115
5. Wawancara dengan Partisipan Lima P5
Pertemuan pertama dengan P5, pada 20 Juli 2013, pukul 16.20 sampai dengan 17.00 WIB. Saat peneliti datang, P5 sedang
berada di kandang sapi, membantu suaminya memerah susu sapi dan memberi makan sapi. Pertemuan pertama berlangsung
di teras rumah P5. Pada pertemuan pertama, peneliti menyampaikan permohonan menjadi partisipan, menjelaskan
topik dan tujuan wawancara, menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan proses wawancara, seperti penggunaan tape recorder ,
kerahasiaan nama, penggunaan hasil wawancara hanya untuk kepentingan penelitian, melakukan kontrak waktu dengan
partisipan, dan lain-lain. Setelah P5 mendengar penjelasan dari peneliti, P5 bersedia menjadi partisipan dengan menandatangani
surat persetujuan menjadi partisipan. P5 juga memohon untuk dilakukan wawancara pada pertemuan pertama sekaligus,
karena menurut P5 agar tidak membuang waktu peneliti.karena keinginan P5, proses wawancara berlangsung pada pertemuan
pertama. Proses wawancara berlangsung santai dan lancar, suami P5 ikut bergabung dan duduk pada kursi yang ada di teras
rumah, tetapi tidak berapa lama masuk lagi ke dalam rumah. Pertemuan kedua, pada 27 Juli 2013, pukul 15.40 sampai
dengan 16.00 WIB, di teras rumah P5. Pertemuan kedua berlangsung tidak lama. Saat peneliti datang, P5 sedang
menyalakan api pada tungku, untuk memasak air hangat untuk mandi, bagi siapa saja anggota keluarganya yang ingin mandi.
Pertemuan berlangsung tidak lama, dan tidak ada orang lain dalam proses wawancara. Peneliti melakukan wawancara seuai
dengan pedoman wawancara dengan memberikan pertanyaan klarifikasi untuk memvalidasi jawaban partisipan yang sudah
diberikan pada pertemuan sebelumnya. Pada proses validasi ,
116 P5 menerima hasil penelitian atau data yang didperoleh, serta
tidak menambahkan atau meralat jawaban. Berikut adalah transkip wawancara sesuai dengan daftar
pertanyaan pada pedoman wawancara. P
: “Selamat sore, bu. Saya mau mohon waktunya sebentar, bisa, bu?”
P5 : “Iya mbak, mari silahkan. Di dalam apa di sini saja mbak?”
P5 keluar berjalan dari belakang rumah menuju halaman
depan rumah, dan menunjuk teras rumahnya P
: “Di sini saja, bu. Begini, bu, sekarang ini saya sedang menyelesaikan tugas akhir saya tentang perubahan seksual
wanita menopause. Untuk itu, saya membutuhkan data dari beberapa wanita yang sesuai dengan kriteria yang saya cari,
data itu saya dapat dengan melakukan wawancara atau tanya-jawab dengan beberapa orang. Kemarin saya sudah
minta ijin dan sudah diberi ijin bu bekel untuk melakukan wawancara di dusun ini.”
P5 : ”O.. iya, jadi ini, saya yang mau ditanya-tanya gitu mbak?”
wajah P5 tampak bingung
P : “Nah, itu dia, bu. Ibu bersedia atau tidak jika saya tanya-
tanya. Ibu kan, salah satu wanita yang memenuhi kriteria yang saya cari, sudah tidak berKB, dan sudah tidak haid.
Iya, kan, bu?” P5
: “Begitu, ya, mbak.. ya… ga apa-apa. Saya itu uda ga haid udah lama… waktu saya masih KB pun saya uda ga haid,
KB suntik itu loh mbak.. ya, kalau lepasnya uda sekitar
delapan tahunan, mbak. Ya.. tetap ga haid sampai sekarang
.”
117 P5 sudah tidak bingung, dan memberikan data demografi atau
identitas umum yang diperlukan kepada peneliti. Setelah mendapatkan penjelasan lengkap dari peneliti mengenai maksud
kedatangan peneliti, P5 memohon untuk dilakukan wawancara pada pertemuan pertama
“Tapi ini nanti tidak disuruh kemana-mana, kan ya mbak? Ga mau saya mbak kalo disuruh diajak kesana-sana.. malu.
” P
: “Tidak, bu. Ibu hanya diminta untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan dari saya dengan jujur sesuai kondisi ibu, lalu
ibu saya minta untuk tanda tangan di sini menunjukkan lembar persetujuan, ga disuruh kemana-mana, bu.. Bahkan
nama ibu saja dirahasiakan, tidak akan disebutkan.” P5
: “O… ya..ya.. ta kira suruh ikut kesana-sana.. sekarang saja mbak, mumpung saya lagi lego, lagi santai.
” P
: “Tidak apa-apa kalau sekarang, bu? Ibu sedang tidak mengurus kandang?”
P5 : “Enggak mbak, sekarang aja, uda selesai ngurus
kandangnya.. ”
P : “Baik, bu. Saya mulai, ya? Ibu pernah mendapatkan
penyuluhan atau semacamnya, tentang kesehatan seksual, kesehatan kelamin? Dari bidan, puskesmas, posyandu, atau
yang lainnya..” P5
: “berusaha mengingat-ingat belum pernah mbak. Sini tu ga pernah ada gitu-gitu mbak selain buat balita, setau saya
loh. ”
P : “Menurut ibu, perlu atau tidak penyuluhan tentang
kesehatan seksual atau kesehatan kelamin, apa lagi untuk pasangan suami istri?”
P5 : “Ya perlu mbak.. biar lebih tahu, gitu.”
118 P
: “Menurut ibu, apa yang ada dalam pikiran ibu tentang menopause, tentang
wanita yang sudah berhenti haid?” P5
: “Apa ya, mbak.. Wanita yang sudah usia lanjut, mbak.” P
: “Sebelum ibu melepas KB, pernah terpikirkan tidak, kalau nantinya ibu akan tetap berhenti haid, meskipun sudah
melepas KB?” P5
: “Iya, mbak. Ya ngerti. Kan juga uda tahu, kalau nanti ada waktunya untuk tidak KB lagi, tidak subur lagi, tidak haid
lagi, karena sudah tua .” P5 menjawab dengan terbata-bata,
seolah kesulitan untuk menjawab P
: “Perbedaan apa yang ibu rasakan, dulu ibu pernah haid, lalu menggunakan KB, dan sampai berhenti KB ini ibu sudah
tidak haid? P5
: “Ya… ada mbak. Lebih merasa segar waktu masih haid, mbak. merasa lebih sehat dulu, gitu
.” P
: “Baik, lalu, bagaimana ibu memandang diri ibu saat ini? Bagaimana ibu menganggap atau menilai diri ibu saat ini
setelah berhenti haid atau menopause? Mungkin ibu merasa menjadi tua, tidak menarik lagi bagi suami, merasa tidak
repot berKB lagi atau yang lain mungkin ?”
P5 : “Yaa…. Kalau tua itu pasti, la wong udah umurnya, sudah
ga perlu ke bidan buat KB itu juga mbak, soalnya saya udah malas pergi-pergi mbak, paling, ya ke kebun.. .. tersenyum,
terhenti sesaat, tampak seperti berpikir Ya…. bisa lebih menerima diri lah mbak, maksudnya bisa menyadari kalau
memang sudah umur segini, sudah waktunya berhenti KB, berhenti haid, uda mulai gampang capek, lalu apa ya mbak,,
ga menyalahkan keadaan gitu mbak.. ” P5 menjelaskan
jawaban sambil mengerak-gerakkan kedua tangannya P
: “Kalau ibu dengan suami dan keluarga, seberapa dekat, bu
?”
119 P5
: “Ya dekat, lah mbak… anak-anak semua udah nikah, tapi yang satu ikut suaminya, yang dua tinggal disini sama anak
dan suaminya. Rumah tu jadi rame, ya semua saling ngemong, mbak. Saling bantu, kalau ada apa-apa rembugan
dimusyawarahkan. Sama suami juga gitu, saling bantu sama kerjaan
.” P
: “Suami dan keluarga tahu kalau ibu sudah tidak KB dan tidak haid lagi?”
P5 : “Kalau suami ya pasti tahu. Kalau anak-anak ga saya
kasih tahu, mbak. Tapi mungkin ya tahu sendiri mbak. La, buat apa juga saya kasih tahu….hehehe.” P5 tersenyum
P : “Ya, mungkin ada perbedaan dari keluarga dan suami
kepada ibu karena ibu sudah menopause.. ”
P5 : “Ga, lah, mbak.. . Ga ngaruh juga, kok.”
P : “Maaf, ni bu, ibu dan suami masih mesra, ga? Kaya masih
muda, bercanda berdua, mesra, gitu, bu? ”
P5 : “Hahahahaha… .. P5 tersipu malu Masih ga, ya,
pak…P5 memandang suaminya yang duduk di kursi dekat jendela, di teras rumah Uda ga penah, mbak. Bercanda ya
sama cucu. Malu to mbak, udah tua.. Mesranya udah dihabisin, dipuasin waktu muda..hehehehe.
” P
: “Maaf, ni bu, karena lebih pribadi lagi, kalau campur berhubungan seksual antara ibu dan suami, apakah masih
sering ?”
P5 : P5 kembali tertawa “Ya ampuun, mbak.. Udah jarang
sekali, mbak. Sebulan dua bulan sekali saja ga pasti. Udah ga mikir gituan, mbak. Udah ua, udah ga mampu. Hahaha..
“ P
: “Kalau menurut ibu, apa sih tujuan suami-istri yang istrinya sudah tidak haid, tidak KB lagi, mereka massih campur,
tujuannya apa menurut ibu ?”
120 P5
: “Apa, ya, mbak.. Ya.. Buat nyenengin suami, kalau yang suaminya masih seger, masih mampu campur sering-sering.
Juga melakukan kewajiban suami-istri, mbak. Tapi saya udah ga mikir, mbak. Udah ga mampu. Hehehe..
” P
: “Walaupun udah jarang, tapi kan masih melakukan, adakah perubahan waktu campur? Mungkin sakit, lebih
kering, atau mungkin takut, atau apapun yang membuat ibu jadi kawatir, gitu, bu
?” P5
: “Enggak ada, mbak.. Ga ada perbedaan, ga ada perubahan. Ya yang pasti sudah mulai males, udah enggan,
udah tua, jadi udah ga mampu.. ”
P : “Pernah tidak, bu, ngobrol sama bapak, kok sekarang
udah jarang campur, bapak kira-kira jadi gimana, terus
mungkin ada keinginan untuk merubah kebiasaan campur, gitu bu?
” P5
: “Hihihi… Ga pernah ngobrolin kaya itu mbak. Bapak juga udah tua, udah menyadari kalau sudah ga mampu mungkin,
udah ga pernah mengeluh juga, mbak. hehehe.. ”
P : “Kalau ibu sendiri, pernahkah sesekali berpikir, karena
sudah jarang campur, sudah tidak seperti dulu, jadi sudah merasa tidak bisa memberi kepuasan seperti dulu?”
P5 : “Ah, enggak, mbak. sekarang sdah ga mikir kesitu, sih.
Kalau mampu, ya campur, kalau enggak, ya enggak. Sudah
males, mbak, sudah tua. Lebih memilih mikir cucu, mbak. Kan, jadi satu anak-cucu, lebih milih mikirin cucu
.” P
: “Ibu pernah mencoba membangkitkan gairah, membangkitan stamina? Mungkin minum jamu-jamuan, ikut
senam, atau apa.. ”
P5 : “Enggak, mbak. Ya gini aja. Kerjaan rumah saja repot, ga
kepikiran gitu- gitu.” P5 tersenyum kepada peneliti
P : “Lalu apa harapan ibu kepada suami dan keluarga?”
121 P5
: “Ya.. sehat terus, mbak. Rukun sama suami, sama anak- cucu.
” P
: “Baik, bu. Sementara ini dulu. Terma kasih atas kesediaan ibu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari saya. Maaf,
karena agak saru. Tetapi, besok jika saya masih ada yang kurang, masih ada yang perlu ditanyakan kepada ibu, saya
datang lagi, tanya-tanya lagi, ya bu .”
P5 : “O.. udah, mbak. Iya, mbak, datang saja, tapi kalau
disuruh kesana-sana gak mau, loh. Malu.. ”
P : “Tidak, kok, bu. Cuma ditanya-tanya, di rumah, sama
seperti yang dilakukan baru saja. Monggo, silahkan dilanjut,
pekerjaannya. Terima kasih, saya pamit. ”
P5 : “Iya, mbak, sama-sama.”
122
6. Wawancara dengan Partisipan Enam P6