Tabel 2.2. Tabel Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Pelapisan Logam Tembaga Cu, Nikel Ni dan Krom Cr http : www.bapeddal.com
Debit limbah maksimum sebesar 100 liter m
2
permukaan produk jadi Param
Pelapisan Tembaga Cu
Pelapisan Nikel Ni Pelapisan Krom Cr
Kadar Maks
ml Beban
Pencemar Maks.
grm
2
Kadar Maks
ml Beban
Pencemar Maks.
grm
2
Kadar Maks
ml Beban
Pencemar Maks.
grm
2
TSS 60
6,0 60
6,0 60
6,0 Cd
Cadmium 0,05
0,005 0,05
0,005 0,05
0,005 CN
Sianida 0,5
0,05 0,5
0,05 0,5
0,05 Metal
Logam Total
8,0 0,8
8,0 0,8
8,0 0,8
Cu Tembaga
3,0 0,3
3,0 0,3
3,0 0,3
Ni Nikel
- -
5,0 0,5
- -
Cr Krom
2,0 0,2
Cr
6+
0,3 0,03
pH 6 – 9
- 6 – 9
- 6 – 9
-
2.3. Sifat Fisika dan Kimia Kromium
Kromium adalah logam kristalin putih, tak begitu liat dan tidak dapat ditempa dengan berarti. Ia melebur pada suhu 1765
o
C. Logam ini larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tak terkena udara, ia akan terbentuk ion – ion kromium II. Asam nitrat
baik yang encer maupun yang pekat membuat kromium menjadi pasif begitu pula asam sulfat pekat dingin dan aquaregia.
Ion kromium III adalah stabil dan diturunkan dari dikromium trioksida atau kromium trioksida Cr
2
O
3
. Dalam larutan ion – ion ini berwarna hijau atau lembayung. Dalam larutan hijau terdapat kompleks pentaaquoklorokromat Cr[H
2
O]
5
Cl
2+
atau tetraaquodiklorokromat Cr[H
2
O]
4
Cl
2 +
Universitas Sumatera Utara
Klorida boleh diganti oleh anion monovalen lainnya. Sedangkan dalam larutan lembayung terdapat ion heksaaquokromat III Cr[H
2
O]
6 3
. Vogel., 1979, Krom relative inert dalam berbagai kondisi lingkungan. Krom bereaksi dengan
halogen, hydrogen klorida, hydrogen florida. Asam seperti asam nitrat pekat, fosfat, khlorat dan perkholorat membentuk lapisan tipis krom menghasilkan kepasifan, sehingga
tahan korosi. Dalam larutan netral kepasifan itu terjaga, tetapi dalam larutan asam, harus diberi oksidator tetapi jangan ada asam halogen.
Sedangkan kegunaan kromium antara lain : -
Sebagai oksidator -
Untuk industry penyamakan kulit dan cat -
Untuk industri pelapisan logam
-
Untuk pelapisan yang bertujuan untuk mencegah terjadi korosi dan lain- lain. Cotton dan Wilkinson.,1989
2.4. Spektofotometri
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukuran intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direflesikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber
spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding. Khopkar,S.M., 1997
Spektrofotometeri merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam analisa kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya antara lain :
1. Dapat digunakan secara luas didalam berbagai pengukuran secara
kuantitatif untuk senyawa – senyawa organik 2.
Kepekaannya tinggi karena dapat mengukur dalam satuan ppm, bahkan ppb part per bilion sehingga dapat mengukur komponen trace atau
reknik.
Universitas Sumatera Utara
3. Sangat selektif, bila suatu komponen x akan diperiksa dalam suatu
campuran dengan cara mengukur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x yang mengabsorbsi cahaya tersebut.
4. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kekalahan 1 – 3 bahkan
dengan teknik tertentu dapat mengurangi persen kesalahan sampai 0,1 5.
Mudah dan cepat, hal ini terutama sangat bermanfaat untuk pengukuran cuplikan dalam jumlah yang besar.
2.4.1. Analisis Secara Spektrofotometri
Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan konsentrasi suatu analisis secara spektrofotometeri. Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi
elektromagnetik digunakan untuk menganalisis species kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Strobel,H.A.,1973
Pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer bertujuan untuk menentukan absorpsi atau transmisi suatu zat tertentu. Zat ini biasanya adalah dalam larutan dan
waktu dilakukan pengukuran pengukuran, absorpsi oleh zat pelarut pun ikut terukur. Oleh karena itu, kita harus selalu melakukan percobaan untuk blanko guna membandingkan
absorpsi oleh pelarut murni dan absorpsi oleh larutan. Spektrofotometer harus disetel begitu rupa sehingga transmisi blanko menjadi
100 dengan mengatur celah keluar monokromator dan kepekaan dari amplifator. Penurunan intensitas cahaya yang diakibatkan oleh penempatan larutan dalam jalur
cahaya sudah tentu hanya diakibatkan oleh zat yang ada dalam larutan. Kalau transmisi oleh blanko tidak 100 lagi, maka meteran harus distelkan lagi dengan mengatur
kembali celah keluar monokromator. Dengan cara yang tersebut diatas kita dapat membuat absorpsi spektrum daripada zat contoh. Brink,OG., et All, 1984
2.4.2. Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang
gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Perpanjangan SSA ke unsur-unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran
Universitas Sumatera Utara
nyala. Telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analitis. Suatu nyala yang lain, kebanyakan atom berada
dalam keadaan eksitasi. Fraksi atom-atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. Teknik ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan
logam, dan sampel yang sangat beraneka ragam.
2.4.3. Prinsip Dasar Spektrofotometer Serapan Atom
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan
jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan
menggunakan SSA. Vogel, A.I., 1992,
2.4.4. Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom
Setiap alat SSA terdiri dari tiga komponen berikut: a.
Unit atomisasi b.
Sumber radiasi c.
Sistem pengukur fotometrik Atomisasi daat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk
mengubah unsur metalik uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna.
Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi. Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan dalam kamar pencampur kemudian
dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Dengan gas
asetilen dan oksidator udara tekan, temperatur dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus
mendisosiasikan senyawa yang dianalisis. Khopkar, S.M., 1990
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom dan Mengatasinya
Gangguan yang nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah
faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekular yang bersifat radiasi. Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan
cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion
jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan :
1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai
gas pembakar camuran C
2
H
2
+ N
2
O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.
2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat
akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya, penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam, yang lainnya akan
terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu. 3.
Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara ekstraksi. Mulja, M., 1995
`
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat Penelitian