Tenaga Kerja Kondisi Perekonomian
diperkirakan sudah ada sejak sebelum Agama Islam masuk ke Indonesia wawancara dengan Gabriel, 27 Februari 2015. Tari ini mulai eksis atau
berkembang pesat di masyarakat Dayak sejak tahun 1985. Tari ini mulai diajarkan kepada anak-anak muda, dan sering diperlombakan pada acara-
acara tertentu, seperti peringatan 17 Agustus atau saat Pesta Panen Padi.
Tari Kondan Muda Mudi
atau
Kondan Kubuja
dilakukan secara berpasangan dengan jumlah penari harus kelipatan genap empat, enam,
delapan atau sepuluh orang. Sebelum tarian ini dimulai, terlebih dahulu diawali dengan prosesi
Nyido’ atau Nyadep. Prosesi ini adalah prosesi dimana para pasangan muda mudi ini duduk secara berhadapan dalam suatu
tempat dengan diawasi oleh orang tua mereka di sisi kiri dan kanan. Dalam prosesi ini mereka akan berkenalan satu sama lain, uniknya prosesi dan tari
Kondan
ini setiap percakapan selalu dilakukan dengan berbalas pantun, ketika berkenalan atau berbincang selama masih dalam prosesi atau saat
menarikan
Kondan
mereka diharuskan menggunakan pantun wawancara dengan Kartini, 5 Maret 2015.
Sambil menari dan bernyanyi sesekali para penari akan diberi
tuak
, yaitu minuman tradisional hasil fermentasi beras ketan yang dapat
menyehatkan badan,
tuak
juga merupakan salah satu syarat dalam sesajian upacara adat. Lagu
bekondan
itu sendiri dapat dinyanyikan dengan bahasa daerah, bahasa Melayu, dan bahasa Indonesia tergantung lirik yang
digunakan Institut Dayakologi, 2003: 107.
Tari
Kondan
awalnya dilakukan setelah para penduduk selesai bekerja di ladang. Mereka bersuka ria menarikan tari
Kondan
di ladang hingga hari hampir gelap dan mereka kembali pulang ke rumah. Tari
Kondan
kemudian berkembang menjadi beberapa macam tari yang disesuaikan dengan pantun
yang digunakan. Sampai kepada terciptanya Tari
Kondan
Muda Mudi atau
Kondan Kubuja
yang ada dalam Upacara Adat
Gawai
. Tari
Kondan
hanya ditarikan pada saat perayaan atau ritual kegembiraan saja, dan tidak dilakukan
pada saat ritual duka dan pengobatan orang sakit. Tari
Kondan
lahir dari ritual kepercayaan masyarakat adat Bidayuh yang disertai dengan ekspresi musikal
berupa nyanyian pengiring tarian yang berupa pantun Institut Dayakologi, 2003: 107.
Dalam masyarakat suku Dayak, proses penanaman padi meliputi tiga bagian pokok. Bagian pertama disebut
menugal
yaitu menabur benih padi, dilanjutkan dengan
nguma
membersihkan tanaman padi dari berbagai jenis tanaman pengganggu dan yang terakhir adalah
Nosu Minu Podi
panen raya padi. Dalam tiga bagian ini selalu dilakukan secara bergotong-royong
sehingga memunculkan adanya kebersamaan dalam menari
Kondan
sebagai ungkapan ekspresi kegembiraan dan rasa syukur kepada
Penompa
Tuhan.