Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dibahas hal-hal yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan tempat bagi anak dalam memperoleh pendidikan untuk pertama kalinya. Hal ini berarti bahwa keluarga memegang peranan penting dalam tahap perkembangan anak dari usia dini hingga dewasa. Berbagai perilaku baik maupun buruk serta kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh segala aktivitas yang ada pada keluarga Hurlock, 2005. Sebagaimana halnya peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, sifat anak juga tidak berbeda jauh dari orang tuanya. Akibatnya, tidak mengherankan jika kebanyakan orang menilai anak berdasarkan sikap dan perilaku orang tuanya. Hal ini dimungkinkan karena anak usia dini yang pada umumnya senang meniru sikap, perbuatan, dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya sehingga secara tidak sadar apa yang dilakukan orang tua dapat menjadi contoh bagi anak dan membentuk kebiasaan mereka. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak agar menjadi orang yang baik dalam bersosialisasi ketika hidup bermasyarakat dan hidup membudaya. Sebagai anggota masyarakat, anak dituntut untuk terlibat di dalamnya dan bukan sebagai penonton tanpa mengambil peranan Djamarah, 2014. Orang tua hendaknya meluangkan waktu untuk memantau setiap kegiatan yang dilakukan anak-anak mereka serta memberi perhatian yang cukup pada mereka sehingga anak-anak merasa dianggap keberadaannya. Jika suatu ketika seorang anak melakukan perilaku negatif, orang tua wajib meluruskan dengan memberi pengertian dan selanjutnya mengarahkan menuju perilaku positif. Cara untuk mendidik anak dalam keluarga tentunya berbeda-beda. Sebagian orang tua menerapkan didikan yang tegas sehingga anak harus tunduk dan patuh terhadap perintah dan anjuran dari orang tua dan sebagian lagi sibuk dengan pekerjaannya sehingga mereka bahkan tidak mempunyai waktu untuk sekedar bertemu dan bercerita dengan anaknya. Namun, cukup banyak pula orang tua yang memberikan kasih sayang penuh dengan memposisikan dirinya sebagai teman sebaya anak-anak mereka sehingga hubungan anak dan orang tua terjalin dekat dan lekat. Tentu saja cara pengasuhan orang tua memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan psikis anak. Kepatuhan dan ketegasan pola asuh pada keturunan Asia bukan diasosiasikan dengan dominasi atau kekerasan, tetapi lebih diasosiasikan dengan perhatian, menyayangi, dan keterlibatan Papalia, Olds, Feldman, 2009. Adanya kehangatan dan dukungan melalui perhatian, pemberian kasih sayang, dan ketertibatan tersebut maka karakter hubungan keluarga di Asia lebih menyerupai pola pengasuhan otoritatif, tanpa menekankan pada nilai-nilai individualitas, pilihan, kebebasan, dan kontrol orang tua yang kaku. Djamarah 2014 mengungkapkan bahwa latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat, dan suku bangsa diyakini memberikan pengaruh terhadap kualitas dan intensitas kepengasuhan yang diberikan kepada anak. Mendidik anak butuh keterampilan dan kesabaran yang cukup karena anak berkembang melalui tahapan-tahapan dan proses sehingga lahirlah kepribadian yang khas sebagai bentuk perwujudan diri untuk memperoleh penerimaan sosial dalam pembentukan harga diri Yusuf, 2009. Cara orang tua mendidik anak atau yang sering disebut sebagai pola asuh orang tua merupakan suatu cara terstruktur dan terproses untuk mendidik, melatih, dan membimbing anak agar mempunyai kepribadian yang berakhlak mulia. Cara orang tua dalam mendidik ini menjadi penilaian tersendiri bagi anak terhadap orang tuanya. Penilaian tersebut memberi makna yang mendalam bagi anak karena melalui penilaian, anak berpandangan untuk mencirikan sendiri tipe pola asuh yang orang tua terapkan. Selanjutnya, hal tersebut memberi balikan pula bagi anak untuk memposisikan diri dalam keluarga serta bagaimana dia harus bersikap dan berperilaku ketika berada di dalam rumah dan berkumpul bersama dengan keluarga seperti yang dikemukakan oleh Gusec dan Goodnow Papalia, Olds, Feldman, 2009. Namun, tidak jarang ditemui banyak anak bersikap kurang sopan terhadap orang tua dan saat berbicara pada orang, mereka tidak pernah berbahasa dengan halus bahkan kata-kata yang dilontarkan anak pada orang lain bersifat kasar. Ada pula anak yang berkembang pesat melampaui usianya dengan selalu memikirkan dan membayangkan hal-hal yang bersifat dewasa bahkan beberapa dari mereka sudah ada yang menjalin hubungan akrab dengan lawan jenisnya. Tentu hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi dan segala aktivitas dari dalam keluarga sebab sangat erat kaitannya antara hubungan perilaku anak dengan pola asuh orang tua. Perilaku anak yang kurang sopan terhadap orang lain ditemui pula pada siswa- siswi di SD Sumbang Asih, Yogyakarta nama samaran. Banyak anak berbicara menggunakan bahasa jawa ngoko pada guru, padahal bahasa jawa ngoko tepat digunakan untuk teman sebaya. Kondisi tersebut menjadi pemikiran karena bertentangan dengan fungsi keluarga untuk melindungi dan mengarahkan anak agar berkembang menjadi lebih baik. Pada saat melaksanakan PPL Program Pengalaman Lapangan, peneliti mencoba mendekatkan diri dengan siswa-siswi sehingga peneliti dapat merangkum banyak hal mengenai karakteristik anak usia SD. Ada bermacam-macam karakteristik yang melekat pada masing-masing anak seperti masih mementingkan ego dan mau menang sendiri, adanya kecenderungan untuk memuji diri sendiri, manja, suka membanding-bandingkan dirinya dengan siswa-siswi lain, dan ingin diperhatikan. Teori psikoanalisis dari Freud Santrock, 2007 mengungkapkan bahwa aspek pengasuhan anak yang dapat mendorong perkembangan moral adalah praktik yang menanamkan rasa takut terhadap hukuman dan kehilangan cinta orang tua. Namun, dilihat dari sikap anak-anak di SD Sumbang Asih yang kurang menunjukkan rasa hormat pada orang yang lebih tua peneliti ingin mengetahui lebih jauh kebiasaan-kebiasaan anak selama di rumah dan di luar rumah serta persepsi siswa terhadap pola asuh orang tua yang mereka terima. Setelah itu, peneliti mencoba menyimpulkan pola asuh yang orang tua terapkan ke salah satu tipe pola asuh yang ada menurut teori Diana Baumrind. Hurlock 2005 menyatakan bahwa hubungan orang tua-anak sangat dipengaruhi oleh persepsi anak terhadap pelatihan yang dialaminya dan interpretasinya terhadap motivasi hukuman dari orang tua. Paparan mengenai pola asuh orang tua membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persepsi anak terhadap pola asuh orang tua karena di dunia modern seperti saat ini banyak hal dapat mempengaruhi sikap, sifat, dan perilaku anak. Beberapa pengaruh tersebut antara lain adanya perkembangan teknologi yang berkembang pesat sehingga media sosial sangat mudah untuk diakses, lingkungan sosial yang menjadi tempat sehari-hari anak dalam berdinamika sosial dengan teman-teman dan orang lain, serta teman sebaya yang dominan dapat merubah sifat maupun karakter anak Meggitt, 2013. Ahli teori behavioristik enviromentalist meyakini bahwa lingkungan anak adalah faktor utama yang memengaruhi perkembangan dan pemelajarannya. Seorang anak belajar untuk menyesuaikan perilakunya setelah mendapatkan apresiasi dan hukuman Meggitt, 2013. Dari hal tersebut, jelas bahwa pola asuh orang tua dibutuhkan untuk mendisiplinkan anak sehingga anak dapat berperilaku baik dan bermoral Hurlock, 2005. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan orang tua menjadi sadar akan tugas dan tanggung jawabnya untuk mendisiplinkan anak sehingga anak dapat mengaktualisasikan dirinya dengan mempunyai rasa segan dan rasa hormat pada orang lain seperti yang dikemukakan Maslow Boeree, 2006. Selanjutnya, diharapkan pula agar orang tua menerapkan cara pengasuhan yang tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan karakteristik anak sehingga disamping mendapat kenyamanan ketika berada di rumah, anak juga dapat mengasosiasikan konsep moral mengenai benar-salah atau baik-buruk sebagai pedoman dalam bertingkah laku sehari- hari Yusuf, 2009.

B. Rumusan Masalah