PERUBAHAN SPASIAL AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR SELATAN KOTA SALATIGA TAHUN 2006 2014

(1)

i

KOTA SALATIGA TAHUN 2006-2014

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Disusun oleh: Alwan Hazmi 3211410006

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

iv

saya sendiri, bukanlah jiplakan dari karya orang lain , baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 31 Agustus 2015

Alwan Hazmi NIM: 3211410006


(5)

v

Rencana kadang tak sesuai yang di harapkan. Kadang sesuai, kadang meleset…

Kadang mujur, kadang ancur. Bagaikan permainan catur. Jalan sudah terlihat… Namun susah ditebak.

This life nothing is impossible. ( Sumber : Alwan Hazmi)

PERSEMBAHAN :

Kupersembahkan teruntuk

Kedua Orang tuaku, Ayahku Sultoni dan Ibuku Anif Muawanah.

kedua Saudaraku, Diana Saefi dan Basik Muawan. Keluarga, Sahabat...


(6)

vi

dan kemudahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi untuk meraih gelar sarjana yang berjudul “Perubahan Spasial Akibat Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga” pada Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari beberapa pihak-pihak terkait. Oleh sebab itu, penulis meyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah mengijinkan penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah mengijinkan penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas yang memungkinkan penulis melakukan penelitian ini.

4. Drs Hariyanto, M.Si. Ketua Program Prodi Studi Geografi Universitas Negeri Semarang dan Dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan motivasi demi terselesaikannya skripsi ini,


(7)

vii

pengarahan dan masukan sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini,

7. Bapak Sultoni dan Ibu Anif Muawanah yang selalu memberikan dukungan dari masuk perguruan tinggi hingga akhir penyusunan skripsi.

8. Seluruh Staf Pengajar dan Karyawan Jurusan Geografi, terimakasih untuk ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

9. Pemerintah Kota Salatiga yang telah memberikan izin penelitian.

10.Kepada BAPPEDA Kota Salatiga Bagian Bidang Perencanaan Wilayah yang telah banyak memberikan informasi dan data-data sekunder.

11.Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga Bagian Bidang Binamarga atas informasinya mengenai Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga.

12.Segenap SKPD Kota Salatiga dari Kecamatan dan Kelurahan yang wilayahnya dilewati Jalan Lingkar Selatan Salatiga, atas informasinya.

13.Teman-teman GIS Unnes 2010, kalian teman seperjuangan yang memberiku inspirasi.

14.Teman-teman Kos Muhziani yang telah memberikan kenangan dan pengalaman selama saya tinggal semasa kuliah

15.Seluruh pihak yang tidak dapat satu per satu, terimakasih atas dukungan dan bantuannya.


(8)

viii

sangat kami harapkan demi peningkatan manfaat skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan berguna bagi pembaca pada umumnya.

Semarang, 31 Agustus 2015


(9)

ix

Kata Kunci: Masyarakat, Dampak pembangunan, Jalan Lingkar Selatan Salatiga.

Panjang Jalan Lingkar Selatan Salatiga dibangun sepanjang ± 11,3 kilometer dan lebar 21 meter yang melewati 3 kecamatan meliputi 7 kelurahan. Pembangunan jalan tersebut, akan mengakibatkan perubahan keruangan antara sebelum dan sesudah dibangunnya JLS. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui perubahan penggunaan lahan sebelum dan sesudah dibangunnya JLS (2) Mengidentifikasi proses perkembangan wilayah secara fisik disekitar JLS (3) Dampak pembangunan JLS terhadap aspek geografi ekonomi masyarakat sekitar.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Populasi pada penelitian ini adalah wilayah kelurahan yang dilewati JLS Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel area. Ada 3 kecamatan meliputi 7 kelurahan sampel dan 100 responden. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi dan interpretasi citra. Data penelitian dianalisis dengan teknik analisis spasial dan analisis statistic deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Luas lahan terbangun pada tahun 2006 sebesar 25.8%, dan tahun 2014 sebesar 28.2%. Sedangkan lahan non terbangun pada tahun 2006 sebesar 74.2%, dan tahun 2014 sebesar 71.7%. Hal ini menggambarkan dengan dibangun JLS, pemanfaatan lahan di sekitar jalan tersebut sangat terpenguruh. (2) Terdapat dua tipe proses perambatan lahan terbangun di wilayah sekitar wilayah JLS Salatiga berdasarkan teori Urban Sprawl yaitu tipe linear development dan tipe leap frog development. Tipe perambatan linear development dapat dijumpai di kelurahan Pulutan dan sepanjang JLS Salatiga Kelurahan Cebongan. Sedangkan tipe perambatan leap frog development, dapat dijumpai di Kelurahan Kumpulrejo (3) Aspek geografi ekonomi masyarakat yang ada di sekitar JLS Salatiga berpengaruh baik setelah dibangunnya JLS Salatiga. Seperti penghasilan 81,75%, kepemilikan kendaraan 77%, kondisi bangunan rumah 93,50%, harga lahan 92,25%, itensitas perjalanan 72,25% dan waktu tempuh perjalanan 83%. Sedangkan yang tidak berpengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat sekitar setelah dibangunnya JLS Salatiga yaitu kemudahan dalam mendapatkan angkutan 59,25 dan ongkos transport 58%. Batas pengaruh yang digunakan 2,40 atau 60%.

Saran penelitian ini adalah (1) Pemerintah diharapkan dapat memfasilitasi, mengarahkan, dan mendukung segala sesuatunya yang berkaitan dengan infrastruktur sarana dan prasarana transportasi di sekitar kawasan JLS Salatiga (2) warga yang tinggal dan memiliki lahan di sekitar JLS,dapat memanfaatkan secara optimal di bidang jasa dan perdagangan, pertanian, maupun kegiatan ekonomi yang lain.


(10)

x

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATAPENGANTAR ... vi

SARI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTARTABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Batasan Istilah ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1.Sistem Transportasi ... 8

2.1.1. Pengertian Transportasi ... 9

2.1.2. Pengertian Jaringan Jalan ... 10

2.1.3. Jalan Lingkar (Ring Road) ... 12

2.1.4. Transportasi dan Pembangunan Wilayah ... 14

2.2.Perubahan Lahan dan Transportasi... 15

2.2.1. Pengertian Lahan ... 15

2.2.2. Jenis Penggunaan Lahan ... 17

2.2.3. Sistem Transportasi dan Perubahan Guna Lahan ... 18


(11)

xi

2.4.2. Dampak Pembangunan Prasarana Jalan Terhadap

Aspek Ekonomi ... 30

2.5.Penelitian yang Relevan ... 32

2.6.Kerangka Pikir Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 37

3.1.Populasi ... 37

3.2.Sampel ... 38

3.3.Variabel Penelitian ... 40

3.4.Cara Pengumpulan Data ... 41

3.5.Tahapan Penelitian ... 42

3.6.Metode Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1.Hasil Penelitian ... 49

4.1.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 49

4.1.2. Kondisi Topografi ... 53

4.1.3. Kependudukan... 53

4.1.4. Prasarana dan Sarana Transportsi ... 54

4.1.5. Perubahan Penggunaan Lahan/ Landuse Time Series ... 55

4.1.6. Proses Perkembangan Wilayah Kota Secara Fisik... 61

4.1.6.1.Proses perkembangan spasial secara horisontal ... 61

4.1.7. Aspek Geografi Ekonomi Masyarakat ... 64

4.1.7.1.Itensitas Melakukan Perjalanan... 64

4.1.7.2.Jarak dan Waktu Perjalanan Menuju Ibu Kota ... 68

4.1.7.3.Waktu Tunggu Angkutan Umum ... 71

4.1.7.4.Pengeluaran Ongkos Transport ... 77

4.1.7.5.Penghasilan ... 80

4.1.7.6.Kepemilikan Kendaraan ... 84


(12)

xii

Fisik ... 94

4.2.3. Analisis Aspek Geografi Ekonomi Masyarakat ... 96

BAB V PENUTUP ... 100

5.1.Simpulan ... 100

5.2.Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(13)

xiii

Tabel 2. Estimasi Manfaat dan Resiko Pembangunan Jalan Lingkar ... 14

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas ... 29

Tabel 4. Penelitian yang Relafan ... 32

Tabel 5. Jumlah dan Sebaran Lokasi Responden ... 40

Tabel 6. Variabel Penelitian Data Sekunder ... 40

Tabel 7. Variabel Penelitian Data Primer ... 41

Tabel 8. Indikator Katagori Penelitian... 47

Tabel 9. Klasifikasi Sebutan Instrumen yang Digunakan ... 47

Tabel 10. Luas wilayah Kota Salatiga menurut Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2012 ... 51

Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Salatiga Tahun 2012 ... 54

Tabel 12. Panjang Jalan menrut Kelas Jalan, Tahun 2009-2012 ( m ) ... 55

Tabel 13. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 1993/1994, 2006, dan 2014 di kelurahan sekitar JLS yaituCebongan, Randuacir Kumpulrejo, Dukuh, Kecandran, Pulutan dan Blotongan ... 59

Tabel 14. Itensitas Melakukan perjalanan dalam Sehari Sebelum JLS Kota Salatiga Dibangun ... 65

Tabel 15. Itensitas Melakukan Perjalanan dalam Sehari Sesudah JLS Kota Salatiga Dibangun ... 67

Tabel 16. Jarak dari Kelurahan ke Ibu Kota Salatiga ... 68

Tabel 17. Waktu Perjalanan ke Ibu Kota Sebelum JLS Kota Salatiga Dibangun ... 69

Tabel 18. Waktu Perjalanan ke Ibu Kota Sesudah JLS Kota Salatiga Dibangun ... 70

Tabel 19. Rute Angkutan Kota Salatiga ... 72 Tabel 20. Waktu Tunggu Angkutan Umum Sebelum JLS Kota Salatiga


(14)

xiv

Dibangun ... 78 Tabel 23. Ongkos Transport dalam SehariSesudah JLS Kota Salatiga

Dibangun ... 80 Tabel 24. Jumlah penghasilan per bulan Sebelum di bangunnya JLS Kota

Salatiga ... 81 Tabel 25. Jumlah penghasilan per bulan sesudah di bangunnya JLS Kota

Salatiga ... 82 Tabel 26. Tingkat kepemlikan kendaraan warga JLS sebelum di bangunnya

JLS Kota Salatiga ... 85 Tabel 27. Tingkat kepemilikan kendaraan warga JLS sesudah di bangunnya

JLS Kota Salatiga ... 86 Tabel 28. Kondisi rumah Sebelum di bangunnya JLS Kota Salatiga ... 88 Tabel 29. Kondisi rumah sesudah di bangunnya JLS Kota Salatiga ... 89 Tabel 30. Presentase nilai harga lahan sebelum di bangunnya JLS Kota

Salatiga ... 91 Tabel 31. Presentase nilai harga lahan Sesudah di bangunnya JLS Kota

Salatiga ... 92


(15)

xv

Gambar 2.2. Model penjalaran fisik kota secara konsentris ... 25

Gambar 2.3. Model penjalaran fisik kota secara memanjang/linier ... 26

Gambar 2.4. Model penjalaran fisik kota secara meloncat ... 26

Gambar 2.5. Keterkaitan Aksesibilitas, Tata Guna Lahan Pola Kegiatan dan Transportasi ... 29

Gambar 2.6. Kerangka Pikir Penelitian... 36

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 48

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Salatiga ... 50

Gambar 4.2. Peta Lokasi Penelitian Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga ... 52

Gambar 4.3. Peta Perubahan Penggunaan Lahan di Wilayah Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga tahun 2006-2014 ... 57

Gambar 4.4. Beberapa jenis penggunaan lahan yang ada di sekitar kawasan Jalan Lingkar Selatan Salatiga ... 60

Gambar 4.5. Peta Perkembangan Spasial Secara Horizontal JLS Salatiga dari Tahun 2006-2014 ... 63

Gambar 4.6. Peta Rute Angkutan Umum Kota Salatiga ... 74

Gambar 4.7. Angkutan kota yang melitas di wilayah sekitar Jalan Lingkar Selatan Salatiga... 77

Gambar 4.8. Kondisi tempat-tempat usaha yang ada di sekitar kawasan Jalan Lingkar Selatan Salatiga ... 83

Gambar 4.9. Kondisi bangunan rumah di sekitar kawasan Jalan Lingkar Selatan Salatiga... 90

Gambar 4.10. Landuse Time Series Sebelum dan Sesudah dibangunnya Jalan Lingkar Selatan Salatiga ... 93

Gambar 4.11. Proses Perkembangan Spasial Secara Horizontal disekitar Wilayah Jalan Lingkar Selatan Salatiga dari Tahun 2006-2014 ... 96


(16)

xvi

dibangunnya Jalan Lingkar Selatan Salatiga Menurut


(17)

xvii

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 110 Lampiran 3. Hasil Wawancara Mendalam dari Beberapa Informan... 112 Lampiran 4. Hasil Olahan Data ... 117 Lampiran 5. Uji Akurasi Citra dengan Cek Penggunaan Lahan di Lapangan . 129 Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian ... 133 Lampiran 7. Surat Rekomendasi Penelitian ... 135 Lampiran 8. Surat Bukti Telah Melakukan Penelitian ... 136


(18)

1 1.1.Latar Belakang

Fungsi transportasi salah satunya adalah sebagai pendorong, yaitu berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi atau terpencil dengan daerah berkembang yang ada diluar wilayah, sehingga terjadi interaksi pembangunan antar kedua daerah tersebut, yang selanjutnya akan mendorong terjadinya pertumbuhan perekonomian yang setrategis.

Menurut Fidel (2011) secara umum, tujuan transportasi adalah memberikan kemudahan dalam segala kegiatan masyarakat. Kemudahan aksesibilitas ini diartikan sebagai mudahnya lokasi tujuan itu dicapai (tampa memandang jauh atau dekatnya lokasi tersebut) kemudahan ini dapat menyangkut berbagai aspek, seperti mudahnya faktor-faktor produksi yang didapatkan, mudahnya informasi menyebar, mudahnya pergerakan (mobilitas) penduduk, dan lain-lain.

Kota Salatiga merupakan satu dari lima kota yang berada di Jawa Tengah. Terletak di lereng timur Gunung Merbabu menjadikan daerah Salatiga menjadi lebih sejuk dan memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah seperti tanah yang subur dan potensi wisata alam. Selain itu kota Salatiga juga terletak di antara dua kota besar yaitu kota Semarang dan kota Solo. Serta di lewati jaringan jalan


(19)

nasional yang menghubungkan jalur perekonomian dan jasa. Jalan tersebut mempunyai kepadatan arus lalu lintas yang sangat tinggi, dan merupakan jalan utama yang menghubungkan kota Semarang dan Solo.

Perkembangan perekonomian yang berpusat di kota, menjadikan ketidakmerataan pembangunan perekonomian di sejumlah wilayah yang berada di sekitar wilayah kota Salatiga. Permasalahan kemacetan dan pertumbuhan ekonomi yang ada di pusat kota membuat Pemerintah Kota Salatiga membuat sebuah rencana yang dapat memecahkan masalah tersebut yaitu dengan membangun jalan lingkar luar.

Pembangunan tersebut didasari oleh kebutuhan masyarakat akan transportasi yang mudah dan cepat yang menghubungkan Kota Salatiga dengan kota-kota kecil disekitarnya dan sekaligus bertujuan untuk meningkatkan perekonomian bagi masyarakat yang berada di sekitar Jalan Lingkar Selatan Salatiga (JLS). Menurut hasil wawancara dengan (Staf BAPPEDA Bidang Perencanaan Wilayah Kota Salatiga, 2014), mengatakan “Panjang Jalan Lingkar Selatan Salatiga ini dibangun sepanjang ± 11,3 kilometer dan lebar 21 meter yang membentang dari sebelah Selatan sampai Utara Salatiga dan melewati 3 kecamatan terdiri 7 kelurahan. Pembangunan Jalan Lingkar Salatiga sudah direncanakan sejak tahun 1999 kemudian mulai dibangun pada tahun 2005 dan selesai tahun 2011. Jalan lingkar selatan Salatiga diharapkan nantinya dapat mengurai kemacetan yang terjadi di pusat kota dan merangsang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah pinggiran Kota Salatiga.”


(20)

Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Salatiga pada tahun 2013 atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 2,48 trilyun, dan atas dasar konstan sebesar RP. 1,08 trilyun. Perkembangan nilai PDRB Kota Salatiga atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Tahun 2011-2013

Tahun

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Jumlah

(Juta Rp)

Perkembangan (%)

Jumlah (Juta RP)

Perkembangan (%) 2011 2.029.266,37 353,47 961.024,62 167,39 2012* 2.235.711,12 389,42 1.018.1045,45 177,34 2013** 2.482.283.70 432,37 1.080.656,98 188,23

Catatan : *) Angka Sementara **) Angka sementara sekali

Sumber : Produk Domestik Regionel Bruto Kota Salatiga 2013 ( BPS Kota Salatiga 2013)

Perkembangan nilai PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2013 sebesar 432,37 persen. Hal ini berarti bahwa seluruh potensi di Kota Salatiga telah menghasilkan uang 4,32 kali lebih besar di bandingkan tahun 2011. Kemudian kegiatan perekonomian di Kota Salatiga telah meningkatkan produksi barang dan jasa 1,88 kali dibandingkan tahun 2011. Pencapaian ini tidak lepas dari peran serta masyarakat yang ada di sekitar wilayah JLS Salatiga.

Pembangunan JLS Salatiga akan menimbulkan suatu dampak perubahan positif maupun negatif. Peningatan arus transportasi akan mempengaruhi aksesibilitas dan mobilitas penduduk JLS Salatiga, peningkatan harga lahan disertai dengan konversi lahan dari lahan pertanian ke lahan terbangun dan meningkatnya kondisi perekonomian masyarakat karena di sepanjang Jalan Lingkar Selatan Salatiga akan timbul lokasi-lokasi baru seperti perdagangan dan


(21)

jasa. Hal tersebut telah tercantum pada data PDRB kota Saltiga di atas bahwa terdapat peningkatan pendapatan daerah Kota Salatiga.

Melihat adanya suatu perubahan yang timbul di sekitar JLS Salatiga sebelum dan sesudah dibangun Jalan tersebut, maka perlu adanya suatu penelitian yang menggambarkan perubahan spasial sebelum dan sesudah JLS Salatiga dibangun yang didalamnya mencangkup perubahan penggunaan lahan, proses arah perkembangan wilayah secara fisik dan keadaan sosial ekonomi masyarakat sekitar jalan lingkar. Hasil dari penelitian ini merupakan gambaran umum perubahan sebelum dan sesudah dibangun JLS Salatiga yang menggambarkan perubahan baik dari aspek fisik maupun non fisik .

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan di kawasan jalan lingkar luar Kota Salatiga?

2. Bagaimana kondisi perkembangan wilayah di kawasan jalan lingkar luar Kota Salatiga secara fisik?

3. Seberapa jauh dampak pembangunan jalan lingkar luar terhadap aspek geografi ekonomi masyarakat sekitar?

1.3Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi tingkat perubahan penggunaan lahan di sekitar kawasan jalan lingkar luar Kota Salatiga sebelum dan sesudah dibangunnya jalan tersebut.

2. Mengidentifikasi proses perkembangan wilayah Kota Salatiga secara fisik khususnya wilayah disekitar JLS Salatiga.


(22)

3. Mengetahui seberapa jauh dampak pembangunan jalan lingkar luar terhadap aspek geografi ekonomi masyarakat sekitar.

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memberikan wawasan keilmuan dibidang geografi pada umumnya dan khususnya perubahan spasial, di mana waktu ke waktu perkembangan wilayah mengalami suatu perubahan akibat pembangunan jalan lingkar luar baik aspek fisik yaitu perubahan penggunaan lahan sebelum dan sesudah dibangunnya jalan lingkar luar dan proses perkembangan wilayah di sekitar JLS Salatiga secara fisik maupun aspek non fisik sosial ekonomi masyarakat sekitar JLS Salatiga.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kota Salatiga khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Salatiga untuk pertimbangan perencanaan wilayah di sekitar jalan lingkar selatan Salatiga setelah adanya jalan tersebut, sehingga kedepannya perencanan tersebut dapat bermanfaat untuk membangun dan memajukan wilayah kota Salatiga.

1.5Batasan Istilah

Batasan Istilah merupakan batasan dasar sebagai acuan dalam proses penelitian. Tujuannya yaitu agar dalam melaksanakan penelitian diperoleh pengertian yang sama dan berkaitan dengan perubahan spasial akibat


(23)

pembangunan jalan lingkar luar serta untuk menghindari perbedaan presepsi. Berikut ini beberapa batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Menurut Tarigan (2005;110) Spasial (Ruang) adalah tempat untuk suatu benda/kegiatan atau apabila kosong bisa diisi dengan suatu benda/kegiatan. Dalam hal ini kata "tempat" adalah berdimensi tiga dan kata benda/kegiatan berarti benda/kegiatan apa saja tampa batas. Ruang yang dimaksud dalam penelitian disini adalah perubahan penggunaan lahan, proses perkembangan spasial secara horizontal dan kegiatan manusia dari segi geografi dan keadaan ekonomi masyarakat.

2. Jalan Lingkar luar yaitu Jalan yang dibangun di pinggiran kota yang melingkari pusat suatu kota dan berfungsi sebagai pengalih pergerakan lalu lintas di dalam kota guna mencegah kemacetan yang terjadi di kota dan sebagai perangsang pertumbuhan perekonomian wilayah yang berada di pinggiran kota tersebut. Jalan lingkar luar dalam penelitian ini adalah jalan lingkar selatan Kota Salatiga.

3. Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan oleh aktifitas terhadap suatu lahan yang berbeda dengan aktifitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun untuk industri (Kristiani, 2007). Perubahan penggunaan lahan yang diteliti di JLS Salatiga merupakan penggunaan lahan terbangun dan penggunaan lahan non terbangun dari tahun 2006 sampai tahun 2014.


(24)

4. Menurut Yunus (2005:59), proses perkembangan spasial secara horizontal adalah suatu proses penambahan ruang secara mendatar dengan cara menempati ruang-ruang yang masih kosong baik di daerah pinggiran kota maupun di daerah-daerah dalam kota.

5. Geografi ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fonomena geosfer dengan sudut pandang keruangan yang bidang studinya struktur aktivitas ekonomi dengan manusia sebagai obyek pokoknya yang di dalamnya meliputi bidang pertanian, industri-perdagangan-komunikasi-transportasi dan lain sebagainya. Aspek geografi dalam penelitian ini yaitu aksesibilitas dan dan mobilitas penduduk dan aspek ekonomi masyarakat meliputi nilai lahan, pendapatan, kondisi bangunan rumah dan kepemilikan kendaraan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka atau dapat disebut kajian literatur merupakan bagian dari kegiatan penelitian sebagai sebuah proses mencari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini agar tepat dalam melakukan penelitian yang menunjukkan kajian dari perubahan spasial akibat pembangunan jalan lingkar selatan Kota Salatiga dari tahun 2006 sampai 2014, pustaka atau literatur yang digunakan sebagai berikut.

2.1Sistem Transportasi

Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Dalam setiap sistem organisasi, perubahan pada satu komponen dapat menyebabkan perubahan komponen lainnya. Dalam sistem mekanis, komponen berhubungan secara 'mekanis', misalnya komponen dalam mesin mobil. Dalam sistem 'tidak-mekanis', misalnya dalam interaksi sistem tata guna lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang ada tidak dapat berhubungan secara mekanis, akan tetapi perubahan pada salah satu komponen (sistem'kegiatan') dapat menyebabkan perubahan komponen lainnya (sistem 'jaringan' dan sistem 'pergerakan'). Pada dasarnya, prinsip sistem 'mekanis' sama saja dengan sistem 'tidak-mekanis'. (Tamin, 2000;26).

Sistem transportasi adalah untuk menggerakan lalu lintas dari satu tempat ke tempat lain. Seseorang penumpang bermaksud untuk pergi dari suatu tempat,


(26)

suatu tempat asal, ke tempat yang lain, suatu tempat tujuan, sama halnya dengan angkutan barang (Adisasmita, 2011;118)

Fungsi sistem transportasi ialah untuk dapat memindahkan suatu benda. Obyek yang akan dipindahkan mungkin mencangkup benda benda tak bernyawa seperti sumber alam, hasil produksi pabrik, bahan makanan dan benda hidup seperti manusia, binatang dan tanaman (Marlok, 1984;79).

Penulis sependapat dengan pernyataan Adisasmita, yakni system transportasi adalah untuk menggerakan lalulintas dari satu tempat ke tempat lain. Seseorang penumpang bermaksud untuk pergi dari suatu tempat, suatu tempat asal, ke tempat yang lain, suatu tempat tujuan, sama halnya dengan angkutan barang.

2.1.1 Pengertian Transportasi

Transportasi adalah permintaan turunan, artinya seseorang biasanya melakukan perjalanan bukan hanya dengan tujuan untuk melakukan perjalanan semata melainkan untuk tujuan yang tertentu seperti pergi bekerja, atau pergi berbelanja, atau pergi ke sekolah dan sebagainya umumnya (Khisty, 2003;76).

Menurut Salim (1993;6), Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi terlihat ada dua unsur yang terpenting yaitu

a. Pemindahan / pergerakan (movement)

b. Secara fisik mengubah tempat dari barang (komotiti) dan penumpang ke tempat lain.


(27)

Transportasi secara umum dapat diartikan sebagai usaha pemindahan atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi yang disebut lokasi asal, ke lokasi lain, yang biasa disebut lokasi tujuan untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu pula (Miro, 2012;1).

Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan pemindahan barang maupun orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan media perantara. 2.1.2 Pengertian Jaringan Jalan

Menurut (Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004),tentang jalan, Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan pelengkapnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Sedangkan jalan umum menurut fungsinya (Pasal 8) di kelompokan menjadi :

a. Jalan Alteri

Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

b. Jalan Kolektor

Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri pejalanan jarak sedang, kecepatan rata - rata sedang, dan jumlan jalan masuk di batasi.


(28)

c. Jalan Lokal

Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata - rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak di batasi.

d. Jalan Lingkungan

Adalah ruas jalan yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata - rata rendah.

Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki. Jaringan jalan berdasarkan sistem ( pelayanan penghubung ) terbagi atas (Peraturan Pemerintah Nomer 34 Tahun 2006) :

Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tataruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujut pusat-pusat kegiatan sebagai berikut :

1) Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai kepusat kegiatan lingkungan ; dan

2) Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional.

Sistem jaringan jalan sekunder di susun berdasarkan rencana tataruang wilayah kabupaten/ kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai funsi primer, funsi sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.


(29)

Jaringan jalan terdiri dari jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Jaringan jalan primer berfungsi sebagai pelayanan distribusi barang dan jasa dengan skala tingkat nasional. Sedangkan jaringan jalan sekunder, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa hanya berada dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan sifat dan fungsinya jalan umum debedakan atas jalan alteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan. 2.1.3 Jalan Lingkar (Ring Road)

Dalam Kamus Tata Ruang (Direktorat Jenderal Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum) di sebutkan Jalan Lingkar adalah semua jalan yang melingkari pusat suatu kota yang fungsinya agar kendaraan dapat mencapai bagian kota tertentu tanpa harus melalui pusat kota atau bagian kota lainnya untuk mempercepat perjalanan dari satu sisi kota ke sisi kota lainnya. Menurut Tamin (2000) dalam Oktora (2011;16), Jalan Lingkar yaitu jalan yang melingkari suatu wilayah yang pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengalihkan pergerakan lalu lintas agar jangan memasuki wilayah yang bersangkutan sehingga kemacetan yang timbul karena pembebanan yang terlalu banyak pada jalan arteri radial dapat dihindari.

Terdapat tiga bentuk jalan lingkar, yaitu sebagai : a. Jalan Lingkar Dalam Kota.

Jika kita bayangkan bentuk dasar jalan kota sebagai roda pedati, lalu jari - jarinya sebagai rute - rute radial. Poros dari roda pedati sebagai jalan lingkar inner. Jalan lingkar inner dapat berupa lingkaran, kotak atau memanjang.


(30)

b. Jalan Lingkar Outer

Jalan lingkar outer dapat dianggap sebagai velg roda. Walaupun biasanya digunakan untuk lalulintas langsung yang memotong kota, kegunaan aslinya adalah untuk melayani lalu lintas kota itu sendiri dengan menghubungkan masyarakat dan kegiatan luar sebagai distributor diantara radial.

c. Jalan Lingkar Intermediate

Jalan lingkar intermediate melayani kebutuhan lalu lintas yang di inginkan untuk mencapai titik antara jalan - jalan lingkar inner dan outer.

Manfaat lain dari pembangunan jalan lingkar di pinggiran kota adalah berupa rangsangan tumbuhnya perumahan/pemukiman maupun kegiatan-kegiatan ekonomi karena ada kemudahan prasarana transportasi, maka lebih sedikit waktu yang digunakan oleh penduduk di daerah yang dilalui jalan raya tersebut dalam mengangkut hasil produksinya ke pasar atau ke daerah lain untuk dijual dengan demikian pendapatan serta produktivitas masyarakat tersebut akan meningkat dan dapat diharapkan keutuhan dan masa depan keluarga yang terjamin. Selain itu dapat merangsang tumbuhnya atau berkembangnya daerah baru bahkan dengan dibangunnya jalan raya di pinggir kota nilai atau harga tanah di sekitar atau sepanjang jalan tersebut akan meningkat karena desa yang dilalui relatif mudah dijangkau dibanding dengan keadaan sebelumnya, disamping usaha untuk mengurangi kemacetan jalan raya yang sudah ada (Suparmoko, 2002; Gayatri, 2012;25). Berikut ini merupakan estimasi manfaat dan resiko pembangunan jalan lingkar Tabel 2.


(31)

Tabel 2. Estimasi Manfaat dan Resiko Pembangunan Jalan Lingkar

Subyek Manfaat Resiko

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

1. Arus Lalulintas, barang dan jasa lancar

2. Pertumbuhan ekonomi lebih baik

3. Pendapatan daerah lebih tinggi (PBB, pajak penghasilan, pejak pertumbuhan nilai). 4. Kemudahan menjangkau

daerah lain

1. Pembebesan lahan 2. Pembangunan jalan

penghubung 3. Pemeliharaan jalan 4. Pengendalian pencemaran 5. Permukiman dan

penduduk meningkat 6. Manejemen lalulintas dan

polisi

Masyarakat Sekitar

1. Harga tanah meningkat 2. Menghemat waktu

perjalanan

3. Kota dan pusat niaga tambah luas

4. Permintaan bahan bangunan meningkat 5. Mengurangi kesenjangan

antar daerah 6. Adanya kawasan

pemukiman penduduk baru

7. Ada penyebaran kegiatan ekonomi

8. Kesempatan kerja lebih luas

9. Hubungan dengan daerah lain lebih mudah

10. Mengurangi kepadatan lalulintas di pusat kota

1. Sedikit pencemaran udara dan bising

2. Banyak kecelakaan 3. Biaya ganti rugi relatif

rendah

4. Kepadatan penduduk 5. Biaya infestasi lahan yang

akan dilakukan mayarakat relatif tinggi

Sumber :Suparmoko (2002) dalam Gayatri (2012;26).

Jalan lingkar luar di bangun di pinggiran kota yang melingkari pusat suatu kota. Fungsi dari jalan lingkar luar yaitu sebagai pengalih pergerakan lalu lintas di dalam kota guna mencegah kemacetan yang terjadi di kota dan sebagai perangsang pertumbuhan perekonomian wilayah yang berada di pinggiran kota tersebut.

2.1.4 Transportasi dan Pembangunan Wilayah

Black, J.A (1981) dalam Wahab (2009;42), tumbuh dan berkembangnya suatu wilayah dapat dianalisa dengan pendekatan transportasi, dimana sistem transportasi yang baik akan menciptakan daya dorong dan daya tarik wilayah


(32)

dalam berbagai kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Dengan kata lain macetnya sistem transportasi wilayah akan menghambat mobalitas investasi dan kegiatan perekonomian masyarakat.

Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan kedudukan bagi masyarakat guna kelangsungan pembangunan suatu wilayah. Sering kali kita mendengar bahwa transportasi merupakan alat penggerak perekonomian. Majunya suatu kota ditentukan dari baik buruknya kondisi transportasi wilayah tersebut. Fungsi transportasi yaitu sebagai usaha penyediaan fasilitas, baik sarana maupun prasarana transportasi dalam jumlah yang cukup untuk menunjang kelangsungan pembangunan wilayah.

1.3Perubahan Lahan dan Transportasi

Aktivitas transportasi disuatu wilayah mengakibatkan berbagai interaksi seperti antara pekerja dan tepat mereka bekerja, antara rumah tangga dan pasar, dan antara pelajar dan sekolah. Selain adanya interaksi, aktivitas transportasi juga mengakibatkan perubahan suatu lahan karena kemudahan aksesibilitas dan semakin tingginya permintaan ruang untuk aktivitas manusia seperti permukiman dan tempat kegiatan ekonomi.

2.2.1. Pengertian Lahan

Lahan adalah permukaan bumi tempat berlangsungnya berbagai aktifitas. Lahan merupakan sumber daya alam yang terbatas yang dalam penggunaanya memerlukan penataan, penyediaan dan peruntukannya secara berencana untuk maksud-maksud penggunaan bagi kesejahteraan masyarakat, Sugandhy 1999 dalam Sugianto, (2003 dalam Wahab, 2009;44). FAO (1976) menyebutkan bahwa


(33)

lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan termasuk vegetasi, di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Sedangkan menurut kamus tata ruang, lahan adalah lahan/tanah terbuka yang dihubungkan dengan arti atau fungsi sosial ekonominya bagi masyarakat yang dapat berupa tanah/lahan terbuka, tanah/lahan garapan maupun tanah/lahan yang belum diolah atau diusahakan.

Lahan merupakan sumber daya alam yang terpenting dalam pembangunan wilayah, akan tetapi perlu dipahami bahwa lahan mempunyai karakteristik tertentu (Tamin, 1997; Wahab, 2009;44) yaitu:

a. Mempunyai sifat khusus yaitu permanen (tidak dapat dihancurkan atau dibuat baru), lokasi yang pasti ( tidak dapat dipindahkan), dan tidak ada satupun bidang tapak lahan yang mempunyai nilai lahan persis sama.

b. Persediaan lahan terbatas dan sama

c. Merupakan tumpuan harapan dari berbagai kepentingan dan keinginan (baik yang dikuasai secara sah/legal, maupun tidak sah/ilegal menurut peraturan perundangan yang berlaku).

Penulis sependapat dengan pernyataan FAO (1976) , bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relif, hidrologi dan termasuk vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Selain itu, lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas, mempunyai sifat khusus yaitu permanen dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Dilihat dari segi geografis, pemanfaatan lahan selalu terkait dengan ruang atau lokasi tertentu. Sehingga karakteristik antara lahan yang satu dengan lahan lain berbeda.


(34)

2.2.2. Jenis Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar kedalam penggunaan lahan pertanian seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan produksi dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad, 1989).

Menurut Chapin dalam sugianto (2003), penggolongan penggunaan lahan didasarkan pada jennis aktivitas di atasnya, yaitu: kawsan perakantoaran, kawasan permukiman, kawasan campuran, kawasan komersial, kawasan industri, lahan kosong cadangan pengembangan, kawasan pertanian, dan kawasn konservasi. Lebih lanjut Chapin menyatakan bahwa pola pengunaan lahan menggambarkan suatu sistem aktivitas. Sistem aktivitas terbentuk oleh kegiatan sehari-hari individu, rumah tangga, perusahaan, dan institusi pada suatu wilayah.

Untuk mengetahui pengggunaan lahan di suatu wilayah maka perlu di ketahui komponen-komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan jenis penggunaan lahan dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui kompone-komponen pembentuk guna lahannya(Chapin dan Keisar,1979; Wahab, 2009;45).


(35)

Jenis penggunaan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor manusia dan lingkungan fisik lahan tersebut. Faktor dari manusia menentukan keputusan jenis penggunaan lahan dan jumlah penduduk merupakan pendorong perubahan lahan pertanian. Sedangkan faktor lingkungan fisik mempengarunhi pola penggunaan lahan seperti elevasi, lereng, keadaan tanah, ketersediaan air, dan faktor iklim.

Penggunaan lahan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu lahan terbangun dan lan non terbangun. Lahan terbangun meliputi fasilitas sosial, industri, gedung, pemukiman, perkantoran dan sebagainya. Lalu, lahan non terbangun meliputi pekarangan, perkebunan, sawah non irigasi dan sawah irigasi.

2.2.3. Sistem Transportasi dan Perubahan Guna Lahan

Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktifitas seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan yang bertamu yang berlangsung diatas bidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Untuk memenuhi keperluannya, manusia melakukan perjalanan diantara guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan orang, kendaraan, dan barang, pergerakan tersebut mengakibatkan berbagai macam interaksi (Tamin, 2000;30).

Pembangunan suatu areal lahan akan menyebabkan timbulnya lalulintas yang akan mempengaruhi prasarana transportasi yang baik akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan. Interaksi antara tataguna lahan dengan transportasi tersebut dipengaruhi oleh peraturan dan kebijakan. Dalam jangka panjang, pembangunan prasarana trasportasi ataupun penyediaan sarana transportasi


(36)

dengan teknologi akan mempengaruhi bentuk dan pola tata guna lahan sebagai akibat tingkat aksesibilitas yang meningkat (Tamin,1997; Wahab, 2009;47).

Tata guna lahan merupakan salah satu dari penentu utama pergerakan dan aktivitas. Aktivitas ini dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip generation), yang menentukan fasilitas-fasilitas transportasi apa saja, seperti jalan, bus dan sebagainya, yang akan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan. Ketika fasilitas tambahan di dalam sistem telah tersedia, dengan sendirinya tingkat aksesibilitas akan meningkat (Khisty dan Lall, 2003;10). Hubungan yang sederhana antara penggunaan lahan dan transportasi diperlihatkan dalam Gambar 2.1. Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan nilai lahan dan akan

mempengaruhi penggunaan lahan tersebut, misalnya perubahan lingkungan tempat tinggal menjadi daerah niaga/komersial, maka tingkat bangkitan perjalanan (misalnya jumlah perjalanan per luas lahan ) akan menghasilkan perubahan pada seluruh siklus aktivitas dan akan mempengaruhi nilai (harga) lahan (Adisasmita, 2011;67).

Hubungan antara variabel pengaruh yaitu aksesibilitas dan variabel terpengaruh yang meliputi nilai lahan, tata guna lahan, perjalanan, kebutuhan akan transportasi dan fasilitas transportasi. Pembangunan maupun perbaikan sarana transportasi di suatu wilayah mengakibatkan aksesibilitas yang baik pula. Aksesibilitas akan mempengaruhi nilai lahan atau harga lahan di sekitar wilayah yang dekat dengan jalan. Berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, belanja dan sebagainya yang berlangsung di atas sebidang tanah merupakan tata guna lahan. Seseorang dalam melakukan perjalanannya menggunakan system transportasi


(37)

baik jalan kaki maun naik kendaraan. Siklus hubungan yang fundamental antara transportasi dan tata guna lahan diilustrasikan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Siklus tata guna lahan/transportasi (Adisasmita, 2011;67).

Konsep yang mendasari hubungan tata guna lahan dan transportasi adalah aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas berarti kemudahan melakukan pergerakan di antara dua tempat. Asesibilitas meningkat-dari dari sisi waktu atau uang-ketika pergerakan menjadi lebih lancar dan murah. Selain itu kecenderungan untuk berinteraksi juga akan meningkat apabila biaya pergerakan menurun (Adisasmita, 2011;70). Potensi tata guna lahan adalah satu ukuran dari skala aktivits sosial ekonomi yang terjadi pada suatu lahan tertentu. Ciri khas dari tata guna lahan kemampuan atau potensinya untuk "membangkitkan" lalu lintas (Khisty dan lall, 2003;74).

Perjalanan Tata Guna Lahan

Kebutuhan akan transportasi

Fasilitas transportasi Aksesibilitas


(38)

2.3. Proses Perkembangan Spasial Secara Horisontal

Di dalam studi kota proses ini menjadi penentu bertambah luasnya areal kekotaan dan makin padatnya bangunan di bagian dalam kota sehingga secara definitif dapat dirumuskan sebagai suatu proses penambahan ruang yang terjadi secara mendatar dengan menempati ruang-ruang yang masih kosong baik di daerah pinggiran kota maupun di daerah-daerah bagian dalam kota (Yunus, 2005; 59).

Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi ekonomi dan fisik. Khusus mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan peggunaan lahan kekotaan maupun penggunaan lahan kedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya ( Yunus, 1999;107).

Pengambilan proses perkembangan spasial secara horizontal di lakukan untuk mengetahui pola atau proses perubuhan penggunaan lahan terbangun. Sumber analisis proses perkembangan spasial secara horizontal menggunakan citra. Karena keterbatasan informasi yang ada di dalam citra mengenai kondisi penggunaan lahan terbangunan terutamanya yaitu proses perkembangan spasial secara vertikal (kondisi bangungunan bertingkat) maka, dalam penelitian ini peneliti hanya mengkaji proses perkembangan spasial secara horizontal saja.

Berdasarkan pengertiannya, jalan lingkar luar merupakan jalan radial yang terletak di luar kota. Tujuan dari dibangunnya jalan lingkar luar yaitu untuk mengalihkan pergerakan lalu lintas ke luar kota serta dapat merangsang


(39)

pertumbuhan perumahan/pemukiman maupun kegiatan-kegiatan ekonomi karena ada kemudahan prasarana transportasi. Sehingga dalam proses perkembangan spasial horizontal, proses ini tidak lain merupakan sentrifugal. Makin banyak dan kuat faktor-faktor penarik yang ada di daerah pinggiran kota terhadap penduduk dan fungsi-fungsi, makin cepat pula proses bertambahnya ruang kekotaan.

Di dalam studinya (Lee, 1979 dalam Yunus 2005; 60-68) mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses perkembangan ruang secara sentrifugal ini dan sekaligus akan mencerminkan variasi intensitas perkembangan ruang di daerah pinggiran kota. 1. Faktor aksesibiltas

Aksesibilitas yang dimaksud dalam hal ini adalah aksesibilitas fisikal. aksesibilitas fisikal tidak lain merupakan tingkat kemudahan suatu lokasi dapat dijangkau oleh berbagai lokasi lain. Visualisasi nilai aksesibilitas dapat dihitung berdasarkan time cost value/distance, money cost value/distance maupun physical distance.

2. Faktor pelayanan umum

Merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan untuk dating ke arahnya. Makin banyak jenis dan macam pelayanan umum yang terkosentrasi pada suatu wilayah, maka akan makin besar daya tarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan. Pusat pelayanan mum sangat banyak macamnya antara lain, kampus pendidikan, pusat perbelanjaan, kompleks perkantoran, kompleks industry, pusat rehabilitasi, rumah sakit,


(40)

tempat ibadah, tempat rekeasi dan olah raga, stasiun kereta api, stasiun bus, bandara dan lain sejenisnya.

3. Faktor karakteristik lahan

Sebagian besar bangunan baru di daerah pinggiran kota akan digunakan untuk permukiman maupun tempat mengakomodasikan parasarana penunjang kegiatan, maka lahan-lahan yang terbebas dari banjir, stabilitas tanahnya tinggi, topografinya relative datar, atau mempunyai kemiringan yang kecil, air tanahnya relative dangkal, relief mikronya tidak menyulitkan untuk pembangunan, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah akan mempunyaidaya tarik yang lebih besar terhadappenduduk maupun fungsi-fungsi lain kekotaan di bandingkan dengan daerah yang skor komposit variable karakteristik lahannya lebih rendah. Demikian pula bentuk pemanfaatan lahan yang berbeda akan mempunyai daya tarik yang berbeda pula dan faktor keamanan menjadi bahan pertimbangan pula bagi seseorang yang akan membangun.

4. Faktor karakteristik kepemilikan lahan

Pemilik lahan yang mempunyai status ekonomi kuat akan berbeda dengan pemilik lahan yang bersetatus ekonomi lemah. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa pemilik lahan yang mempunyai status ekonomi lebih lemah mempunyai kecenderungan lebih kuat untuk menjual lahannya dibandingkan dengan mereka yang mempunyai status ekonomi kuat (Yunus, 2001).


(41)

5. Faktor keberadaan peraturan yang mengatur tata ruang

Pada daerah tertentu dimana diberlakukan peraturan yang membatasi pembangunan permukiman maupun pembangunan fisik lainnya karena wilayahnya telah ditentukan sebagai daerah terbuka hijau, maka selama peraturan yang adadilaksanakan secara konsisten dan konsekuen maka disana tidak akan terjadi perkembangan fisikal yang berarti.

6. Faktor prakarsa pengembang

Pengembang selalu menggunakan ruang yang cukup luas maka keberadaan kompleks yang dibangun akan mempunyai dampak yang cukup besar pula terhadap lingkungan sekitar. Daerah tertentu yang mungkin sebelum dibeli oleh pengembang merupakan lahan yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat rendah, setelah dibeli dan dimanfaatkan oleh pengembang untuk pembangunan kawasan pemukiman elit dengan sarana dan prasarana lengkap dan baik, maka daerah yang bersangkutan akan berubah menjadi daerah yang sangat menarik pemukiman-pemukima baru maupun bentuk kegiatan ekonomi. Daerah semacam ini akan mempunyai akselerasi perkembangan spasial yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan daerah yang tidak dijamah oleh pengembang.

Menurut Yunus (1999;124-129) dari waktu ke waktu, sejalan dengan selalu meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi telah mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya


(42)

kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Pengambilan alihan lahan non urban oleh penggunaan lahan urban di daerah pinggiran kota disebut sebagai invasion. Perambatan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut urban sprawl. Secara garis besar ada 3 macam proses perluasan areal kekotaan (urban sprawl), yaitu: a. Tipe pertama oleh Clark ( 1971 ) disebut sebagai “lowdensity, continous

development” dan oleh Wallace ( 1980 ) disebut “concentric development”. Jadi ini merupakan jenis perambatan areal kekotaan yang paling lambat. Perambatan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar penampakan fisik kota. Berikut Gambar 2.2. merupakan model penjalaran fisik kota secara konsentris.

Gambar 2.2. Model penjalaran fisik kota secara konsentris (Yunus, 1999:126)

b. Tipe perambatan memanjang (ribbon development/linear development/axial development) menunjukan ketidak meratan perambatan areal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar dari pada daerah kota utama. Perambatan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Berikut ini Gambar 2.3. merupakan model penjalaran fisik kota secara memanjang/linear.


(43)

Gambar 2.3. Model penjalaran fisik kota secara memanjang/linier (Yunus, 1999:128)

c. Perambatan yang meloncat ( leap frog development/checkerboard development ), tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap paling merugikan, tidak efisiensi dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi perpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Tipe ini sangat cepat menimbulkan dampak negatife terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi. Berikut ini Gambar 2.4. merupakan model penjalaran fisik kota secara meloncat.

Gambar 2.4. Model penjalaran fisik kota secara meloncat (Yunus, 1999:129).

Di dalam studinya (Lee, 1979 dalam Yunus 2005:60) mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses perkembangan ruang secara sentrifugal ini dan sekaligus akan mencerminkan


(44)

variasi intensitas perkembangan ruang di daerah pinggiran kota. Keenam faktor tersebut ialah (a) faktor aksesibilitas (accessibility); (b) faktor pelayanan umum (public services); (c) karekteristik lahan (land characteristics); (d) karakteristik lahan (land owners characteristics); (e) keberadaan peraturan-peraturan yang mengatur tata guna lahan (regulatory measures) dan (f) prakarsa pengembang (developers initiatives).

2.4.Aspek Geografi Ekonomi Masyarakat

Nursid (1988:54) mendefinisikan geografi ekonomi sebagai cabang geografi manusia yang bidang studinya struktur aktivitas ekonomi sehingga titik berat studinya adalah aspek keruangan struktur ekonomi manusia yang di dalamnya bidang pertanian, industri-perdagangan-komunikasi-transportasi dan lain sebagainya. Sedangkan H. Robinson (1979) mengartikan geografi ekonomi sebagai ilmu yang membahas mengenai cara-cara manusia dalam kelangsungan hidupnya berkaitan dengan aspek keruangan, dalam hal ini berhubungan dengan eksplorasi sumberdaya alam dari bumi oleh manusia, produksi dari komoditi (bahan mentah, bahan pangan, barang parik) kemudian usaha transportasi, distribusi, konsumsi (Suharyono, 1994: 34).

Geografi ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fonomena geosfer dengan sudut pandang keruangan yang bidang studinya struktur aktivitas ekonomi dengan manusia sebagai obyek pokoknya yang di dalamnya meliputi bidang pertanian, industri-perdagangan-komunikasi-transportasi dan lain sebagainya.


(45)

2.4.1. Dampak Pembangunan Prasarana Jalan Terhadap Aspek Georafi

Menurut Tamin (2000;32) Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tataguna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menhubungkannya. Aksebilitas adalah ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan 'mudah' atau' susah'nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Black, 1981). Aksesibilitas diartikan sebagai kemudahan pengangkutan, yang dimaksutkan adalah bila seseorang menginginkan melakukan perjalanan senantiasa tersedia sarana angkutan yang diperlukan (Adisasnita, 2012;124).

Menurut Tamin (2000;32) Mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi. Bahwa tempat yang berjarak jauh belum tentu dapat dikatakan mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat faktor lain dalam menentukan aksesibilitas yaitu waktu tempuh. Mobilitas penduduk diartikan sebagai suatu kondisi, dimana penduduk (orang-orang) tidak lagi terkungkung dalam satu tata ruang wilayah, tidak terikat lagi pada suatu tempat, melainkan memiliki banyak peluang atau kesempatan melakukan perjalanan keluar daerahnya, yang dimungkinkan karena tersedianya transportasi yang cukup, sehingga perjalanan penduduk dapat dilaksanakan dengan lancar dan sering dilakukan (Adisasmita, 2012;124). Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel 3. (Black, 1981).


(46)

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas

Kondisi Prasarana

Prasarana Baik Buruk Jarak Jauh Aksesibilitas sedang Aksesibilitas rendah

Dekat Aksesibilitas tinggi Aksesibilitas sedang

Sumber: Black (1981) dalam Tamin(2000;33).

Secara umum aksesibilitas dapat diartikan sebagai system pengaturan tataguna lahan secara geografis sebagai ukuran mudah atau susahnya berinteraksi lokasi sutu sama lain melalui system jaringan transportasi. Sedangkan mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dan memiliki banyak peluang atau kesempatan melakukan perjalanan keluar daerahnya yang dinyatakan dari kemampuan membayar biaya transportasi dan transportasi yang mudah. Berikut Gambar 2.5. tentang keterkaitan aksesibilitas, tata guna lahan pola kegiatan dan

transportasi.

Gambar 2.5. Keterkaitan Aksesibilitas, Tata Guna Lahan Pola Kegiatan Dan Transportasi (Marlok, 1978).

Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transpotasi antar tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek, maka aksesibilitas rendah. Beberapa kombinasi di antaranya mempunyai aksesibilitas menengah (Tamin, 2000:32-33).

Transportasi

Penataan Lahan

Aksesibilita s

Pola Kegiatan


(47)

Perbaikan prasarana transportasi akan meningkatkan aksesibilitas orang untuk melakukan kegiatan ekonomi. Aksesibilitas memicu perubahan lahan dan pemakaian sumberdaya alam. Penataan lahan seperti menempatkan daerah produksi, pemasaran dan jalur distribusi pergerakan barang dan jasa akan membentuk pola kegiatan antara satu penggunaan lahan dengan penggunaan lahan lainnya (Marlok, 1978). Peranan pengangkutan tidak hanya untuk melancarkan arus barang dan mobilitas manusia, pengangkutan juga membantu terciptanya penglokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal. Untuk itu jasa angkutan harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Nasution, 2008;7).

2.4.2. Dampak Pembangunan Prasarana Jalan Terhadap Aspek Ekonomi

Ekonomi adalah usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesenambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan ke arah yang lebih baik (Mulyanto, 2008;2). Menurut Nasution (2008;4-5), transportasi menentukan biaya dan memperbesar kuantitas keanekaragaman barang, sehingga terbuka kemungkinan adanya perbaikan dalam perumahan, sandang dan pangan, serta rekreasi. Manfaat ekonomi dari kegiatan transportasi dapat disebutkan, yaitu (1) memperluas pasar (daerah pemasaran) yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan keuntungan bagi produsen (2) mengurangi perbedaan harga antar daerah menjadi sekecil mungkin, sehingga barang-barang menjadi stabil, (3) transportasi yang lancar dan mampu menjangkau daerah yang luas akan mendorong daerah-daerah


(48)

melakukan spasialisasi produksi sesuai potensi yang dimiliki, berarti mampu menerapkan prinsip keunggulan komperatif (comperative cost),yaitu memproduksi barang dengan biaya murah (Adisasmita, 2011;4).

Menurut Marlok (1984;611), bahwa wajarlah kiranya perbaikan pelayanan transport di suatu daerah akan mengakibatkan naiknya nilai lahan di daerah itu, apabila kondisi lainya tidak berubah. Biasanya orang-orang dan pedagang menganggap bahwa kemudahan tranpor ketempat lain biasa disebut akssibilitas, sehingga dari sebidang tanah akan bertambah nilainya dengan meningkatnya sistem pelayanan transportasi. Teori nilai lahan menurut Yunus (1999;88) bahwa nilai lahan dan penggunaan lahan mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti diketahui apabila masalah nilai lahan dikaitkan dengan pertanian misalnya maka variasi nilai lahan banyak tergantung pada fertility (kesuburan), faktor lingkungan, keadaan drainase, dan lokasi di mana lahan tersebut berada.

Aspek ekonomi masyarakat pada umumnya dipengaruhi aspek lingkungan alam sekitar mereka tinggal. Gambaran umum dari aspek sosial ekonomi yang disebabkan oleh pembangunan suatu prasarana jalan dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat, jenis mata pencaharian ,naiknya harga lahan dan kondisi perumahan karena terbuka kemungkinan adanya perbaikan dalam sandang dan pangan.


(49)

Tabel 4. Penelitian yang Relafan

Judul, Tahun, Wilayah,

Nama Peneliti Tujuan Penelitian

Metode Penelitian dan Pendekatan

Teknik dan Analisis

Bahan Penelitian Hasil Penelitian Presepsi masyrakat

Terhadap Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Provinsi Sumatra Barat Solok, 2011, Kota Solok Provinsi Sumatra Barat, Oktaria, Roni

A.Mengkaji presepsi masyarakat terhadap setatus kepemilikan dan rencana perubahan tata guna lahan di sekitar kawasanJalan Lingkar Utara Kota Solok

B.Pengaruh pembangunan jalan lingkar kota solok terhadap perkembangan kawasan, manfaat Jalan Lingkar Kota Soslok terhadap kelancaran transportasi, dan dampak lingkungan akibat pembangunan jalan lingkar Utara Kota Solok

Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif

Teknik analisis dekriptif dimana data kualitatif didukung dengan pengolahan kuantitatif

Kebijakan pembangunan jalan lingkar mendapat dukungan mayoritas masyarakat, berpotensi mempercepat perkembangan kawasan utaraKota Solok, tingkat pemanfaatan lahan dan nilai lahan di sekitar jalan utara bisa meningkat, dan memperlancar transportasi yang melewati Kota Solok

Pemanfaatan

Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Dalam Meningkatkan Kehidupan Sosial Ekonomi di Kota Cilegon, 2012, Kota Cilegon, Gayatri, Dilla Dania

Untuk menganalisis pemanfaatan pembangunan Jalan Lingkar Selatan dalam peningkatan Sosial Ekonomi di Kota Cilegon

Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif

Analisis data penelitian ini menggunakan model interaktif yang di kembangkan oleh Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Kemudian analisa data menggunakan metode trigulasi

Hasil penelitian ini memperlihatkan masih kurangnya manfaat yang dirasakan bagi masyarakat. Manfaat yang dirasakan warga sekitar yaitu meningktnya penghasilan warga yang mendirikan ruko-ruko, warung-warung kecil, tukang ojek dan harga tanah yang meningkat drastis.


(50)

Salatiga Terhadap Perkembangan UKM di Sekitar Jalan Lingkar Selatan Salatiga, 2012, Kota Salatiga, Herianto, M. Roziqin

Terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masarakat di sekitarnya pada khususnya dan kota salatiga pada umumnya, melalui UKM yang tumbuh dan berkembang di Jalan Lingkar Selatan Salatiga. Serta untuk mengetahui kendala-kendala yang di hadapi oleh pelaku Usaha Kecil dan Menengah di Jalan Lingkar Selatan Salatiga.

metode kualitatif Sekitar Jalan Lingkar Selatan Salatiga karena banyak masyarakat yang melihat pelang yang ada untuk berusaha, selain itu juga karena adanya pangsa pasar yang besar dengan adanya para penggiat para aktivitas di Jalan Lingkar Selatan.Selain itu juga mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Sedangkan kendala yang dihadapi usaha kecil dan menengah meliputi; persaingan yang ketat antara penjual, modal yang terbatas, teratasnya sarana dan prasarana usaha, kurangnya keahlian dari pelaku UKM, dan ancaman penertiban oleh pihak berwenang.

Dampak Peningkatan Kualitas Jalan Lingkar Barat Enrangkang Terhadap Pengembangan wilayah dan Kota, 2009, Enrengkang, Wahap, Abdul

Mengidentifikasi seberapa besar dampak peningkatan kualitas jalan lingkar terhadap pengembangan pertanian pada kawasan Barat Enrekang. Sasaran yang ingin di capai yaitu mengidentifikasi tingkat aksesibilitas, pemanfaatan lahan pertanian dan nilai lahan, menganalisis tingkat produktifitas, kualitas, dan menganalisis tingkat penghasilan penduduk di sekitar kawasan Barat Enrakang

Metode survey dengan pendekatan kuantitatif karena digunakan untuk memformalasasikan data-data sekunder dan menggunakan pendekatan survey, baik instansional maupun lapangan.

Analisa secara deskriptif kuantitatif dengan mengintepretasi hasil instrumen data untuk menarik suatu kesimpulan

Tingkat aksebilitas dan mobilitas penduduk meningkat dan sangat berpengaruh setelah investasi infrastruktur jalan ditingkatkan kualitasnya. Meningktnya akses berinteraksi dengan wilayah lainnya, sehingga tingkat pemanfaatan lahan dan nilai lahan jadi meningkat,lahan yang kurang produktif menjadi lahan yang berpotensi untuk menghasilkan komuditi yang berkualitas.


(51)

Lingkar Selatan Kota Salatiga, 2015, kota Salatiga, Hazmi, Alwan

kota dan seberapa jauh dampak pembangunan JLS Salatiga terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar

kuantitatif karena digunakan untuk memformalasasikan data-data sekunder dan menggunakan pendekatan survey, baik instansional maupun lapangan.

seberapa besar perubahan lahan dan proses perambatan kota secara fisik, dan analisis deskriptif bersifat kuantitatif untuk dengan mengintepretasi hasil instrumen data untuk menarik suatu kesimpulan

penggunan lahan terbangun disekitar wilayah JLS Salatiga, perambatan wilayah yang dilewati JLS secara fisik bertipe memanjang mengikuti jalan dan meloncat-loncat tidak teratur. Sedangkan terdapat perubahan secara aspek sosial ekonomi setelah JLS Salatiga dibangun.


(52)

2.6.Kerangka Pikir Penelitian

Karangka pemikiran bertujuan untuk menjelaskan sistematik alur pemikiran peniliti terkait dengan topik Perubahan Spasial Akibat Pembangunan Jalan Lingkar Luar Kota Salatiga Kota Salatiga.

Pemusatan kegiatan perekonomian yang terjadi di pusat kota, menjadikan pembangunan wilayah kota Salatiga tidak merata. Permasalahan kota yang kompleks mulai dari kemacetan sampai kesenjangan pembangunan antar wilayah membuat Pemerintah Kota Salatiga mengupayakan pemecahan permasalahan yang terjadi di Kota tersebut. Sebuah jalan lingkar yang melewati tiga kecamantan dan tujuh kelurahan di Kota Salatiga telah dibangun. Dalam hal ini, pembangunan jalan lingkar Kota Salatiga secara keruangan bertujuan untuk mengatasi kemacetan arus lalu lintas di pusat Kota Salatiga dan merangsang pertumbuhan ekonomi di kawasan Jalan Lingkar tersebut.

Kegiatan penduduk dan semakin bertambahnya jumlah penduduk di JLS Salatiga, berpengaruh pada tuntutan akan ruang dalam mengakomodasikan sarana atau struktur fisik yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Sebelum dan sesudahnya pembangunan JLS Salatiga, akan berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar jalan tersebut. Pembangunan JLS Salatiga seyogyanya akan berdampak perubahan keruangan Kota Salatiga pada umumnya dan wilayah sekitar JLS Salatiga pada khususnya.

Supaya mencapai tujuan yang diinginkan, maka perlu suatu kajian atau gambaran seberapa besar perubahan yang timbul akibat jalan lingkar selatan Kota Salatiga dari sebelum dibangun sampai sesudah dibangun terhadap kondisi keruangan (spasial) yang meliputi perubahan lahan, proses perambatan kota secara fisik dan kondisi geografi ekonomi masyarakat sekitar.


(53)

Gambar 2.6. Kerangka Pikir Penelitian

Keterangan : = Proses = Input = Output

Pembangunan daerah kota Salatiga

Pembangunan infrastruktur Jalan Lingkar Luar Kota Salatiga

Perubahan Spasial Jalan Lingkar Luar Kota Salatiga

Seberapa besar perubahan spasial akibat pembangunan JLS di kawasan jalan lingkar luar kota Salatiga

Kondisi perubahan spasial di kawasan sekitar jalan lingkar luar Kota Salatiga dari sebelum dibangun

sampai sesudah dibangunnya JLS

Analisis terhadap kondisi perubahan lahan, proses perambatan fisik kotadan kondisi geigrafi ekonomi


(54)

BAB III

METODE

PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah metode survey. Menurut Sugiyono, (2009;6) metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara tersetruktur dan sebagainya (perlakuan tidak sama seperti dalam eksperimen). Metode survey termasuk dalam metode kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena merupakan pendekatan yang digunakan untuk memformulasasikan data-data sekunder, dan menggunakan pendekatan survai, baik instansional maupun lapangan. Jadi, survey bukanlah hanya bermaksud mengetahui kasus gejala, tetapi juga bermaksud menentukan kesamaan status dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah dipilih atau ditentukan. Studi survey adalah salah satu pendekatan penelitian yang pada umumnya digunakan untuk mengumpulkan data yang luas dan banyak, (Arikunto, 2010;153-156).

3.1.Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono,2009;80). Populasi penelitian ini adalah warga` kelurahan yang dilewati JLS Salatiga dan memiliki


(55)

rumah disekiar jalan tersebut. Wilayahnya meliputi Kecamatan Argomulyo, Sidomukti, dan Sidorejo yang terdiri dari tujuh Kelurahan yaitu Kelurahan Cebongan, Randuacir, Kumpulrejo, Dukuh, Kecandran, Pulutan, dan Blotongan. 3.2.Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu, (Sugiyono, 2009;81). Sampel penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar jalan lingkar luar Kota Salatiga dengan batas radius daerah kelurahan yang dilewati JLS Salatiga dan kondisi lahan di sekitar area jalan tersebut.

Pengambilan sempel ini menggunakan metode probability sampling. Tipe yang digunakan adalah sampel area. Sampel area digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Lalu menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan penentuan jumlah sampel yang dianggap representif, maka besarnya sampel diambil menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2004) dalam Wahab (2009;32), dengan penetapan presisi 0,1 (nilai drajat kecermatan) yaitu sebagai berikut:

n =

Di mana :


(56)

N = jumlah populasi

d² = presesi yang ditetapkan

Nilai derajat kecermatan yang diambil dalam studi ini adalah sebesar 0,1 atau 10% sehingga menunjukan bahwa tingkat kepercayaan terhadap studi adalah sebesar 90%. Dengan jumlah populasi 7 kelurahan Kelurahan Cebongan, Kelurahan Randuacir, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kecandran, Kelurahan Pulutan, dan Kelurahan Blotongan, yaitu sebanyak 48.785 jiwa, maka jumlah sampel dalam studi ini adalah:

n = 48.785 / ( 48.785 x (0,1)² ) + 1 n = 99,80 responden

n = 100 responden

Jumlah responden ini diperoleh berdasarkan perhitungan matematis yaitu total jumlah penduduk dibagi jumlah penduduk per kelurahan. Kemudian hasil dari pembagian tersebut, menjadi nilai pembagi untuk total jumlah responden. Sehingga ketemu jumlah responden per kelurahan. Secara lebih jelas dapat dilihat Tabel 5. mengenai jumlah dan sebaran lokasi responden.

Tabel 5. Jumlah dan Sebaran Lokasi Responden

No Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah (km²)

Jumlah Penduduk

Jumlah Responden 1 Argomulyo - Cebongan 1,381 4.299 9

- Randuacir 3,776 4.999 11 - Kumpulrejo 6,290 6.728 14 2 Sidomukti - Dukuh 3,772 11.892 24 - Kecandran 3,992 5.245 10 3 Sidorejo - Pulutan 2,371 3.800 8

- Blotongan 4,238 11.822 24 Jumlah 25,82 48.785 100


(57)

3.3. Variabel Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua data yaitu data sekunder dan data primer. Berikut Tabel 6. yaitu variabel penelitian data sekunder.

Tabel 6.Variabel Penelitian Data Sekunder

No Jenis Data Metode Sumber Data Variabel 1 Data monografi

kota Salatiga Dokumentasi BPS

- Jumlah penduduk - PDRB Kota Salatiga 2 Perubahan Lahan Dokumentasi BAPPEDA & Citra

Google Earth - Landuse Time Series

3 Proses Perkembangan wilayah Kota secara Fisik Dokumentasi dan Obserfasi

BAPPEDA & Citra

Google Earth - Proses Perkembangan Spasial secara Horisontal

4 Aspek geografi

geografi masyrakat Dokumentasi Dinas Perhubungan

- Rute angkutan Umum Kota

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui kajian literatur, jurnal, peraturan perundang-undangan, peta RTRW Kota Salatiga, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Kota Salatiga. Sedangkan pengambilan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner, yang merupakan daftar pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar jalan lingkar Kota Salatiga. Berikut Tabel 7. yaitu variabel penelitian data primer.

Tabel 7.Variabel Penelitian Data Primer

NO Jenis Data Metode Sumber Data Variabel 1 Aspek

geografi Wawancara, Kuesioner dan Observasi Masyarakat sekitar JLS, BAPPEDA, Dinas PU, Kelurahan & Kecamatan setempat

- Itensitas melakukan perjalanan - Jarak & waktu tempuh menuju

ibu kota kecamatan

- Kemudahan mendapatkan angkot - Pengeluaran ongkos angkutan 2 Aspek

ekonomi masyarakat Wawancara, Kuesioner dan Observasi Masyarakat sekitar JLS, BAPPEDA, Dinas PU, Kelurahan & Kecamatan setempat - Penghasilan

- Kepemilikian kendaraan - Kondisi Rumah


(58)

3.4.Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, digunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain:

1.

Observasi, yaitu pengamatan langsung di lapangan untuk mengumpulkan data-data mengenai kondisi objektif sarana dan prasarana transportasi daerah penelitian.

2. Pedoman wawancara yang digunakan adalah bentuk “semi structured”. Maka mula-mula interviwer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bias meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam, (Arikunto, 2010;270). Para ahli disini dipilih Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri dari:

a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga b. Kepala Bappeda Kota Salatiga

c. Camat, Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat.

3.

Kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden yang disertai pemilihan dan alternatif yang dapat diisi sebagai jawaban lain yang telah disediakan penulis. Penelitian ini memakai kuesioner bersifat tertutup dengan maksud bahwa jawaban kuesioner telah tersedia dan responden tinggal memilih beberapa alternatif yang disediakan. Kuesioner ini di lakukan kepada


(59)

masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kawasan jalan lingkar luar Kota Salatiga.

4. Dukumentasi yaitu dengan cara pengambilan data dari instansi- instansi terkait maupun penyediaan data sekunder. Data ini merupakan dokumen-dokumen penting dan resmi pada beberapa instansi pemerintah daerah. Seperti, BAPPEDA , Dinas PU, Dinas Perhubungan dan BPS kota Salatiga.

5.

Interpretasi Citra, yaitu menganalisis keadaan penggunaan lahan di Kota Salatiga, khususnya pada kecamatan Argomulyo, kecamatan Sidomukti, kecamatan Siderejo yang wilayahnya dilalui jalan Lingkar Luar.

3.5.Tahapan Penelitian

1. Tahap Persiapan penilitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat usulan penelitian yang telah disetujui oleh dosen pembimbing. Kemudian mengumpulkan berbagai data sekunder berupa catatan statistik, pengumpulan segala macam jenis peta yang dibutuhkan, persiapan biaya, penentuan tenaga, akomodasi di lapangan, tranportasi dan mempersiapkan alat-alat penelitian yang dibutuhkan. Selanjutnya peneliti memenuhi segala pra-syarat yang harus di penuhi yaitu perijinan penelitian. Tanpa memenuhi prasyarat ini, suatu penelitian tidak akan dapat dilaksanakan atau mengalami hambatan yang besar. Perijinan penelitian merupakan tanggung jawab otoritas suatu wilayah yang akan di teliti. Sehingga perijinan penelitian merupakan salah satu prasyarat yang harus dimiliki peneliti.


(60)

2. Tahap Pelaksanaan

Menurut Yunus, (2010;237), ada dua pelaksanaan penelitian wilayah yang dapat dilakukan, yaitu pelaksanaan kerja lapangan dan pelaksanaan kerja laboratorium. Pada pelaksanaan kerja laboratorium peneliti menganalisis citra satelit yaitu tentang penggunaan lahan di sekitar kawasan jalan lingkar selatan Salatiga yang sebelumnya sudah ditentukan peneliti daerah mana saja yang akan dianalisis dan pembuatan peta-peta pendukung penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran lengkap mengenai Landuse Time Series di wilayah penelitian, karena semua wilayahnya terliput dalam sebuah citra.

Pelaksanaan kerja lapangan. Tujuan dari pelaksanaan lapangan yaitu mengecek kebenaran kenampakan yang ada dari interpretasi citra yang sebelumnya telah dilakukan pada saat pelaksanaan kerja laboratories. Karena pada pengambilan gambarnya dilakukan dari jarak yang jauh maka pasti ada beberapa kenampakan yang tidak dapat dikenali 100%. Setelah di lakukan pengecekan lapangan, kemudian di lakukan kerja laboratorium lagi untuk membenarkan beberapa interpretasi yang salah dan menghasilkan peta wilayah yang menggambarkan sebaran kenampakan permukaan bumi yang mendekati 100% benar. Selain pengecekan lapangan juga dilakukan pengumpulan data-data primer dengan teknik wawancara, kuesioner maupun observasi tentang mengenai sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan jalan lingkar Salatiga.

3. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan pengecakan kebenaran data, menyusun data, melaksanakan coding, melaksanakan klasifikasi data, mengoreksi jawaban


(61)

kuesioner yang kurang jelas, pembuatan table, dan representasi data dalam bentuk gambar atau peta.

4. Tahap Analisis

Ada dua teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yang pertama yaitu teknik analisis spasial dengan overlay. Analisis ini digunakan untuk mengukur aspek fisik seberapa besar perubahan yang terjadi pada penggunaan lahan (time series) dan bagaimana proses perkembangan wilayah jalan lingkar selatan Salatiga secara fisik setelah dibangunnya jalan tersebut. Sofwer yang digunakan yaitu Microsoft Excel, Arc Gis, Arc View Gis, Google earth dan Map Source.

Kedua yaitu teknik statistic deskriptif dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan yaitu statistik. Sugiyono, (2009;147) mengatakan statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Kemudian hasil dari analisis deskriptif datanya disajikan melalui tabel dan grafik. Data yang menggunakan teknik analisis statistic deskriptif adalah data geografi ekonomi masyarakat JLS Salatiga.

Setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul, kemudian data tersebut dikelompokan berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, dan melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.


(62)

5. Tahap Penulisan Laporan

Tahap ini terdiri dari penyusunan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. 3.6.Metode Analisis Data

Menurut Singarimbun (1995) dalam Wahab (2009;26), bahwa analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah di baca dan di interpretasikan. Adapun Proses Analisis Data yang di gunakan dalam penelitian ini :

1. Analisis Spasial

Analisis spasial dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan spasial yang terjadi di sekitar kawasan jalan lingkar luar Kota Salatiga yaitu mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan dalam kurung waktu delapan tahun dari sebelum dibangunnya jalan lingkar luar Kota Salatiga yaitu pada tahun 2006 sampai setelah di bangunnya jalan lingkar luar Kota Salatiga yaitu tahun 2014.

Motede overlay dilakukan untuk menggabungkan dua sumber data multi temporer. Data tersebut yaitu citra Google Eart tahun 2014 dan Peta Penggunaan Lahan Eksisting kota Salatiga dengan data dasar Citra Quickbird Akuasi 11 September 2006 (LAPAN) dan peta RBI tahun 1998 yang dikompilasi dari Foto Udara skala 1 : 50.000 tahun 1993/1994 secara fotogrametri. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan secara fisik.

Kemudian, dari hasil analisis peta penggunaan lahan eksisting JLS Salatiga tahun 2006 dan peta penggunaan lahan JLS Salatiga tahun 2014 didapat perkembangan perubahan lahan di sekitar wilayah jalan tersebut. Setelah


(63)

diketahui perubahan penggunaan lahan tersebut, kemudian bagaimana proses arah perambatan perkembangan lahan atau perkembangan secara fisik pada wilayah yang dilewati JLS Salatiga. Lalu, perkembangan perubahan lahan tersebut di terapkan ke proses perlusan areal “urban sprawl” . Secara garis besar ada 3 macam proses perluasan areal kekotaan (urban sprawl), yaitu concentric development, ribbon development dan leap frog development. Maka, dari teori tersebut dapat diketahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi, dan dampak apa saja yang timbul akibat proses perkembangan perluasan wilayah di JLS Salatiga. 2. Analisis Statistik Deskriptif

Data yang bersifat kuantitatif, diproses dengan beberapa cara antara lain (a) dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh prosentase, (b) dijumlahkan diklasifikasikan sehingga merupakan susatu susunan urut data, untuk selanjutnya dibuat tabel saja atau diproses lebih lanjut menjadi perhintungan kesimpulan atau kepentingan visualisasi dan dengan bentuk grafik, dengan tujuan agar data ini memudahkan peneliti atau orang lain memahami hasil penelitian (Wahab, 2009;28)

Analisis data ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari menjawab pertanyaan serta tujuan penelitian ketiga. Analisis ini digunakan untuk variabel-variabel dengan sebaran-sebaran frekuensi, baik dengan angka mutlak maupun dengan presentase. Indikator dari masing-masing variabel untuk analisa deskriptif diukur dengan memberikan bobot masing-masing katagori seperti Tabel 8. berikut:


(64)

Tabel 8. Indikator Katagori Penelitian

Katagori Bobot

a. Sangat Baik 4

b. Baik 3

c. Kurang Baik 2

d. Sangat Buruk 1

Sumber :Abdul Wahab, (2009;28). Rumus yang digunakan :

a) Nilai : Bobot x frekuensi

b) Rata - rata skor : ∑ n = total frekuensi c) Rata-rata :

100%

Hasil dari nilai, rata-rata skor dan presentase diatas dapat di interpretasikan dengan membandingkan angka parameter yang sudah ditentukan dalam daftar klasifikasi instrumen yang digunakan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. berikut:

Tabel 9. Klasifikasi Sebutan Instrumen yang Digunakan

NO Penyebutan Rata-rata skor dan presentase

Parameter

1 Sangat Berpengaruh Rata-rata skor 3,21-4.00 Rata-rata persen 80,01%-100% 2 Cukup Berpengaruh Rata-rata skor 2,41-320

Rata-rata persen 60,01%-80,00% 3 Kurang berpengaruh Rata-rata skor 1,61-2,40

Rata-rata persen 40,01-60,00% 4 Tidak Berpengaruh Rata-rata skor 0,81-1,60

Rata-rata persen 20,01%-40,00%

Sumber : Abdul Wahab,(2009;29).

Parameter pada Tabel 9. diperoleh dengan pembagian interval dengan masing-masing penyebut yaitu rata-rata skor 0,8 dan rata-rata persen 20%. Sehingga diperoleh lima kelas penyebut. Berhubung, kelas peyebut yang diperlukan hanya empat kelas, maka pembagian intervalnya dimulai dari rata-rata skor paling besar ke paling kecil yakni 4 – 0,81 dan rata-rata persen 100% - 20%.


(65)

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Citra Google Earth tahun 2014

Koreksi geometric & Registrasi croping Titik Koordinat Sampel(GPS) Survey lapangan Proses Multi Temporer

Peta Penggunaan Lahan Tentatif

Teknik Analisis Data

Analisis Statistik Deskriptif Analisis Spasial

dengan overlay Data Geografi

Ekonomi Masyarakat Jalan Lingkar Selatan

Salatiga

Data Primer

Perubahan Spasial Sebelum dan Sesudah di Kawasan Jalan Lingkar

luar Kota Salatiga

Interpretasi

Chek List Lapangan

Peta Penggunaan Lahan

Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Salatiga

tahun 2014

Proes Perambatan Kenampakan Fisik dengan Pendekatan

Morfologi Kota

Keterangan :

= Proses Pemetaan = Proses


(1)

12 445465,06 9185627,73 Pemukiman Pemukiman (Peternakan)

Sesuai

Jumlah Titik yang disurvei = 12 Jumlah Titik yang sesuai = 12

Tingkat Kebenaran Interpretasi =

Tingkat Kebenaran Interpretasi =

= 100%


(2)

133


(3)

(4)

135 Lampiran 7. Surat Rekomendasi Penelitian


(5)

136 Lampiran 8. Surat Bukti Telah Melakukan Penelitian


(6)