua perlakuan. Suplementasi lemak terproteksi tidak menurunkan aktivitas atau kemampuan mikrobia rumen mendegradasi substrat karbohidrat. Penelitian Rahmadi (2003) yang menggunakan lemak dan protein terproteksi tidak mempengaruhi produksi asam lemak volatile dalam rumen. Hal yang sama terjadi pada penelitian Kowalski (1997) yang menggunakan sabun kalsium dari asam lemak rapeseed, Onetti et al . (2001) yang menggunakan tallow dan choice white grease, dan Scroeder et al . (2004) yang mereview penambahan lemak dalam ransum , melaporkan bahwa suplementasi lemak tidak mempengaruhi pH rumen dan total VFA.

Profil asam lemak digesta duodenum

Profil asam lemak digesta duodenum pada saat sapi perlakuan (P) dan kontrol (K) dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Profil asam lemak digesta duodenum pada 1 jam sebelum makan dan

1,3,5 jam setelah makan pada sapi saat diberi suplementasi lemak terproteksi (perlakuan) dan sapi saat tidak mendapat suplementasi lemak terproteksi

(kontrol) (% relatif)

Jam pengambilan sampel Asam

J+1 J+3 J+5 lemak

Jumlah

J-1

atom C KP KP KP K P Kaprat 10:0 0,64

0,49 0,57 0,63 0,19 Keterangan: K= kontrol (sapi saat tidak mendapat suplementasi lemak terproteksi

dalam ransumnya) P= perlakuan (sapi saat mendapat suplementasi lemak terproteksi

dalam ransumnya)

Tidak ada perbedaan yang nyata antara asam lemak digesta duodenum pada 1 jam sebelum makan (J-1) pada perlakuan dan kontrol seperti terlihat pada Tabel 12. Total asam lemak tidak jenuh pada sapi perlakuan 7,1% lebih rendah dibanding pada sapi kontrol (12,1 vs. 11,2%). Peningkatan terbesar pada kelompok sapi perlakuan terjadi pada asam lemak palmitat yaitu sebesar 51,9% (16,6% pada sapi kontrol dan 25,3% pada perlakuan). Hal ini karena pada sapi perlakuan pada pakannya ada tambahan lemak terproteksi yang berupa minyak sawit mentah yang mempunyai kandungan asam lemak palmitat cukup tinggi.

Peningkatan terbesar kedua terjadi pada asam lemak linoleat yaitu sebesar 25,9% (2,5% pada kontrol dan 3,2% pada perlakuan), sedangkan penurunan kadar asam lemak yang terbesar terjadi pada asam lemak kaprat (C 10:0 ) yaitu sebesar 78,3% (0,6% pada kontrol dan 0,1% pada perlakuan).

Pada 1 jam sesudah makan mulai ada perbedaan antara sapi perlakuan dan kontrol. Total asam lemak tidak jenuh 1 jam sesudah makan sapi perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada saat sapi kontrol (11,5 vs. 11%) atau total asam lemak tidak jenuh pada sapi perlakuan 4,8% lebih banyak dibanding pada sapi kontrol. Kecenderungan peningkatan asam lemak tidak jenuh terlihat pada asam lemak palmitoleat (C 16:1 ) yaitu sebesar 270,2%, walaupun kecenderungan peningkatan ini tidak nyata secara statistik. Tingginya peningkatan asam lemak palmitoleat mungkin dikarenakan adanya proses desaturasi asam lemak palmitat di dalam rumen. Penambahan lemak terproteksi pada pakan mulai memperlihatkan perubahan pada profil asam lemak digesta duodenum pada satu jam setelah makan. Penurunan kadar asam lemak stearat pada sapi perlakuan terlihat lebih besar pada 1 jam sesudah makan dibandingkan dengan 1 jam sebelum makan (11,3 vs. 4,3%). Peningkatan yang nyata ( P<0,05 ) terjadi pada asam lemak palmitat dengan peningkatan pada perlakuan sebesar 69,7%. Peningkatan asam palmitat pada perlakuan disebabkan oleh bahan lemak terproteksi yang menggunakan minyak sawit mentah mempunyai kandungan asam lemak palmitat tinggi.

Asam lemak digesta duodenum pada 3 jam sesudah makan tidak ada perbedaan yang nyata antara sapi perlakuan dan kontrol, walaupun terlihat terjadi kecenderungan peningkatan kadar asam lemak tidak jenuh pada kelompok sapi yang mendapat suplementasi. Total asam lemak tidak jenuh pada

Tabel 12. Perbedaan kadar asam lemak duodenum (%relatif) antara sapi perlakuan dan kontrol pada jam penggambilan sampel yang berbeda

Asam J-1 J+1 J+3 J+5 lemak %( P-K)

%(P-K) t test C10:0 -78,3 ns

t test

%(P-K)

T test

%(P-K)

T test

93,5 ns C12:0 -11,4 ns

ns -1342,3

ns

ns -137,6 ns C14:0 -8,1 ns

ns -137,9

-45,3 ns C16:0 51,9 ns 69,3

51,7 ** C16:1 -74,8 ns 270,2

ns -280,9 ns C18:0 -4,3 ns

ns

-7,5 ns C18:1 -11 ns

25,6 ns C18:2 25,9 ns

19,5 ns C18:3 -1,8 ns -36,2

ns -219,8 * total asam lemak tidak jenuh -7,1 ns

ns 12,8

12 ns total asam lemak jenuh

14,5 ns Keterangan: K= kontrol (sapi saat tidak mendapat suplementasi lemak terproteksi

dalam ransumnya) P= perlakuan (sapi saat mendapat suplementasi lemak terproteksi dalam ransumnya) ns= non signifikan *= berbeda nyata (P<0,05) **= berbeda nyata (P<0,01)

tidak jenuh sebesar 43,2% dan penurunan asam lemak jenuh sebesar 2,27%. Penurunan asam lemak stearat terlihat semakin besar dibandingkan pada 1 jam

Pada lima jam sesudah makan, profil asam lemak digesta duodenum mulai terlihat penurunan pada asam lemak tidak jenuh dibanding dengan profil asam lemak pada 3 jam sesudah makan, yaitu pada asam lemak palmitoleat, asam lemak oleat, asam lemak linoleat dan asam lemak linolenat. Terlihat pada tabel 12, mulai terjadi peningkatan yang menurun pada oleat (35,4 vs. 25,6%) dan linoleat (61,8 vs. 19,5%), bahkan terjadi kecenderungan penurunan asam lemak palmitoleat (280,9%) dan penurunan asam lemak linolenat (219,8%) ( P<0,05 ) pada sapi perlakuan. Penurunan asam lemak stearat lebih rendah dibandingkan pada 3 jam sesudah makan (32,6 vs. 7,5%). Total asam lemak tidak jenuh pada sapi perlakuan 12% lebih banyak dibanding pada sapi kontrol, perubahan ini lebih rendah dibanding pada 3 jam sesudah makan yang sebesar 43,2%. Asam lemak palmitat meningkat nyata ( P <0,01) sebesar 51,72%.

Profil asam lemak plasma darah

Profil asam lemak plasma darah sapi pada 1 jam sebelum makan dan 4 jam sesudah makan pada saat sapi mendapat suplementasi lemak terproteksi (perlakuan/P) dan saat sapi tidak mendapat suplementasi lemak terproteksi (kontrol/K) dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Data profil asam lemak plasma darah pada 1 jam sebelum makan dan 4 jam sesudah makan selengkapnya bisa dilihat di Lampiran 29 dan 30.

Tidak k ada perbe edaan yang nyata pada asam lema ak-asam lem mak plasma

d darah 1 jam m sebelum makan ant tara sapi pe erlakuan da an sapi kon ntrol. Pada

G Gambar 9 te erlihat bahwa a kandunga n asam lema ak palmitat ( (C 16 :0), asam m lemak

k 17.0 17.8 1 18.0 a m

0.0 C10;0 C12:0 C14:0 C16:0 0 C16:1 C18:0 0 C18:1 C18: :2 C18:3

a sam lemak

Gamb bar 10. Profi il asam lema ak plasma da arah ternak k saat menda apat sup lementasi le emak terprot teksi (perlaku uan/P) dan s saat sapi tid ak diberi s suplementas si lemak terp roteksi (kon trol/K) pada 1 jam p sebelum m makan (% relatif)

palmitoleat ( p (C 16:1 ), asam m lemak olea at (C 18:1 ), asa am lemak lin noleat (C 18:2 ) ) dan asam lemak linole l eat (C 18:3 ) p pada sapi p perlakuan c cenderung l ebih besar dibanding k kontrol, den gan peruba ahan terbesa ar terjadi pa da asam lem mak palmito oleat diikuti oleat, palmit o tat, linoleat d dan linolena at berturut-tu urut (107,25 , 37,9, 32,6 , 11,8, dan 2,3%). 2

Tidak k ada perbe edaan yang nyata dari asam lema k-asam lem mak plasma darah pada d 4 jam sesud dah makan antara sapi perlakuan d dan kontrol. Degradasi pakan yang p g tidak berb beda nyata bila dilihat dari hasil f fermentasi y yang tidak

b berbeda nya ata (Gamba r 4 – 9) ser rta tidak ada anya perbed daan yang n nyata pada profil asam p lemak dige esta duoden num (kecua ali pada kan ndungan as sam lemak

la 10.0 e J+4 P

C10;0 C12:0 0 C14:0 C16:0 0 C16:1 C18: 0 C18:1 C18 :2 C18:3

a asam lemak

Gambar 11. Profil asam m lemak plas ma darah te ernak saat m mendapat sup plementasi

lemak terp proteksi (per rlakuan/P) da an saat sapi i tidak diberi suplementa asi lemak te erproteksi (k ontrol/K) pad da 4 jam ses sudah maka an (% relatif) )

Bailo oni et al . (20 004) dan Liu u et al . (200 08) melapork kan bahwa pemberian pakan bijia p n yang ka aya minyak tidak mem mpengaruhi asam lem mak bebas walaupun ce w enderung m meningkatkan n kadar asa m lemak C 1 18:1 trans dan C 18:2 . Hasil yang berbed y da dikemuka akan dari pe enelitian Bin ndel et al . (2 2000), Gont thler et al .

(2005), dan Vakili et al . (2011). Penelitian Bindel et al . (2000) yang menggunakan tallow pada pakan sapi perah dara memberikan hasil adanya peningkatan secara nyata asam lemak bebas plasma darah. Gonthler et al . (2005) melaporkan bahwa suplementasi bijian kaya minyak meningkatkan asam lemak bebas. Penelitian van Knegsel et al . (2007) yang menggunakan pakan lipogenik pada sapi perah hanya memberikan pengaruh yang nyata pada sapi perah pasca melahirkan untuk sapi perah multiparous tetapi tidak berpengaruh nyata pada sapi perah primiparous . Penelitian Vakili et al . (2011) yang memberikan pakan lipogenik pada domba menaikkan kadar asam lemak bebas plasma darah.

Dari penelitian tahap ll ini dapat disimpulkan bahwa pemberian suplementasi lemak terproteksi pada sapi perah tidak mempengaruhi fermentasi di dalam rumen, tdak mempengaruhi profil asam lemak digesta duodenum kecuali untuk asam lemak palmitat serta tidak mempengaruhi profil asam lemak plasma darah.