PERBEDAAN STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN ANTARA ANAK BALITA DARI ORANG TUA LENGKAP DENGAN ORANG TUA BERCERAI

(1)

commit to user

PERBEDAAN STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN

ANTARA ANAK BALITA DARI ORANG TUA LENGKAP

DENGAN ORANG TUA BERCERAI

Tesis

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pelayanan Kedokteran Keluarga

Yusuf Alam Romadhon S 520 908 013

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERBEDAAN STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN

ANTARA ANAK BALITA DARI ORANG TUA LENGKAP

DENGAN ORANG TUA BERCERAI

Disusun oleh : Yusuf Alam Romadhon

S 520 908 013

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal : ...

Nama Tanda tangan

Pembimbing I : Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS ... NIP. 194811071973101003

Pembimbing II : dra. Suci Murti Karini, MSi ... NIP. 195405271980032001

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM. M.Kes. PAK NIP. 194803131976101001


(3)

commit to user

iii

PERBEDAAN STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN

ANTARA ANAK BALITA DARI ORANG TUA LENGKAP

DENGAN ORANG TUA BERCERAI

oleh :

Yusuf Alam Romadhon S 520 908 013

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada tanggal : ...

Jabatan Nama Tanda tangan

Ketua Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM. M.Kes. PAK ...

Sekretaris Prof Dr dr Harsono Salimo SpA (K) ...

Anggota Penguji

1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS ...

2. dra. Suci Murti Karini, MSi ...

Surakarta, ...

Mengetahui Ketua Program Studi

Direktur PPs UNS Magister Kedokteran Keluarga

Prof. Drs. Suranto MSc, PhD Prof.Dr.dr. Didik Tamtomo,PAK MM,MKes. NIP. 195708201985031004 NIP. 194803131976101001


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Yusuf Alam Romadhon

NIM : S 520 908 013

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Perbedaan Status Gizi Dan Perkembangan Antara Anak Balita Dari Orang Tua Lengkap Dengan Orang Tua Bercerai adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apablia dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik.

Surakarta, 13 Mei 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sholawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW. Saya bersyukur kepada Allah SWT, karena dengan karunia-Nya tesis ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan derajat Magister Kedokteran Keluarga.

Banyak hambatan dan kesulitan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, namun atas kehendak Allah SWT dan bantuan yang tulus dan motivasi yang luar biasa dari semua pihak, akhirnya hambatan dan kesulitan itu bisa teratasi. Dengan selesainya penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sebelas Maret, Prof. Dr. Ravik Karsidi. M.S. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Prof. drs. Suranto, MSc.PhD yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 3. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Prof. Dr. dr. Didik

Tamtomo, PAK, MM, MKK yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

4. Ketua Minat Utama Pelayanan Profesi Kedokteran, dr. Balgis MSc CMFM, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

Magister Kedokteran Keluarga di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, atas dukungan, dorongan yang memotivasi. Dengan segala hormat saya mengucapkan terimakasih.

5. Pembimbing I, Prof. Dr. dr. Ahmad Arman Subijanto, MS yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk memberikan konsultasi dan membimbing saya, di antara padatnya waktu beliau dalam memimpin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Dengan segala hormat saya mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kepeduliannya.

6. Pembimbing II, dra. Suci Murti Karini, Msi, yang telah membimbing saya sehingga bisa lebih mendalami proses tumbuh kembang anak balita beserta pengukurannya. Dengan segala hormat saya mengucapkan terimakasih atas bantuan dan kepeduliannya.

7. Penguji tesis, Prof. Dr. dr. Harsono Salimo SpA (K), atas segala saran, masukan dan kepeduliannya saya mengucapkan terimakasih.

8. dr. Putu Suriasa, MS, PKK, SpOK, atas segala saran, masukan, motivasi dan kepeduliannya saya mengucapkan terima kasih.

9. Semua guru-guru saya di Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bekal ilmu yang telah diberikan, semoga menjadi amal jariyah yang tiada terputus.

10. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret


(7)

commit to user

vii

11. Rekan-rekan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta, atas kebersamaan dan bantuannya selama mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

12. Kedua orang tua penulis yang telah berjuang berkorban dan mendidik, membesarkan, memberikan kasih sayang dan membekali diri saya.

13. Keluarga saya, istri tercinta Yuni Prastyo Kurniati, atas dukungan, dorongan dan doa kepada saya ntuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kedua pangeranku yang gagah berani, Arrizqi Hafidh Abdussalaam dan Syauqi Hanif Arrantissi memberikan inspirasi yang luar biasa dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga kalian menjadi anak yang sholih dan mampu memberikan kontribusi yang hebat bagi bangsa dan umat serta yang lebih utama mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amin.

14. Kepala Puskesmas Kartasura drg Prasetyo Nugroho MM yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayahnya, serta fasilitas dan bantuan yang diberikan.

15. Ibu-ibu bidan yang telah membantu saya dalam mencari data, ibu Ismaya, ibu Larni, ibu Mela, dan semua bidan desa, tanpa bantuan dari ibu-ibu pelaksanaan penelitian ini akan lebih berat bagi saya.

16. Mbak Vinda, mas Ilham, mas Arya, mas Hidayat, mbak Dila, mbak Jayanti, mas Brian, mbak Revina, terima kasih atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini, tanpa dukungan kalian, pelaksanaan penelitian ini akan lebih berat bagi saya.


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

17. Mbak Indri Hapsari, mas Endri, terimakasih atas segala bantuannya berupa apapun serta dorongan semangat agar saya dapat menyelesaikan studi.

18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi yang berkepentingan pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak.

Surakarta, 13 Mei 2011


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS... iii

LEMBAR PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

ABSTRAK... xvi

ABSTRACT... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 5


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Status Gizi ... 7

a. Definisi status gizi ... 7

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ... 8

c. Penilaian status gizi ... 8

d. Klasifikasi status gizi ... 10

2. Perkembangan Anak ... 10

a. Definisi perkembangan anak ... 10

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak ... 11

c. Kebutuhan dasar anak untuk perkembangannya ... 12

d. Tahap-tahap perkembangan anak ... 12

e. Penilaian perkembangan anak ... 15

f. Interpretasi dan kesimpulan pemeriksaan Denver II ... 17

3. Anak Balita ... 17

4. Perceraian ... 19

a. Definisi perceraian ... 19

b. Penyebab perceraian ... 20

c. Dampak perceraian ... 20

5. Perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai ... 24

6. Penelitian mengenai penentu status gizi dan perkembangan balita di Surakarta dan sekitarnya ... 27


(11)

commit to user

xi

B. Kerangka Pemikiran ... 29

C. Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Subyek Penelitian ... 32

C. Besar Sampel... 32

D. Teknik Pengambilan Sampel... 32

E. Identifikasi Variabel ... 33

F. Definisi Operasional Variabel ... 33

1. Status perkawinan orang tua anak balita... 33

2. Status gizi anak balita... 33

3. Status perkembangan anak balita... 34

G. Sumber Data ... 35

H. Instrumen Penelitian ... 36

I. Alur Penelitian ... 36

J. Analisis Statistik ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 38

A. Diskripsi Hasil Penelitian ... 38

1. Karakteristik Responden... 39

2. Hasil Analisis Perbedaan Variabel-variabel Penelitian ... 49

B. Pembahasan ... 51

1. Pembahasan Teoretis... 51


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

C. Keterbatasan Penelitian ... 55

D. Kelebihan Penelitian ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan kelompok usia 39

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan status gizi berat badan (BB/U) 40 Tabel 3 Distribusi responden berdasar status gizi tinggi badan (TB/U) 41

Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan status perkembangan umum 42

Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan status perkembangan personal sosial

43

Tabel 6 Distribusi Responden Berdasar Perkembangan Motorik Halus 44

Tabel 7 Distribusi Responden Berdasar Perkembangan Bahasa 45

Tabel 8 Distribusi responden berdasar status perkembangan motorik kasar

46

Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan pendapatan orang tua 47

Tabel 10 Uji normalitas berdasarkan two – sample Klomogorov – Smirnov test

48

Tabel 11 Hasil Uji Statistik Non Parametrik untuk menguji kemaknaan statistik perbedaan variabel pendapatan orang tua antara kelompok orang tua lengkap dan cerai

49

Tabel 12 Hasil uji t untuk menguji kemaknaan statistik perbedaan variabel status gizi tinggi badan (TB/U), status gizi berat badan (BB/U), status perkembangan umum, status personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar anak balita antara kelompok orang tua lengkap dan bercerai


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran perbedaan status gizi dan

perkembangan antara anak balita dari keluarga lengkap dengan keluarga bercerai

29

Gambar 3.1. Alur penelitian perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari keluarga lengkap dengan keluarga bercerai


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Instrumen Penilaian Perkembangan Denver II

Lampiran 3 Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Perkembangan Denver II Lampiran 4 Data Dasar Hasil Penelitian

Lampiran 5 Hasil Pengolahan Data Dengan Menggunakan SPSS versi 16 Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi ABSTRAK

Yusuf Alam Romadhon, S 520 908 013. Perbedaan Status Gizi Dan

Perkembangan Antara Anak Balita Dari Orang Tua Lengkap Dengan Orang Tua

Bercerai. Pembimbing I : Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS, Pembimbing II : dra.

Suci Murti Karini, Msi. Tesis untuk Program Magister Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011

Secara global mulai bertambah jumlah anak yang dibesarkan oleh orang tua yang bercerai. Di Amerika lebih dari 1 juta anak mengalami peristiwa perceraian orang tua mereka. Di Indonesia data anak yang mengalami peristiwa perceraian orang tua belum ada, laju angka perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Sejauh ini masih terbatas jumlah penelitian yang mengkaji perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari kelompok orangtua bercerai dengan kelompok orang tua lengkap.

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan comparative study. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah pada bulan Januari 2011 sampai dengan Februari 2011. Populasi penelitian adalah anak balita yang menjadi anggota posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Sukoharjo, sebanyak 10.165 anak balita (N) yang tersebar di duabelas desa. Sampel sebanyak 58 anak balita (n) terdiri dari 29 anak balita dari kelompok orang tua bercerai dan 29 anak balita dari orang tua lengkap. Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 16, analisis perbedaan dengan memakai Mann Whitney untuk variabel pendapatan orang tua (non parametrik), memakai uji t untuk variabel status gizi berat badan (BB/U), status tinggi badan (TB/U), status perkembangan umum, perkembangan personal sosial, status perkembangan motorik halus, status perkembangan bahasa, dan status perkembangan motorik kasar (parametrik).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan signifikan terdapat pada status gizi berat badan (BB/U) [p = 0,014], status perkembangan umum [p = 0,011], status perkembangan personal sosial [p = 0,007], status perkembangan motorik halus [p = 0,044], status perkembangan bahasa [p = 0,016], dan pendapatan keluarga dibanding UMK [p = 0,001].


(17)

commit to user

xvii ABSTRACT

Yusuf Alam Romadhon, 2011, S 520 908 013. The difference of nutritional and developmental status between children before five year from complete and divorce parent. First Supervisor : Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS, Second supervisor : dra. Suci Murti Karini, Msi. Thesis : Masters Program in Family Medicine, Post-Graduate Programe, Sebelas Maret University.

Globally, there are growing number children lived with divorce parent. In US more than 1 milion children experience divorce of their parents. In Indonesia, no available data about number of children lived with divorce parent, the divorce rate increase 10 time in recent decade. Until recent, restricted study that explore the difference of nutritional and developmental status between children before five year from complete and divorce parent.

Study design is analytic using comparative study approach. The study was conducted in Kartasura, Sukoharjo, Central Java, between January and February 2011. The population study is children under five year that regristered as member of comprehensive care station (posyandu) in Center of Community Health Care (Puskesmas) Kartasura district, 10.165 children (N) distribute in tweleve villages. 58 children included as sample (n) in this study, comprise 29 children from divorce parent group and 29 children from complete parent group. The statistical significant difference variables were analyzed by use of Mann Whitney for parent income variable (non parametric) and use of t test for weight status (weight-for-age), height status (height-for-(weight-for-age), general development status, social personal developmental status, fine motoric developemental status, language developental status, gross motoric developmental status. All analysis employing SPSS version 16 software.

Results of the study show, there are significant difference in nutritional status (weight-for-age) [p = 0,014], general developmental status [p = 0,011], social personal developmental status [p = 0,007], fine motoric developmental status [p = 0,044], language developmental status [p = 0,016], and family income compare with regional minimum salary [p = 0,001].


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Periode penting tumbuh kembang anak adalah masa balita. Pada masa ini terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial berjalan sesuai dengan kebutuhan anak pada setiap tahap perkembangannya (Soetjiningsih, 1998). Idealnya proses tumbuh kembang anak balita didampingi oleh kedua orang tuanya secara utuh bersama. Keluarga yang stabil dan berfungsi baik, terdiri dari dua orang tua beserta anak, berpotensi memberikan keamanan dan dukungan dalam menciptakan lingkungan pengasuhan yang optimal bagi tumbuh kembang anak (American

Academic of Pediatric, 2003; Thomas et al, 2007).

Dalam perkembangan di masyarakat terakhir, muncul fenomena baru yaitu mulai bertambahnya jumlah anak yang dibesarkan oleh orang tua yang bercerai (Fergusson et al, 2007; Kliegman et al, 2007). Di Amerika Serikat setiap tahun, terdapat lebih dari 1 juta anak mengalami perceraian orang tua mereka. Di tahun 1995, kurang dari 60% anak-anak Amerika hidup dengan kedua orang tua biologis, hampir 25% tinggal dengan ibu, sekitar 4 % tinggal bersama ayah dan sisanya tinggal bersama keluarga sambung, keluarga adopsi, atau keluarga angkat (Bryner, 2001). Angka perceraian mencapai puncaknya di


(19)

commit to user

tahun 1979 – 1981 pada angka 5,3 per 1000 orang, turun pada tahun 1995 mencapai 4,4 per 1000 orang (Cohen, 2002). Separoh lebih pernikahan pertama maupun kedua berakhir dengan perceraian (Cohen, 2002; Kliegman et al, 2007; Grable et al, 2007). Di tahun 2005 angka perceraian di Amerika Serikat mencapai 3,6 per seribu penduduk (sekitar 1,07 juta perceraian), merupakan salah satu tertinggi di dunia, walaupun turun di beberapa tahun terakhir (Roustit et al, 2007; Amato & Marriot, 2007). Sedangkan di Kanada dalam 40 tahun terakhir, perubahan struktur keluarga berpengaruh signifikan terhadap kesehatan jiwa populasi remaja dan kesehatan masyarakat. Setelah diterimanya Undang-undang Perceraian tahun 1968, angka perceraian meningkat lima kali dari akhir 1960an sampai pertengahan tahun 1980an; dan di akhir tahun 1980an terdapat hampir 74.000 anak dari perceraian (Roustit et al, 2007).

Secara nasional di Indonesia, perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Di tahun 1998 rata-rata angka perceraian mencapai 20.000 kasus setiap tahunnya, melonjak tajam menjadi 200.000 kasus pada tahun 2008 (Umar, 2009). Di antara negara Islam, angka perceraian setiap tahun di Indonesia berada di peringkat tertinggi. Setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangan bercerai, sebagian besar baru berumah tangga (Umar, 2007). Perceraian di kabupaten Sukoharjo, dengan penduduk lebih dari 800 ribu dengan 12 kecamatan, dalam periode 6 bulan terakhir rata-rata 100 kasus per bulannya (Pengadilan Agama Sukoharjo, 2010).


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Dari kepustakaan lebih banyak didapatkan penelitian yang mengaitkan perceraian dengan aspek yang bersifat psikologis dan perilaku pada anak yang telah menginjak fase perkembangan remaja dan dewasa awal. Penelitian-penelitian tersebut menyebutkan bahwa, perceraian membuat anak berisiko menjadi perokok dan peminum dini sebelum usia 14 tahun (Anda et al, 1999; Kestila et al, 2006; Rothman et al, 2008), mengalami depresi dan gangguan psikiatri lainnya (Gilman et al, 2003; Schilling et al, 2007), melakukan percobaan bunuh diri (Dube et al, 2001), menderita ADHD (Strohschein, 2007), menunjukkan perilaku rivalry dengan saudara kandung (Setiawati & Zulkaida, 2007), melakukan aktivitas sex pranikah (Wong et al, 2009), mendertia DM tipe 1 autoimun (Sepa et al, 2005), menderita sindrom metabolik (Thomas et al, 2008). Sedangkan penelitian yang menunjukkan pengaruh perceraian terhadap tumbuh kembang anak balita masih terbatas dan sebagian hasilnya saling bertentangan. Diantaranya meliputi, pengaruh perceraian terhadap tumbuh kembang anak balita tidak jelas pada perkembangan motorik halus maupun kasar (Sacker et al, 2006) maupun terhadap kejadian wasting dan stunting saat diare (Engebretsen et al, 2008). Perceraian mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan kognitif (Grable et al, 2007) dan tinggi badan anak laki-laki saat berusia pra remaja (Li

et al, 2004; Richards & Wadsworth, 2004). Sebagian peneliti menganggap

perceraian sebagai faktor risiko gagal tumbuh (Block et al, 2005), sedangkan yang lain tidak (Blair et al, 2004).


(21)

commit to user

Sejauh ini penelitian yang membahas mengenai pengaruh perceraian terhadap status gizi dan perkembangan anak balita masih terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti berkeinginan untuk mengadakan penelitian mengenai perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di Kecamatan Kartasura.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di Kecamatan Kartasura? C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dan orang tua bercerai di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk membandingkan berat badan menurut umur anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo.

b. Untuk membandingkan tinggi badan menurut umur anak balita dari orang

tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo.

c. Untuk membandingkan perkembangan umum anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo.


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

d. Untuk membandingkan perkembangan kepribadian / tingkah laku sosial anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo.

e. Untuk membandingkan perkembangan gerakan motorik halus anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo.

f. Untuk membandingkan perkembangan bahasa anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo.

g. Untuk membandingkan perkembangan motorik kasar anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan informasi dan data mengenai perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo

b. Sebagai pelengkap penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi dan perkembangan anak balita.


(23)

commit to user

b. Sebagai masukan kepada semua pihak terkait agar dapat memberikan perhatian terhadap status gizi dan perkembangan anak balita baik dari orang tua lengkap maupun orang tua bercerai.


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi

a. Definisi status gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan yang menggambarkan seberapa baik kebutuhan nutrisi esensial tubuh bisa terpenuhi dari berbagai macam makanan yang dikonsumsi dan bagaimana penggunaannya secara optimal (McLaren & Frigg, 2001; Supariasa et al, 2002; Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007; Wardlaw & Smith, 2009). Dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007; Wardlaw & Smith, 2009). Status gizi baik atau status gizi optimal, terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang, terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih, terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan (Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007; Wardlaw & Smith, 2009).


(25)

commit to user b. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu 1) konsumsi makanan, dipengaruhi oleh : a) pendapatan, lapangan kerja, pendidikan dan kemampuan sosial, b) kemampuan keluarga dalam mengolah makanan, c) keterlibatan bahan makanan dan kemudahan dalam memperoleh bahan makanan tersebut (Graham, 2005) 2) tingkat kesehatan, dipengaruhi oleh : a) faktor pejamu, meliputi faktor genetik, tinggi badan ibu (Subramanian et al, 2009), umur, jenis kelamin, kelompok etnis, fisiologis, imunologis dan kebiasaan seseorang (misalnya kebersihan, makanan, kontak perorangan, pekerjaan, rekreasi, pemanfaatan pelayanan kesehatan), b) faktor sumber penyakit, meliputi faktor gizi, zat kimia dari luar tubuh, zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh, faktor faali dalam kondisi tertentu, genetik, psikis, tenaga dan kekuatan fisik serta faktor biologis dan parasit, c) faktor lingkungan, meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial ekonomi (Supariasa et al, 2002; Graham, 2005; Bawdekar & Ladusingh, 2008).

c. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi didasarkan pada 1) data antropometri, 2) pengamatan klinis, 3) pemeriksaan biokimia dan 4) evaluasi diet (Supariasa et

al, 2002; Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007; Wardlaw & Smith, 2009). Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Data antropometri dapat melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein, yang tercermin dari proporsi jaringan tubuh (Supariasa et al, 2002; Fatimah et al, 2008). Data antropometri didapatkan dari pengukuran berat dan tinggi/panjang


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

badan, lingkar dan ketebalan dari bagian tubuh (Wardlaw & Smith, 2009). Indeks antropometri dinyatakan dengan berat badan banding umur (BB/U), tinggi/panjang badan banding umur (TB/U) atau berat badan banding tinggi/panjang badan (BB/TB), kemudian dibandingkan dengan standar median

(World Health Organization, 2010).

Status gizi dapat dilihat dari pengamatan klinis, pemeriksaan fisik, melihat kemungkinan adanya tanda-tanda malnutrisi serta mengaitkannya dengan tanda-tanda vital dan pemeriksaan medis dan keperawatan (Supariasa

et al, 2002; Schlenker &Long, 2007).

Pengukuran biokimia mengukur fungsi-fungsi biokimiawi yang terkait dengan fungsi suatu zat gizi, misalnya mengukur konsentrasi zat gizi melalui produknya maupun aktivitas enzimnya di dalam darah dan jaringan tubuh lainnya (Supariasa, 2002; Wardlaw & Smith, 2009). Dengan demikian pemeriksaan biokimia dapat mengetahui keadaan malnutrisi yang belum tampak secara klinis (subklinis) (Tanumihardjo, 2004; Graebner et al, 2007). Pemeriksaan biokimia meliputi pemeriksaan protein dalam plasma darah seperti albumin serum, prealbumin, hemoglobin, thyroxin binding protein, transferin serum, atau total iron binding capacity (TIBC). Pemeriksaan lain yakni pemeriksaan metabolisme protein dengan menggunakan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar kreatinin urin dan urea nitrogen (Schlenker & Long, 2007).

Penilaian status gizi lewat evaluasi diet dilakukan dengan cara pencatatan secara hati-hati makanan yang dikonsumsi beberapa hari


(27)

commit to user

sebelumnya (Supariasa et al, 2002; Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007; Wardlaw & Smith, 2009).

d. Klasifikasi status gizi

Di Indonesia, ukuran baku hasil pengukuran status gizi belum ada (Supariasa, 2002). Sehingga, klasifikasi status gizi dalam penelitian ini mengacu nilai z – score BB/U atau TB/U pada baku rujukan WHO 2005, yaitu sebagai berikut : 1) status gizi lebih, dengan kriteria: z – score lebih dari 2 SD, 2) status gizi normal, dengan kriteria: z – score antara – 2 SD dan 2 SD, 3) status gizi kurang, dengan kriteria: z – score antara – 3 SD dan – 2 SD, 4) status gizi buruk, dengan kriteria: z –score kurang dari – 3 SD (World Health

Organization, 2006).

Untuk memudahkan penghitungan z – score ini dapat menggunakan

suatu program aplikasi komputer yang dinamakan software WHO

anthroversion 2.02 (World Health Organization, 2005).

2. Perkembangan Anak

a. Definisi perkembangan anak

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Proses ini melibatkan aspek biologis, yakni proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ-organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga aspek perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

lingkungannya (Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005; Kliegman et al, 2007; Narendra et al, 2008).

Perkembangan anak merupakan suatu proses dinamik yang terkadang sulit untuk diukur (Sandler et al, 2001; Gupte, 2004). Aspek perkembangan ini beraneka ragam, saling berhubungan satu sama lain dan sangatlah kompleks, meliputi kemampuan motorik halus, motorik kasar, bahasa, kognitif dan penyesuaian sikap (Sandler et al, 2001; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).

Perkembangan adalah suatu ukuran kematangan fungsi. Hal ini ditandai dengan dicapainya kemampuan mental dan kemampuan sosial (Mansjoer et al, 2000; Gupte, 2004).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yaitu : 1) faktor genetik atau keturunan atau bawaan, yang merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak, misalnya berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa (Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005; Kliegman et al, 2007; Stutzman et al, 2009), 2) faktor lingkungan, dimana lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan, mencakup lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya (Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005; Kliegman et al, 2007; Stutzman et al, 2009).


(29)

commit to user

c. Kebutuhan dasar anak untuk perkembangannya

Kebutuhan dasar anak untuk perkembangannya meliputi : 1) kebutuhan fisik biomedis (asuh); yang terdiri dari nutrisi, perawatan kesehatan dasar, pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, rekreasi, bermain, dan sebagainya, 2) kebutuhan emosi atau kasih sayang (asih); yang meliputi perhatian, kasih sayang, rasa aman, dilindungi, dibantu dan dihargai, yang akan menciptakan ikatan yang erat dan kepercayaan dasar, 3) kebutuhan akan stimulasi mental (asah); meliputi stimulasi dini pada semua indera (pendengaran, penglihatan, sentuhan, pembau, pengecap), sistem motorik kasar dan halus, komunikasi, emosi – sosial dan rangsangan untuk berpikir. Stimulasi mental ini merupakan cikal bakal dalam proses belajar pada anak yang berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral – etika, produktivitas dan sebagainya (Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).

d. Tahap-tahap perkembangan anak

Tahap perkembangan anak balita adalah sebagai berikut (Skala Yaumil Mimi cit Soetjiningsih, 1998; Kliegman et al, 2007) : 1) usia 0 – 3 bulan, pada usia ini anak balita menunjukkan kemampuan : a) belajar mengangkat kepala, b) belajar mengikuti obyek dengan matanya, c) melihat ke muka orang dengan tersenyum, d) bereaksi terhadap suara atau bunyi, e) mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak, f) menahan barang yang dipegangnya, g) mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh; 2) usia 3 –


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

6 bulan, pada usia ini anak balita menunjukkan kemampuan : a) mengangkat kepala sembilan puluh derajat dan mengangkat dada dengan bertopang tangan, b) mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau di luar jangkauannya, c) menaruh benda-benda di mulutnya, d) berusaha memperluas lapangan pandangan, e) tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain, g) mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang; 3) usia 6 – 9 bulan, pada usia ini anak balita menunjukkan kemampuan: a) dapat duduk tanpa dibantu, b) dapat tengkurap dan berbalik sendiri, c) dapat merangkak meraih benda atau mendekati seseorang, d) memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain, e) memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk, f) bergembira dengan melempar benda-benda, g) mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti, h) mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada orang asing / orang lain, i) mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan sembunyi-sembunyian; 4) usia 9 – 12 bulan, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) dapat berdiri sendiri tanpa dibantu, b) dapat berjalan dengan dituntun, c) menirukan suara, d) mengulang bunyi yang didengarnya, d) belajar menyatakan satu atau dua kata, e) mengerti perintah sederhana dan larangan, f) memperhatikan minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya, g) berpartisipasi dalam permainan; 5) usia 12 – 18 bulan, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah, b) menyusun dua atau tiga kotak, c) dapat mengatakan lima sampai sepuluh kata, d) memperlihatkan rasa cemburu dan


(31)

commit to user

bersaing; 6) usia 18 – 24 bulan, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) naik turun tangga, b) menyusun enam kotak, c) menunjuk mata dan hidungnya, d) menyusun dua kata, e) belajar makan sendiri, f) menggambar garis di kertas atau pasir, g) mulai belajar mengontrol buang air besar dan kencing, h) menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar, i) memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain dengan mereka; 7) usia 2 – 3 tahun, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) belajar meloncat, memanjat, dan melompat dengan satu kaki, b) membuat jembatan dengan tiga kotak, c) mampu menyusun kalimat, d) mempergunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya, e) menggambar lingkaran, f) bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar lingkungannya; 8) usia 3 – 4 tahun, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan : a) berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga, b) berjalan pada jari kaki, c) belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri, d) menggambar garis silang, e) menggambar orang terdiri dari kepala dan badan, f) mengenal dua atau tiga warna, g) berbicara dengan baik, h) menyebut nama, jenis kelamin, dan umurnya, i) banyak bertanya, j) bertanya bagaimana anak dilahirkan, k) mengenal sisi atas, bawah, depan dan belakang, l) mendengarkan cerita-cerita, m) bermain dengan anak lain, n) menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya, o) dapat melakukan tugas-tugas sederhana; 9) usia 4 – 5 tahun, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) melompat dan menari, b) menggambar orang yang terdiri dari kepala, lengan dan badan, c) menggambar segi empat dan segi tiga, d) pandai berbicara, e) dapat


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

menghitung jari-jarinya, f) dapat menyebutkan hari-hari dalam seminggu, g) mendengar dan mengulang hal-hal penting dan bercerita, h) minat pada kata-kata baru dan artinya, i) memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya, j) mengenal 4 warna, k) memperkirakan bentuk dan besarnya benda, l) menaruh minat kepada kegiatan orang dewasa (Soetjiningsih, 1998; Mansjoer et al, 2000; Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).

Dengan mengetahui tahap-tahap perkembangan ini, maka akan memudahkan dalam menilai perkembangan seorang anak balita (Soetjiningsih, 1998). Perhatian orang tua terhadap perkembangan anaknya sangat diperlukan dalam deteksi dini gangguan perkembangan (American Academic of Pediatric, 2001; Theeranate et al, 2005).

e. Penilaian perkembangan anak

Uji skrining untuk deteksi dini gangguan perkembangan anak ada bermacam-maam. Uji skrining ini sangat berguna dalam menegakkan diagnosis dan terapi gangguan tumbuh kembang anak sehingga dapat kembali optimal (Soetjiningsih, 1998; American Academic of Pediatrics, 2003). Adapun uji skrining perkembangan anak yang paling sering digunakan adalah tes Denver II. Dinamakan Denver karena tes skrining ini dibuat di kota Denver, Amerika Serikat (Soetjiningsih, 1998). Tes Denver II ini merupakan hasil revisi dari DDST (Denver Developmental Screening Test). Tes ini diperuntukkan untuk anak-anak usia satu sampai enam tahun (Soetjiningsih, 1998; Frankenburg & Dodds, 2004).


(33)

commit to user

Tes Denver II ini memenuhi semua persyaratan yang diperlukan sebagai metoda skrining yang baik. Tes ini mudah dilakukan dan hanya memerlukan waktu tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Tes ini dapat mendeteksi gangguan neurologis, misalnya kelumpuhan serebral (cerebral

palsy) pada neonatus dan gangguan-gangguan perkembangan lainnya pada

anak-anak (Halpern et al, 2000; Needlmen, 2000).

Tes Denver II terdiri dari 125 item yang dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut: 1) kepribadian / tingkah laku sosial (personal social); meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya; 2) gerakan motorik halus (fine motor

adaptive), meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak

untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya, kemampuan untuk menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain; 3) bahasa (language), meliputi kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan; 4) perkembangan motorik kasar (gross motor adaptive); meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan pergerakan umum otot besar dan sikap tubuh, misalnya duduk, berjalan dan melompat (Soetjiningsih, 1998; Halpen et al, 2000, Denver Developmental Materials Inc, 2006; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

f. Interpretasi dan kesimpulan pemeriksaan Denver II

Interpretasi dan kesimpulan pemeriksaan Denver II (Frankenburg & Dodds, 2004). Interpretasi dari penilaian meliputi: 1) “lebih” bila anak “lulus” pada tugas perkembangan tes yang terletak di kanan garis umur, dinyatakan perkembangan anak lebih pada tes tersebut, karena anak “lulus” pada tes dimana kebanyakan anak tidak lulus sampai umurnya lebih tua, 2) “normal”, dimana tugas perkembangan yang gagal atau ditolak tidak menunjukkan keterlambatan dalam perkembangan, yang dikarenakan hanya 25 % anak-anak pada sampel baku tidak dapat “lewat” sampai umurnya lebih tua, 3) “peringatan” bila anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas perkembangan tes dimana garis umur terletak pada atau antara 75% dan 90%, yang menunjukkan lebih dari 75% anak lebih muda dapat “lewat” dibandingkan usia anak yang sedang dites, 4) “terlambat” bila anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas perkembangan tes yang terletak jelas berada di sebelah kiri garis umur, 5) “tidak ada kesempatan” bila anak tidak ada kesempatan untuk melakukan tugas perkembangan.

Kesimpulan tes Denver II meliputi : 1) normal, bila tidak ada “terlambat” dan sedikitnya satu “peringatan”, 2) diduga ada keterlambatan, bila terdapat ³ dua “peringatan” dan atau ³ satu “terlambat” setelah diulang satu sampai dua minggu tetap menunjukkan hasil yang sama.

3. Anak Balita

Teori-teori klasik psikologi seperti psikoanalisa dari Freud, psikososial dari Erickson, kognitif dari Piaget dan moral dari Kohlberg, pentahapan


(35)

commit to user

perkembangan anak meliputi : 1) bayi berusia 0 – 1 tahun, 2) toddlerhood

berusia 2 – 3 tahun, 3) prasekolah berusia 3 – 6 tahun, 4) masa sekolah berusia 6 – 12 tahun dan 5) remaja berusia 12 – 20 tahun (Kliegman et al, 2007). Standar-standar pertumbuhan yang dikeluarkan oleh WHO untuk kelompok anak (child) menunjukkan suatu kelompok usia dari 0 bulan sampai 5 tahun

(World Health Organization, 2006). Demikian juga KMS (kartu menuju sehat)

yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI mengikuti WHO hanya memuat usia anak dari 0 – 60 bulan (0 – 5 tahun) (Departemen Kesehatan RI, 2009).

Alasan pengelompokan anak balita (bawah lima tahun) menjadi kelompok tersendiri dan memerlukan perhatian yang lebih khusus, karena perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Pada usia ini juga dibentuk perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian. Sehingga, setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun apabila tidak terdeteksi apalagi tidak tertangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kemudian hari (Soetjiningsih, 1998).

Pada penelitian ini, pengolompokkan usia anak dengan mengacu dari WHO dan Departemen Kesehatan RI yaitu anak balita (bawah lima tahun) adalah anak yang berusia 0 – 60 bulan (0 – 5 tahun).


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

4. Perceraian

a. Definisi perceraian

Secara hukum perceraian didefinisikan sebagai penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu setelah gagal dalam usaha mendamaikan kedua belah pihak (Achmad, 1990). Dari kepustakaan, selain pernikahan yang mendahului perceraian dalam definisi hukum perceraian tersebut, juga ada istilah kohabitasi yang merujuk pada bentuk lain keluarga yang hubungan suami istrinya tanpa adanya status hukum yang sah (Ono & Yeilding, 2009; Bradatan & Kulcsar, 2008). Hubungan kohabitasi bisa pula berakhir perceraian (Ono & Yeilding, 2009), dengan risiko yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pernikahan resmi (Wilson, 2004).

Secara umum, perceraian adalah berakhirnya unit keluarga, merupakan peristiwa yang menyakitkan biasanya diikuti dengan penyesuaian psikologis, sosial dan keuangan (Atwater, 1983; Cohen, 2002). Banyak pernikahan yang tidak mendatangkan kebahagiaan tetapi tidak diakhiri dengan perceraian karena pernikahan tersebut didasari oleh pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi dan alasan lainnya, tetapi banyak juga pernikahan yang diakhiri dengan perpisahan dan pembatalan secara hukum maupun dengan diam-diam dan ada juga yang salah satu (suami/istri) meninggalkan keluarga (Amato & Marriott, 2007).


(37)

commit to user b. Penyebab perceraian

Perceraian diawali dengan ketidakharmonisan pernikahan (Murtagh, 1998; Amato & Cheadle, 2008). Penyebab ketidakharmonisan (Murtagh, 1998) meliputi : 1) mementingkan diri sendiri, 2) harapan yang tidak realistik, 3) masalah keuangan (Grabel et al, 2007), 4) tidak saling dengar satu sama lainnya, 5) adanya penyakit (yang berlarut-larut seperti depresi), 6) kecanduan obat atau alkohol, (Amato & Cheadle, 2008) 7) cemburu, terutama pada pria, 8) cerewet (tidak toleran terhadap kesalahan-kesalahan kecil), 8) “ada main” satu sama lain, 9) dorongan ambisi, 10) tidak matang (Grabel et al, 2007; Amato & Marriott, 2007), 11) komunikasi yang buruk.

c. Dampak perceraian

Peristiwa perceraian akan diikuti dengan keadaan-keadaan yang tidak menguntungkan bagi anak yakni, transisi perkawinan seperti tidak hadirnya orang tua yang tidak memiliki hak asuh (ayah) tanpa alasan yang sejelas kematian, berlanjutnya perselisihan orang tua, menurunnya standar kehidupan, anak berhadapan dengan orang tua sambung dan berubahnya pola hubungan anggota keluarga besar. Keseluruhan keadaan ini merupakan peristiwa yang menegangkan bagi anak dan juga orang tua (Nelson & Israel, 2006; Amato & Cheadle, 2007).

Dampak perceraian bagi anak-anak secara umum adalah anak-anak berisiko tinggi dengan permasalahan emosional dan perilaku (depresi dan prestasi akademik yang menurun di sekolah) karena ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian (Nelson & Israel, 2006; Amato & Cheadle, 2007).


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Perceraian merupakan pengalaman menegangkan bagi anak dan kedua orang tuanya (Bryner, 2001; Cohen, 2002). Lebih lanjut dampak perceraian meliputi 4 reaksi atau dampak. 1) Reaksi segera anak; manifestasi klinik perceraian pada anak tergantung pada beberapa variabel, meliputi usia anak, tingkat fungsi psikososial keluarga, kemampuan orang tua dalam mengendalikan kemarahan, kehilangan dan ketidaknyamanan serta memusatkan perhatian pada perasaan dan kebutuhan anak dan kecocokan temperamen antara orang tua dan anak (Bryner, 2001; Cohen, 2002; Nelson & Israel, 2006). Bayi dan anak yang berusia kurang dari 3 tahun akan berbeda reaksinya dengan anak yang berusia 4 – 5 tahun, demikian juga dengan anak usia sekolah dan remaja. Bayi berumur 3 tahun mengalami regresi perkembangan, sementara anak umur 4 – 5 tahun menjadi keras kepala, pada anak usia sekolah menunjukkan penurunan prestasi belajar, sedangkan pada remaja menunjukkan perilaku asusila dan sebagainya. Secara umum anak cenderung merasa bersalah dan bertanggung jawab terhadap perpisahan dan merasa bahwa mereka harus mencoba memulihkan perkawinan (orang tuanya) (Cohen, 2002; Amato &Cheadle, 2007). 2) Reaksi segera orang tua; orang tua menderita efek merusak akibat dari perceraian dan berwujud pada bermacam reaksi yang negatif dan tidak nyaman. Ibu cenderung reaktif terhadap stresor harian dan peristiwa-peristiwa besar yang tidak diinginkan dengan mengonsumsi lebih banyak alkohol, lebih banyak memanfaatkan layanan kesehatan untuk depresi, kecemasan, atau perasaan terhina; dan merasa sangat terbebani dan kurang mampu berperan sebagai orang tua (Cohen, 2002). Ayah merasa dikesampingkan, kurang mendapat


(39)

commit to user

penerimaan oleh anak-anaknya, dan juga bisa menderita depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat. Kakek dan nenek juga sering menerima penurunan kualitas hubungan dengan cucu-cucu mereka, tetapi dengan pengaturan pemeliharaan akan lebih punya pengaruh saat jadwal kunjungan walaupun dengan jarak geografis jauh (Cohen, 2002). 3) Terjadinya hambatan peran orang tua pada perceraian; dari aspek teoretis dalam menjelaskan kaitan antara perceraian dengan hasil yang negatif pada anak didasarkan pada 2 komponen dasar tumbuh kembang anak : fungsi keluarga dan lingkungan sosioekonomis. Dari perspektif keluarga menekankan asumsi bahwa kompetensi menjadi orang tua harus bisa berkompromi dengan distress psikologis orang tua sebagai akibat perpisahan dalam perkawinan atau kesulitan keuangan, sedangkan dari perspektif investasi berpendapat bahwa kesejahteraan anak akan menurun dengan kemungkinan penurunan yang drastis dibandingkan standar hidup (setempat) dari orang tua yang mendapatkan hak asuh, setelah terjadinya perceraian (Cohen, 2002). Di tahun 1990 sekitar 10% anak-anak di Skandinavia tinggal dengan keluarga ibu tunggal dengan kondisi rumah tangga yang memrihatinkan, dimana gambaran yang serupa di Amerika Serikat terjadi sebesar sekitar 60% (Roustit et al, 2007). Orang tua dapat memberikan bantuan pada saat perceraian dengan menyiapkan anak-anak mereka mengenai apa yang terjadi. Penyiapan harus sesuai usia dan tingkat perkembangan si anak. Orang tua harus menunjukkan komitmen yang kuat pada anak-anak mereka. Anak-anak akan melakukan coping lebih bagus pada perceraian bila orang tua bisa bekerja sama satu sama lain dan mau menerima perilaku “bersama untuk


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

anak kita walaupun kita berpisah” (Cohen, 2002). 4) Dampak perceraian pada masing-masing anggota keluarga yakni a) suami; beresiko menjadi sakit, perokok, pecandu obat dan alkohol, pola makan tidak sehat (Ikeda et al, 2007; Fukuda et al, 2005; Fukuda et al, 2005; Eng et al, 2005); b) istri; beresiko menjadi sakit, perokok, pecandu obat dan alkohol, penurunan status finansial, dukungan jejaring sosial, harapan sehat (Weitoft et al, 2002; Ikeda et al, 2007; Fukuda et al, 2005; Fukuda et al, 2005; Lee et al, 2005); c) Anak; beresiko menjadi perokok dan peminum dini sebelum usia 14 tahun (Anda et al, 1999; Kestila et al, 2006; Rothman et al, 2008), alami depresi dan gangguan psikiatri lain (Gilman et al, 2003; Schilling et al, 2007), lakukan percobaan bunuh diri (Dube et al, 2001), menderita ADHD (Strohschein, 2007), menunjukkan perilaku rivalry dengan saudara kandung (Setiawati & Zulkaida, 2007), lakukan aktivitas sex pranikah (Wong et al, 2009), mendertia DM tipe 1 autoimun (Sepa et al, 2005), menderita sindrom metabolik (Thomas et al, 2008). Tidak jelas pengaruh pada perkembangan motorik halus maupun kasar (Sacker et al, 2006) maupun pada kejadian wasting dan stunting saat diare (Engebretsen et al, 2008). Adanya pengaruh bermakna pada perkembangan kognitif dan tinggi badan anak laki-laki saat berusia pra remaja (Li et al, 2004; Richards & Wadsworth, 2004). Sebagai faktor risiko gagal tumbuh (Block et al, 2005), sedangkan yang lain tidak (Blair et al, 2004). d) Ibu menyusui; tidak berpengaruh terhadap pola inisiasi ASI (Rosem et al, 2009).


(41)

commit to user

5. Perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai.

Dari kepustakaan didapatkan bahwa faktor lingkungan biopsikososial berpengaruh pada status gizi (Supariasa et al, 2002; Graham, 2005; Bawdekar & Ladusingh, 2008) dan perkembangan anak (Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005; Kliegman et al, 2007; Stutzman et al, 2009). Sedangkan peristiwa perceraian merupakan peristiwa yang didahului dengan ketidakharmonisan keluarga, konflik, dan ketegangan, (Murtagh, 1998; Amato & Cheadle, 2008) dilanjutkan dengan proses-proses penyesuaian yang melibatkan aspek emosional, psikologis, sosial dan ekonomi keluarga adalah peristiwa yang menegangkan bagi semua anggota keluarga. (Nelson & Israel, 2006; Amato & Cheadle, 2007). Pada saat yang sama anak sedang menjalani proses tumbuh kembang (Stutzman, 2009).

Penelitian-penelitian yang mengaitkan perceraian dengan status tumbuh kembang anak relatif lebih sedikit dijumpai ketimbang yang mengaitkannya dengan aspek perilaku dan psikologis anak (Stutzman, 2009).

Richard dan Wadsworth (2004) melakukan penelitian yang menghubungkan perceraian dengan perkembangan kognitif anak di Inggris. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai, skor kemampuan kognitifnya pada usia 8 tahun lebih rendah. Sedangkan pada anak-anak yang orang tuanya bercerai antara usia 8 – 15 tahun secara signifikan lebih lambat perkembangan kognitifnya


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Masih dari negara Inggris, Li et al (2004), melakukan penelitian longitudinal pada keluarga yang orang tuanya bercerai saat anak berusia dini, secara signifikan berhubungan dengan tinggi badan saat anak-anak. Dalam penelitian ini didapatkan anak laki-laki yang orang tuanya bercerai pada usia antara 4 – 7 tahun, secara signifikan lebih pendek daripada anak laki-laki seusianya. Mereka yang orang tuanya bercerai sebelum usia 4 tahun tidak berbeda tinggi badannya dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak bercerai. Anak perempuan tidak menunjukkan adanya hubungan dengan perbedaan tinggi badan.

Engebresten et al (2008) di Uganda, telah melakukan penelitian

cross-sectional di Kabupaten Mbale, Uganda Timur pada 723 ibu yang memiliki bayi

yang berusia di bawah 1 tahun. Engebresten et al bermaksud meneliti faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pertumbuhan anak-anak di bawah 1 tahun, dengan menggunakan pengukuran berat badan dibanding panjang badan (WLZ), berat badan dibandingkan umur (WAZ) serta tinggi atau panjang badan berbanding umur (LAZ) dan dinilai kesesuaiannya dengan Baku Pertumbuhan WHO. Kriteria wasting dalam penelitian ini bila WLZ < - 2 dan

stunting bila LAZ < -2. Secara umum disimpulkan bahwa kejadian wasting

lebih berkaitan dengan faktor diare itu sendiri. Anak laki-laki lebih mudah mengalami stunting daripada anak perempuan, memiliki saudara perempuan atau laki-laki bagi anak merupakan faktor protektif terhadap stunting dan

wasting. Makanan pengganti ASI bukan merupakan faktor protektif. Faktor


(43)

commit to user

Walaupun status orang tua tunggal, cerai atau menjanda sudah dimasukkan dalam penelitian ini, ternyata secara statistik tidak bermakna sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian wasting atau stunting (wasting OR 0,33 ; CI 95% 0,04 – 2,60 pada stunting OR 1,91 ; CI 95% 0,99 – 3,66).

Blair et al (2004) melakukan penelitian kohor longitudinal pada orang tua dan anak dengan melibatkan 11.718 bayi yang lahir aterm di tahun 1991 – 1992. Penelitian ini menghubungkan antara gagal tumbuh dengan faktor sosioekonomi dan prenatal. Kriteria gagal tumbuh yang digunakan yakni, berat badan di bawah persentil 5 dengan mengacu rujukan negara Inggris atau z – score dibawah –1,645 dalam dua periode waktu pengukuran; lahir sampai 6 – 8 minggu, 6 – 8 minggu sampai 9 bulan. Dari penelitian ini didapatkan bahwa faktor prenatal dan faktor sosio ekonomi (termasuk perceraian) tidak mempunyai pengaruh terhadap gagal tumbuh. Pengaruh signifikan berasal dari aspek fisik seperti tinggi orang tua dan pada paritas keempat atau lebih.

Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dikemukakan oleh Block et al (2005) bahwa faktor psiko sosial perlu diperhatikan oleh dokter terhadap kemungkinan terjadinya gagal tumbuh. Selengkapnya seperti yang Block et al

tulis: Faktor-faktor resiko yang harus diperhatikan oleh dokter anak terhadap kemungkinan pengabaian pada anak sebagai penyebab dari gagal tumbuh

(failure to thrive) yaitu : a) orang tua depresi, stress, percekcokan perkawinan,

perceraian, b) riwayat kekerasan pada anak di keluarga, c) orang tua menderita retardasi mental dan kelainan psikologis, d) ibu muda dan tunggal tanpa dukungan sosial, e) kekerasan dalam rumah tangga, f) penyalahgunaan obat


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

dan alkohol, g) kekerasan pada anak sebelumnya dalam keluarga, h) isolasi sosial dan / atau kemiskinan, i) orang tua yang skill sosial dan adaptasinya tidak adekuat, j) orang tua yang terlalu fokus pada karier dan / atau aktivitas di luar rumah, k) gagal untuk mendapatkan bantuan-bantuan medis, l) kekurang pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan normal dan / atau, m) bayi dengan berat badan lahir rendah atau masuk rumah sakit dalam waktu lama.

6. Penelitian mengenai penentu status gizi dan perkembangan balita di Surakarta dan sekitarnya.

Lestari (2006) melakukan penelitian yang menghubungkan antara status gizi dengan skor perkembangan psikomotor pada anak berusia enam bulan sampai dengan duapuluh empat bulan di kecamatan Kartasura. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa faktor yang memungkinkan peningkatan perkembangan psikomotor adalah tingkat pendidikan ibu, dimana tingkat pendidikan SLTP/SMA dan perguruan tinggi mempunyai peluang lebih baik pencapaian skor perkembangan psikomotor pada anak baduta mereka.

Trimanto (2006) melakukan penelitian yang menghubungkan antara tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan modal sosial dengan status gizi anak balita di kabupaten Sragen. Penelitian tersebut mendapatkan kesimpulan bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh pada status gizi anak balita. Semakin tinggi pendidikan ibu, semakin baik status gizi anak balita mereka. Demikian juga pada pendapatan keluarga, semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik status gizi balita. Lingkungan tempat tinggal dengan


(45)

commit to user

modal sosial tinggi juga berpengaruh dalam meningkatkan status gizi anak balita.

Ariani (2009) meneliti korelasi pola hubungan orangtua – anak dan keberfungsian keluarga dengan perkembangan anak usia prasekolah di Jombang Jawa Timur. Dari penelitian ini didapatkan bahwa, semakin baik pola hubungan orangtua – anak dan keberfungsian keluarga, semakin baik perkembangan anak usia prasekolah.


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari keluarga lengkap dengan keluarga bercerai

Penjelasan kerangka pemikiran

Perceraian didahului dengan permusuhan pasangan dan ketidakharmonisan keluarga. Setelah terjadinya perceraian ada anggota keluarga yang tidak lagi

Reaksi pasangan pria

Perceraian

Reaksi pasangan wanita Ketidakharmonisan keluarga

Gangguan pada pola asah, asih dan asuh Transisi fungsi keluarga

Gangguan Perilaku

Penyakit fisik Status Gizi Status

Perkembangan

diteliti tidak diteliti Reaksi

anak

Perubahan psiko – sosio – emosional Konflik dan


(47)

commit to user

bersama (terutama ayah), mengakibatkan perubahan pada aspek psikologis, aspek sosial dalam hal ini keluarga besar, teman, relasi, dan jaringan sosial, juga aspek emosional. Peristiwa yang menegangkan ini menimbulkan berbagaimacam jenis reaksi baik pada pasangan pria, wanita maupun pada anak sendiri sesuai dengan usia, tahap pertumbuhan dan perkembangannya dan kepribadian masing-masing. Reaksi anggota keluarga pasca perceraian ditambah dengan sisa rasa permusuhan yang terus berlangsung berakibat terjadinya perubahan besar dalam pola asah, asih dan asuh dalam pengasuhan anak balita. Kemungkinan ini akan berpengaruh besar pada status gizi, perkembangan anak balita, dan kesehatan baik fisik, perilaku dan psikososialnya pula.

C. Hipotesis

a. Status gizi berat badan anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.

b. Status gizi tinggi badan anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.

c. Status perkembangan umum anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.

d. Status perkembangan personal sosial anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.

e. Status perkembangan motorik halus anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

f. Status perkembangan bahasa anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.

g. Status perkembangan motorik kasar anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.


(49)

commit to user

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan studi comparative.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah anak balita dari orang tua bercerai dan orangtua lengkap yang menjadi anggota posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Sukoharjo.

C. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dari banyaknya anak balita yang bisa dikumpulkan dari orang tua bercerai di kecamatan Kartasura selama periode penelitian, ditambah dengan kelompok anak balita dari orang tua lengkap dalam jumlah yang sama dengan jumlah anak balita dari orang tua bercerai tersebut.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Secara umum teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convenience sampling. Seluruh anak balita dari orang tua bercerai yang berhasil dikumpulkan selama periode waktu penelitian dan bersedia mengikuti penelitian dijadikan sebagai sampel untuk kelompok anak balita dari orang tua bercerai. Sedangkan kelompok anak balita dari orang tua lengkap diperoleh dengan cara, dari dua belas desa dipilih secara purposif


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

dua desa yang mewakili desa rural dan urban, kemudian masing-masing desa yang terpilih diambil satu posyandu secara random, di masing-masing posyandu ini dipilih secara random hingga mencapai jumlah yang sama dengan anak balita dari kelompok orang tua bercerai.

E. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : status perkawinan orang tua anak balita. 2. Variabel terikat : status gizi dan perkembangan anak balita. F. Definisi Operasional Variabel

1. Status perkawinan orang tua anak balita

Status perkawinan orang tua anak balita adalah status hukum perkawinan atau perceraian orang tua anak balita. Ada dua macam status perkawinan dalam penelitian ini, yaitu a) status kawin bila masih berstatus menikah secara hukum, b) status bercerai bila sudah ada putusan cerai dari pengadilan agama atau pengadilan negeri atau bila tidak serumah lagi dengan pasangannya lebih dari 2 tahun.

Skala pengukurannya adalah nominal, dengan rincian a) status kawin diberi label k, b) status bercerai diberi label c.

2. Status gizi anak balita

Status gizi anak balita adalah indeks antropometri yang menunjukkan kecukupan gizi dari anak balita setelah dibandingkan dengan baku rujukan WHO 2005.

Indeks antropometri yang digunakan dalam penelitian ini adalah berat badan menurut umur (BB/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Hasilnya


(51)

commit to user

diklasifikasikan dalam kategori sebagai berikut: a) status gizi lebih, dengan kriteria : z-score BB/U atau TB/U lebih dari 1 SD, b) status gizi normal, dengan kriteria : z-score BB/U atau TB/U antara – 2 SD dan 2 SD, c) status gizi kurang, dengan kriteria : z-score BB/U atau TB/U antara – 3 SD dan – 2 SD, d) status gizi buruk, dengan kriteria : z-score BB/U atau TB/U kurang dari – 3 SD (World Health Organization, 2006).

Skala pengukurannya adalah ordinal, dengan pemberian label sebagai berikut: a) status gizi lebih; diberikan label = 3, b) status gizi normal; diberikan label = 2, c) status gizi kurang; diberikan label = 1, d) status gizi buruk; diberikan label = 0.

3. Status perkembangan anak balita

Status perkembangan anak balita adalah kemampuan perkembangan yang dicapai anak balita dengan berdasar Tes Denver II.

Pada penelitian ini perkembangan anak balita yang dinilai, mengacu pada Tes Denver II meliputi kemampuan personal sosial, gerak motorik halus, bahasa dan gerak motorik kasar. Interpretasi dari penilaian meliputi: a) “lebih” bila anak “lulus” pada tugas perkembangan tes yang terletak di kanan garis umur, b) “normal”, bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba di sebelah kanan garis umur, c) “peringatan” bila anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas perkembangan tes dimana garis umur terletak pada atau antara 75% dan 90%, d) “terlambat” bila anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas perkembangan tes yang terletak jelas berada di sebelah kiri


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

garis umur, e) “tidak ada kesempatan” bila anak tidak ada kesempatan untuk melakukan tugas perkembangan (Frankenburg & Dodds, 2004).

Dari interpretasi penilaian individual tersebut, hasilnya diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu : a) lambat, kriterianya adalah bila didapatkan 1 atau lebih keterlambatan pada sektor perkembangan yang harusnya dicapai dengan memperhatikan umur, b) normal, kriterianya adalah bila dapat melalui semua tugas pada setiap sektor sesuai dengan umurnya, c) lebih, kriterianya adalah bila anak dapat melalui semua tugas pada setiap sektor sesuai dengan umurnya dan dapat melakukan tugas yang seharusnya dapat dilakukan oleh anak yang lebih tua dari usianya.

Skala pengukurannya adalah ordinal, dengan pemberian label sebagai berikut : a) lambat, diberikan label = 0, b) normal, diberikan label = 1, c) lebih, diberikan label = 2.

G. Sumber Data

Data diambil dari data primer yang diperoleh melalui pengukuran status gizi berdasarkan berat badan dibanding umur (BB/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U) berdasarkan baku WHO 2005 dan penilaian perkembangan anak dengan tes Denver II pada kemampuan personal sosial, gerak motorik halus, bahasa dan gerak motorik kasar.


(53)

commit to user H. Instrumen Penelitian

Penelitian ini memerlukan alat dan bahan sebagai berikut : 1. Lembar formulir Tes Denver II.

2. Alat peraga Tes Denver II : benang wol merah, manik-manik, kubus warna merah, kuning, hijau dan biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas dan pensil (Soetjiningsih, 1998; Denver Developmental

Materials Inc, 2006).

3. Alat pengukur berat badan : timbangan Dacin. I. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur penelitian perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari keluarga lengkap dengan keluarga bercerai Anak balita dari orang tua

lengkap

Anak balita dari orang tua bercerai

1. Penilaian status gizi anak balita dengan pengukuran antropometri. 2. Penilaian perkembangan anak balita dengan Tes Denver II

Interpretasi hasil dan skoring

Analsis Mann – Whitney untuk data non parametrik dan uji t untuk data parametrik dengan bantuan Software SPSS 16

Populasi anak balita anggota Posyandu Puskesmas Kartasura


(54)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

J. Analisis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah menguji atau membandingkan 2 kelompok sampel independen berskala nominal, yaitu status perkawinan orang tua anak balita, di mana variabel dependen masing-masingnya berskala ordinal, yaitu status gizi dan perkembangan anak balita. Uji statistik untuk menilai kemaknaan perbedaan ditentukan setelah mengetahui normalitas data. Bila data parametrik maka uji statistik yang digunakan adalah uji t, sedangkan bila data non parametrik, uji statistik yang digunakan adalah Mann Whitney. (Mahfoedz, 2008) Uji statistik dibantu dengan menggunakan software SPSS 16.


(55)

commit to user

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Diskripsi Hasil Penelitian

Subyek penelitian ini adalah seluruh anak balita yang menjadi anggota posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Sukoharjo, sebanyak 10.165 anak balita yang tersebar di duabelas desa. Didapatkan sebanyak tiga puluh lima anak balita dari orang tua bercerai, sedangkan yang bersedia mengikuti penelitian sebanyak dua puluh sembilan anak balita. Dua puluh sembilan anak balita dari kelompok orang tua lengkap diperoleh secara random dari dua posyandu yang mewakili rural dan urban. Data tentang anak balita diperoleh dengan cara pengukuran secara langsung mengenai berat badan, tinggi badan, status perkembangan di bidang personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar, sedangkan untuk umur, berat badan lahir, lama kehamilan ditanyakan kepada ibunya melalui wawancara. Data tentang ibu anak balita diperoleh dengan cara wawancara dengan panduan kuesioner yang meliputi: umur ibu, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jenis pekerjaan dan pendapatan keluarga per bulan.

Data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam worksheet

program SPSS versi 16 untuk dilakukan pengolahan secara kuantitatif, sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai penelitian ini.


(56)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

1. Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan kelompok usia

Status perkawinan orang tua

Kelompok usia anak balita

Jumlah total 0 - 2 tahun 2 - 3 tahun 3 - 5 tahun

Lengkap 15 5 9 29

Cerai 15 7 7 29

Total 30 12 16 58

Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa dari 58 responden yang berada pada kelompok usia 0 – 2 tahun sebanyak 30 anak, kelompok usia 2 – 3 tahun sebanyak 12 anak dan pada kelompok usia 3 – 5 tahun sebanyak 16 anak. Dengan memperhatikan status perkawinan orang tua, didapatkan pada kelompok orang tua bercerai, 15 anak berusia 0 – 2 tahun, 7 anak berusia 2 – 3 tahun, dan 7 anak berusia 3 – 5 tahun. Pada kolompok orang tua lengkap, didapatkan 15 anak berusia 0 – 2 tahun, 5 anak berusia 2 – 3 tahun dan 9 anak berusia 3 – 5 tahun.

Distribusi anak balita berdasarkan status gizi berat badan (BB/U) pada kelompok orang tua lengkap maupun bercerai dapat dilihat pada tabel 2.


(57)

commit to user

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan status gizi berat badan (BB/U) Status perkawinan

orang tua

Status Gizi (BB/U)

Jumlah total

Buruk Kurang Normal Lebih

Lengkap 0 2 25 2 29

Cerai 1 7 21 0 29

Jumlah total 1 9 46 2 58

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 1 anak balita berstatus gizi buruk, 9 anak berstatus gizi sedang, 46 anak berstatus gizi normal dan 2 anak berstatus gizi lebih. Dengan memperhatikan status perkawinan orang tua anak balita, didapatkan pada kelompok orang tua lengkap, tidak terdapat anak balita berstatus buruk, 2 anak balita berstatus gizi kurang, 25 anak balita berstatus gizi normal, 2 anak balita berstatus gizi lebih. Pada kelompok orang tua bercerai didapatkan 1 anak balita berstatus gizi buruk, 7 anak balita berstatus gizi kurang, 21 anak balita berstatus gizi normal, dan tidak ada anak balita yang berstatus gizi lebih.

Distribusi status gizi tinggi badan (TB/U) anak balita pada kelompok orang tua bercerai dan lengkap dapat dilihat pada tabel 3.


(58)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Tabel 3. Distribusi responden berdasar status gizi tinggi badan (TB/U) Status perkawinan

orang tua

Status gizi tinggi badan (TB/U)

Jumlah total

Buruk Kurang Normal Lebih

Lengkap 1 1 27 0 29

Cerai 2 5 20 2 29

Jumlah total 3 6 47 2 58

Dari tabel 3 didapatkan bahwa secara keseluruhan terdapat 3 anak balita yang berstatus gizi buruk, 6 anak balita berstatus gizi kurang, 47 anak balita berstatus gizi normal dan 2 anak balita berstatus gizi lebih. Pada kelompok orang tua bercerai didapatkan 2 anak balita berstatus gizi buruk, 5 anak balita berstatus gizi kurang, 20 anak balita berstatus gizi lebih. Pada kelompok orang tua lengkap, didapatkan 1 anak balita berstatus gizi buruk, 1 anak balita berstatus gizi kurang, 27 anak balita berstatus gizi normal dan tidak terdapat anak balita yang berstatus gizi lebih.

Distribusi status perkembangan umum anak balita pada kelompok orang tua lengkap maupun bercerai disajikan pada tabel 4.


(59)

commit to user

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan status perkembangan umum

Status perkawinan orang tua

Status Perkembangan Umum

Jumlah total

Lebih Normal Lambat

Lengkap 8 19 2 29

Cerai 2 20 7 29

Jumlah total 10 39 9 58

Dari tabel 4 didapatkan bahwa secara keseluruhan 9 anak balita berstatus perkembangan umum lambat, 39 anak balita berstatus perkembangan umum normal, dan 10 anak balita berstatus perkembangan umum lebih. Pada kelompok orang tua bercerai didapatkan 7 anak balita berstatus perkembangan umum lambat, 20 anak balita berstatus perkembangan umum normal dan 2 anak berstatus perkembangan umum lebih. Pada kelompok orang tua lengkap didapatkan 2 anak balita berstatus perkembangan umum lambat, 19 anak balita berstatus perkembangan umum normal dan 8 anak balita berstatus perkembangan umum lebih.

Distribusi status perkembangan personal sosial anak balita baik pada kelompok orang tua lengkap maupun bercerai disajikan pada tabel 5.


(60)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan status perkembangan personal sosial Status perkawinan

orang tua

Status perkembangan personal sosial

Jumlah total

Lambat Normal Lebih

Lengkap 1 21 7 29

Cerai 5 23 1 29

Jumlah total 6 44 8 58

Dari tabel 5, total kedua kelompok didapatkan bahwa 6 anak balita dengan status perkembangan personal sosial lambat, 44 anak balita dengan status perkembangan personal sosial normal dan 8 anak balita status perkembangan personal sosialnya lebih. Untuk kelompok orang tua bercerai, 5 anak balita dengan status perkembangan personal sosial lambat, 23 anak balita dengan status perkembangan personal sosial normal dan 1 anak balita dengan status perkembangan personal sosial lebih. Pada kelompok orang tua lengkap, 1 anak balita dengan status perkembangan personal sosial lambat, 21 anak balita dengan status perkembangan personal sosial normal, dan 7 anak balita dengan status perkembangan personal sosial lebih.

Distribusi status perkembangan motorik halus anak balita dari kelompok orang tua bercerai maupun orang tua lengkap disajikan pada tabel 6.


(1)

commit to user

anggotanya yang lambat dibandingkan anak balita dari kelompok orang tua lengkap. Orang tua yang mengalami masalah dengan pernikahan yang berujung pada perceraian membuat perhatian dan konsistensi pengasuhan pada anak tidak optimal, dan membuat keberfungsian keluarga dalam peran asah, asih dan asuh yang diperlukan dalam perkembangan anak tidak optimal pula. Akibatnya anak balita dari kelompok orang tua bercerai lebih menonjol proporsi jumlah anggotanya yang lambat status perkembangan personal sosial, motorik halus dan bahasanya, daripada anak balita dari kelompok orang tua lengkap. Hasil ini sejalan dengan penelitian Richard dan Wadsworth (2004) di Inggris, mendapatkan bahwa perceraian orang tua membuat anak menjadi lambat perkembangan kognitifnya.

Hasil penelitian selanjutnya yang tidak sesuai dengan hipotesis adalah status perkembangan motorik kasar secara statistik tidak bermakna perbedaannya antara anak dari kelompok orang tua bercerai dengan orang tua

lengkap (p = 0,135). Hal ini bisa dijelaskan menurut Olney et al (2006) bahwa,

ukuran dan proporsi tubuh serta kekuatan otot dan tulang mempengaruhi

perkembangan keterampilan lokomosi. Demikian juga penelitian Siegel et al,

(2005) menunjukkan bahwa status gizi yang baik, tanpa adanya anemia dan

diet yang baik, merupakan prediktor independent terhadap capaian status

perkembangan motorik kasar. Dalam penelitian ini status gizi jangka panjang (TB/U) anak balita dari kelompok orang tua bercerai tidak berbeda secara bermakna dengan anak balita dari kelompok orang tua lengkap.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Mengenai pendapatan keluarga yang di bawah upah minimum kabupaten (UMK) Sukoharjo Rp 790.500,-, didapatkan bahwa, kelompok orang tua bercerai lebih menonjol proporsi yang pendapatannya di bawah UMK dibandingkan keluarga orang tua lengkap (p = 0,001). Sebagian besar pengasuh anak balita dari kelompok orang tua bercerai yang utama adalah ibu. Setelah mereka bercerai, dampaknya bagi para ibu ini, akan mengalami pengurangan dukungan keuangan dari mantan suami mereka. Kenyataan ini selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa perceraian bagi istri membuatnya beresiko menjadi sakit, perokok, pecandu obat dan alkohol, penurunan status finansial, dukungan jejaring sosial dan

harapan sehat (Weitoft et al, 2002; Ikeda et al, 2007; Fukuda et al, 2005;

Fukuda et al, 2005; Lee et al, 2005). Pada penelitian ini, sejalan dengan

hasil-hasil penelitian tersebut.

2. Pembahasan Metode Penelitian

a. Metode yang dipakai menggunakan desain comparative study

Metoda ini mengukur variabel faktor risiko dan akibatnya dalam tempo bersamaan (Murti, 2008), padahal status gizi merupakan hasil akumulasi pertumbuhan anak dalam waktu yang lama, sedangkan perkembangan dapat dilihat hasil/akibatnya dari pertumbuhan anak yang memerlukan jangka waktu

lama tersebut. Sehingga desain penelitian dengan pendekatan cohort lebih tepat


(3)

commit to user

b. Jumlah sampel penelitian kurang besar

Dalam penelitian ini jumlah sampelnya sebanyak 58, hal ini hanya memenuhi kriteria ukuran sampel minimal menurut kriteria Hair. Dengan memperbesar jumlah sampel maka akan memperbaiki presisi.

c. Akurasi pengukuran variabel

Pengamat dalam penelitian ini adalah orang yang telah dilatih terlebih dahulu mengenai pemeriksaan berat badan dan pengukuran tinggi badan anak balita, demikian juga dengan pengamatan mengenai pengujian perkembangan anak balita dengan menggunakan Denver Test II. Pengamat pada penelitian ini mengetahui asal usul anak balita apakah ia berasal dari kelompok orang tua

bercerai atau orang tua lengkap. Tidak ada perlakuan “blinded” bagi pengamat,

sehingga tidak menutup kemungkinan adanya bias pengamatan.

C. Keterbatasan Penelitian

Desain penelitian ini yang bersifat comparative study mempunyai

kelemahan dalam menilai hubungan temporal, yakni hubungan waktu yang berkaitan dengan sebab akibat dalam inferensi kausal (Murti, 2008). Sebagai contoh dalam penelitian ini didapatkan risiko status gizi kurang lebih menonjol pada aspek BB/U yang signifikan ketimbang TB/U. Bisa jadi setelah pengamatan dalam periode waktu tertentu, kedepannya bisa menimbulkan dampak pada status gizi aspek TB/U.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanyalah merupakan batas minimal penentuan sampel menurut Hair.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sehingga untuk penelitian lanjutan diperlukan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu pengamatan yang lebih panjang, serta ada perlakuan

blinded” bagi pengamat, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

D. Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah pada permasalahan penelitian yang jarang diteliti di Indonesia, yaitu yang membandingkan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari kelompok orang tua bercerai dan orang tua lengkap.


(5)

commit to user

57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan pada aspek status gizi berat badan (BB/U), status perkembangan umum, personal sosial, motorik halus, bahasa antara anak balita dari kelompok orang tua bercerai dengan orang tua lengkap. Anak balita dari kelompok orang tua bercerai berisiko mendapatkan status gizi berat badan (BB/U) kurang, status perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa lambat dibandingkan dengan anak balita dari kelompok orang tua lengkap. Kelompok orang tua bercerai berisiko pula untuk berpendapatan di bawah UMK dibandingkan kelompok orang tua lengkap.

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara anak balita dari kelompok orang tua bercerai dibandingkan orang tua lengkap pada aspek status gizi (TB/U) dan status perkembangan motorik kasar.

B. Saran

Dari hasil penelitian tersebut, maka diusulkan saran-saran sebagai berikut: 1) ketahanan keluarga; dengan peningkatan program promotif bagi keluarga yang sehat bagi remaja, pasangan baru dan lama, serta program proteksi khusus keluarga yang bermasalah dengan konseling keluarga 2) pendampingan untuk meningkatkan aspek asah, asih dan asuh untuk anak balita dari orang tua bercerai, sehingga dapat meningkatkan status gizi dan


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengejar aspek-aspek perkembangan yang mengalami keterlambatan dan 3) penelitian selanjutnya, perlu menggunakan desain studi longitudinal untuk lebih memastikan hasil pengamatan pengaruhnya pada status gizi dan status perkembangan, selain itu juga diperlukan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan presisi yang lebih baik.

Implikasi yang diharapkan dari penelitian ini adalah bagi dokter keluarga; agar waspada mengenai tanda-tanda dari disfungsi pernikahan dan perceraian yang

impending, mendiskusikan fungsi keluarga dalam memberikan panduan yang

antisipatif dan menawarkan advis yang tepat, berperan dalam advokasi anak yang keluarganya mengalami disfungsi hingga perceraian, merujuk anak-anak bermasalah ini ke tempat layanan yang protektif bagi anak-anak, mendiskusikan masalah perceraian dan perpisahan di antara orang tua dengan menekankan pada cara mengatasi reaksi anak dan memberikan bahan bacaan yang sesuai. Bagi kantor pengadilan agama (tempat putusan cerai dijatuhkan) agar menyediakan tempat konsultasi atau mewajibkan konsultasi ke dokter keluarga atau psikiater bagi keluarga pasangan yang sudah turun putusan

cerainya. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan

pendampingan anak-anak dari keluarga yang bercerai. Bagi petugas kesehatan di layanan primer terutama posyandu; agar waspada akan keberadaan anak-anak yang keluarganya bermasalah dan memberikan catatan khusus kepada bidan dan struktur organisasi di atasnya untuk kepentingan surveilans. Bagi bidan dan dokter di puskesmas dapat meningkatkan perannya sebagaimana peran dokter keluarga yang telah disebutkan sebelumnya.


Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Pada Remaja Di Sma Dharma Pancasila Medan

14 175 90

Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat Tahun 2008

5 71 83

Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008

1 38 105

Hubungan Status Gizi Balita Dan Pola Asuh Di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2006

0 41 93

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN ORANG TUA DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA NGARGOSARI KECAMATAN SAMIGALUH Hubungan Antara Pendidikan Orang Tua Dan Status Gizi Balita Di Desa Ngargosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.

0 1 13

PERBEDAAN KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA Perbedaan Kenakalan Remaja Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua.

0 1 12

PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL BALITA BERDASARKAN STATUS PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL BALITA BERDASARKAN STATUS LENGKAP TIDAKNYA ORANG TUA DI POSYANDU ABADI DAN MAWAR KECAMATAN KARTASURA.

0 1 14

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN IBU DAN PENDAPATAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN IBU DAN PENDAPATAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA KARANG TENGAH KECAMATAN WERU KABUPATEN SUKO

0 1 9

KONTAK ANTARA ORANG TUA YANG BERCERAI DA

0 0 5

KAITAN PENDIDIKAN,PEKERJAAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI ANAK PRA SEKOLAH

0 0 15