EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DITINJAU DARI

HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

BENY NOVANDRO Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DITINJAU DARI

HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

BENY NOVANDRO

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ditinjau dari hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Desain penelitian ini adalah posttest only control design. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang terdistribusi dalam lima kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 3 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas XI IPS 4 sebagai kelas kontrol. Sampel dipilih melalui teknik purposive sampling. Data penelitian ini adalah data hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori ... 9

1. Efektivitas Pembelajaran ... 9

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 10

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI ... 16

4. Pembelajaran Konvensional ... 19

5. Hasil Belajar ... 22

B.Penelitian yang Relevan ... 22

C.Kerangka Pikir ... 23

D.Anggapan Dasar ... 25


(6)

III. METODE PENELITIAN

A.Populasi dan Sampel ... 26

B.Desain Penelitian ... 27

C.Prosedur Penelitian ... 28

D.Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 28

1. Data Penelitian ... 28

2. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 29

1. Reliabilitas ... 30

2. Tingkat Kesukaran ... 31

3. Daya Pembeda ... 32

F. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 34

1. Uji Normalitas ... 34

2. Uji Homogenitas Varians ... 36

3. Uji Hipotesis ... 37

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 39

1. Data Hasil Belajar ... 39

2. Uji Hipotesis ... 40

B.Pembahasan ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang ber-takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, kreatif, terampil, dan produktif. Hal tersebut tercantum di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membekali generasi bangsa untuk dapat mengembangkan diri sehingga memiliki kemampuan untuk mempertahan-kan hidup di lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, perlu diupayakan perbaikan bidang pendidikan secara terus menerus sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan agar mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa salah satu di antara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah mata pelajaran matematika. Matematika sebagai bahan pelajaran yang wajib dipelajari pada jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu, pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memberikan keterampilan kepada


(8)

mereka untuk mampu menggunakan penalaran dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam perkembangan pembelajaran matematika sekolah selama ini, guru me-megang peranan utama dalam penyampaian materi di kelas. Guru aktif bertindak sebagai pemberi informasi, sedangkan siswa hanya aktif menerima informasi dengan cara mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Pada umumnya guru menyadari bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang kurang di-minati, ditakuti dan membosankan oleh sebagian besar siswa. Hal ini meng-akibatkan siswa kurang memberi perhatian pada pelajaran matematika sehingga siswa kurang termotivasi untuk mempelajari matematika. Masalah lain yang banyak dijumpai di sekolah selama ini adalah ketidaksukaan siswa pada pelajaran matematika menyebabkan siswa enggan mengerjakan soal-soal yang diberikan guru, padahal dari soal-soal tersebutlah siswa dapat melatih kemampuan mate-matisnya dengan mengerjakan setiap tipe soal metematika.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru dituntut untuk menciptakan kondisi belajar di kelas yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa sehingga siswa memiliki keterampilan, keberanian, serta mempunyai kemampuan matematis. Oleh karena itu, guru perlu menggunakan berbagai alternative pem-belajaran yang menarik. Pempem-belajaran matematika di berbagai sekolah meng-hendaki proses belajar yang efektif. Sehubungan dengan pentingnya pembelajaran matematika yang efektif maka proses pembelajaran matematika perlu diupayakan lebih baik. Oleh karena itu, guru perlu mengunakan model pembelajaran bermutu agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang memadai dan hasil


(9)

belajar yang baik. Situasi yang dikehendaki ini menuntut proses pembelajaran yang banyak melibatkan murid. Soedjadi (2000:23) menyatakan bahwa betapa-pun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang diterapkan belum tentu akan dapat menjamin tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan itu adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada keterlibatan murid secara optimal.

Menurut analisis TIMSS 2011 rata-rata skor matematika siswa di Indonesia untuk setiap kemampuan yang diteliti masih berada di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional, untuk kemampuan pengetahuan berada pada ranking ke 38, penerapan pada ranking ke 35, dan penalaran pada ranking ke 36 dari 48 negara. Berdasarkan analisis TIMSS di atas, terlihat bahwa pembelajaran matematika di Indonesia belum memuaskan dan masih cukup rendah. Oleh karena itu, diperlu-kan upaya-upaya perbaidiperlu-kan proses pembelajaran matematika.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika sangatlah banyak. Menurut Ruseffendi (2006: 10) faktor-faktor yang mempenga-ruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika terdiri dari faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya, kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, dan minat anak. Sedangkan faktor luar antara lain model penyajian materi matematika, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran, kompe-tensi guru, dan kondisi masyarakat luas. Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah model pembelajaran yang digunakan.


(10)

Dari wawancara pada beberapa siswa dari beberapa sekolah disimpulkan bahwa mereka tidak menyukai pelajaran matematika karena menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang membosankan, hanya menghafal rumus tanpa me-ngerti dan mampu mengaplikasikannya. Indikasinya dapat dilihat dari nilai hasil belajar matematika siswa yang belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah penerapan model pembelajaran konvensional yang kurang efektif dalam mening-katkan hasil belajar matematika siswa.

Pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru selama ini belum mencip-takan suasana belajar yang melibatkan siswa secara optimal. Pemilihan pem-belajaran melalui kerja kelompok merupakan upaya guru yang dapat melibatkan siswa dalam belajar. Model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kelompok adalah model pembelajaran kooperatif.

Selama ini pembelajaran yang digunakan oleh guru matematika di sekolah menengah atas adalah model pembelajaran konvensional yaitu di awali dengan guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas dengan metode ceramah, mem-berikan contoh soal kemudian memmem-berikan tugas diskusi kelompok, setelah itu perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya serta tanya jawab dan diakhiri dengan pemberian tugas. Meskipun di kelas guru telah me-nerapkan pembelajaran secara diskusi kelompok, namun diskusi yang terjadi hanya melibatkan siswa tertentu saja, sehingga sebagian besar siswa masih kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hal lain yang ditemukan dalam proses pembelajaran di kelas adalah dalam hal pembagian kelompok, siswa diberi ke-bebasan untuk memilih anggota kelompoknya masing-masing, sehingga siswa


(11)

cenderung memilih teman yang pandai untuk menjadi anggota kelompoknya. Selain itu, siswa dikelompokkan dalam kelompok besar yang terdiri dari tujuh sampai delapan orang, hal ini menyebabkan kurangnya rasa tanggung jawab antar siswa dalam kelompok sehingga mereka cenderung mengandalkan kemampuan teman lain dalam kelompoknya.

Dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa, penerapan model pem-belajaran kooperatif menurut penelitian yang telah dilakukan para ahli terbukti efektif membantu siswa menguasai bahan ajar sehingga mampu meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang me-ngelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas dalam mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa harus saling membantu temannya satu sama lain dalam memahami pelajaran, saling berdiskusi menyelesaikan tugas, dan saling bertanya antar teman jika belum memahami pelajaran.

Slavin (2005: 20) mengemukakan dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja berkelompok saling membantu dalam penguasaan bahan ajar. Model pem-belajaran kooperatif memiliki banyak tipe dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam perkembangannya, Cooperatif Learning mempunyai ber-bagai macam tipe. Beberapa diantaranya adalah; (1) STAD (Student Teams Achievement Divisions); (2) TGT (Team Game Tournament); (3) Jigsaw; (4) GI (Group Investigation); dan (5) TPS (Think Pair Share).


(12)

Dalam penelitian ini, peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari empat sampai enam orang anggota. Kelompok ini kemudian me-milih materi-materi dari pokok bahasan yang telah dipelajari oleh seluruh kelas, setelah itu membagi materi-materi ini menjadi tugas-tugas pribadi, dan melakukan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Selanjutnya tiap-tiap kelompok mempresentasikan atau menampilkan hasil diskusi mereka di hadapan seluruh siswa lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “apakah penerapan model pembelajaran tipe Group Investigation efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa?”.

Dari rumusan masalah di atas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian “apakah peningkatan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran tipe Group Investigation lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pem-belajaran konvensional?”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa dibandingkan dengan penerapan model pem-belajaran konvensional.


(13)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis, manfaat tersebut adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait dengan hasil belajar matematika siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

2. Manfaat Praktis

Bagi guru dan calon guru, diharapkan penelitian ini berguna sebagai bahan sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung tentang suatu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Bagi kepala sekolah, diharapkan dengan penelitian ini kepala sekolah memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika dan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Efektivitas adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keefektifan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam meningkatkan


(14)

hasil belajar matematika siswa. Penerapan model pembelajaran GI (Group Investigation) dikatakan efektif jika hasil belajar matematika siswa pada pem-belajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran konvensional.

2. Group Investigation yaitu pembelajaran yang dimana para siswa melakukan investigasi untuk mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan sehingga siswa dapat saling bertukar pikiran, berdiskusi, meng-klarifikasi, dan mengsintesis semua gagasan sehingga siswa mengerti dengan materi yang di pelajari, dengan demikian hasil belajar matematika siswa dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

3. Pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang selama ini diterapkan di sekolah dimana pembelajaran lebih terpusat pada guru. Dimana proses pem-belajaran di awali dengan guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas dengan metode ceramah, memberikan contoh soal kemudian memberikan tugas diskusi kelompok, setelah itu perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya serta tanya jawab dan diakhiri dengan pemberian tugas.

4. Hasil belajar siswa merupakan sesuatu yang dicapai siswa dari perbuatan dan usaha belajar dan merupakan ukuran sejauh mana siswa telah menguasai bahan yang dipelajari setelah proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini dicerminkan melalui hasil belajar matematika siswa yang dilihat dari data skor posttest yang dilakukan pada akhir pembelajaran.


(15)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas pembelajaran merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang diperoleh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran adalah dengan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta didik. Aunurrahman (2009: 34) menyatakan sebagai berikut.

Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila di dalam dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya.

Menurut Hamalik (2002: 171), pembelajaran dikatakan efektif jika memberikan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Dengan menyediakan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya dengan baik. Hal ini sejalan dengan Sutikno (2005: 7) yang mengemukakan sebagai berikut.


(16)

Pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pem-belajaran. Dalam penelitian ini, efektivitas dikatakan tercapai bila hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran konvensional.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran saat ini yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran.

Pembelajaran kooperatif juga diartikan sebagai suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keber-hasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri.


(17)

Slavin dalam Solihatin (2007: 5) menyatakan sebagai berikut.

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang ang-gotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun kelompok.

Berdasarkan pernyataan Slavin disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif me-nekankan pembentukan suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Dimana keber-hasilan dalam sebuah kerja dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Lie (2004: 12) berpendapat bahwa sistem pengajaran yang memberikan ke-sempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran kooperatif yang secara nyata semakin meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Berdasarkan pendapat Lie tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kepositifan sikap sosial dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Slavin (2005: 20) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Ismail dalam Ibrahim (2005: 2) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang menggunakan adanya kerja sama


(18)

antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran dan siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil serta diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Suherman (2003: 260) juga berpendapat bahwa kerja kelompok (kooperatif) artinya bekerja secara bersama-sama untuk mencapai hasil yang lebih baik. Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mengerjakan sesuatu dengan bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Kelman dalam Uno (2007: 13) menyatakan bahwa di dalam kelompok terjadi saling pengaruh secara sosial. Pertama, pengaruh itu dapat diterima seseorang karena ia memang berharap untuk menerimanya. Kedua, memang ia ingin meng-adopsi atau meniru tingkah laku atau keberhasilan orang lain atau kelompok tersebut karena sesuai dengan salah satu sudut pandang kelompoknya. Ketiga, karena pengaruh itu kongruen dengan sikap atau nilai yang ia miliki. Ketiga hal ini sangat mempengaruhi sejauh mana kerja kooperatif tersebut dapat dikembang-kan.

Dari beberapa pendapat di atas model pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan belajar yang meliputi semua jenis kerja kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan oleh guru.

Roger dan David dalam Suprijono (2010: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar berkelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok, walaupun proses pembelajaran


(19)

kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, namun tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif.

Ibrahim (2005:6) menyatakan adapun unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepasang bersama; (2) siswa bertanggung jawab bersama atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri; (3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (5) siswa akan dikenakan evaluasi dan akan diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ke-terampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; dan (7) siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Sanjaya (2006: 241), terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) adanya peserta didik yang terbagi dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.

Suprijono (2010: 59) menyatakan bahwa prosedur pelaksanaan model pembe-lajaran kooperatif yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu yang bercirikan memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat


(20)

dan diakui dari perolehan pengetahuan yang di distribusikan dalam bentuk nilai hasil belajar.

Beberapa unsur dari pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota memiliki peran, terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota kelom-pok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelomkelom-poknya, guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelom-pok, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Menurut Ibrahim (2005: 7), pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) hasil belajar akademik, yaitu tujuan pembelajaran kooperatif untuk meningkat-kan kegiatan belajar siswa dalam menyelesaimeningkat-kan tugas-tugas akademik dan me-ningkatkan penilaian siswa dalam belajar akademik; (2) penerimaan terhadap perbedaan individu, yaitu tujuan pembelajaran kooperatif untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama tanpa membedakan kemampuan dan keahlian sehingga tercipta ketergantungan yang positif satu sama lain dan belajar untuk menghargai pendapat orang lain; dan (3) pengembangan keteram-pilan sosial, yaitu tujuan pembelajaran kooperatif untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi berguna dalam menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman dalam kegiatan belajar.

Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pembelajaran kooperatif, Roger dan Jhonson dalam Lie (2004: 31) mengemukakan empat unsur yang harus diterapkan yaitu; (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab perseorangan tatap muka; (3) komunikasi antar anggota; dan (4) evaluasi proses kelompok.


(21)

Suyatna (2008: 96) memodifikasi pendapat Arends yaitu, terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif, keenam fase atau langkah-langkah tesebut dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Dalam Pembelajaran Kooperatif

Langkah Indikator Tingkah Laku Guru

Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pem-belajaran dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan di-capai serta memotivasi siswa. Langkah 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi ke-pada siswa.

Langkah 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menginformasikan pengelompokan siswa.

Langkah 4 Membimbing belajar kelompok.

Guru memotivasi serta mem-fasilitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.

Langkah 5 Evaluasi.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Langkah 6 Pemberian Penghargaan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok. Suyatna (2008: 96). Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif sangat memungkinkan siswa untuk bertukar pikiran atau pendapat yang tercipta di dalam suatu kerja sama, sehingga siswa terlatih dalam menghargai pendapat orang lain. Tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.


(22)

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan salah satu dari tipe model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok secara heterogen dilihat dari kemampuan dan latar belakang, baik dari segi jenis kelamin, suku, dan agama, untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik tertentu. Pada model pembelajaran tipe Group Investigation, guru bertugas mengarahkan, membantu menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah.

Menurut Sutikno (2005: 27) tujuan atau misi dari metode Group Investigation ini adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam rangka berpartisipasi dalam proses sosial demokratik dengan mengkombinasikan perhatian-perhatian pada kemampuan antar personal (kelompok) dan kemampuan rasa ingin tau akademis. Berdasarkan pendapat Sutikno tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat demokrasi dalam model pembelajaran tipe Group Investigation ditandai dengan keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat dengan pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar. Sehingga aspek-aspek dari pengembangan diri inilah yang menjadi hal utama sebagai hasil perkembangan dari model pembelajaran ini.

Guru dan siswa mempunyai status yang sama di hadapan masalah yang di-pecahkan dengan peranan berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa


(23)

mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai untuk pemecahan masalah kelompok.

Ibrahim, dkk. (2000: 23) menyatakan dalam model Group Investigation guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota empat sampai enam siswa yang heterogen dengan mempertimbangkan minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok me-rumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani konsep-konsep yang telah dirumuskan. Dalam proses diskusi kelas pada model pembelajaran ini yang diutamakan adalah keterlibatan siswa dalam pertukaran pemikiran antar siswa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah suatu model pembelajaran yang di-rancang oleh guru agar siswa dapat belajar dalam kelompok-kelompok yang bertujuan untuk melakukan investigai dengan cara memecahkan suatu per-masalahan dan mengerti akan meteri yang sedang dipelajari dengan langkah-langkah tertentu.

Menurut Slavin (2005: 218-220) dalam model pembelajaran Group Investigation, para murid bekerja melalui enam tahap. Tahapan-tahapan itu dan komponen-komponennya yaitu sebagai berikut.

Tahap 1: Mengidentifikasi topik dan mengatur peserta didik ke dalam kelompok, pada tahap ini yang dilakukan para siswa yaitu, meneliti beberapa


(24)

sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran, kemudian para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih. Dengan komposisi kelom-pok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen, dimana pada tahap ini peran guru membantu pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.

Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari, pada tahap ini yang dilaku-kan para siswa yaitu merencanadilaku-kan bersama mengenai: a) apa yang kita pelajari?; b) bagaimana kita mempelajari?; dan c) siapa melakukan apa? (pembagian tugas).

Tahap 3: Melaksanakan investigasi, pada tahap ini yang dilakukan para siswa yaitu, mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat ke-simpulan kelompok, kemudian tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan untuk kelompoknya, dimana para siswa dapat saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan.

Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir, pada tahap ini yang dilakukan para siswa yaitu, tiap kelompok menentukan pesan esensial dan investigasi mereka, setelah itu tiap kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mereka secara kelompok akan membuat pre-sentasi mereka, kemudian perwakilan dari tiap kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana pre-sentasi.


(25)

Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir, pada tahap ini yang dilakukan para siswa yaitu, membuat presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk, dimana bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengaran secara aktif, kemudian para pendengar tersebut mengevaluasi presentasi.

Tahap 6: Evaluasi, pada tahap ini yang dilakukan para siswa yaitu, saling mem-berikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, dan mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka, setelah itu guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran yang diawali dengan cara menerangkan materi menggunakan metode ceramah, kemudian guru memberikan contoh-contoh soal latihan dan penyelesaiannya, selanjutnya guru memberikan tugas berupa latihan soal atau Lembar Kerja Kelompok (LKK) untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun ber-kelompok dengan teman sekelasnya.

Institute of Computer Technology dalam Sunartombs (2009) menyebutnya dengan istilah “pembelajaran tradisional”. Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain,


(26)

menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, dan mengajari siswa cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Selain itu Roestiyah (2008: 115) menyatakan bahwa peran guru dalam metode ceramah lebih aktif dalam hal menyampaikan bahan pelajaran, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh guru.

Metode pengajaran dengan pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah saat ini. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran tradisional ini yaitu para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. Sumber belajar dalam pem-belajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku dan penjelasan guru. Sumber-sumber inilah yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu, sumber belajar (informasi) harus tersusun secara sistematis mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil sampai keseluruhan dan biasanya bersifat deduktif.

Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran


(27)

secara biasa yaitu para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.

Pembelajaran dengan cara tradisional ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari pembelajaran tradisional ini adalah waktu yang diperlukan cukup singkat dalam proses pembelajaran karena waktu dan materi pelajaran dapat diatur secara langsung oleh guru yang bersangkutan, sedangkan kelemahan dari pem-belajaran tradisional ini adalah tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan dari guru. Dalam pembelajaran ini, siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep materi yang diajarkan dan kurang tertarik untuk belajar, selain itu pembelajaran ini cenderug tidak memerlukan pemikiran yang kritis dan mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang bersifat klasikal, dimana pemahaman siswa di-bangun berdasarkan hapalan, dengan proses pembelajaran yang lebih cenderung hanya mengantarkan siswa untuk mencapai target kurikulum seperti konsep-konsep penting, latihan soal dan tes tanpa melibatkan siswa secara aktif. Hal itu dikarenakan selain guru menyampaikan materi dengan pola ceramah, peran guru dalam diskusi kelompok juga lebih mendominasi sehingga siswa hanya menjadi pendengar, kemudian guru memberikan latihan soal dan tugas. Sehingga siswa tidak terlibat secara aktif dalam pembelajaran karena seluruh kegiatan pem-belajaran selalu didominasi oleh guru.


(28)

5. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah mengikuti pembelajaran selama kurun waktu tertentu yang relatif sama. Dimyati (2002: 3) menyatakan pengertian hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya dan puncak proses belajar.

Salah satu upaya mengukur pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam pembelajaran adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Hamalik (2002: 146) menyatakan hasil belajar (achievement) dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mem-pelajari materi pelajaran sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang di-peroleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu gambaran kemampuan yang diperoleh anak setelah mengikuti kegiatan belajar. Hasil belajar dapat diimplementasikan dengan nilai setelah menerima pem-belajaran kooperatif tipe Group Investigation.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian dari Anita Nurhidayati (2012) menunjukkan bahwa Pem-belajaran kooperatif tipe Group Investigation pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Bantul tahun pelajaran 2010/2011 terdapat pengaruh yang positif


(29)

terhadap aktivitas pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran Group Investigation siswa dapat mengemukakan pendapat, menerima pen-dapat orang lain, bekerja sama dalam kelompok, dan membuat catatan materi yang disampaikan kelompok lain.

2. Hasil penelitian Nura (2008) menunjukkan bahwa minat dan prestasi belajar siswa yang pembelajarannya dengan strategi kooperatif Group Investigation lebih baik daripada yang pembelajarannya dengan strategi konvensional. Hal ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigationsiswa lebih menunjukkan keaktifan mencari sumber belajar, keaktifan diskusi, dan keaktifan bertanya.

C. Kerangka Pikir

Banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika, karena mereka meng-anggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit untuk dipahami atau di-mengerti. Indikasinya dapat dilihat dari nilai hasil belajar matematika siswa yang belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah penerapan model pembelajaran yang kurang efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Penerapkan pendekatan konvensional dalam pembelajaran matematika me-nempatkan guru sebagai center stage performance, yaitu guru menjadi pusat dalam pembelajaran. Dominasi peran guru sangat terlihat dari awal hingga akhir pembelajaran. Pembelajaran lebih menekankan memorisasi terhadap materi yang dipelajari daripada struktur yang terdapat di dalam materi itu. Pembelajaran seperti ini melelahkan dan tidak efektif.


(30)

Penerapan model kooperatif menurut penelitian yang selama ini dilakukan terbukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Seperti yang kita ketahui model kooperatif mempunyai banyak tipe yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda.

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat sampai enam siswa. Kesulitan memahami materi secara individual dapat dipecahkan bersama-sama dalam kelompok dengan bimbingan guru, setelah materi dipahami maka siswa membagikan hasil diskusi kelompok di depan kelas hal ini guna melihat kesamaan konsep yang diungkapkan dengan cara berbeda.

Kegiatan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat me-ngembangkan pemikiran siswa secara individu karena adanya waktu berpikir, sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Selain itu, dalam kegiatan pem-belajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan karena banyak siswa yang terlihat antusias saat proses belajar mengajar berlangsung.

Hasil belajar dapat diimplementasikan dengan nilai setelah menerima materi pelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Hasil belajar tergantung pada apa yang telah diketahui dari subyek belajar, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang di-pelajari.


(31)

Dari uraian di atas, diduga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

D. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar matematika siswa selain model pembelajaran tidak diperhatikan.

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.


(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 5 (lima) kelas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan mengambil dua kelas dari lima kelas yang me-miliki rata-rata nilai ujian semester ganjil untuk mata pelajaran matematikanya relatif sama. Berdasarkan rata-rata nilai ujian semester ganjil yang disajikan pada Tabel 3.1 dipilih dua kelas yang memiliki rata-rata nilai ujiannya relatif sama, yaitu kelas XI IPS 3 dan kelas XI IPS 4. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan memilih kelas yang memiliki rata-rata nilai ujiannya lebih rendah sebagai kelas eksperimen dan kelas yang memiliki rata-rata nilai ujiannya lebih besar sebagai kelas kontrol. Dari hasil perhitungan pada Lampiran C.1 diperoleh kelas XI IPS 3 yang berjumlah 40 siswa dengan rata-rata nilai 54,13 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPS 4 yang berjumlah 39 siswa dengan rata-rata nilai 55,46 sebagai kelas kontrol. Rata-rata nilai ujian semester ganjil kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.


(33)

Tabel 3.1 Rata-Rata Nilai Ujian Semester Ganjil

Kelas XI IPS Rata-Rata Nilai Ujian Semester

XI IPS 1 61,42

XI IPS 2 52,21

XI IPS 3 54,13

XI IPS 4 55,46

XI IPS 5 57,52

B. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan menggunakan model posttest only control design. Model desain ini dipilih karena kedua sampel yaitu kelas XI IPS 3 dan XI IPS 4 memiliki rata-rata kemampuan awal yang relatif sama. Pada desain penelitian ini kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, sedangkan pada kelompok kontrol diberi perlakuan berupa model pembelajaran konvensional. Di akhir pembelajaran siswa diberi posttest dengan soal tes yang sama untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa. Sesuai dengan yang di-kemukakan oleh Furchan (1982: 368) desain pelaksanaan penelitian digambarkan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

Kelas eksperimen Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

Skor posttest pada kelas ekperimen

Kelas kontrol Model pembelajaran konvensional

Skor posttest pada kelas kontrol


(34)

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Melakukan observasi pendahuluan kesekolah untuk mengetahui kondisi

tempat penelitian atau sekolah seperti jumlah kelas yang ada, jumlah siswa, serta cara mengajar guru di sekolah tersebut.

2. Menentukan sampel penelitian yaitu kelas XI IPS 3 dan XI IPS 4. 3. Mempersiapkan perangkat pembelajaran dan perangkat posttest.

4. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun.

5. Melakukan uji coba perangkat posttest di kelas XI IPS 5.

6. Melakukan uji reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. 7. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 8. Menganalisis data hasil penelitian.

9. Menyusun laporan.

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Data Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh melalui tes yang diberikan pada akhir pembelajaran.


(35)

2. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui tes hasil belajar matematika siswa berbentuk uraian yang berupa data kuantitatif. Tes dilaksanakan setelah siswa mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigasi pada kelas ekspe-rimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika siswa yang disesuaikan dengan materi ajar yaitu limit fungsi. Perangkat tes terdiri dari empat soal berbentuk uraian. Tes diberikan di akhir pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, validitas yang diguna-kan adalah validitas isi. Validitas isi dari tes hasil belajar siswa ini dapat diketahui dengan cara membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar matematika siswa pada pelajaran matematika yang telah ditentukan.

Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika mengetahui dengan benar kurikulum SMA, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah di-nyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes diukur dengan menggunakan daftar cek lis yang dilakukan olehguru mitra. Hasil penilaian tes yang diukur oleh guru mitra ini dapat dilihat pada Lampiran B.4 yakni mengenai form penilaian posttest. Setelah tes diukur oleh guru mitra dan


(36)

tes yang digunakan dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan. Uji coba dilakukan diluar sampel tetapi masih di dalam populasi penelitian yaitu pada siswa kelas XI IPS 5. Setelah diujicobakan, diukur uji reliabilitas, tingkat ke-sukaran, dan daya beda soal. Jika perangkat tes telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka perangkat tes termasuk dalam kriteria tes yang baik sehingga soal layak untuk digunakan.

1. Reliabilitas

Perhitungan untuk mencari nilai reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

Keterangan:

= koefisien reliabilitas tes

n = banyaknya butir soal

∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item = varians total

dengan:

∑ ∑

Keterangan :

= varians total = banyaknya data

∑ = jumlah semua data


(37)

Sudijono (2008: 207) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila me-miliki nilai reliabilitas lebih dari atau sama dengan 0,70. Hasil uji coba dan per-hitungan menunjukkan bahwa tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,93 yang berarti memiliki interpretasi tinggi. Oleh karena itu, instrumen tes matematika tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data. Perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran C.2.

2. Tingkat Kesukaran (TK)

Perhitungan untuk mencari nilai tingkat kesukaran didasarkan pada pendapat Sudijono (2008: 372) yang menyatakan bahwa untuk menghitung tingkat ke-sukaran suatu butir soal digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran dan dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

30 . 0 

TK Sangat sukar

70 . 0 30

.

0 TK Sedang

70 . 0 

TK Sangat mudah

Sudijono (2008:372) T T

I

J

TK


(38)

Sudijono (2008: 372) mengatakan bahwa suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki intepretasi sedang, yaitu memiliki nilai tingkat kesukaran 0.30TK0.70. Rekapitulasi hasil per-hitungan nilai tingkat kesukaran butir soal berdasarkan uji coba yang telah di-laksanakan dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Rekapitulasi Nilai Tingkat Kesukaran Butir Soal Hasil Uji Coba Nomor Soal Nilai Tingkat Kesukaran

1 0,56 (sedang)

2a 0,54 (sedang)

2b 0,50 (sedang)

2c 0,35 (sedang)

3a 0,52 (sedang)

3b 0,64 (sedang)

4a 0,59 (sedang)

4b 0,43 (sedang)

Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran C.3 nilai tiap-tiap butir soal setelah dilakukan uji coba diperoleh nilai tingkat kesukaran sedang pada tiap butir soal yang diujicobakan.

3. Daya Pembeda (DP)

Daya pembeda butir soal dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Sudijono


(39)

(2008: 388) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Hasil perhitungan daya pembeda butir soal diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Daya Pembeda Interpretasi

Negatif ≤ DP ≤ 0,10 Sangat Buruk

0,10 ≤ DP ≤ 0,19 Buruk

0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Kurang Baik (Perlu Revisi)

0,30 ≤ DP ≤ 0,49 Baik

DP ≥ 0,50 Sangat Baik

Sudijono(2008: 388)

Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi baik, yaitu memiliki nilai daya pembeda lebih dari atau sama dengan 0,30. Rekapitulasi nilai daya pembeda butir soal berdasarkan hasil uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut.


(40)

Tabel 3.6 Rekapitulasi Nilai Daya Pembeda Butir Soal Hasil Uji Coba

Nomor Soal Nilai Daya Pembeda

1 0,34 (baik)

2a 0,30 (baik)

2b 0,32 (baik)

2c 0,30 (baik)

3a 0,30 (baik)

3b 0,42 (baik)

4a 0,32 (baik)

4b 0,36 (baik)

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda pada tiap-tiap butir soal diperoleh hasil daya pembeda dengan interpretasi baik pada tiap butir soal yang telah di-ujicobakan. Dari hasil uji coba dan perhitungan daya pembeda yang dapat dilihat pada Lampiran C.3.

F. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis uji kesamaan dua rata-rata dengan uji t. Sebelum analisis uji kesamaan dua rata-rata digunakan terlebih dahulu melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah kedua sampel berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian


(41)

ini adalah uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005:273). Berikut langkah-langkah uji normalitas.

a) Hipotesis

H0 : data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal b) Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan c) Statistik Uji

   k i i i i E E O x 1 2 2 dengan : i

O = frekuensi pengamatan i

E = frekuensi yang diharapkan k = banyaknya pengamatan d) KeputusanUji

Tolak H0 jika 2 1  3

 

x k

x dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.

Hasil perhitungan uji normalitas kelompok data dapat dilihat pada Lampiran C.6 dan C.7 dan rekapitulasi uji normalitas tersebut disajikan pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Hasil Belajar

Kelas Keputusan Uji

Eksperimen 8,411 9,49 H0 diterima


(42)

Berdasarkan Tabel 3.7, dapat diketahui bahwa data hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki pada taraf nyata yang berarti H0 diterima, berarti kedua sampel berasal dari popu-lasi yang datanya berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah dua sampel yang diambil yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang diguna-kan dalam uji ini adalah sebagai berikut.

, artinya kedua kelompok populasi mempunyai varians sama , artinya kedua kelompok populasi mempunyai varians tidak

sama.

Pengujian homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji F. Rumus Uji F yaitu :

dan tolak H0 hanya jika F ≥ F1/2 α (v1,v2), dengan F1/2 α (v1,v2) didapat dari daftar distribusi F dengan peluang 1/2 α, sedangkan derajat kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai dk pembilang dan penyebut dalam rumus. Dengan α = 0,05 dalam Sudjana (2005: 250).

Setelah dilakukan uji normalitas dan data posttest dari kedua kelas (eksperimen dan kontrol) berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan


(43)

menggunakan uji F. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.8. Hasil perhitungannya disajikan dalam Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Kelas Varians

(s2) dk Kriteria

Eksperiman 75,69 40

1,39 1,69

Kedua kelas

mempunyai varians yang sama

Kontrol 105,38 39

Berdasarkan Tabel 3.8, diketahui bahwa data hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki pada taraf nyata

yang berarti H0 diterima, yaitu varians kedua kelompok data baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah sama (homogen).

3. Uji Hipotesis

Uji prasyarat menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan kedua kelompok data homogen, sehingga statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah Uji-t, dengan hipotesis sebagai berikut.

Hipotesis Uji

H0 :12 (hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pem-belajaran kooperatif tipe Group Investigation sama dengan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional).

H1: 12 (hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pem-belajaran kooperatif tipe Group Investigation tidak sama dengan


(44)

hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pem-belajaran konvensional).

a. Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan b. Statistik Uji

2 1 2 1 1 1 n n s x x t    ;

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s keterangan: 1

x = rata-rata sampel kelas eksperimen

2

x = rata-rata sampel kelas kontrol 2

1

s = varians sampel kelas eksperimen 2

2

s = varians sampel kelas kontrol 1

n = ukuran sampel kelas eksperimen 2

n = ukuran sampel kelas kontrol c. Keputusan Uji

Terima H0 jika

2 1 2

1 1

1   

t t t , dimana

2 1

1

t didapat dari daftar distribusi t

dengan dk = (n1 + n2 – 2) dan peluang (1 – 1/2). Untuk nilai t lainnya H0 ditolak dalam Sudjana (2005: 239).


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung semester genap tahun ajaran 2012/2013.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dikemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation hendaknya diterapkan sebagai salah satu alternatif untuk mengefektifkan pembelajaran matematika dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa, namun dalam penerapannya harus diimbangi dengan pe-ngelolaan kelas yang baik dan pepe-ngelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar semakin kondusif sehingga memperoleh hasil yang optimal.


(46)

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di-tinjau dari hasil belajar matematika siswa perlu dilakukan proses adaptasi terlebih dahulu karena siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran konven-sional sehingga siswa tidak bingung dan mengerti tahapan yang dilakukan pada model pembelajaran ini, sehingga model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat memberikan hasil yang optimal.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1. Depdiknas. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No. 20 tahun 2003 dan Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI Nomor 14 tahun 2005. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional.

Surabaya.

Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Ibrahim. 2005. Pembelajaran Kooperatif. UNESA-University Press. Surabaya. Ibrahim, M, Fida R, dan Ismono. 2000. Pembelajaran Koperatif. Unessa Press.

Surabaya.

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Tarsito. Bandung.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.


(48)

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Solihatin, Etin. 2007. Cooperatif Learning : Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Tarsito. Bandung.

Suherman, E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sunartombs. 2009. Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling Disukai. [on line]. Tersedia:

http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/. (Diakses tanggal 20 September 2012).

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram. Suyatna, Agus. 2008. Model Pembelajaran PAIKEM. FKIP Unila. Bandar

Lampung.

TIMSS. 2011. TIMSS Result 2011. http://nces.ed.gov/timss/results11math11.asp (Diakses tanggal 13 Januari 2013).

Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.


(1)

menggunakan uji F. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.8. Hasil perhitungannya disajikan dalam Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Hasil Belajar

Kelas Varians

(s2) dk Kriteria

Eksperiman 75,69 40

1,39 1,69

Kedua kelas

mempunyai varians yang sama

Kontrol 105,38 39

Berdasarkan Tabel 3.8, diketahui bahwa data hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki pada taraf nyata

yang berarti H0 diterima, yaitu varians kedua kelompok data baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah sama (homogen).

3. Uji Hipotesis

Uji prasyarat menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan kedua kelompok data homogen, sehingga statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah Uji-t, dengan hipotesis sebagai berikut.

Hipotesis Uji

H0 :12 (hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pem-belajaran kooperatif tipe Group Investigation sama dengan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional).

H1: 12 (hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pem-belajaran kooperatif tipe Group Investigation tidak sama dengan


(2)

38 hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pem-belajaran konvensional).

a. Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi yang digunakan b. Statistik Uji

2 1 2 1 1 1 n n s x x t    ;

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s keterangan: 1

x = rata-rata sampel kelas eksperimen

2

x = rata-rata sampel kelas kontrol

2 1

s = varians sampel kelas eksperimen 2

2

s = varians sampel kelas kontrol 1

n = ukuran sampel kelas eksperimen 2

n = ukuran sampel kelas kontrol c. Keputusan Uji

Terima H0 jika 2 1 2

1 1

1   

t t t , dimana 2 1

1

t didapat dari daftar distribusi t

dengan dk = (n1 + n2 – 2) dan peluang (1 – 1/2). Untuk nilai t lainnya H0 ditolak dalam Sudjana (2005: 239).


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung semester genap tahun ajaran 2012/2013.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dikemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation hendaknya diterapkan sebagai salah satu alternatif untuk

mengefektifkan pembelajaran matematika dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa, namun dalam penerapannya harus diimbangi dengan pe-ngelolaan kelas yang baik dan pepe-ngelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar semakin kondusif sehingga memperoleh hasil yang optimal.


(4)

45 2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di-tinjau dari hasil belajar matematika siswa perlu dilakukan proses adaptasi terlebih dahulu karena siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran konven-sional sehingga siswa tidak bingung dan mengerti tahapan yang dilakukan pada model pembelajaran ini, sehingga model pembelajaran kooperatif tipe


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor

22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1.

Depdiknas. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No. 20 tahun 2003 dan Undang-Undang Guru

dan Dosen UU RI Nomor 14 tahun 2005. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional.

Surabaya.

Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Ibrahim. 2005. Pembelajaran Kooperatif. UNESA-University Press. Surabaya. Ibrahim, M, Fida R, dan Ismono. 2000. Pembelajaran Koperatif. Unessa Press.

Surabaya.

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Tarsito. Bandung.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.


(6)

Soedjadi, R.2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Solihatin, Etin. 2007. Cooperatif Learning : Analisis Model Pembelajaran IPS.

Bumi Aksara. Jakarta.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Tarsito. Bandung.

Suherman, E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sunartombs. 2009. Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling

Disukai. [on line]. Tersedia:

http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/. (Diakses tanggal 20 September 2012).

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram. Suyatna, Agus. 2008. Model Pembelajaran PAIKEM. FKIP Unila. Bandar

Lampung.

TIMSS. 2011. TIMSS Result 2011. http://nces.ed.gov/timss/results11math11.asp (Diakses tanggal 13 Januari 2013).

Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas X SMA Swadhipa Natar Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 30 63

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 20 55

EFEKTIVITAS MODEL GROUP INVESTIGATION DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 14 56

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 4 66

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DITINJAU DARI HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 15 54

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Genap SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 37

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 9 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 39

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 14 48

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Pada Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 130