Diskripsi Lakon PROSES KREATIVITAS

21 Tidak diceritakan perjalanan Brahmana Sangkya di tegah laut,diceritakan sekarang dikerajaan Gelgel pulau Bali sedang berlangsung persiapan upacara besar Eka Dasa Ludra dan Nangkluk Mrana di Pura besakih. Rakyat Bali tumpah ruah menuju Pura Besakih, dengan tujuan dan maksudnya berbeda-beda: ada yang bermaksud sembahyang, ada yang ngayah bekerja suka rela, dan ada yang mengaturkan harta bendanya. Ketika persiapan upacara besar tersebut berlangsung, tiba-tiba datanglah seorang Brahmana berpenampilan sangat kotor. Melihat penampilan Brahmana seperti itu semua rakyat yang melihat membujuk Brahmana tersebut supaya menjauhi tempat upacara. Namun apapun bujuk rayu masyarakat Bali pada Brahmana tersebut tidak melunakaan hatinya meninggalkan tempat upacara. Kegaduhanpun terjadi pada saat Brahmana Sangkya menyebut dirinya adalah saudara Dalem Waturenggong dari tanah Jawa. Karena rakyat Bali tidak percaya dengan ucapan Brahmana Sangkya, hinaan, cacian dan perlakuan kasarpun diterima Brahmana tersebut. Para Patih, Bendesa dan Tokoh Adat langsung ikut ketempat kejadian, Namun usaha para Patih, Bendesa dan Tokoh Adat sama sekali tidak membuahkan hasil untuk membujuk Brahmana meninggalkan tempat persiapan upacara. Dengan rasa kesal masyarakat Bali yang ada disana menyerat Brahmana menjauhi tempat persiapan upacara, Brahmana Sangkya kesakitan, tubuhnya berdarah, badannya penuh kotoran binatang dan manusia. Perlakuan rakyat Bali inilah menyebabkan Brahmana marah, beliau mengucapkan kutukan pada masyarakat Bali”wahai masyarakat Bali, semestinya kau tidak boleh berbuat seperti itu ketika melakukan ritual, berkata-kata kasar, perbuatan yang tak manusiawi, dan punya pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Sebab itu aku mengutuk upacara ini hasil karmamu, upacara yang kau lakukan tidak akan berhasil malahan kesengsaraan yang akan kamu dapatkan terkutuklah kau semua”. 22 Sepeninggal Brahmana dari Besakih, sedikit demi sedikit nampak ada perubahan situasi upacara. Tumbuh-tumbuhan banyak yang mati, sakit yang sangat aneh muncul pada masyarakat, sampai orang meninggal yang tidak wajar sering terjadi dimasyarakat sekitar Besakih. Kini rakyat Bali tidak bisa melanjutkan persiapan upacara Eka Dasa Ludra dan Nakluk Merana, Dalam situasi tersebut Patih dan Bendesa segera menghadap Dalem Waturenggong. Dengan memohon pada Tuhan Hyang Maha Esa sembahyang di Pura Besakih, Raja Gelgel Dalem Waturenggong akhirnya mendapatkan Wahyu Petunjuk Dewa penyebab dari kesengsaraan ini, itupun lewat. Seketika itu juga Dalem Waturenggong memerintahkan para Patih, Bendesa, dan para Tokoh Adat untuk memerintahkan rakyat Gelgel mencari Brahmana Sangkaya yang keberadaannya sudah diketahui yaitu di Bandana negara. Di bawah pimpinanan Dalem Waturenggong, utusan rakyat Gelgel bergerak ke arah selatan pulau Bali tepatnya menuju arah Bandana negara. Tidak diceritakan dalam perjalanan Dalem Waturenggong dan pengiringnya melewati beberapa desa, dan akhirnya Dalem Waturenggong dan pengiringnya bertemu Brahmana Sangkya yang sedang bersemedi. Semua pengiring Dalem Waturenggong membenarkan bahwa brahmana itulah yang datang ke Besakih, dengan serempak pasukan duduk menghadap Sang Brahmana. Dalem Waturenggong dan Patih tangkas segera minta maaf pada Brahmana atas perlakuan rakyatnya, serta beliau memohon Brahmana Sangkya datang kembali ke Pura Besakih dan sekaligus mengembalikan suasana upacara seperti dahulu. Mendengar permohonan Dalem Waturenggong seperti itu, Brahmana langsung menjawab dengan bijaksana sekaligus mengembaliakan situasi upacara seperti dahulu. Dalem Waturenggongpun mengakui Brahmana sebagai saudaranya, dengan demikian Ajaran Siwa dan Buda menjadi bersatu di tanah Bali. Di samping beliau mengakui 23 Brahmana sebagai saudara, Dalem Waturenggong juga memberikan beberapa anugrah Bisama diantaranya: 1 Mengakui Brahman Sangkya sebagai Saudara Dalem Waturenggong. 2 Brahmana Sangkya merupakan Dewa Mrana. Dalam mengusir wabah atau mrana rakyat Bali harus ingat 2 tempat suci yaitu; Pura Masceti dan Pura Sakenan. 3 Tempat berdiri Dalem dan Brahmana sekarang, akan dibangun Pura pemutaran Sidakarya. Barang siapa yang melakukan upacara di Bali hendaknaya minta jatu upacara, air suci tirta, dan menarikan topeng Dalem Sidakarya. Dikarenakan beliau tidak berkenan kembali ke Pura Besakih ikut Dalem Waturenggong, Brahmana akhirnya memberikan anugrah agar Dalem membuat topeng Brahman Sangkya sebagai simbul Buda dalam upacara Eka dasa Ludra dan Nakluk Mrana di Besakih. Simbul Buda tersebut akan diwariskan nantinya pada generasi Bali berikutnya yang kini disebut dengan Tapel Dalem Sidakarya.

4.2 Pembabakan Lakon

Adegan Berbagai bentuk tari kayonan dan purwa kanda Awal adegan ini merupakan pemungkah dari pementasan karya ini. Babak I Petangkilan Brahmana Sangkya, Pangkur dan Dendang -Menceritakan dihutan pesisir Banyuwanggi akan menyebranggi lautan menuju pulau Bali. Media yang dipakai wayang golek dan kelir tembus tanpa kelir putih Babak II Tari kayonan ke II dan pangalangkara 24 Patih Tangkas, bendesa menange, bendesa Rendang dan rakyat 2 panitia karya I Wayan Gelebug dan I Ketut kereceb Bondres rakayat diantaranya; Jro Mangku, beberapa perempuan, leleki membawa babi guling dan lelaki membawa buahan hasil kebun Rakyat yang melapor pada panitia karya. Petangkilan Patih Tangkas, Brahmana Sangkya dan Gelebug. Rakyat pecalang Brahmana Sangkya dipaksa meninggalkan Besakih. -Adegan di babak II ini semua kejadiannya di Besakih, dari persiapan upacara sampai pengusiran Brahmana Sangkya. Media yang dipakai adalah wayang kulit dengan bayangannya di kelir putih. Babak III Brahmana Sangkya mengutuk upacara Besakih 2 bondres laki dan perempuan telah merasakan dampak dari kutukan grubug Petangkilan Dalem Waturenggong dan Patih Tangkas dalam mencari jalan keluar permasalahan situasi Besakih. Hyang Putrajaya Dewa penguasa pura Besakih memberikan anugrahnya pada Dalem Waturenggong dan rakyat Bali. Petangkilan Brahmana Sangkya, Dalem Waturenggong, Patih Tangkas, dan rakyat Bali dalam rangka penjemputan pemendakan seorang Brahmana Sangkya. Tari Topeng Sidakarya.