Latar Belakang Masalah Studi Deskriptif Mengenai Work Family Conflict Pada Karyawati Yang Sudah Berkeluarga di Bank "X" Jakarta.

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan pilihan bagi individu. Dalam budaya Timur menjalani keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi seorang ibu rumah tangga ketika menikah. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat peran tersebut menjadi berubah. Di era globalisasi ini wanita mulai menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Wanita modern masa kini memiliki lebih banyak pilihan dalam hidupnya. Para wanita berkesempatan untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi hingga ke jenjang perkuliahan yang membuat sebagian besar wanita memiliki ambisi dalam karir dan juga kesejahteraan keluarga http:lipsus.kompas.com. Hal ini terlihat dari meningkatnya wanita lulusan Universitas. Berdasarkan tingkat pendidikan, wanita lulusan Universitas yang memilih bekerja meningkat pada tahun 2011 dan 2012 dari 380.420 orang menjadi 443.790 orang, sehingga lebih memungkinkan bagi seorang wanita untuk berkarier. http:jakarta.bps.go.id 2 Universitas Kristen Maranatha Peningkatan jumlah wanita yang bekerja ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran wanita untuk menyelesaikan sekolah sampai tingkat pendidikan tinggi, selain adanya keinginan untuk memperoleh kesetaraan dengan pria dalam mendapatkan pekerjaan. Disamping itu adanya tuntutan ekonomi dan keinginan untuk mengaktualisasikan diri serta eksistensi diri yang membuat para wanita memutuskan untuk bekerja. Hal ini terlihat pada Februari 2011 karyawati di DKI Jakarta sebanyak 1.671.010 orang, kemudian Februari 2012 menjadi 1.803.530 orang. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan karyawati di DKI Jakarta pada Februari 2012 sebesar 132.520 orang. http:jakarta.bps.go.id Peran wanita dalam keluarga seperti yang kita ketahui pada umumnya adalah mengurus keluarga, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, atau lebih fokus untuk bekerja bagi keluarga di rumah. Sedangkan wanita karir memiliki kewajiban pekerjaan yang harus diselesaikan sebagai tuntutan dari kantor. Inilah risiko peran yang harus dikerjakan oleh wanita ketika berada dalam keluarga dan dalam pekerjaan. Ketika wanita mengetahui apa yang diinginkan dalam hidupnya, termasuk tahu bagaimana menghadapi berbagai risiko dari pilihan yang dibuatkan, ia akan mampu menjalani berbagai peran dan tanggung jawabnya. Setiap peran yang akan dijalankan memiliki harapan atas peran yang dijalaninya dari lingkungan. Harapan ini muncul dari pasangan, anak, keluarga, rekan kerja serta atasan. Harapan yang muncul atas setiap peran yang dijalankan merupakan sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh para 3 Universitas Kristen Maranatha wanita. Setiap tuntutan yang mulai untuk dipenuhi akan dievaluasi oleh lingkungannya. Jika harapan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka akan ada sanksi sosial yang akan diberikan oleh lingkungannya. Wanita modern yang memutuskan untuk menikah dan tetap mengejar karirnya mungkin akan menemui beberapa masalah. Masalah yang pertama adalah multi peran istri dalam keluarga, sebagai istri, ibu dan pengurus rumah tangga. Sedangkan sebagai seorang karyawati yang sudah berkeluarga, tugas dan peran mereka bertambah tidak hanya di rumah tetapi juga di kantor. Karyawati harus siap untuk menyelesaikan tugas – tugas rumah tangga maupun kantor. Masalah yang kedua adalah ketika jabatan dan gaji istri yang lebih tinggi dibandingkan suaminya. Setiap keputusan yang diambil akan memiliki konsekuensinya yang memungkinkan untuk memicu tumbuhnya masalah.http:female.kompas.com Bekerja di sektor perbankan merupakan minat sebagian besar wanita Indonesia khususnya kota Jakarta. Fasilitas yang diberikan pun cukup banyak, terutama di Bank “X” seperti akses kesehatan, kendaraan dinas, rumah dinas, dan sebagainya. Meskipun demikian, bekerja di sektor perbankan ternyata cukup menyita waktu dan tenaga, namun fasilitas dan reward yang diberikan pun cukup sehingga membuat individu yang bekerja di sektor perbankan merasa sebanding dengan apa yang telah dikerjakan. Satu-satunya perusahaan yang menjadi pusat sektor perbankan di Indonesia adalah Bank “X”. Bank “X” merupakan Bank Sentral di Indonesia yang terdiri atas 23 Direktorat, 3 Unit Khusus dan 1 Satuan Kerja setingkat Biro . Bank “X” di 4 Universitas Kristen Maranatha Jakarta memiliki jumlah karyawan sebanyak 3078 orang, dengan komposisi pria sebanyak 2133 orang dan wanita sebanyak 945 orang. Jumlah karyawati Bank “X” yang sudah menikah hingga tahun 2011 sebanyak 94,4 atau sebanyak 893 orang, diantara karyawati Bank “X” yang sudah memiliki anak hingga tahun 2011 sebanyak 816 orang. Bank “X” mempunyai tuntutan yang tinggi pada karyawannya. Hal ini dikarenakan Bank “X” merupakan Bank Sentral yang mempunyai visi menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya kredibel secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, serta menjawab tantangan dari dunia luar. Untuk mencapai visi yang dimilikinya Bank “X” memiliki misi, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Untuk memenuhi visi dan misinya, maka karyawan Bank “X” dituntut untuk memiliki SDM yang terus meningkat dalam segi kualitas dan juga fokus akan pekerjaannya. Salah satu bentuk tuntutan yang tinggi ini adalah tuntutan laporan setiap akhir bulan dan laporan akhir tahun dari seluruh kegiatan kantor cabang di seluruh Indonesia untuk menentukan laju perbankan Indonesia yang harus dikerjakan oleh karyawan pada setiap divisinya. Pembuatan laporan seperti ini membuat para pekerja menghabiskan waktu lebih panjang di kantor. Setelah membuat laporan tersebut akan diadakan rapat untuk membicarakan mengenai 5 Universitas Kristen Maranatha laporan yang telah dikerjakan. Tuntutan pekerjaan ini menyita waktu dan tenaga yang dimiliki oleh karyawan Bank “X” khususnya yang sudah berkeluarga. Para karyawan sering mendapatkan tugas untuk pergi ke luar kota dalam jangka waktu minimal empat hari untuk sekali perjalanan. Mereka ditugaskan untuk bekerja di luar kota minimal dua kali dalam sebulan. Hal tersebut membuat para karyawati sering meninggalkan keluarganya untuk menyelesaikan tugasnya di luar kota. Adanya tuntutan untuk bekerja sebaik mungkin dengan kehadiran mereka di rumah bersama keluarganya membuatnya mengalami konflik akan peran yang dijalaninya. Salah satu elemen yang dihadapi dari kehidupan pekerjaan dan diluar pekerjaan adalah pengalaman konflik seseorang antara peran pekerjaan dan peran dalam keluarga. Contoh dari situasi ini adalah ketika karyawati mendapatkan tugas untuk ke luar kota disaat anak – anaknya sedang dalam pekan ulangan. Sepanjang perjalanan menyelesaikan pekerjaannya para karyawati terus memikirkan keadaan anaknya. Berdasarkan hasil wawancara kepada sepuluh orang karyawati, sebanyak enam orang dari karyawati ini memiliki anak yang masih balita, sehingga saat berada di kantor para karyawati sering sekali menelepon ke rumahnya untuk memastikan keadaan anaknya. Kekhawatiran yang dirasakan cukup mengganggu para karyawati tersebut untuk fokus pada pekerjaan ataupun sebaliknya. Ketika karyawan tidak dapat menjalani tuntutan yang diberikan oleh Bank “X” tidak terpenuhi dengan baik, maka akan ada sanksi yang didapatkan oleh karyawati. Sanksi yang berlaku di Bank “X” yaitu sanksi ringan, sanksi 6 Universitas Kristen Maranatha sedang dan sanksi berat. Sanksi ringan diberikan dalam bentuk surat peringatan tertulis dengan jangka waktu tiga sampai sembilan bulan. Sanksi sedang berupa penurunan gaji antara 5 hingga 15 dengan jangka waktu satu sampai tiga tahun. Serta sanksi berat berupa penurunan jabatan sebanyak tiga sampai lima grade atau pemberhentian dengan tidak hormat. Tingginya tuntutan kerja yang dihayati oleh karyawati Bank “X” membuat mereka merasa kelelahan dalam bekerja. Rasa lelah dalam bekerja ini membuat para karyawati ini merasa lelah ketika sampai rumah ataupun di kantor. Hal ini memunculkan keluhan dari pasangan, anggota keluarga lainnya, rekan kerjanya atau bahkan atasannya. Beberapa keluhan yang muncul dari atasan atau dari rekan kerjanya, seperti menurunnya kinerja, banyaknya kesalahan dalam mengerjakan laporan, kurang fokus dalam bekerja, lambatnya dalam menyelesaikan pekerjaannya, dan seringnya ijjin keluar kantor. Sedangkan keluhan yang muncul dari keluarga adalah jarang ada di rumah, terlambatnya datang ke rumah, serta beberapa harapan yang muncul dari ruang lingkup keluarga yang sulit dipenuhi oleh karyawati. Keluhan yang memunculkan ketegangan bagi karyawati membuatnya mengalami kesulitan dalam mencapai kepuasan kerja dan pernikahan yang karyawati inginkan. Akan tetapi gaji yang besar, bonus setiap tahun yang besar, fasilitas yang diberikan oleh Bank “X”, tunjangan bagi keluarga, serta pengakuan dari masyarakat yang didapatkan oleh para pegawai Bank “X” membuat para karyawan memilih untuk bertahan bekerja di Bank “X”. Para 7 Universitas Kristen Maranatha karyawati yang bekerja pun tidak jarang yang memiliki gaji serta tunjangan yang lebih besar dibandingkan dengan suaminya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Direktorat Sumber Daya Manusia, karyawati di Bank “X” memiliki masalah terlambat datang ke kantor, pulang lebih cepat dan jatah cuti tahunan yang minus. Sebanyak 30 orang dalam setahun melakukan konseling akan kesulitan menjalankan peran ganda, sehingga Direktorat SDM memberikan program baru yang bernama work-life balance. Work-life balance merupakan kegiatan yang dapat berupa pemberian izin kepada pegawai yang ingin berpartispasi dalam kegiatan non-kedinasan di luar Bank “X”, misalnya pada lembaga sosial, pendidikan atau keagamaan. Pelaksanaan work-life balance menjadi fokus perhatian Bank “X” selama beberapa tahun terakhir. Kesibukan kerja dan kemacetan lalu lintas dapat berdampak pada berkurangnya waktu untuk keluarga. Implementasi work life balance juga tercermin dari penerapan waktu kerja yang fleksibel, pemberian bantuan biaya perjalanan bagi karyawan kantor Bank “X”, penyediaan anggaran pelaksanaan gathering karyawan beserta keluarga, dana penyediaan sarana kebugaran serta instruktur beberapa jenis olahraga. Waktu kerja fleksibel bertujuan untuk meningkatkan kualitas kerja dan kualitas kehidupan pribadi karyawati karena memiliki fleksibilitas waktu kehadiran dan waktu kepulangan karyawati. Dengan demikian, karyawan yang memiliki keperluan pribadi pada pagi atau sore hari dapat mengatur jadwal kehadirannya sesuai dengan waktu kerja fleksibel. Saat ini, rentang waktu 8 Universitas Kristen Maranatha maksimum yang diizinkan adalah 80 menit. Sedangkan waktu kerja fleksibel untuk unit kerja operasional yang pengaturan kerjanya dibagi berdasarkan shift ditetapkan oleh pemimpin satuan kerja masing-masing dengan maksimum rentang waktu yang sama. Namun ternyata setelah dilaksanakan selama setahun, hasilnya masih kurang efektif, diantaranya waktu kehadiran yang terlambat, waktu kepulangan yang cepat serta waktu istirahat yang telalu lama. Kelelahan dan ketegangan yang muncul di karyawati bisa memunculkan tekanan ke rumah demikian pula sebaliknya, kondisi seperti ini disebut sebagai work family conflict. Khan et al. dalam Greenhaus dan Beutell 1985 menyampaikan bahwa work-family conflict adalah konflik antar peran yang terjadi karena partisipasi individu untuk berperan dalam pekerjaan menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga dan begitu pula sebaliknya. Work Family Conflict memiliki tiga bentuk, yaitu Time Based Conflict, Strain Based Conflict dan Behavior Based Conflict. Work Family Conflict juga memiliki dua arah, yaitu Work Interfering with Family dan Family Interfering with Work. Berdasarkan hasil dari survey awal yang telah peneliti lakukan kepada sepuluh orang karyawati Bank “X”, delapan orang menyatakan bahwa mereka membawa pekerjaan ke rumah, sehingga pekerjaan rumah tidak dapat terselesaikan dengan baik. Kesibukan dalam bekerja menghabiskan waktu yang cukup banyak membuat mereka sulit untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu. Hal ini menunjukkan bahwa delapan orang karyawati Bank Indonesia mengalami konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi 9 Universitas Kristen Maranatha kehidupan keluarga Work Interfering with Family. Sedangkan dua orang menyatakan bahwa mereka merasa sulit konsentrasi dalam bekerja ketika harus meninggalkan keluarganya berhari – hari. Adanya kekhawatiran dari kedua karyawati akan pekerjaan rumah tangga yang ditingalkannya berhari – hari. Hal ini menyatakan bahwa dua orang karyawati Bank “X” mengalami konflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan Family Interfering with Work. Salah seorang manager wanita yang diwawancara merasa bahwa terkadang sikap tegasnya terbawa ke rumah. Hal ini membuat suami dan anak- anaknya merasa seperti bawahan. Dia pun merasa tidak enak kepada suami dan anak-anaknya ketika bersikap seperti itu, tapi hal tersebut muncul tanpa disadarinya, terutama ketika dirinya merasa sangat lelah akan pekerjaan di kantornya. Karyawati lain menyampaikan bahwa tugasnya yang cukup banyak di kantor membuatnya kehilangan waktu bersama keluarganya. Hampir setiap hari pulang sekitar pukul 20.00 karena perjalaan antara rumah dan kantor yang cukup jauh dan ditambah dengan keadaan kota Jakarta yang selalu macet pada saat jam pulang kantor. Saat sampai di rumah, ibu A hanya memiliki waktu satu jam bersama anak-anaknya. Ketika Ibu A diharuskan lembur, maka ia akan sampai rumah lebih malam lagi ditambah tugasnya yang harus ke luar kota dan meninggalkan keluarganya. Hal tersebut membuat dirinya sering merasa bersalah dengan suami dan anak-anaknya karena memiliki waktu yang singkat bersama dengan keluarganya. 10 Universitas Kristen Maranatha Seorang karyawati bagian “Y” menceritakan bahwa dirinya memiliki masalah dengan atasannya. Atasannya kurang bersahabat dengan bawahannya. Hal ini membuat dirinya kurang nyaman berada di kantor. Kekesalan yang dirasakannya tidak bisa diungkapkannya di kantor, sehingga membuatnya membawa kekesalan tersebut ke rumah. Ia terkadang marah-marah terhadap keluarganya. Keesokan harinya barulah ia menyadari perilakunya dan merasa tidak enak dengan anggota keluarganya hingga akhirnya meminta maaf. Hal tersebut sering terjadi, ketika yang bersangkutan merasa stress atau kesal dengan urusan kantor, maka dia akan marah-marah dengan orang yang ada di rumah. Hal ini dirasakannya cukup mengganggu, namun itu terkadang berada di luar konttrol dirinya. Berdasarkan penjelasan yang sudah disampaikan di atas, maka peneliti ingin melihat bagaimana work family conflict yang terjadi pada karyawati yang sudah berkeluarga di Bank “X” Jakarta.

1.2 Identifikasi Masalah