PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TIPE PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat T.P 2012/2013)

(1)

(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

TIPE PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat

T.P 2012/2013)

Oleh

MUJI APRILIA FITRIANI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara

penggunaan model problem based instruction dan make a match terhadap hasil belajar ekonomi siswa dan untuk mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan model pembelajaran model problem based instruction dan make a match pada hasil belajar ekonomi kelas XI SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Jumlah sampel sebanyak dua kelas, masing-masing kelas berjumlah 37 siswa. Satu kelas diperlakukan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi diperlakukan sebagai kelas pembanding. Hasil uji hipotesis yang pertama dengan uji Anava diperoleh Sig. 0,016 < 0,05

menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran problem based instruction dan model

pembelajaran make a match. Sedangkan untuk hipotesis kedua dengan

perhitungan manual menggunakan rumus diperoleh hasil keefektifan adalah 1,02 yang artinya penggunaan model problem based instruction lebih efektif

dibandingkan model make a match.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah …...……… 1.2 Identifikasi Masalah …...……….. 1.3Pembatasan Masalah ...……….

1.4Rumusan Masalah …...……….

1.5Tujuan Penelitian ………..

1.6Kegunaan Penelitian ………...……….. 1.7Ruang Lingkup Penelitian………...……….. II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN

HIPOTESIS

2.1Tinjauan Pustaka ………...………

2.1.1 Hasil Belajar……….………..

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif ………... 2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based

Instruction………...……….. 2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match..… 2.2Penelitian yang Relevan ………

2.3Kerangka Berpikir ……….

2.4Hipotesis ………...

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian …………...……….. 3.2 Desain Penelitian ………...………... 3.3 Prosedur Penelitian ………...……

3.4 Populasi dan Sampel ……….

3.4.1 Populasi ………

3.4.2 Sampel ……….

3.5 Variabel Penelitian ………

3.6 Definisi Operasional Variabel ……….. 3.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ………... 3.8 Uji Persyaratan Instrumen ………...……….

1 6 7 7 8 8 8 10 10 15 23 25 28 29 31 33 33 34 37 37 37 38 38 39 40


(7)

3.8.1 Uji Validitas ………. 3.8.2 Uji Reliabilitas ………. 3.8.3 Tingkat Kesukaran ………... 3.8.4 Daya Beda ……… 3.9 Uji Persyaratan Analisis Data …………..………. 3.9.1 Uji Normalitas ………. 3.9.2 Uji Homogenitas ……….. 3.10 Teknik Analisis Data ……….. 3.10.1 Analisis Varian Satu Jalur ………. 3.10.2 Analisis Efektifitas Model Pembelajaran ……….. 3.11. Pengujian Hipotesis ………….……….. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 4.1.1 Sejarah Berdirinya SMAN 1 Sumberjaya ………. 4.1.2 Visi dan Misi Sekolah ………... 4.1.3 Situasi dan Kondisi Sekolah ……….

4.2Deskripsi Data ………..

4.2.1 Deskripsi Data Hasil Pre-Test ……….. 4.2.2 Deskripsi Data Hasil Post-Test ………. 4.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ……….……...

4.3.1 Uji Normalitas ………..……….

4.3.2 Uji Homogenitas ………...

4.4 Peningkatan Hasil Belajar Kelas PBI dan MaM ………... 4.5 Pengujian Hipotesis ………..

4.5.1 Pengujian Hipotesis 1 ……… 4.5.2 Pengujian Hipotesis 2 ………

4.6 Pembahasan ………..

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan ………...

5.2 Saran ……….

Daftar Pustaka Lampiran 40 41 42 43 44 44 45 46 46 46 47 49 49 52 55 60 61 63 67 67 69 69 70 71 72 74 81 82


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam

penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional,

tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses

pembelajaran.

Upaya peningkatan prestasi belajar dan motivasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang memengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa


(9)

2 dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat

memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada murid, yaitu adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.

SMA Negeri 1 Sumberjaya yang berada di kelurahan Tugu Sari ini merupakan satu-satunya SMA negeri yang ada di kecamatan Sumberjaya, sehingga dapat dipastikan begitu banyak lulusan sekolah menengah pertama yang berlomba-lomba untuk duduk di SMA Negeri 1 ini. Selain siswa dari kecamatan Sumberjaya itu sendiri, ada pula siswa yang berasal dari kecamatan bahkan kabupaten lain mengingat lokasi kecamatan Sumberjaya berbatasan langsung dengan kecamatan Bukitkemuning yang berada di Lampung Utara. Akibatnya, jumlah siswa yang diterima setiap tahunnya meningkat. Siswa di tiap kelasnya makin ramai sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kurang kondusif.

Selama ini kegiatan pembelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Sumberjaya masih menggunakan metode konvensional, yaitu guru memegang peran utama dalam menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Akibatnya dalam mempelajari materi ekonomi siswa cenderung kurang semangat dan dianggap membosankan. Motivasi belajar siswa masih rendah, sehingga


(10)

3 mengakibatkan hasil belajar juga rendah. Oleh karena itu perlu diadakan inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan pembelajaran kooperatif.

Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sumberjaya, Lampung Barat diperoleh data tentang hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IPS tahun pelajaran 2012/2013 sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Ulangan Harian Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya TP. 2012/2013.

No Kelas Interval Nilai Jumlah Siswa

<72 ≥72

1 2 3 4

XI IPS 1 XI IPS 2 XI IPS 3 XI IPS 4

28 32 30 26 8 5 6 5 37 37 36 31

Jumlah Siswa

Persentase 116 82,27% 24 17,021% 141 100% Sumber: Guru mata pelajaran ekonomi SMAN 1 Sumberjaya

Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa hasil belajar ekonomi yang diperoleh siswa secara umum masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang menguasai pelajaran ekonomi atau yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) baru mencapai 17,021% atau 24 orang siswa. Sedangkan 82,27% atau sebanyak 116 orang siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM), dimana kriteria ketuntasan minimum untuk mata pelajaran ekonomi kelas XI adalah sebesar 72. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penguasaan pelajaran ekonomi siswa masih tergolong rendah, sebagaimana pendapat Dhamarah dan Zain (2006: 128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah.


(11)

4 Banyak faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar ekonomi dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi adanya minat dan motivasi belajar siswa yang masih rendah, tidak semua siswa mempunyai buku pegangan atapun buku paket ekonomi, dan metode mengajar guru yang masih berkisar pada ceramah, tanya jawab serta penugasan. Selain itu masih terlihat kecenderungan siswa untuk bicara dengan teman yang lain saat proses pembelajaran sangat besar dikarenakan pembelajaran yang dianggap sebagian besar siswa membosankan. Hal ini

mengakibatkan sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan guru.

Lokasi sekolah yang jauh dari jalur angkutan umum, membuat siswa yang lokasi rumahnya jauh dari sekolah menjadi sering terlambat. Setelah turun dari angkutan umum, siswa masih harus berjalan sekitar dua sampai tiga kilometer ke sekolah atau naik ojeg yang membutuhkan dana tambahan. Hal ini tentu menyulitkan siswa yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Terlebih lagi ketika sampai di sekolah dan mereka diberi hukuman membuat jam belajar siswa menjadi berkurang.

Keinginan bersekolah siswa tidak diimbangi dengan keadaan ekonomi orang tua yang sering kali menghambat siswa untuk mendapatkan pelajaran yang maksimal. Orang tua siswa SMA Negeri 1 Sumberjaya ini mayoritas adalah petani. Mereka menunggu waktu panen untuk dapat menyekolahkan anaknya. Hal ini

menyebabkan banyak siswa yang tertunda masuk sekolah sampai beberapa tahun. Tentu saja ini membuat siswa harus beradaptasi lagi dengan keadaan sekolah. Dengan keadaan ekonomi yang seperti ini, banyak siswa yang membantu orang


(12)

5 tua untuk bekerja sepulangnya dari sekolah. Ini membuat waktu belajar siswa hanya ada di sekolah saja.

Berdasarkan pertimbangan di atas, sebaiknya guru mampu memilih dan

menerapkan model yang tepat dan sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan guna membantu siswa agar lebih efektif dalam belajar serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu model pembelajaran yang mungkin mampu mengantisipasi kelemahan model pembelajaran konvensional adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Robert E. Slavin (2008: 4) mengatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja pada

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Sedangkan Suyatno (2009: 51) berpendapat bahwa “Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.”Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk siswa adalah Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM).

Dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM) siswa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang materi tersebut dan meningkatkan nilai hasil belajar. Selain itu juga penggunaan model pembelajaran diharapkan akan mempengaruhi interaksi siswa.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini mengambil judul:

“PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat T.P 2012/2013)”


(13)

6 1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, masalah-masalah yang muncul dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Hasil belajar yang dicapai siswa dalam mata pelajaran ekonomi masih tergolong rendah, terlihat dari jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 17,021 atau sebanyak 24%.

2. Tidak semua siswa memiliki buku paket ekonomi, sehingga siswa sulit untuk mengulangi atau membaca materi secara mandiri.

3. Lokasi sekolah yang jauh dari jalur angkutan umum membuat banyak siswa yang terlambat lalu mendapat hukuman, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi tidak efektif.

4. Keadaan ekonomi mayoritas orang tua siswa yang kekurangan terkadang membuat siswa tidak bisa berangkat ke sekolah terutama bagi siswa yang lokasi rumahnya jauh dari sekolah karena ketiadaan ongkos.

5. Banyak siswa yang membantu orang tuanya, sehingga waktu belajar menjadi tidak maksimal karena hanya dilakukan di sekolah, selebihnya dilakukan untuk bekerja.

6. Kurangnya minat siswa di dalam proses belajar mengajar.

7. Motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi masih rendah. 8. Sebagian besar guru masih menggunakan metode konvensional di dalam

kegiatan pembelajaran.

9. Sebagian besar siswa dalam mengikuti pelajaran ekonomi sering mengalami kejenuhan karena proses pembelajaran yang masih bersifat monoton dan membosankan.


(14)

7 10. Guru SMA Negeri 1 Sumberjaya belum menerapkan pembelajaran yang

melibatkan siswa, sehingga hanya sebagian kecil siswa yang aktif.

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, terdapat banyak masalah yang dapat diteliti dalam pembelajaran ekonomi. Tetapi perlu batasan permasalahan yang akan dikaji yaitu pada kajian perbandingan antara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM) pada mata pelajaran Ekonomi dan hasil belajar ekonomi siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka masalah yang akan dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat?

2. Apakah ada perbedaan model pembelajaran yang lebih efektif antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat?


(15)

8 1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

2. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

1.6 Kegunaan Penelitian

1. Menyajikan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI)dan Make a Match (MaM)dalam pembelajaran ekonomi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang belum digunakan dalam kegiatan penelitian ini.

1.7Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah model Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI)dan Make a Match (MaM).


(16)

9 b. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya. c. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sumberjaya kecamatan Sumberjaya kabupaten Lampung Barat tahun ajaran 2012/2013.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1Tinjauan Pustaka

Pembahasan dalam tinjauan pustaka ini difokuskan pada pengertian hasil belajar, pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction, dan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

2.1.1 Hasil Belajar

Tinjauan mengenai hasil belajar terdiri dari pengertian hasil belajar, penilaian hasil belajar, serta faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar. Pembahasan lebih lengkap akan diuraikan sebagai berikut:

2.1.1.1Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “ hasil “ dan “ belajar “ yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian “ hasil “ dan “ belajar”.

Menurut Djamarah (2000: 45), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar.


(18)

11 Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa

optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.

Belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan.

Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.

Sementara itu, Arikunto ( 1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati,dan dapat diukur”. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan,


(19)

12 pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. Menurut Purwanto (1990:3), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran atau penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum.

Hasil penilaian ini pada dasarnya adalah hasil belajar yang diukur. Hasil penilaian dan evaluasi ini merupakan umpan balik untuk mengetahui sampai dimana proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa akibat belajar. Perubahan itu

diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.

2.1.1.2Penilaian Hasil Belajar

Penilaian dapat dilakukan baik dengan instrumen dalam bentuk tes dan non tes.

1) Bentuk Instrumen Tes

Bentuk instrumen (soal) tes terbagi menjadi dua, yaitu bentuk soal uraian dan objektif. Soal uraian dapat mengungkap banyak aspek dari hasil belajar, tetapi mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat mencakup materi yang lebih luas. Soal objektif dapat mencakup bahan yang cukup banyak, tetapi data yang diperoleh dari hasil belajar mempunyai kemungkinan tidak valid (misal karena menebak). Oleh karena itu penggunaan keduanya diharapkan dapat saling mengisi.

Soal uraian dapat dibedakan antara soal uraian bebas dan soal uraian terbatas. 1. Soal uraian bebas(Uraian Non-objektif) digunakan untuk mengungkap


(20)

13 jawaban siswa sangat bervariasi. Siswa yang kaya akan pengetahuan dapat mengembangkan jawabannya secara luas dan mendalam, sedangkan bagi siswa yang kurang memahami akan kurang dapat mengembangkan jawabannya. Oleh karena itu perlu dibuatkan rambu-rambu jawaban yang harus muncul, sebagai kriteria pensekoran. Pensekoran dapat menggunakan skala 1-10 atau 1-100. 2. Soal uraian terbatas (Uraian Objektif) yaitu pertanyaan terbuka, tetapi

jawabannya sudah ditentukan atau dibatasi. Sebagai pembatas dapat berupa jumlah, acuan, ataupun aspek materi. Soal uraian terbatas mempunyai kriteria jawaban yang pasti sebagai pembatas jawaban siswa. Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan kriteria lain, sehingga bagi siswa yang tidak memahami kriteria tersebut akan tidak dapat menjawabnya, walaupun sangat memahami objek tersebut berdasarkan kriteria-kriteria yang lain. 3. Soal uraian terstruktur, yaitu soal yang menuntut siswa untuk menjawab

berdasarkan data yang tersedia.

2) Bentuk-Bentuk Instrumen Non Tes.

Penilaian non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian melalui:

a. Pengamatan, yakni alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa, baik perorangan maupun kelompok, di kelas maupun di luar kelas.

b. Skala sikap, yaitu penilaian yang digunakan untuk mengungkapkan sikap siswa melalui pengerjaan tugas tertulis dengan soal-soal yang elbih mengukur daya nalar atau pendapat siswa.

c. Angket, yaitu alat penilaian yang menyajikan tugas-tugas atau mengerjakan dengan cara tertulis.

d. Catatan harian, yaitu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang mempunyai kaitan dengan perkembangan pribadinya.


(21)

14 e. Daftar cek, yaitu suatu daftar yang dipergunakan untuk mengecek terhadap

perilaku siswa telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. (Purwanto, 2009: 69)

2.1.1.3Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor yang memengaruhi hasil belajar dikarenakan siswa berinteraksi dengan sesuatu yang ada disekitarnya. Siswa SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat menginjak masa remaja dengan masalah yang sangat kompleks sebagai salah satu faktor yang memengaruhi hasil belajar, namun pada akhirnya lebih dominan terletak pada usaha yang dilakukan oleh siswa itu sendiri.

Menurut Slameto (2003:54) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:

1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang di sebut faktor individu (Intern), yang meliputi : (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar. (2). Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir. (3). Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan hilang. 2. Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut dengan faktor Ekstern, yang

meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor Sekolah, meliputi : metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3). Faktor Masyarakat, meliputi : bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar individu memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar,


(22)

15 kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit mencerna mata

pelajaran. Dalam keadaan dimana anak didik/siswa dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut belajar.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan mengenai pembelajaran kooperatif terdiri dari pengertian pembelajaran kooperatif, teori yang melandasi pembelajaran kooperatif, karakteristik

pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif.

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar

kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14). Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan

kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.


(23)

16 Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif. b. Tanggung jawab perseorangan. c. Tatap muka.

d. Komunikasi antar anggota. e. Evaluasi proses kelompok

2.1.2.2 Teori yang melandasi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerjasama untuk saling membantu menyelesaikan masalah.

Berikut adalah beberapa teori yang melandasi pembelajaran kooperatif.

1. Teori pembelajaran konstruktivis

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.


(24)

17 2. Teori perkembangan kognitif Piaget

Teori piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; pengalaman, yaitu hubungan timbale balik antara organism dengan

dunianya; interkasi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam

hubungannya dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organism agar dia selalu mempertahankan

keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

3. Teori kognitif Bruner

Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik; dan


(25)

18 selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.

4. Teori pembelajaran sosial Vygotsky

Teori Vygotsky yang dikenal dengan Scalfholding yaitu memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri.

Vygotsky menggambarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: (1) menghendaki susunan kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka; (2) pendekatan vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar vygotsky

menekankan pada aspek sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

5. Teori pembelajaran Humanis

Teori belajar humanistik menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Untuk itu dalam pembelajaran ini guru sebagai pembimbing memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya sendiri.


(26)

19 Menurut Carl Rogers seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan therapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers meyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapi hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam treatment kepada klien (Lapono, 2010:37).

2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kerja siswa akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota

kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin dalam Trianto. 2009: 57).

Zamroni dalam Trianto (2009: 57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual dan dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki motivasi belajar yang tinggi. Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan penting


(27)

20 pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000: 7).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengungkapkan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam belajar biasanya siswa dapat bekerjasama dan saling tolong menolong menguasai tugas yang dihadapinya. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal maka usaha yang harus dilakukan adalah dengan mengefektifkan pembelajaran.

2.1.2.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Arends (dalam Trianto, 2009: 65) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajarn kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.


(28)

21 2.1.2.5 Tahapan Dalam Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan kajian terhadap tipe-tipe pembelajaran kooperatif, Arends (1989), mengidentifikasi sintaks umum dalam pembelajaran kooperatif. Umumnya, terdapat enam fase atau tahapan pembelajaran dam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:

1. Menyediakan obyek dan perangkat, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

2. Menghadirkan/ menyajikan informasi yaitu guru menghadirkan/ menyajikan informasi untuk peserta didik baik secara presentasi verbal ataupun dengan tulisan.

3. Mengorganisasi peserta didik dalam belajar kelompok, yaitu guru

menjelaskan pada peserta didik bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4. Membimbing bekerja dan belajar, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

5. Evaluasi, yaitu guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya.

6. Mengenali prestasi, yaitu guru mencari cara untuk mengenali baik usaha dan prestasi individu juga kelompoknya dan member penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

2.1.2.6Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Jarolimek dan Parker (1993: 24-25), mengatakan dalam pembelajaran cooperative learning memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah:

1. Saling ketergantungan yang positif

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas 4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru 6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi


(29)

22 Kelemahan pembelajaran kooperatif yang berasal dari dalam (intern) adalah:

1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.

2. Agar proses pembelajaran berjalan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

3. Selama kegiatan diskusi kelompok belangsung, kecenderungan topic

permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang maka dapat mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak terlepas dari kelemahan di samping kekuatan yang ada padanya. Kelemahan tersebut antara lain terkait dengan kesiapan guru dan siswa untuk terlibat dalam suatu strategi pembelajaran yang memang berbeda dengan pembelajaran yang selama ini diterapkan. Guru terbiasa memberikan semua materi kepada para siswanya, mungkin memerlukan waktu untuk dapat berangsur-angsur mengubah kebiasaan tersebut.

Terlepas dari kelemahannya, model pembelajaran kooperatif mempunyai kekuatan dalam mengembangkan softskills siswa seperti kemampuan berkomunikasi, berfikir kritis, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Jika kelemahan dapat diminimalkan, maka kekuatan model ini akan membuahkan proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi siswa secara optimal. Oleh sebab itu, sangat diharapkan guru mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif. Guru dapat mengembangkan model ini sesuai dengan bidang studinya, bahkan mungkin dari model para guru dapat mengembangkan model lain yang lebih meyakinkan.


(30)

23 2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Instruction (PBI)

Problem Based Instruction yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) pembelajaran berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons,merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan member masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,

dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Jadi, dalam PBI mendominasi pembelajaran student centered daripada teacher centered.

Ada banyak definisi tentang Problem Based Instruction, seperti yang

dikemukakan oleh Arends, Ibrahim dan Nur,dan Duch J.B. Arends (Trianto, 2007: 68) mendefinisikan PBIsebagai berikut:Problem Based Instruction merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiridan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri.

Ibrahim dan Nur (2005: 3) menyatakan bahwa “Problem Based Instruction merupakan pembelajaran yang menyajikan siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan”.

Problem Based Instruction merupakan suatu metode pembelajaran yang


(31)

24 untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud (Duch J.B, 1995).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa PBI

merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks pembelajaran bagi siswa melalui proses berfikir dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran. Dengan demikian PBI dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan berbagai keterampilan dan kecakapan sains tingkat tinggi, serta meningkatkan pencapaian hasil belajar.

Model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI) yang bertujuan untuk mengembangkan siswa dalam belajar dari pengalaman, kehidupan nyata yang berupa masalah yang dihadapi. Hasan F. Maufur (2009:117) Problem Based Instruction (PBI) memusatkan perhatian pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog sangat penting untuk mengenali masalah secara tepat dan jelas.

Kelebihan dari model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik, siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri serta memupuk sifat inquiri siswa dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran ekonomi.


(32)

25 Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang

dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain).

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesa, dan pemecahan masalah.

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. 5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan (Maufur, 2009: 118).

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (MaM)

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar

sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa ternyata dengan

pendekatan pembelajaran seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa. Dalam satu tahun belakangan ini siswa yang memperoleh nilai 60 ke atas tidak lebih dari 25%.


(33)

26 Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa.

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam

pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode Make a Match (MaM).

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30).

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam

kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran


(34)

27 kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran Make a Match (MaM). Metode Make a Match (MaM) atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Teknik metode pembelajaran Make a Match (MaM) atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode Make a Match (MaM) sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah). 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi

poin.

6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan

hukuman, yang telah disepakati bersama.

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.


(35)

28 9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi

pelajaran(Suyatno, 2009: 121)

2.2Penelitian yang Relevan

Untuk membandingkan hasil penelitian penulis dengan penelitian terdahulu maka di bawah ini peneliti akan menuliskan beberapa penelitian yang relevan yang ada kaitannya dengan pokok masalah.

Rita Dwi Anggraini (2011)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model pembelajaran make a match untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang”,

menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make a Match (MaM) dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang. Perolehan rata-rata hasil belajar siswa meningkat, dari rata-rata pretes ke siklus I sebesar 39% dari siklus I ke siklus II sebesar 31% dengan ketuntasan belajar 89%. Aktivitas belajar siswa juga meningkat dari 54 pada siklus I menjadi 78 pada siklus II terjadi

peningkatan sebesar 44%.

Abdul Firman (2011) Dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan metode pembelajaran make a match guna meningkatkan motivasi dan kreativitas belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Cepogo Surakarta”, menyimpulkan bahwa ada peningkatan motivasi dan kreativitas belajar yaitu :1) Motivasi

mendengarkan penjelasan guru sebelum tindakan sebesar 36%, setelah siklus I menjadi 68%, setelah siklus II meningkat menjadi 76%, dan setelah siklus III menjadi 88%. 2) Memberi tanggapan dari guru atau siswa lain sebelum tindakan sebesar 16%, setelah siklus I menjadi 28%, setelah siklus II meningkat menjadi 40%, dan setelah siklus III menjadi 56% . 3)

Mengerjakan soal di depan kelas sebelum tindakan sebesar 12%, setelah siklus I menjadi 28%, setelah siklus II meningkat menjadi 44%, dan setelah siklus III menjadi 64%. 4)

Kreativitas siswa dalam menanyakan proses jawaban sebelum tindakan sebesar 8%, setelah siklus I menjadi 20%, setelah siklus II meningkat menjadi 32%, dan setelah siklus III menjadi 52%. 5) Menjelaskan materi dengan kalimat sendiri sebelum tindakan sebesar 20%, setelah siklus I menjadi 24%, setelah siklus II meningkat menjadi 28%, dan setelah siklus III menjadi 64%. 6) Memberikan jawaban secara detail dan terperinci sebelum tindakan sebesar 16%, setelah siklus I menjadi 36%, setelah siklus II meningkat menjadi 52%, dan setelah siklus III menjadi 80%.


(36)

29

(Lanjutan)

Herry Prasetyo (2011)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX H SMP Negeri 2 Majenang”, menyimpulkan bahwa (1) Rata-rata skor tes pemecahan masalah meningkat pada tiap aspeknya, yaitu pemahaman masalah dari skor 3.15 pada siklus 1 meningkat menjadi 3.94 pada siklus 2, rencana pemecahan masalah dari 2.15 meningkat menjadi 3.59, melaksanakan rencana dari 5.5 meningkat menjadi 7, menafsirkan hasil dari 0.5 meningkat menjadi 3.25. Secara keseluruhan rata-rata skor tes

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat, yaitu skor pada siklus 1 adalah 11.29 dan pada siklus 2, _2_24 (sangat baik). (2) Persentase aktivitas siswa dalam diskusi memecahkan masalah matematika mengalami peningkatan yaitu, 49.72% aktif berdiskusi dalam memecahkan masalah matematika pada siklus 1 dan pada siklus 2 menjadi 75.42 % (kategori baik).

Sari Anggraini (2012)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Instruction dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Palembang”

menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model problem based instruction diperoleh dari gabungan nilai latihan (35%) dan nilai tes akhir (65%). Dengan demikian hasil belajar siswa setelah penerapan model problem based instruction dalam pembelajaran matematika termasuk dalam kategori baik dengan rata-rata 75,8.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran, belajar berkaitan dengan proses pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru untuk memperoleh hasil terbaik bagi siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, tingkat keberhasilannya tergantung dari proses belajar mengajar yang terjadi. Tinggi rendahnya pencapaian prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi mencerminkan tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Agar mencapai tujuan tersebut, siswa harus berperan aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri sehingga akan memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang optimal.


(37)

30 Arends (2001: 24) berpendapat bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu. Dengan demikian, model pembelajaran yang dipilih harus mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa dan tidak menimbulkan kejenuhan bagi siswa ketika belajar. Oleh karena itu, dalam implementasinya di lapangan seorang guru harus membuat variasi atau kombinasi model mengajar sesuai dengan sifat dan karakteristik dari materi yang akan dipelajari yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran ekonomi.

Metode Make a Match (MaM) atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Teknik metode pembelajaran Make a Match (MaM) atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran ekonomi.


(38)

31 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1. Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat. 2. Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based

Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Hipotesis ini dirumuskan menjadi hipotesis verbal dan statistic.

1. Hipotesis Verbal

a. Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Hasil Belajar Post test

Model PBI (kelas eksperimen) XI IPS 1

Pre test

Hasil Belajar Post test

Model MaM (kelas

pembanding) XI IPS 2


(39)

32 Ha: Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan

perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

b. Ho: Tidak ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran

Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Ha: Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

2. Hipotesis Statistik

a. Ho: µ1 = µ2 Ha: µ1 ≠ µ2


(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian komparatif atau eksperimen. Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Menguji hipotesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan (Sugiyono, 2005: 115).

Metode ini digunakan sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu mengetahui perbandingan suatu variabel, yaitu hasil belajar ekonomi siswa dengan perlakuan yang berbeda. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi terkontrol secara ketat (Sugiyono, 2005: 7).

3.2 Desain Penelitian

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekuivalen, yaitu jenis yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi persyaratan yaitu adanya kelompok kontrol atau kelompok pembanding yang tidak diberi perlakuan sama dengan kelompok eksperimen tetapi tetap mendapatkan pengamatan. Desain ini banyak digunakan di dalam


(41)

34 penelitian pendidikan. Desain penelitian digambarkan pada gambar 2 sebagai berikut:

R1 : O1 A1 O2 R2 : O3 A2 O4 (Sugiono, 2005: 70)

Gambar 2. Desain Penelitian

Keterangan:

R1 : Kelas eksperimen R2 : kelas pembanding O1O3 : pretest

O2O4 : posttest

A1 : pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe PBI kelas XI IPS 1 A2 : pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe MaM kelas XI IPS 2

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pra penelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Pra Penelitian

Kegiatan yang dilakukan pada pra penelitian adalah sebagai berikut. 1. Membuat izin penelitian ke sekolah

2. Mengadakan observasi ke sekolah tempat dilaksanakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti. 3. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. 4. Membuat media pembelajaran mengenai materi yang akan diajarkan. 5. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari lembar kerja siswa


(42)

35 6. Membuat instrumen evaluasi yaitu soal pretest dan posttest berupa soal

pilihan ganda. b. Pelaksanaan Penelitian

Mengadakan kegiatan pembelajaran menerapkan model pembelajaran Problem Based Instruction untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran Make A Match untuk kelas pembanding.

Penelitian ini direncanakan sebanyak 6 kali pertemuan. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut.

1. Kelas Eksperimen a. Pendahuluan

(1) Guru memberikan tes awal (pretest) sebanyak 20 butir soal dengan bentuk soal pilihan ganda mengenai materi yang akan diajarkan. (2) Guru membacakan Stakdar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar

(KD), dan indicator pembelajaran.

(3) Guru memberikan motivasi kepada siswa.

(4) Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan pertanyaan.

b. Kegiatan Inti

(1) Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.

(2) Guru memberikan informasi tentang langkah-langkah pembelajaran Problem Based Instruction.

(3) Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan membimbing siswa saat melakukan kegiatan Problem Based Instruction. (4) Guru meminta siswa mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan.


(43)

36 (5) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya

mengenai materi yang belum jelas. c. Penutup

Guru mengadakan tes akhir (posttest) sebanyak 20 soal pilihan ganda mengenai materi yang telah dipelajari.

2. Kelas Pembanding a. Pendahuluan

1. Guru memberikan tes awal (pretest) sebanyak 20 butir soal dengan bentuk soal pilihan ganda mengenai materi yang akan diajarkan.

2. Guru membacakan Stakdar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indicator pembelajaran.

3. Guru memberikan motivasi kepada siswa.

4. Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan pertanyaan.

b. Kegiatan Inti

1. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.

2. Guru memberikan informasi tentang langkah-langkah pembelajaran Make A Match.

3. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan membimbing siswa saat melakukan kegiatan Make A Match.

4. Guru meminta siswa mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan. 5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya


(44)

37 c. Penutup

Guru mengadakan tes akhir (posttest) sebanyak 20 soal pilihan ganda mengenai materi yang telah dipelajari.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan suatu keseluruhan subyek penelitian. Populasi yang ditetapkan pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat yang berjumlah 205 siswa yang terbagi dalam 4 kelas. Pertimbangan penentuan populasi berdasarkan asumsi bahwa kelas XI memiliki kemampuan yang homogen.

3.4.2 Sampel

Sampel yang terpilih dalam penelitian ini adalah kelas XI IPS.1 yang berjumlah 37 siswa, sebagai kelas eksperimen. Siswa kelas XI IPS.2 yang berjumlah 37 siswa, sebagai kelas pembanding. Sampel diambil dengan teknik purposive random sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Penentuan sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan hasil observasi, yaitu kelas yang dipilih memiliki kesamaan meliputi tingkat kemampuan siswa, potensi siswa, jumlah siswa, lingkungan belajar, sarana dan prasarana belajar.


(45)

38 3.5 Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI)sebagai X1 dan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (MaM) sebagai X2 sedangkan variabel terikatnya (dependent) adalah hasil belajar ekonomi/akuntansi. Hasil belajar yang diperoleh melalui pembelajaran kooperatif tipe sebagai Y1 Problem Based Instruction (PBI) dan melalui

pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (MaM)sebagai Y2, kemudian Y1 dan Y2 dibandingkan.

3.6 Definisi Operasional Vasiabel

Definisi variabel adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstak dengan memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut (Nazir, 2010: 126).

Tabel 2 : Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi

Operasional

Indikator Pengukuran Variabel

Skala Hasil Belajar

Ekonomi Model Pembelajaran Problem Based Instruction  Kemampua n anak yang diperoleh setelah anak melakukan kegiatan  Pembelajar an yang didasarkan pada prinsip

 Hasil Tes Formatif Ekonomi

 Hasil Tes Formatif menggunakan model pembelajaran  Tingkat besarnya hasil tes formatif mata pelajaran Ekonomi Interval


(46)

39 (Lanjutan)

Model

Pembelajaran Make A Match

mengguna kan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahua n baru.  Cara termudah untuk mengingat informasi ke dalam otak dengan menemuka n pasangan jawaban dan pertanyaan. Problem Based Instruction

 Hasil tes formatif menggunakan model

pembelajaran Make A Match

3.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Jenis Data

Data penelitian ini berupa data kuantitatif, yaitu hasil belajar ekonomi siswa yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Kemudian dijumlahkan antara nilai pretest dan posttest dan dibagi dua. Hasil rata-rata nilai pretest dan posttest tersebut dianalisis secara statistik.


(47)

40 3.7.2 Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi Langsung

Observasi langsung adalah metode atau cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 2005: 175). Observasi dilakukan pada saat melakukan penelitian pendahuluan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan jumlah siswa, fasilitas-fasilitas yang ada dan sejarah atau gambaran umum mengenai SMA N 1 Sumberjaya, Lampung Barat.

c. Tes

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar ekonomi sebagai hasil penelitian.

3.8 Uji Persyaratan Instrumen

Untuk mempermudah menghitung uji persyaratan instrumen meliputi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya beda, digunakan alat bantu program Anates versi 4.0.9 yang dikembangkan oleh Drs Karno To, M.Pd dan Yudi Wibisono, ST.

3.8.1 Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah alat ukur yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus Korelasi Product Moment sebagai berikut.


(48)

41

r

hit =

√{ } { } keterangan:

rhit = koefisien korelasi ∑X = jumlah skor item

∑Y = jumlah skor total (seluruh item) N = jumlah sampel (Arikunto, 2006: 170)

Kriteria pengujian, apabila rhitung > rtabeldengan dk = n dan α = 0,05 maka item instrumen tersebut valid, dan sebaliknya jika rhitung< rtabeldengan dk = n dan α = 0,05 maka instrumen tersebut tidak valid.

Hasil uji validitas soal terdapat pada lampiran. Dalam perhitungan uji validitas soal pretest dan posttest didapat semua soal valid, sehingga instrumen dapat dilanjutkan ke tahap penelitian.

3.8.2 Uji Reliabilitas

Salah satu aspek penting yang tercakup dalam syarat tes yang baik adalah

reliabilitas. Oleh karena itu, sebelum instrumen digunakan maka harus dilakukan uji coba untuk memenuhi tingkat reliabilitasnya. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas kuesioner maka digunakan rumus Spearman Brown, sebagai berikut:

r11 =

Keterangan :


(49)

42 rb = koefisien product moment antar belahan.

Kriteria pengujian, apabila r11 > rtabel berarti reliabel dan apabila r11 < rtabel berarti tidak reliabel yang dihitung pada derajat kebebasan dk = n-2 dan α = 0,05.

Selanjutnya untuk menginterpretasikan besar nilai kesahihan angket dapat dilihat pada tabel interpretasi berikut.

Tabel 3 Interpretasi Reliabilitas

No. Besarnya Nilai r Kriteria 1. 0,80 sampai 1,00 Sangat tinggi

2. 0,60 sampai 0,79 Tinggi

3. 0,40 sampai 0,59 Sedang/Cukup 4. 0,20 sampai 0,39 Sangat rendah (Arikunto, 2002: 85)

Kriteria uji reliabilitas dengan rumus alpha adalah r11 > rtabel maka alat ukur tersebut reliabel dan sebaliknya, jika r11 < rtabel maka alat ukur tidak reliabel.

Hasil perhitungan uji reliabilitas soal pretest dan posttest adalah sebesar 0,92, berarti soal tersebut tergolong soal yang memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi. Perhitungan uji reliabilitas terdapat pada lampiran.

3.8.3 Tingkat Kesukaran

Selain validitas dan reliabilitas suatu alat tes harus memenuhi persyaratan yang berupa tingkat kesukaran. Alat tes yang baik tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit. Menurut Arikunto (2003: 207), soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak akan merangsang siswa untuk menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.


(50)

43 Untuk menguji tingkat kesukaran soal digunakan rumus:

P = Keterangan:

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = Jumlah seluruh peserta tes

Adapun kriteria uji taraf kesukaran yang digunakan dinyatakan sebagai berikut

Tabel 4 Kriteria Taraf Kesukaran Butir Soal Taraf Kesukaran Kriteria

0,00 – 0,29 Sukar

0,30 – 0,69 Sedang

0,70 – 1,00 Mudah

(Arikunto, 2003: 210)

Hasil perhitungan soal pretest dan posttest dari 20 item soal terdapat 5 soal tergolong mudah (nomor 1, 3, 10, 13, dan 17), 10 soal tergolong sedang (2, 6, 9, 11, 12, 15, 16 18, 19, 20), dan 5 soal tergolong sukar ( 4, 5, 7, 8, 14). Perhitungan pada lampiran.

3.8.4 Daya Beda

Daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Rumus yang digunakan untuk mengetahui daya pembeda adalah:

D =


(51)

44 Dimana:

J : jumlah peserta tes

JA : banyaknya peserta kelompok atas JB : banyaknya jumlah kelompok siswa

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (Arikunto, 2003: 211)

Tabel 5 Kriteria Daya Beda Pembeda Butir Soal

Daya Beda Kriteria

0,00 – 0,20 Jelek 0,21 – 0,40 Cukup 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Baik Sekali

Hasil perhitungan pretest dan posttest dari 20 item soal terdapat 7 soal tergolong baik sekali ( 2, 7, 8, 9, 12, 17, 18), 8 soal tergolong baik (3, 5, 6, 10,11, 13, 15, 19, 20), 3 soal tergolong cukup (1, 4, 14) dan 1 soal tergolong jelek (16).

3.9 Uji Persyaratan Analisis Data 3.9.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi secara normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan pada data tes kemampuan awal (pre test) dengan analisis statistik non parametric menggunakan metode One-Sample Kolmogorov Smirnov Test dengan bantuan SPSS 16.

Jika dalam hipotesis penelitian:

Ho = data berasal dari populasi berdistribusi normal Ha = data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal


(52)

45 Kriteria pengambilan keputusan:

1. Tolak Ho apabila nilai signifikansi (sig) < α 0,05 2. Terima Ho apabila nilai signifikansi (sig) > α 0,05

3.9.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk

menentukan keragaman suatu data. Pada penelitian ini uji homogenitas dilakukan untuk menguji data motivasi awal dengan menggunakan uji analisis one way anava dengan bantuan program SPSS 16. Analisis varian jenis ini digunakan untuk menentukan dua rata-rata atau lebih kelompok yang berbeda secara nyata yaitu kelas eksperimen dan kelas pembanding.

Jika dalam hipotesis penelitian:

Ho = kedua kelompok memiliki varians yang homogen Ha = kedua kelompok memiliki varians yang tidak homogen

Kriteria pengambilan keputusan:

1. Jika probabilitas (sig) > 0,05 maka Ho diterima 2. Jika probabilitas (sig) < 0,05 maka Ho ditolak


(53)

46 3.10 Teknik Analisis Data

3.10.1 Analisis Varian Satu Jalur

Analisis varians atau Anava merupakan sebuah teknik inferensial yang digunakan untuk menguji rerata nilai. Anava memiliki beberapa kegunaan, antara lain dapat mengetahui mengetahui atar variabel manakah yang memang mempunyai

perbedaan secara signifikan, dan variabel manakah yang berinteraksi satu sama lain (Arikunto, 2007: 401-402).

Penelitian ini menggunakan Anava satu jalur untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar atara model pembelajaran problem based instruction dan make a match pada mata pelajaran ekonomi.

3.10.2 Analisis Efektifitas Model Pembelajaran

Keefektifan model pembelajaran akan sulit jika diukur dari proses pembelajaran karena ada banyak hal yang perlu diamati. Cara yang paling mungkin dilakukan adalah mengukur peningkatan seberapa jauh target tercapai dari awal sebelum perlakuan (pretest) hingga target hasil belajar setelah diberi perlakuan (posttest). Target yang ingin dicapai tentunya 100% materi dikuasai siswa, dan minimal telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran digunakan rumus sebagai berikut.


(54)

47 Dengan kriteria sebagai berikut.

Apabila hasilnya ≥1 maka model PBI yang lebih efektif. Apabila hasilnya <1 maka model MaM yang lebih efektif. (Suhartati, 2010: 143)

3.11 Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini dilakukan dua pengujian hipotesis, yaitu. Hipotesis 1

Ha: Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Hipotesis 2

Ha: Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Ho: Tidak ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.


(55)

48 Adapun kriteria pengujiannya sebagai berikut.

Hipotesis 1

Ho diterima apabila thitung < ttabel, Fhitung< Ftabel atau apabila taraf Sig. <0,05 Ho ditolak apabila thitung>ttabel, Fhitung>Ftabel atau apabila taraf Sig. >0,05 dengan taraf signifikansi 0,05

Hipotesis 2

Apabila hasilnya ≥1 maka model PBI yang lebih efektif Apabila hasilnya <1 maka model MaM yang lebih efektif (Suhartati, 2010: 143)


(56)

V. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan hasil pengujian hipotesis sehingga didapatlah simpulan dan saran.

5.1Simpulan

Kesimpulan dari hasil analisis dan hasil pengujian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match. Hal ini dapat terlihat bahwa nilai rata-rata PBI lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata MaM yaitu 77,03>74,19. Berdasarkan uji Anava diperoleh Sig. 0,016 < 0,05 sehingga ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match.

2. Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada hasil belajar

ekonomi. Hal ini terlihat dari perhitungan manual dengan menggunakan rumus efektifitas adalah 1,02 lebih besar dari 1 yang artinya penggunaan model PBI lebih efektif digunakan dibandingkan model MaM.


(57)

82 5.2Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka diajukan saran-saran sebagai berikut. 1. Sebaiknya dalam proses pembelajaran, guru berupaya agar siswa dapat

berinteraksi dengan teman-temannya, sehingga dapat terjadi pertukaran pengetahuan. Dengan demikian dapat meningkatkan wawasan dan hasil belajar siswa.

2. Sebaiknya guru mempelajari berbagai macam model pembelajaran, kemudian model pembelajaran tersebut diterapkan di kelas sebagai alternatif

pembelajaran, karena menerapkan satu model pembelajaran yang sama secara terus-menerus akan membuat siswa jenuh dalam mengikuti pembelajaran. 3. Sebaiknya siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran

ekonomi.

4. Pihak sekolah seyogyanya memfasilitasi guru dalam menerapkan model-model pembelajaran kooperatif yang akan merangsang siswa untuk meningkatkan hasil belajar.


(58)

DAFTAR RUJUKAN

Aina, Mulyana. 2012. Penilaian Hasil Belajar. Di akses di

http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/penilaian-hasil-belajar.html/ tanggal 12 Juli 2012.

Anita Lie, 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo

Anita Lie. 2008. Cooperative Learning, Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Grasindo, Jakarta.

Anggraini, Rita Dwi. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang. Di akses di

http://library.um.ac.id/free- contents/index.php/pub/detail/penerapan-model-pembelajaran-make-a- match-untuk-meningkatkan-hasil-belajar-pkn-siswa-kelas-iii-sdn-bareng-5-kota-malang-rita-dwi-anggraini-48365.html/ tgl 11 Juli 2012

Arends, R.I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York : McGraw Hill, Inc.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta.

Budi, Wahyono. 2013. Model Pembelajaran Problem Based Instruction. Di akses di http://www.pendidikanekonomi.com/2013/01/model-pembelajaran-problem-based.html/tgl 28 Mei 2013.


(59)

Dimyati dan Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta.

Firman, Abdul. 2012. Penggunaan Metode Pembelajaran Make A Match Guna Meningkatkan Motivasi dan Kreativitas Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Cepogo T.A 2011/2012. Di akses di

http://etd.eprints.ums.ac.id/17702/ tanggal 11 Juli 2012.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta

Kutublog. 2012. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar. Di akses di

http://duniabaca.com/pengertian-belajar-dan-hasil-belajar.html/ tgl 10 Juli 2012

Lampung, Universitas. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Unila. Lampung

Sardiman, 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Slavin. 2010. Cooperative Learning. Teori, Riset dan Praktik. Bandung :Nusa Media.

Smith, Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran: Mengukur

Kesuksesan Anda dalam Proses Belajar dan Mengajar Bersama Psikolog Pendidikan Dunia. Jogjakarta : Mirza Media Pustaka.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasi Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.


(60)

Suhartati. 2010. Perbedaan Hasil Belajar Akintansi Biaya dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Pembelajaran CTL pada Siswa Kelas Xii AK SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun 2011-2012. (tesis). Unila. Bandar Lampung.

Sunartombs. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Di akses di

http://sunartombs.wordpress.com/2011/10/10/faktor-yang-mempengaruhi-hasil-belajar/ tanggal 12 Juli 2012

Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka

Tarmizi, Ramadhan. 2008. Pembelajaran Kooperatif “Make A Match”. Di akses di http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/tgl 10 Juli 2012

Zhizhachu. 2009. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar. Di akses di http://zhizhachu.wordpress.com/tag/tujuan-dan-fungsi-penilaian-hasil-belajar/tanggal 12 Juli 2012.


(1)

48 Adapun kriteria pengujiannya sebagai berikut.

Hipotesis 1

Ho diterima apabila thitung < ttabel, Fhitung< Ftabel atau apabila taraf Sig. <0,05 Ho ditolak apabila thitung>ttabel, Fhitung>Ftabel atau apabila taraf Sig. >0,05 dengan taraf signifikansi 0,05

Hipotesis 2

Apabila hasilnya ≥1 maka model PBI yang lebih efektif Apabila hasilnya <1 maka model MaM yang lebih efektif (Suhartati, 2010: 143)


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan hasil pengujian hipotesis sehingga didapatlah simpulan dan saran.

5.1Simpulan

Kesimpulan dari hasil analisis dan hasil pengujian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match. Hal ini dapat terlihat bahwa nilai rata-rata PBI lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata MaM yaitu 77,03>74,19. Berdasarkan uji Anava diperoleh Sig. 0,016 < 0,05 sehingga ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match.

2. Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada hasil belajar

ekonomi. Hal ini terlihat dari perhitungan manual dengan menggunakan rumus efektifitas adalah 1,02 lebih besar dari 1 yang artinya penggunaan model PBI lebih efektif digunakan dibandingkan model MaM.


(3)

82 5.2Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka diajukan saran-saran sebagai berikut. 1. Sebaiknya dalam proses pembelajaran, guru berupaya agar siswa dapat

berinteraksi dengan teman-temannya, sehingga dapat terjadi pertukaran pengetahuan. Dengan demikian dapat meningkatkan wawasan dan hasil belajar siswa.

2. Sebaiknya guru mempelajari berbagai macam model pembelajaran, kemudian model pembelajaran tersebut diterapkan di kelas sebagai alternatif

pembelajaran, karena menerapkan satu model pembelajaran yang sama secara terus-menerus akan membuat siswa jenuh dalam mengikuti pembelajaran. 3. Sebaiknya siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran

ekonomi.

4. Pihak sekolah seyogyanya memfasilitasi guru dalam menerapkan model-model pembelajaran kooperatif yang akan merangsang siswa untuk meningkatkan hasil belajar.


(4)

DAFTAR RUJUKAN

Aina, Mulyana. 2012. Penilaian Hasil Belajar. Di akses di

http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/penilaian-hasil-belajar.html/ tanggal 12 Juli 2012.

Anita Lie, 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo

Anita Lie. 2008. Cooperative Learning, Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Grasindo, Jakarta.

Anggraini, Rita Dwi. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang. Di akses di

http://library.um.ac.id/free- contents/index.php/pub/detail/penerapan-model-pembelajaran-make-a- match-untuk-meningkatkan-hasil-belajar-pkn-siswa-kelas-iii-sdn-bareng-5-kota-malang-rita-dwi-anggraini-48365.html/ tgl 11 Juli 2012

Arends, R.I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York : McGraw Hill, Inc.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta.

Budi, Wahyono. 2013. Model Pembelajaran Problem Based Instruction. Di akses di http://www.pendidikanekonomi.com/2013/01/model-pembelajaran-problem-based.html/tgl 28 Mei 2013.


(5)

Dimyati dan Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.

Rineka Cipta: Jakarta.

Firman, Abdul. 2012. Penggunaan Metode Pembelajaran Make A Match Guna Meningkatkan Motivasi dan Kreativitas Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Cepogo T.A 2011/2012. Di akses di

http://etd.eprints.ums.ac.id/17702/ tanggal 11 Juli 2012.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta Kutublog. 2012. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar. Di akses di

http://duniabaca.com/pengertian-belajar-dan-hasil-belajar.html/ tgl 10 Juli 2012

Lampung, Universitas. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Unila. Lampung Sardiman, 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Slavin. 2010. Cooperative Learning. Teori, Riset dan Praktik. Bandung :Nusa Media.

Smith, Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran: Mengukur

Kesuksesan Anda dalam Proses Belajar dan Mengajar Bersama Psikolog Pendidikan Dunia. Jogjakarta : Mirza Media Pustaka.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasi Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.


(6)

Suhartati. 2010. Perbedaan Hasil Belajar Akintansi Biaya dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Pembelajaran CTL pada Siswa Kelas Xii AK SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun 2011-2012. (tesis). Unila. Bandar Lampung.

Sunartombs. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Di akses di

http://sunartombs.wordpress.com/2011/10/10/faktor-yang-mempengaruhi-hasil-belajar/ tanggal 12 Juli 2012

Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka

Tarmizi, Ramadhan. 2008. Pembelajaran Kooperatif “Make A Match”. Di akses di http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/tgl 10 Juli 2012

Zhizhachu. 2009. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar. Di akses di http://zhizhachu.wordpress.com/tag/tujuan-dan-fungsi-penilaian-hasil-belajar/tanggal 12 Juli 2012.


Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 11 12

ENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMPN 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 46

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMPN 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

9 44 48

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 14 48

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TIPE PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat T.P 2012/2013)

0 17 60

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 4 KOTABUMI

1 22 172

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 15 161

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DAN TALKING STICK DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP MATA PELAJARAN

0 6 85

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR ANTARA KOOPERATIF LEARNING TIPE TIPE THINK PAIR DAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

0 0 10

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN TIPE MAKE A MATCH

0 0 8