masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cab ang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara
lebih sistematis pada abad kedua puluh Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam
pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang
berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh
praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu
sendiri Piliang, 1998:262. Semiotika menurut Berger 2000:10. memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure 1857-1913 dan Charles Sander Peirce 1839-1914. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan di antara keduanya tidak saling
mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Saussure
menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi semiology.
2.1.7. Model semiotika john fiske
John Fiske 1987:5 menjelaskan bagaimana sebuah peristiwa menjadi
“peristiwa televisi” apabila telah diencode oleh kode-kode sosial, yang dikonstruksi dalam tiga tahapan berikut. Pada tahap pertama, adalah realitas reality, yakni
peristiwa yang ditandakan encoded sebagai realitas tampilan, pakaian, lingkungan, perilaku, percakapan, gesture, ekspresi, sound, dan sebagainya. Dalam bahasa tulis
berupa, misalnya, dokumen, transkrip wawancara, dan sebagainya. Jika peristiwa bom
Bali dianggap realitas, maka harus ada tanda-tanda peristiwa pemboman itu: kubangan bekas bom, saksi mata, dan sebagainya.
Pada tahap kedua disebut representasi representation. Realitas yang terencode dalam encoded electronically harus ditampakkan pada technical codes
seperti kamera, lighting, editing, music, sound. Dalam bahasa tulis ada kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya. Sedangkan dalam bahasa gambar atau televisi
ada kamera, tata cahaya, editing, musik, dan sebagainya. Elemen-elemen ini kemudian ditransmisikan ke dalam kode represntasional yang dapat
mengaktualisasikan antara lain karakter, narasi, action, dialog, setting, dan sebagainya. Ini sudah nampak sebagai realitas televisi.
Tahap ketiga adalah ideologi ideology. Semua elemen diorganisasikan dan dikategorikan dalam kode-kode ideologis, seperti patriakhi, individu-alisme, ras,
kelas, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya. Ketika kita me-lakukan representasi atas suatu realita, menurut Fiske, tidak dapat dihindari adanya kemungkinan
memasukkan ideologi dalam konstruksi realitas. Dalam semiotika ilmu tentang tanda terdapat dua perhatian utama yaitu :
hubungan antar tanda dan maknanya dan bagaimana suatu tanda dikombinasikan menjadi suatu kode Fiske, 2003:22. Tanda-tanda yang seringkali dalam program-
program televisi adalah dapat dikategorikan dalam tiga level yakni : Level realitas , kode-kode sosial dalam level pertama ini yakni meliputi
appeareance, penampilan, dress kostum, make up riasan, environment lingkungan, behaviour perilaku, speech cara berbicara, gesture gerakan,
expression ekspresi.
Level reresentasi, kode-kode yang termasuk dalam level ini kedua ini berkaitan dengan kode-kode teknik, seperti camera kamera, lightning
pencahayaan, editing perevisian, music musik dan sound suara. Level ideologi, pada level ketiga ini mencakup kode-kode reprsentatif seperti
narrative naratif, conflict konflik, character karakter, action aksi, dialogue dialog, setting latar, casting pemeran.
Oleh karena objek penelitian ini adalah cerita yang terdapat dalam serial Upin dan Ipin yakni meliputi gambar dan suara kata-kata yang diucapkan tokoh cerita
yang terdapat dalam tersebut yang memuat pesan moral prososial, maka nantinya akan diplih beberapa kode televisi sebagai unit analisisnya. Pesan moral prososial ini
disampaikan lewat penampilan para tokoh film yang tercermin dalam perilaku , dialog, ekpresi dan karakter tokoh-tokoh tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka dipilih beberapa kode yang terkonstruksi dalam serial Upin dan Ipin meliputi kode appeareance, penampilan, dress
kostum, speech cara berbicara, gesture gerakan, behaviour, expression ekpresi, conflict konflik, character karakter dan dialogue dialog. Sehingga akhirnya akan
diperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pesan moral pada serial animasi Upin dan Ipin”
2.1.8. Pendekatan Semiotik