Proses pembentukan komposisi PROSES KREATIVITAS

17 Tahap finishing ini juga belum dikatakan sempurna, karena setelah dilakukan latihan-latihan gabungan dan di lihat hasil akhirnya masih banyak peningkatan yang harus dilakukan. Tahapan ini banyak mendapat masukan, kritikan dan saran dari pembimbing, dosen-dosen pedalangan dan Prof I Wayan Dibya. Masukan tersebut diantaranya tentang bentuk tokoh Sangkya, penekanan cerita, dan isi cerita Dalem Sidakarya. Dinamika garapan perlu di perhatikan terutama tentang keras lirihnya gambelan pada saat terjadinya dialog. Gerakan wayang ketika dikelir perlu ditata agar serasi dengan iringannya, dengan hal tersebut penggarap perlu kembali mengadakan tahap penuangan dan tahap revisi dengan tujuan supaya mendapatkan suatu hasil karya yang maksimal. Di antaranya penggarap selalu meningkatkan volume latihan sehingga gerak, vokal, dan iringan sesuai yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan agar karya seni yang berjudul Dalem Sidakarya ini layak untuk dipentaskan dan berakademik. Demikianlah tahapan-tahapan yang penggarap lakukan didalam pembuatan garapan dengan bentuk pakeliran inovasi. Setelah segala semuanya berjalan lancar, maka tinggal melakukan pemantapan-pemantapan sambil menunggu waktu atau hari yang ditentukan untuk siap menampilkan garapan yang telah dibuat. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN Karya seni pewayangan dengan lakon “ Dalem Sidakarya” ini direncanakan melalui proses yang intensif dan akan dilaksanakan secara bertahap, yaitu : Tahap I : Pertama Penggarap memerlukan seorang penata musik untuk mengiringi karya pekeliran yang akan disajikan. Hubungan wayang dan karawitan merupakan partner yang tidak bisa dipisahkan , hal ini merupakan langkah pertama yang 18 disebut nuasen. Pada bulan Januhari dengan pengajuan proposal, nuasen dilakukan pada tanggal 22 Maret 2013 yang bertempat di Yayasan Dharma Jati Desa Penatih Denpasar. Tahap II : Kedua Pada awal bulan April mulai penciptaan tabuh yang dilakukan oleh seorang kompuser yang merupakan alumnus dari Institut Seni Indonesia Denpasar. Tahap III : Tiga Pada tanggal 6 April 2013 penggarap memantapkan materi pakeliran dan memantapkan gerak wayang yang engan pendukung dilakukan secara terpisah. Tahap IV : Empat Pada akhir bulan April penggarap mengadakan latihan gabungan antara dalang, penggerak, pemain teater dengan musik iringan serta mengundang dosen pembingbing untuk memberikan evaluasi tentang bentuk garapan. Tahap V : Lima Mulai tanggal 1 Mei 2013 penggarap melakukan pelatihan secara insentif, selanjutnya mengadakan gladi kotor dan geladi bersih tanggal 13 Mei 2013. Evaluasi garapan, latihan perbaikan, dengan mendatangkan pengamat masih tetap penggarap lakukan sambil menunggu tanggal pementasannya. Kemudian iberikan waktu pengendapan hingga Tanggal 22 Mei 2013 puncaknya. 19 Adapun jadwal pelaksanaan dapat dilihat dalam table berikut. NO Kegiatan 5 bulan tahun 2013 Janu Febru Maret April Mei 1 Tahap ekplorasi Pencarian ide, menafsirkan tema, membangun struktur dramatik sesuai tema 2 Tahap improviasai Percobaan menggali gerak- gerak wayang sesuai adegan, perubahan adegan seperti mengoreksi atau mengganti revisi tetap akan terjadi pada tahap ini. 3 Tahap komposisi Menggabungkan konsep- konsep pakeliran dan karawitan dalam tahap percobaan. Tahap finishing merupakan penggabungan bentuk seluruh elemen pakeliran dalam keseimbangan ide, bentuk dan penampilan sehingga sesuai dengan tujuan yang di inginkan. 20 BAB IV WUJUD GARAPAN Garapan pakeliran Dalem Sidakarya ini merupakan sebuah garapan pakeliran inovatif yang berpijak dari tradisi. Penggarap mencoba mentranspormasi lakon yang bersumber dari Babad Bebali Sidakarya kedalam pakeliran wayang kulit inovatif. Dengan mengembangkan unsur-unsur yang ada dalam seni pewayangan, penggunaan manusia sebagai pemeran beberapa tokoh dalam adegan teater merupakan bagian bentuk garapan ini. Dalam masalah penyinaran lighting yang diproyeksikan menggunakan teknik pemakaian scenery, tanpa menghilangkan esensi seni yang terdapat pada seni wayang itu sendiri. Bentuk garapan Dalem Sidakarya ini akan diuraikan lewat komponen-komponen estetika yang membangun arapan ini, diantaranya meliputi: diskripsi, pembabakan lakon, pakem, iringan,kelir, wayang, tata cahaya, pendukung, dan tata penyaji.

4.1 Diskripsi Lakon

Diceritakan keberadaan Brahmana Sangkya ditengah hutan pesisi timur pulau Jawa, telah lama mencari keberadaan Dalem Waturenggong. Rasa lapar, haus, dan rasa lesu membuat Brahmana suci beristirahat di bawah pohon yang rindang ditengah hutan. Di dalam peristirahatannya atau dalam mimpinya, Brahmana sangkya mendapatkan isyarat tentang keberadaan Dalem Waturenggong sebagai Raja Gelgel di Bali oleh Dewa Siwa. Mendapatkan wahyu dari Dewata Hyang Agung tersebut akhirnya rasa lapar, haus dan rasa lesu menjadi hilang seketika. Dengan penuh keyakinan Brahmana Sangkya bergegas menyebranggi lautan pulau Jawa menuju pulau Bali. 21 Tidak diceritakan perjalanan Brahmana Sangkya di tegah laut,diceritakan sekarang dikerajaan Gelgel pulau Bali sedang berlangsung persiapan upacara besar Eka Dasa Ludra dan Nangkluk Mrana di Pura besakih. Rakyat Bali tumpah ruah menuju Pura Besakih, dengan tujuan dan maksudnya berbeda-beda: ada yang bermaksud sembahyang, ada yang ngayah bekerja suka rela, dan ada yang mengaturkan harta bendanya. Ketika persiapan upacara besar tersebut berlangsung, tiba-tiba datanglah seorang Brahmana berpenampilan sangat kotor. Melihat penampilan Brahmana seperti itu semua rakyat yang melihat membujuk Brahmana tersebut supaya menjauhi tempat upacara. Namun apapun bujuk rayu masyarakat Bali pada Brahmana tersebut tidak melunakaan hatinya meninggalkan tempat upacara. Kegaduhanpun terjadi pada saat Brahmana Sangkya menyebut dirinya adalah saudara Dalem Waturenggong dari tanah Jawa. Karena rakyat Bali tidak percaya dengan ucapan Brahmana Sangkya, hinaan, cacian dan perlakuan kasarpun diterima Brahmana tersebut. Para Patih, Bendesa dan Tokoh Adat langsung ikut ketempat kejadian, Namun usaha para Patih, Bendesa dan Tokoh Adat sama sekali tidak membuahkan hasil untuk membujuk Brahmana meninggalkan tempat persiapan upacara. Dengan rasa kesal masyarakat Bali yang ada disana menyerat Brahmana menjauhi tempat persiapan upacara, Brahmana Sangkya kesakitan, tubuhnya berdarah, badannya penuh kotoran binatang dan manusia. Perlakuan rakyat Bali inilah menyebabkan Brahmana marah, beliau mengucapkan kutukan pada masyarakat Bali”wahai masyarakat Bali, semestinya kau tidak boleh berbuat seperti itu ketika melakukan ritual, berkata-kata kasar, perbuatan yang tak manusiawi, dan punya pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Sebab itu aku mengutuk upacara ini hasil karmamu, upacara yang kau lakukan tidak akan berhasil malahan kesengsaraan yang akan kamu dapatkan terkutuklah kau semua”.