89
C. Analisa Problematika Pemilihan KDH dan
WKDH Kota Salatiga Tahun 2011
Hasil penelitian
menunjukkan proses
demokrasi yang berlangsung melalui mekanisme Pemilihan Umum KDH dan WKDH di Kota Salatiga
menunjukkan hasil yang signifikan dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 82,16 . Persentase
partisipasi pemilih ini dapat menjadi indikator keberhasilan proses demokrasi secara prosedural
dimana pelibatan masyarakat sangat tinggi, akan tetapi secara substansial proses demokrasi tersebut
belum menunjukkan hasil yang memuaskan hal ini nampak pada beberapa fenomena yang muncul
dalam proses
persiapan hingga
pelaksanaan Pemilihan
KDH dan
WKDH Kota
Salatiga. Pemberlakuan hukum dalam Pemilihan KDH dan
WKDH tidak absolut dapat dilaksanakan. Hal ini telah diprediksi oleh William Chambliss dengan teori
keberlakuan hukum yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal dari hukum itu sendiri. Terlebih, proses
Pemilihan Umum KDH dan WKDH merupakan proses pengisian jabatan politis, sehingga sudah
tentu faktor-faktor politik tidak dapat dinihilkan. Berikut ini merupakan analisa persoalan yang
muncul berdasarkan tahapan Pemilihan KDH dan WKDH.
1. Tahapan Persiapan
a. Syarat keanggotaan serta tugas pokok dan
fungsi dari PPK, PPS, KPPS sebagai bagian sistem penyelanggaraan Pemilihan KDH dan
WKDH diatur dalam Peraturan Pemerintah
90
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 11 Ayat 2a merupakan fungsi krusial dan strategis dari
PPS yakni “melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS dalam
wilayah kerjanya dan membuat berita acara dan
sertifikat rekapitulasi
penghitungan suara”. Sehingga dalam proses pemilihan KDH
dan WKDH
posisi ini
penting untuk
melakukan kecurangan-kecurangan dengan manipulasi data. Hal ini dikarenakan sebagian
besar Panitia pemilihan di masing-masing TPS mempercayakan
rekapitulasi sepenuhnya
pada PPS tanpa pengawasan. Berkaitan tugas dan fungsi krusial dan
strategis dari
PPS, posisi
ini banyak
diperebutkan oleh
pihak-pihak yang
berkepentingan. Salah satunya adalah partai politik yang ikut serta dalam pemilihan KDH
dan WKDH.
Partai politik
sengaja menempatkan kadernya sebagai PPS untuk
mempermudah koordinasi serta melakukan kecurangan dalam pemungutan suara.
b. Kebijakan mutasi dan promosi kepegawaian di
lingkungan Pemerintah
Kota Salatiga
merupakan wewenang penuh dari seorang Walikota sebagai Kepala Pemerintahan di
91
Daerah dengan
mendasarkan pada
pertimbangan Dewan Kepegawaian Daerah. Meskipun
demikian, mutasi
dan rotasi
tersebut seharusnya
tidak mengganggu
jalannya proses demokrasi yang sedang berlangsung melalui Pemilihan Umum KDH
dan WKDH. Utamanya bila rotasi dan promosi
tersebut berakibat pada Pergantian Antar Waktu yang terjadi pada sekretariat di tingkat
PPK maupun di tingkat PPS, sehingga mengubah susunan keanggotaan Sekretariat
Panitia Pemilihan
KecamatanPPK pada
Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011.
12
Perubahan yang terjadi ditengah proses pemilihan Umum tentu akan mengacaukan
pengadministrasian yang telah dilakukan sebelumnya, mengingat tugas pokok dan
fungsi sekretariat PPK dan PPS yang krusial untuk pendataan hingga memunculkan Daftar
Pemilih Tetap. Celah
ini dapat
digunakan untuk
menggelembungkan suara
ataupun penghilangan suara dengan alasan tenaga
administrasi baru sehingga banyak data yang hilang dan tidak dipahami. Terlebih salah satu
12
Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II -
Hal 50.
92
pasangan calon merupakan istri dari walikota yang saat itu menjabat.
Bukan tidak
mungkin dalam
keanggotaan KPU disusupi oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti disampaikan oleh
J.Kristiadi dengan melihat fenomena yang ada: “fenomena yang menyedihkan adalah politik
uang dalam KPUD karena lebih mudah membeli
suara dari KPUD dari pada langsung dari rakyat
.”
13
2. Tahapan Pelaksanaan