BAB IV RUMUSAN MASALAH

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan Menurut Hukum Internasional

Dalam pembahasan ini, pertama-tama akan dibahas terlebih dahulu terkait reklamasi yang dilakukan oleh China atas gugusan pulau yang berdiri di Laut China Selatan dan apakah diperbolehkan oleh hukum internasional atau tidak. Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang sebelumnya bahwasannya China mereklamasi sejumlah karang yang terletak di Laut China Selatan dimana karang-karang yang membentuk gugusan pulau tersebut ada yang berdiri diatas laut bebas, dan ada pula yang berdiri diatas zona ekonomi eksklusif milik Filiphina. Masing – masing zona laut ini mempunyai ketentuan – ketentuan yang berbeda terkait dengan pengaturan pendirian pulau buatan.

Pada sub-bab ini akan dibahas hal terkait gugusan pulau apa saja yang direklamasi oleh China, letak geografis dan bentuk geografis gugusan pulau tersebut, dan perkembangan reklamasi atas gugusan pulau tersebut. Hal ini penting untuk dibahas guna memahami reklamasi yang menghasilkan pulau buatan yang dilakukan oleh China. Selanjutnya, pembahasan tentang letak geografis dan perkembangan reklamasi atas gugusan pulau tersebut merupakan salah satu dasar pemecahan masalah pada rumusan masalah pertama dalam menyelesaikan permasalahan mengenai apakah reklamasi atas gugusan pulau tersebut diperbolehkan oleh hukum internaisonal atau tidak.


(2)

4.1.1 Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Laut Bebas

Sebelum dibahas lebih lanjut terkait apakah pulau buatan hasil reklamasi gugusan pulau milik China yang terletak di Laut China Selatan yang berada di zona laut bebas sah atau tidak, akan dibahas terlebih dahulu boleh tidaknya suatu negara membangun pulau buatan hasil reklamasi gugusan pulau di zona laut bebas.

4.1.1.1 Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Laut Bebas

Laut bebas memiliki ciri khasnya tersendiri dibandingkan dengan zona-zona laut lainnya. Ciri khasnya tersebut ialah berupa keberadaan prinsip kebebasan yang mengatur rezim laut bebas. Prinsip ini mempunyai pengaruh signifikan terkait kebebasan-kebebasan di laut bebas dan terutama status hukum kapal-kapal dan pesawat yang melintasi dan berlayar di laut bebas.1 Salah satu prinsip kebebasan yaitu kebebasan membangun pulau buatan.2

Pembangunan pulau buatan sebagai hasi reklamasi gugusan pulau di laut bebas dapat dilakukan oleh negara manapun. Hal ini dikarenakan laut bebas dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan laut bebas juga terbuka untuk seluruh negara,baik berpantai maupun tidak berpantai. Keterbukaan laut bebas ini dapat dilihat pada kebebasan setiap negara atas laut bebas, dimana kebebasan ini disebutkan dalam pasal 87 Bab VII UNCLOS 1982.

1 Dr. Boer Mauna, Op.Cit,. Hal 312-313.

2 Kebebasan di laut bebas terkait pembangunan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan datasnya diatur menurut pasal 87 UNCLOS 1982 yang mutatis mutandis terhadap pasal 60 UNCLOS 1982.


(3)

Pasal 87

Kebebasan laut bebas

1. Laut bebas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak berpantai. Kebebasan laut bebas, dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam Konvensi ini dan ketentuan lain hukum internasional. Kebebasan laut bebas itu meliputi, inter alia, baik untuk Negara pantai atau Negara tidak berpantai :

(a) kebebasan berlayar; (b) kebebasan penerbangan;

(c) kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan tunduk pada Bab VI;

(d) kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi bangunan lainnya yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional, dengan tunduk pada Bab VI;

(e) kebebasan menangkap ikan, dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam bagian 2;

(f) kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada Bab VI dan XIII. 2. Kebebasan ini akan dilaksanakan oleh semua Negara, dengan

memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan laut bebas itu, dan juga dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam Konvensi ini yang bertalian dengan kegiatan di Kawasan.

Perlu diketahui sebelumnya bahwa antara pulau buatan dan instalasi bangunan diatas pulau buatan tersebut merupakan satu-kesatuan. Hal ini terlihat pada digabungkannya kata pulau buatan dengan instalasi bangunan pada pasal 87 ayat (1) huruf d. Penggabungan kata pulau buatan dengan kata instalasi bangunan dalam satu kalimat menunjukkan bahwa antara pulau buatan dan instalasi bangunan diatasnya memiliki keterikatan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa adanya instalasi bangunan, pulau buatan tersebut hanyalah sekedar pulau buatan dengan fungsi yang tidak diketahui atau tidak jelas. Begitu halnya dengan tanpa adanya pulau buatan, instalasi-instalasi bangunan tersebut tidak mungkin berdiri tegak dan kokoh. Berdirinya instalasi bangunan diatas pulau buatan akan menentukan untuk tujuan apa suatu negara membangun pulau buatan hasil dari reklamasi tersebut.


(4)

Dari penjelasan pasal 87 diatas, pada ayat (1) huruf d sudah secara umum menyebutkan setiap negara berhak membangun pulau buatan dan instalasi bangunan di atas laut bebas. Namun pembangunan pulau dan instalasi bangunan diatasnya harus mengacu pada BAB VI, tepatnya pada pasal 80 UNCLOS 19823 yang mutatis mutandis terhadap pasal 60 UNCLOS 1982. Pasal 60 ayat (1) huruf b4 sendiri menghendaki negara yang mendirikan pulau buatan dan instalasi bangunan diatasnya untuk mengikuti ketentuan dalam pasal 56 UNCLOS 1982. Jadi reklamasi gugusan pulau untuk membangun pulau buatan dan instalasi bangunan diatasnya diperbolehkan untuk tujuan ekonomi seperti halnya eksploitasi dan eksplorasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, produksi energi yang berasal dari arus air laut dan angin, riset ilmiah dan tentunya perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, seperti yang disebutkan dalam pasal pasal 60 ayat (1) huruf b juncto pasal 56.

Selain tujuan diatas, UNCLOS 1982 juga menyiratkan pembangunan pulau buatan di laut bebas untuk tujuan-tujuan lain yaitu untuk tujuan damai. Hal ini sesuai dengan pasal 88 UNCLOS 19825 dimana laut bebas dimaksudkan untuk tujuan damai. Dua ahli hukum laut internasional, Mc Dougal dan Burke juga mengemukakan bahwa setiap penggunaan laut bebas untuk tujuan damai ialah dibenarkan atau diijinkan dibawah hukum internasional.6 Ini berarti bahwa pembangunan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan diatasnya diperbolehkan asalkan untuk tujuan damai. Namun sayangnya UNCLOS 1982

3 Pasal 80 UNCLOS 1982 : Pasal 60 berlaku mutatis mutandis untuk pulau buatan, instalasi bangunan dan bangunan di atas landas kontinen.

4 Pasal 60 ayat (1) huruf b : instalasi dan bangunan untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 dan tujuan ekonomi lainnya;

5 Pasal 88 UNCLOS 1982 : Laut bebas dicadangkan untuk maksud damai.


(5)

tidak menjelaskan secara spesifik maksud daripada tujuan damai tersebut dan terkadang negara-negara tertentu menafsirkan tujuan damai tersebut untuk menegakkan kedaulatannya atas pulau buatan tersebut dan dijadikan base point untuk menarik garis pangkal.

Reklamasi gugusan pulau untuk membangunan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan untuk tujuan damai sebenarnya memiliki bermacam-macam bentuk. Adapun bentuk-bentuk tujuan damai itu berupa penumpasan peromapakan, pembajakan di laut, perdagangan obat terlarang dan budak yang menggunakan laut bebas sebagai jalur pelayarannya, penyiaran gelap yang diatur menurut pasal 99 sampai pasal 110 UNCLOS 1982. Negara – negara yang merasa dirugikan atas perompakan, pembajakan di laut, perdagangan obat terlarang dan budak yang menggunakan laut bebas sebagai jalur pelayarannya, dan penyiaran gelap dapat mendirikan pulau buatan dilaut bebas untuk menumpas kejahatan-kejahatan tersebut. Negara-negara tersebut dapat tergabung dalam suatu perjanjian untuk memanfaatkan pulau buatan dengan instalasi dan bangunan (biasanya instalasi dan bangunan militer)7 diatasnya sebagai pusat kontrol dan pusat komando untuk menumpas dan menindak peromapakan, pembajakan di laut, perdagangan obat terlarang dan budak yang menggunakan laut bebas sebagai jalur pelayarannya, dan penyiaran gelap di laut bebas. Kapal-kapal perang dan alat militer lainnya dari berbagai negara berkumpul dalam satu komando dan kontrol guna menumpas dan menindak peromapakan, pembajakan di laut, perdagangan

7 Apabila pasal 87 ayat (1) huruf d, pasal 88, dan pasal 99-109 dianalisis lebih mendalam dan dihubungkan satu dengan lainnya, dapat ditemukan bahwa UNCLOS mengizinkan setiap negara berkerjasama untuk tujuan memberantas kejahatan-kejahatan di laut bebas dengan mendirikan dan menggunakan pulau buatan di laut bebas untuk tujuan damai.


(6)

obat terlarang dan budak yang menggunakan laut bebas sebagai jalur pelayarannya, dan penyiaran gelap di laut bebas.

4.1.1.2 Tidak Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Laut Bebas

Tidak diperbolehkannya suatu negara melakukan reklamasi gugusan pulau untuk mendirikan pulau buatan ialah terkait penegakkan kedaulatan yang dilakukan negara tersebut atas pulau buatan yang didirikannya di laut bebas. Penegakkan kedaulatan melalui pendirian pulau buatan beserta instalasi dan bangunan di laut bebas yang ditafsirkan sebagai tujuan damai oleh beberapa negara tentu dilarang menurut UNCLOS 1982. Penegakkan kedaulatan atas pulau buatan hasil reklamasi gugusan pulau ini akan memiliki efek samping lainnya dimana pulau buatan tersebut akan dijadikan base point. Sehingga apabila suatu negara mengklaim banyak gugusan pulau dan melakukan rekalamasi diatasnya untuk didirikan pulau buatan maka disetiap pulau buatan tersebut akan dijadikan base point yang nantinya akan ditarik garis pangkal menghubungkan antar pulau buatan tersebut.8 Terhubungnya pulau-pulau buatan tersebut juga akan berimbas pada diklaimnya laut dan udara disekitar pulau buatan tersebut. Pada dasarnya pulau buatan tidak memiliki status pulau dan tidak memiliki garis pangkal untuk mengukur laut teritorial, ZEE dan landas kontinen seperti yang disebutkan dalam pasal 60 ayat (8)9 dan oleh karenanya tidak dapat dijadikan base point.

8 Hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 7 ayat (4) dimana : Garis pangkal lurus tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut kecuali jika di atasnya didirikan mercusuar atau instalasi serupa yang secara permanen ada di atas permukaan laut atau kecuali dalam hal penarikan garis pangkal lurus ke dan dari elevasi demikian telah memperoleh pengakuan umum internasional.

9 Pasal 60 ayat (8) UNCLOS 1982 : Pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai status pulau. Pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai laut teritorialnya sendiri, dan kehadirannya tidak mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.


(7)

Penegakkan kedaulatan yang dilakukan oleh suatu negara melalui reklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau buatan di laut bebas tentu menjadi suatu permasalahan dikarenakan rezim laut bebas UNCLOS 1982 tidak mengijinkan negara manapun untuk menegakkan kedaulatannya atas laut bebas seperti yang disebutkan dalam pasal 89 UNCLOS 198210. Tidak sahnya suatu negara menegakkan kedaulatannya melalui reklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau buatan di laut bebas pada dasarnya berasal dari konsep hukum laut milik bangsa Romawi, konsep res communis beserta doktrin res communis omnium. Doktrin res communis omnium sendiri memiliki pengertian bahwa laut adalah milik bersama seluruh umat manusia, dan masing-masing negara tidak diperkenankan untuk mengambil (menegakkan kedaulatan) di wilayah laut.11 Proffesor Cooper dalam presentasinya juga mengemukakan bahwa12 :

“Sebagaimana tidak ada negara yang dapat memiliki atau menegakkan kedaulatannya di laut bebas, demikian pula negara-negara tidak dapat menegakkan kedaulatannya di ruang udara diatas laut bebas. Setiap negara mempunyai hak yang sama untuk bernavigasi di ruang udara diatas laut bebas tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari negara lain”

Pendapat tersebut dapat dikecualikan terhadap keberadaan kapal bendera suatu negara dimana kapal bendera tersebut memiliki kedaulatannya sendiri, yaitu kedaulatan negara milik kapal berbendera tersebut. Adapun penenegakkan kedaulatan suatu negara atas bagian-bagian dari laut bebas tersebut, kecuali keberadaan kapal bendera, adalah ilegal. Hal ini termasuk penundukkan

10 Pasal 89 UNCLOS 1982 : Tidak ada suatu Negara pun yang dapat secara sah menundukkan kegiatan manapun dari laut bebas pada kedaulatannya.

11 Dikdik Mohammad Sodik, Op.Cit., Hal 2.

12 Myres S. McDougal and William T. Burke, The Public Order Of The Oceans : A Contemporary International Law of the Sea, New Haven Press, New Haven, 1987, Hlm 785.


(8)

kedaulatan melalui reklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau buatan di laut bebas yang tentunya merupakan tindakan sepihak yang dilakukan oleh suatu negara tanpa persetujuan negara lain.

Pasal 87 ayat (1) huruf d, pasal 88, pasal 89 UNCLOS 1982 saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Jika suatu negara mendirikan pulau buatan berikut dengan instalasi bangunan atau bangunan diatasnya, maka instalasi bangunan tersebut harus yang diperbolehkan menurut hukum internasional, sesuai dengan bunyi pasal 87 ayat(1) huruf d UNCLOS 1982. Namun kata “yang diperbolehkan menurut hukum internasional” disini adalah kabur dan UNCLOS 1982 tidak menjelaskan secara spesifik instalasi bangunan atau bangunan apa saja yang diperbolehkan berdiri diatas pulau buatan yang berada di laut bebas dan UNCLOS 1982 juga tidak merujuk ke sumber hukum internasional lainnya sebagai acuan untuk menjelaskan instalasi atau bangunan apa saja yang boleh didirikan menurut hukum internasional.

Setelah kita ketahui bahwasannya pasal 87 ayat (1) huruf d UNCLOS 1982 tidak memberikan batasan dan penjelasan terkait instalasi atau bangunan yang dapat didirikan dipulau buatan yang berdasarkan hukum internasional, maka dilakukan penafsiran gramatikal terhadap pasal tersebut. Kata “yang diperbolehkan menurut hukum internasional” dapat diartikan sebagai “yang tidak mengancam atau merusak perdamaian internasional”. Kata “yang tidak mengancam atau merusak perdamaian internasional” ini ternyata dapat ditemukan pada pasal 88 UNCLOS 1982 dimana laut bebas dimaksudkan untuk tujuan damai. Tujuan damai yang dimaksudkan untuk laut bebas ini juga memiliki makna yang kabur. Oleh karenanya UNCLOS 1982 membatasi tujuan damai yang


(9)

dimaksudkan untuk laut bebas. Salah satu batasan yang dapat kita lihat adalah pada pasal 89 UNCLOS 1982 dimana disebutkan bahwa negara manapun tidak dapat menundukkan kedaulatannya pada laut bebas.

Batasan ini jelas melarang suatu negara untuk menegakkan kedaulatannya di laut bebas melalui berbagai kegiatan apapun, termasuk kegiatan reklamasi yang menghasilkan pulau buatan dengan pendirian instalasi dan bangunan diatasnya. Pendirian instalasi dan bangunan di pulau buatan dengan tujuan menegakkan kedaulatan suatu negara tentu merupakan suatu perbuatan yang akan mengancam perdamaian di laut bebas tersebut, terlebih apabila pendirian pulau buatan tersebut tidak mendapat persetujuan dari negara-negara internasional.

Rezim laut bebas juga menganut prinsip kebebasan dimana setiap negara, baik berpantai maupun tidak berpantai bebas melakukan penangkapan ikan, penerbangan dan berlayar diatasnya serta pemasangan pipa dan kabel bawah laut seperti yang dijelaskan dalam pasal 87 ayat (1) huruf a, b, dan c. Apabila suatu negara menegakkan kedaulatannya atas pulau buatan tersebut, tentu prinsip ini akan hilang. Hal ini dikarenakan, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, gugusan pulau yang direklamasi menghasilkan pulau buatan tersebut akan dijadikan base point oleh negara pengklaim sehingga laut dan udara disekitar pulau buatan tersebut tidak lagi bebas dilakukan penangkapan ikan, penerbangan dan berlayar diatasnya serta pemasangan pipa dan kabel bawah laut. Hal ini tentu akan merusak perdamaian dan prinsip-prinsip kebebasan di laut bebas yang dijelaskan dalam pasal 87 ayat (1) huruf a, b, dan c.


(10)

4.1.1.3 Analisis Hukum Internasional Terkait Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Laut Bebas

Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa terdapat gugusan pulau di Laut China Selatan yang direklamasi oleh China dimana gugusan pulau tersebut terletak di zona laut bebas. Adapun gugusan pulau tersebut ialah : Fiery Cross Reff, Cuarteron Reff, Subi Reff, dan Gaven Reef. Untuk pembahasan lebih mendalam, maka akan dibahas terlebih dahulu letak geografis dan perkembangan gugusan-gugusan pulau tersebut untuk kemudian dianalisis satu demi satu sah atau tidaknya tindakan China reklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau buatan tersebut.

4.1.1.3.1 Reklamasi di Fiery Cross Reef

Fiery Cross Reef (Yongshu Jiao menurut China dan Kagitingan Reef menurut Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan Spratly yang berdiri diatas zona laut bebas Laut China Selatan (Berada di luar laut teritorial, landas kontinen maupun ZEE China). Fiery Cross Reef terletak sekitar 255 mil laut dari sebelah barat Pulau Palawan pada derajat 9° 33’N – 112° 54’E.

Fiery Cross Reef terdiri atas sebuah tepian atau onggokan yang terendam dengan batu-batu yang muncul ke permukaan yang ukurannya tidak lebih dari 1 meter diatas permukaan laut pada saat air pasang.13 Keadaan awal Fiery Cross Reef dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

13 The Department of Foreign Affairs of Republic of the Philippines, Notification and Statement of Claim on West Philippine, Manila, Department of Foreign Affairs of Republic of the Philippines, 2013, Hlm 9-10.


(11)

Gambar 1.4 Keadaan awal Fiery Cross Reef sebelum direklamasi oleh China. Tampak pada gambar terdapat konstruksi berbeton yang berdiri disebelah ujung

selatan. Gambar diambil pada tanggal 22 Januari 2006 melalui citra satelit. Pada awal perkembangan Fiery Cross Reef ditandai dengan permintaan dari UNESCO kepada China untuk membangun sebuah stasiun observasi dan pemonitor cuaca guna memonitor cuaca dan melakukan observasi laut di sekitar Spratly Island, Laut China Selatan. Hal ini dimintakan UNESCO ketika UNESCO mengadakan konferensi pada bulan Maret tahun 1987 yang berhubungan dengan sebuah survey laut global secara luas dan menyeluruh.14 China kemudian memilih Fiery Cross Reef pada bulan April 1987 sebagai tempat dibangunnya stasiun observasi pemonitor cuaca dikarenakan luasnya yang cukup besar dan juga Fiery Cross Reef terisolasi dari gugusan pulau yang diokupasi oleh negara-negara pengklaim gugusan pulau di Laut China Selatan15, seperti halnya Vietnam. Selanjutnya laporan yang dikutip dari IHS Jane16 menyebutkan bahwa China mulai membangun konstruksi berbeton berlantai dua pada tahun 1990 dimana

14 Lee Lai To, China and the South China Sea dialogues, Westport, Praeger Publisher, 1999, Hlm 14.

15 Min Gyo Koo, Island Disputes and Maritime Regime Building in East Asia : Between a Rock and a Hard Place, New York, Springer, 2010, Hlm 154.

16 IHS Jane’s merupakan situs internasional yang menampilkan berita, informasi dan analisis terkait pertahanan, geopolitik, transportasi, dan isu-isu internasional, melalui janes.com


(12)

diduga konstruksi bangunan tersebut merupakan sebuah pos pengamatan. Bangunan ini kemudian dilengkapi dengan sebuah landasan helikopter dan dermaga kecil17 seperti yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1.5 Konstruksi berbeton milik China yang mulai dibangun pada tahun 1990 di Fiery Cross Reef. Terlihat konstruksi tersebut sudah selesai dibangun melalui gambar diatas yang diambil pada tanggal 22 Januari 2006

melalui pengamatan satelit.

Pada perkembangan selanjutnya, China memulai reklamasi pulau buatannya pada bulan Agustus 2014. Diantara bulan Agustus dan November, kapal keruk China membuat lahan baru yang membentang dan mencakup seluruh karang dan koral yang membentuk Fiery Cross Reef. Luas lahan yang terbentuk adalah sepanjang 3000 meter dan lebar sekitar 200-300 meter. Reklamasi yang dilakukan oleh China ini telah menambah luas area Fiery Cross Reff dari luas awal 0,08 k m2 hingga mencapai 0,96 k m2 .18 Adapun hingga saat ini konstruksi-konstruksi bangunan yang sudah selesai di bangun di Fiery Cross Reef adalah stasiun observasi dan pemonitor cuaca yang telah dijelaskan sebelumnya,

17 Asia Maritime Transparency Initiative, A Fiery Cross To Bear, http://amti.csis.org/fiery-cross/ (Online), 7 Januari 2016.


(13)

sebuah garnisun militer, sistem pertahanan anti udara dan anti permukaan, artileri pantai, peralatan-peralatan kounikasi, radar-radar, sebuah landasan helikopter (helipad) dan landasan pacu udara (runway), depot bahan bakar, sebuah dermaga, pelabuhan untuk sipil, dan pelabuhan besar baik untuk menurunkan maupun mengangkut kombatan permukaan.19 Keadaan Fiery Cross Reef setelah reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1.6 Keadaan Fiery Cross Reef setelah reklamasi yang dilakukan oleh China. Gambar diambil pada tanggal 3 September 2015 melalui

pengamatan satelit.

Fiery Cross Reef saat ini menjadi objek klaim sengketa antara China, Filiphina, Taiwan dan Vietnam, namun China telah selangkah di depan dengan mereklamasi Fiery Cross Reef menjadi pulau buatan dengan berbagai instalasi-instalasi militer yang telah disebutkan diatas sehingga kontrol atas Fiery Cross Reef secara penuh berada di tangan China.20 Melihat pada perkembangan dan

19 Congressional Research Service, Op.Cit,. Hlm 9.

20 Sputnik News, Manila protested against Beijing's test flights over the disputed Kagitingan Reef (Fiery Cross Reef) in the Spratly archipelago, http://sputniknews.com/asia/20160113/1033 045817/philippines-china-.html, 13 April 2016.


(14)

keberadaan fasilitas militer di Fiery Cross Reef, bahwa keberadaan instalasi militer seperti halnya garnisun militer, sistem pertahanan anti udara dan anti permukaan, artileri pantai, peralatan-peralatan kounikasi, radar-radar, sebuah landasan helikopter (helipad) dan landasan pacu udara (runway) digunakan oleh China untuk menegakkan kedaulatannya atas Fiery Cross Reef yang telah direklamasi dan dijadikan pulau buatan sekaligus menjadikannya base point untuk penarikan garis pangkal (base line).

Padahal pada pasal 60 ayat (8) UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa pulau buatan tersebut tidak memiliki status pulau dan laut teritorialnya sendiri dan dengan demikian pulau buatan tersebut tidak dapat dijadikan base point untuk penarikan garis pangkal. Oleh karena China menjadikan Fiery Cross Reef sebagai base point21 untuk penarikan garis pangkal sebagai bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line melalui pendirian pulau buatan diatasnya, hal ini akan menganggu perdamaian yang nantinya akan berujung pada perang antar negara pengklaim (China, Taiwan, Vietnam, dan Filiphina). Sehingga tindakan China ini melanggar pasal 88 UNCLOS 1982 dimana laut bebas ditujukkan untuk maksud damai. Selain itu pulau buatan di Fiery Cross Reef terletak di zona laut bebas, maka segala bentuk penegakkan kedaulatan oleh China terhadap Fiery Cross Reef adalah dilarang. Hal ini dikarenakan tidak ada suatu negara pun yang dapat menegakkan kedaulatannya atas laut bebas, termasuk menegakkan kedaulatannya dengan mendirikan pulau buatan yang berdiri diatas zona laut bebas sesuai dengan pasal 89 UNCLOS 1982.

21 Menurut pasal 7 ayat (4), menara mercusuar dapa dijadikan base point untuk menarik garis pangkal. Pendirian menara mercusuar oleh China di Fiery Cross Reef merupakan upaya China menjadikan Fiery Cross Reef sebagai base point untuk menarik garis pangkal dalam klaim U-Dash Line, dalam Asia Maritime Transparency Initiative, Fiery Cross Reef Tracker, http://amti.csis.org/fiery-cross-reef-tracker/ (Online), 27 April 2016.


(15)

China boleh-boleh saja membangun pulau buatan ataupun membangun instalasi diatas Fiery Cross Reef seperti halnya yang dilakukan oleh China ketika pada tahun 1987, China membangun fasilitas stasiun observasi dan pemonitor cuaca sesuai permintaan UNESCO22 sesuai dengan pasal 60 ayat (1) huruf b juncto pasal 56. Namun sayangnya pembangunan fasilitas stasiun observasi dan pemonitor cuaca di Fiery Cross Reef tersebut disisipi kepentingan China guna menguasai Fiery Cross Reef,menegakkan kedaulatannya atas Fiery Cross Reef, dan menjadikannya base point sebagai bagian dari upaya menegakkan klaim U-Dash Line. Tindakan China ini jelas bertentangan dengan pasal 60 ayat (8), pasal 88, dan pasal 89 UNCLOS 1982.

4.1.1.3.2 Reklamasi di Cuarteron Reef

Cuarteron Reef (Huayang Jiao menurut China dan Calderon Reef menurut Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan Spratly yang berdiri diatas zona laut bebas Laut China Selatan (Berada di luar laut teritorial, landas kontinen maupun ZEE China). Kondisi geografisnya berupa sekelompok batu karang yang ukurannya tidak lebih dari 1,5 meter. Cuarteron Reef terletak sekitar 8° 51’N – 112° 50’E dan sekitar 245 mil laut sebelah barat

Pulau Palawan.23 Gambar Cuateron Reef sebelum direklamasi dapat dilihat dibawah ini :

22 Lee Lai To, Op.Cit., Hlm 14.


(16)

Gambar 1.7 Keadaan awal Cuarteron Reef sebelum direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 14 Januari 2014 melalui citra satelit.

Setidaknya sebelum reklamasi secara besar-besaran dilakukan di Cuarteron Reef, China telah terlebih dahulu telah membangun konstruksi bangunan berbeton yang diduga merupakan sebuah benteng pertahanan. Kontruksi ini terlihat telah dibangun pada tahun 2013. Konstruksi bangunan ini dilengkapi dengan peralatan komunikasi, radar, juga senjata anti kapal permukaan, senjata anti pesawat, dan pelabuhan kecil untuk berlabuhnya kapal patroli angkatan laut China.24 Gambar konstruksi bangunan tersebut dapat dilihat dibawah ini :

24 Van Pham, China’s Artificial Island Building, : Cuarteron Reef, https://seasresearch.wordpre ss.com/2014/11/09/chinas-land-reclamation-cuarteron-reef/, 8 Januari 2016.


(17)

Gambar 1.8 Konstruksi bangunan berlantai dua milik China yang dibangun di Cuarteron Reef. Tampak jelas pada gambar terlihat barak militer, senjata

anti-kapal permukaan dan sebuah dermaga kecil. Gambar diambil pada bulan Maret, 2013.

Perkembangan di Cuarteron Reef sebagai gugusan pulau paling selatan yang diokupasi oleh China saat ini patut untuk di perhatikan. Konstruksi fasilitas di Cuarteron Reef akan segera selesai dan reklamasi pulau buatan di Cuarteron Reef saat ini mencakup area sekitar 211.500 m2 . Fasilitas-fasilitas yang sudah ada di Cuarteron Reef sendiri adalah terdiri dari dua menara radar portabel yang dibangun di sebelah utara. Fasilitas lain yang juga telah dibangun adalah sejumlah tiang setinggi 20 meter di bagian selatan daripada pulau buatan. Tiang-tiang ini diduga merupakan instalasi bangunan radar berfrekuensi tinggi yang mampu secara signifikan menunjang kapabilitas China memonitor lalu lintas laut dan udara disepanjang bagian selatan daripada Laut China Selatan. Selain konstruksi fasilitas radar seperti yang telah disebutkan diatas, China juga telah membagun sebuah bunker bawah tanah dan sebuah mercusuar di bagian utara daripada Cuarteron Reef, sejumlah bangunan dan sebuah landasan helikopter ditengah pulau buatan, perlengkapan komunikasi disebelah selatan, dan sebuah dermaga di ujung barat pos militer.25 Kondisi Cuarteron Reef dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

25 Asia Maritime Transpaerncy Initiative, Another Piece of Puzzle: China Build New Radar Facilites in The Spratly Island, http://amti.csis.org/another-piece-of-the-puzzle/ (Online), 9 Januari 2016.


(18)

Gambar 1.9 Keadaan pulau buatan milik China yang berdiri diatas Cuarteron Reef setelah reklamaso. Gambar diambil pada tanggal 21

Januari 2016.

Cuarteron Reef saat ini menjadi objek sengketa yang diklaim oleh China,Vietnam dan Filipina26 namun China telah terlebih dahulu menempatkan struktur berbeton yang menandakan Cuarteron Reef adalah wilayahnya. China secara langsung membangun bangunan militer diatas Cuarteron Reef sebagai upaya menegakkan klaim kedaulatannya atas Laut China Selatan melalui U-Dash Line. Selain itu China menjadikan Cuarteron Reef sebagai base point untuk penarikan garis pangkal sebagai bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line. Jadi apabila China kemudian berhasil menguasai keseluruhan gugusan pulau di Kepulauan Spratly (baik melalui jalur diplomatis maupun jalur perang)27, China

26 Emma Reynolds, China ‘building secret military weapons’ on tiny islands, http://www.news.com.au/technology/innovation/inventions/china-building-secret-military-weapo ns-on-tiny-islands/news-story/268d14bda4cf381b5ad5cae9a1860938 (Online), 14 April 2016.

27 Perlu di ketahui bahwa selain China, negara-negara pengklaim lainnya seperti Taiwan, Malaysia, Vietnam, dan Filipina juga telah mendirikan instalasi dan bangunan (baik sipil maupun militer) diatas beberapa pulau buatan milik mereka yang diokupasi di Kepulauan Spratly.


(19)

kemudian akan menarik garis pangkal dari base point di Cuarteron Reef28 menghubungan gugusan-gugusan pulau lainnya. Sehingga selain menguasai gugusan pulau di Kepulauan Spratly, China juga akan menguasai laut disekitarnya. Dalam UNCLOS 1982, tepatnya pada pasal 60 ayat(8), pulau buatan tidak memiliki status pulau dan tentunya tidak memiliki garis pangkalnya. China memang menjadikan Cuarteron Reef sebagai base point untuk menarik base line, maka hal itu adalah ilegal dan bertentangan dengan pasal 60 ayat (8) UNCLOS 1982.

Dalam hukum internasional, tindakan China telah melanggar pasal 89. China secara ilegal telah menegakkan kedaulatannya atas Cuarteron Reef yang terletak di zona laut bebas melalui pendirian pulau buatan diatas Cuarteron Reef dilengkapi dengan instalasi dan bangunan militer. Rezim laut bebas tidak mengizinkan negara manapun untuk menegakkan kedaulatan diatasnya karena laut bebas adalah Res Communis. Tindakan China menegakkan kedaulatannya diatas Cuarteron Reef ini mengakibatkan rusaknya perdamaian di Laut China Selatan dan dengan demikian China juga melanggar pasal 88 dimana laut bebas ditujukkan untuk maksud damai.

4.1.1.3.3 Reklamasi di Subi Reef

Subi Reef (Zhubi Jiao menurut China dan Zamora Reef menurut Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan Spratly yang

28

China juga membangun menara mercusuar diatas lahan reklamasi di Cuarteron Reef (Calderon Reef menurut Filipina) untuk dijadikan base point guna menarik garis pangkal, dalam Ellen T. Tordesillas, PH authorities knew of Subi Reef lighthouse construction 5 years ago,http://news.abs-cbn.com/opinions/04/08/16/ph-authorities-knew-of-subi-reef-lighthouse-cons truction-5-years-ago (Online), 28 April 2016.


(20)

berdiri diatas zona laut bebas Laut China Selatan (Berada di luar laut teritorial, landas kontinen maupun ZEE China). Keadaan geografis Subi Reef sendiri ialah terdiri atas sekelompok karang dengan elevasi surut. Subi Reef terletak terletak pada derajat 10° 55’N - 114° 05’E. Subi Reef terletak 230 mil laut dari sebelah barat Pulau Palawan.29 Kondisi Subi Reef sebelum reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.0 Keadaan awal Subi Reef sebelum direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 8 Agustus 2012 melalui pengamatan satelit.

Perkembangan awal Subi Reef dimulai pada tahun 1988 dimana pada tahun tersebut China mengokupasi Subi Reef sebagai bagian dari upaya meningkatkan dan menegaskan klaim China di Laut China Selatan.30 Pada tahun 1990-an China mulai membangun konstruksi sebagai langkah awal tindakan okupasi. Pada tahun 1997, sesuai dengan pengamatan satelit, Subi Reef mempunyai struktur barak militer semi-permanen, sebuah bangunan berlantai dua dengan satu satelit komunikasi. Dua struktur lainnya adalah sebuah helipad

29 The Department of Foreign Affairs of Republic of the Philippines, Op.Cit,. Hlm 8.

30 Asia Maritime Transparency Initiative, Subi Reef Tracker, http://amti.csis.org/subi-reef-tracker/


(21)

(tempat pendaratan helikopter) dan sebuah jembatan semen kokoh yang menghubungkan helipad dengan bangunan utama.31 Konstruksi dan struktur bangunan tersebut dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.1 Kondisi Subi Reef yang diambil pada bulan Januari 2015 dengan struktur yang telah dibangun oleh China

Perkembangan signifikan terjadi pada bulan Juli tahun 2014 kemarin dimana China mulai membangun reklamasi pulau buatannya di Subi Reef. Laporan yang dikeluarkan oleh IHS Jane’s menyebutkan bahwa jika reklamasi lahan di Subi Reef terus dilanjutkan, Subi Reef nantinya akan menyediakan runway kedua setelah runway pertama yang terletak di Fiery Cross Reef. Laporan lainnya menyebutkan bahwasannya fasilitas saat ini yang sudah beridiri di Subi Reef mampu menampung sampai 200 tentara.32

Seperti yang telah diestimasikan melalui laporan yang dikeluarkan oleh IHS Jane’s diatas, pada bulan September 2015 lalu, melalui foto satelit, tampak di Subi Reef sendiri sedang dibangun sebuah runway dengan panjang mencapai

31 James C. Bussert, Facilities in the South China Sea Reflect Technologies Otherwise Hidden, http://www.warfighter.org/chinatech.html (Online), 8 Januari 2016.

32 Asia Maritime Transparency Initiative, Subi Reef Tracker, http://amti.csis.org/subi-reef-tracker/


(22)

2.200 meter dan lebar 60 meter. Penetapan fasilitas pertahana udara ini dikemudian hari akan meningkatkan kapasitas China untuk menerapkan ADIZ (Air Defense Identification Zone)33 di Laut China Selatan.34 Kondisi Subi Reef setelah reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Kondisi Subi Reef tertanggal 3 September 2015. Tampak kemungkinan China sedang membangun landasan pesawat kedua

selain landasan pesawat yang dibangun di Fiery Cross Reef

Subi Reef saat ini diklaim selain oleh China juga oleh Vietnam dan Filipina.35 China telah membangun sturktur terlebih dahulu sebelum dua negara tersebut yang membuat Subi Reef diokupasi oleh China. Subi Reef juga menjadi bagian dari klaim U-Dash Line China dimana China kemudian menempatkan instalasi dan bangunan militer untuk mempertahankan klaimnya. Padahal dalam hukum internasinal sendiri disebutkan dalam pasal 89 bahwa laut bebas tidak dapat dimiliki negara manapun. Hal ini berarti subi reef (yang berdiri diatas laut

33 ADIZ (Air Defense Identification Zone) secara umum didefinisikan sebagai wilayah udara yang diperluas yang berada diluar wilayah udara teritorial suatu negara. Di wilayah ini pesawat yang tidak dikenal oleh negara pemilik ADIZ dapat di interograsi dan jika perlu bisa dicegat untuk identifikasi sebelum pesawat tak dikenal tersebut melintas ke wilayah udara teritorial negara pemilik ADIZ, dalam foreignaffairs.com .

34 Victor Robert Lee, South China Sea : Satelite Imagery Makes Clear China’s Runway Work at Subi Reef, http://thediplomat.com/2015/09/south-china-sea-satellite-imagery-makes-clear-chinas-runway-work-at-subi-reef/ (Online), 18 Maret 2016.

35

Gabriel Cardinoza, China lighthouse on Subi reef threatens peace, http://globalnation.inquir


(23)

bebas) tidak dapat dimiliki oleh China. Tindakan China ini menimbulkan konflik sehingga merusak perdamaian dan akibatnya China juga melanggar pasal 88.

Selain itu Subi Reef ini juga dijadikan base point oleh China sebagai bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line dimana base point ini akan digunakan untuk penarikan base line.36 Menurut pasal 60 ayat (8) tentu hal ini adalah ilegal dan tidak bisa dilakukan karena pulau buatan yang berdiri diatas Subi Reef tidak memiliki status pulau dan tidak dapat dilakukan penarikan garis pangkal.

4.1.1.3.4 Reklamasi di Gaven Reef

Gaven Reefs berlokasi di ujung barat daripada Tizard Bank37. Gaven Reefs sendiri terdiri atas 2 karang yaitu North Gaven Reef yang sudah diokupasi oleh China yang terletak di Kepulauan Spratly yang berdiri diatas zona laut bebas Laut China Selatan (Berada di luar laut teritorial, landas kontinen maupun ZEE China), pada derajat 10°12’48”N, 114°13’9”E dan South Gaven Reef. Kondisi geografis North Gaven Reef sendiri ialah berbentuk seperti berlian dengan luas area mencapai 86 hektar, memiliki satu batu karang besar yang berdiri 1,9 meter diatas air pasang dimana bagian 1,2 meter keatas dalam keadaan kering. Adapun South Gaven Reef memiliki luas yang lebih kecil yaitu seluas 67 hektar dan pada bagian 1 meter dari titik tertinggi nya dalam keadaan kering.38 Gaven Reef sendiri

36

Ibid.

37 Tizard Bank merupakan adalah sebuah wilayah berkarang yang luas di bagian utara daripada kelompok Kepulauan Spratly. Tizard Bank terbentang antara derajat 10N19 dan 10N25, antara 114E12 dan 114E45, dalam 425dxn.org

38 David Hancox dan Victor Prescott, Clive Schofield (Ed), A Geographical Description of the Spratly Islands and an Account of Hydrographic Surveys Amongst Those Islands, International Boundaries Research Unit, Department of Geography, University of Durham, Durham, 1995, Hlm


(24)

berlokasi pada 205 mil laut sebelah barat laut Pulau Palawan.39 Kondisi Gaven Reef sebelum reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.3 Kondisi Gaven Reef sebelum direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 1 September 2007 melalui pengamatan satelit.

China mulai melakukan tindakan okupasi atas Gaven Reef dengan mendirikan sebuah instalasi semi permanen berbahan bambu dan kayu berbentuk seperti rumah panggung yang sudah berdiri pada tahun 1990. Pembangunan instalasi semi permanen ini diduga dilakukan sebagai fasilitas penangkapan ikan bagi nelayan China. Perkembangan selanjutnya ialah pembangunan struktur berbeton berwarna putih yang dilengkapi senjata diatas atap, satelit parabola dan antena komunikasi.40 Fasilitas ini didirikan sebagai bagian dari rencana penempatan garnisun tentara di Gaven Reef. Hal ini terbukti lantaran China sendiri telah menempatkan garnisun tentara semenjak tahun 2003. Penempatan garnisun ini sudah termasuk keberadaan sebuah dermaga yang memungkinkan kapal-kapal untuk berlabuh, beberapa penempatan senjata, dan satelit parabola,

9.

39 The Department of Foreign Affairs of Republic of the Philippines, Op.Cit,.Hlm 8.

40 Daniel J. Dzurek, Clive Schofield (Ed), The Spratly Islands Dispute : Who’s On First ?, International Boundaries Research Unit, Department of Geography, University of Durham, Durham, 1996, Hlm 23.


(25)

dan antena komunikasi seperti yang disebutkan diatas.41 Adapun bangunan semi permanen dan konstruksi tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.4 Instalasi milik China yang berdiri diatas Gaven Reef pada tahun 1990.

Perkembangan reklamasi pulau buatan di Gaven Reef oleh China dimulai setelah tanggal 30 Maret 2014. Reklamasi tersebut menghasilkan sebuah daratan baru seluas 114.000 m2 dimana daratan utama di tengah terhubung dengan lahan reklamasi lain disebelah utara dan selatan. Adapun konstruksi bangunan yang sudah lebih dahulu berdiri yang berlokasi di sebelah utara terhubung dengan daratan utama di tengah melalui jembatan. Di lahan baru yang terletak di wilayah selatan, terdapat sebuah kawasan pelabuhan seluas 66.402 m2 yang juga terhubung dengan daratan utama melalui jembatan penghubung. Selain fasilitas-fasilitas diatas, adapun fasilitas lainnya yang telah dibangun adalah dua landasan helikopter, pabrik semen, tembok laut yang telah diperkuat, fasilitas militer terbaru, senjata anti pesawat, dan yang sedang dibangun adalah sebuah

41 Asian Maritime Transparency Initiative, Gaven Reef Tracker, http://amti.csis.org/gaven-reef-tracker/ (Online), 22 Januari 2016.


(26)

antena komunikasi radio yang berukuran besar.42 Kondisi Gaven Reef setelah reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.5 Kondisi Gaven Reef setelah direklamasi oleh China. Gambar diambil pada tanggal 20 Februari 2015 melalui pengamatan satelit.

Gaven Reef saat ini diklaim oleh China, Vietnam dan Filipina43, namun berada dalam kontrol China melalui pulau buatan miliknya yang didirikan diatas Gaven Reef. Sebelumnya China telah mendirikan bangunan semi-permanen diduga merupakan fasilitas penangkapan ikan bagi nelayan China pada tahun 1990.44 Untuk hal ini, apabila China membangun pulau buatan sebagai perkembangan pembangunan lanjutan untuk melengkapi bangunan semi-permanen yg merupakan fasilitas penangkapan ikan, maka pulau buatan tersebut adalah legal. Hal ini dikarenakan pasal 87 ayat (1) huruf d juncto Pasal 56 UNCLOS 1982 memberikan kebebasan bagi setiap negara untuk mendirikan

42Ibid.

43 Ben Blanchard, China: U.S. patrol in South China Sea harmed trust, http://cnnphilippines.co

m/world/2015/11/06/china-united-states-patrols-south-china-sea.html (Online), 14 April 2016. 44 Daniel J. Dzurek, Clive Schofield (Ed), Op.Cit,. Hlm 23.


(27)

pulau buatan untuk tujuan penangkapan ikan (eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hayati).

Namun dalam perkembangannya bangunan semi permanen tersebut digunakan oleh China untuk menegakkan kedaulatannya secara diam-diam atas Gaven Reef. Penegakkan kedaulatan ini dilakukan melalui reklamasi atas Gaven Reef untuk mendirikan pulau buatan diatasnya. Tindakan ini tentu ilegal menurut pasal 88 dimana pulau buatan tersebut berdiri diatas laut bebas, seharusnya tidak memiliki kedaulatan sama sekali karena rezim laut bebas melarang penegakkan kedaulatan negara manapun atas laut bebas.

4.1.2 Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina

Sebelum dibahas lebih lanjut terkait apakah pulau buatan hasil reklamasi gugusan pulau milik China yang terletak di Laut China Selatan yang berada di zona ekonomi eksklusif milik Filipina sah atau tidak, akan dibahas terlebih dahulu boleh tidaknya suatu negara membangun pulau buatan hasil reklamasi gugusan pulau di zona ekonomi eksklusif milik negara lain.

4.1.2.1 Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Zona Ekonomi Eksklusif Negara Lain

Zona ekonomi eksklusif (ZEE) merupakan suatu zona dengan lebar tidak lebih dari 200 mil yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan zona-zona laut lainnya. Ciri khas daripada zona-zona ekonomi eksklusif ini juga terdapat di zona laut lepas dan zona laut teritorial. ZEE sendiri dapat dikatakan sebagai perpanjangan dari laut lepas, dan kewenangan negara pantai di ZEE hanya secara


(28)

ekslusif dalam hal eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam namun di ZEE juga terdapat kebebasan-kebebasan lainnya. Kebebasan-kebebasan tersebut ialah kebebasan melakukan kegiatan penerbangan pesawat dan pelayaran kapal serta kebebasan meletakkan kabel dan pipa di bawah laut. Hal ini juga menjadikan ZEE sebagai rezim yang sui generis yang maksudnya adalah ZEE menerapkan aspek-aspek tertentu dari kebebasan di laut lepas, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.45

ZEE memiliki ciri khas berupa hak eksklusif atau berdaulat atas sumber daya alam di permukaan, dasar laut, dan tanah dibawahnya.46 Hak eksklusif ini hanyalah dimiliki oleh negara pantai pemilik ZEE saja dan apabila negara pantai tidak mengklaim suatu ZEE dengan sendirinya hak eksklusif itu hilang dan ZEE tersebut berubah statusnya menjadi laut lepas. Hak lain yang diberikan UNCLOS 1982 kepada negara pantai pemilik ZEE ialah hak perlindungan atas lingkungan laut (permukaan, dasar laut, maupun tanah di dalamnya), dan juga riset ilmiah kelautan dan tentunya hak mendirikan dan pengunaan pulau buatan (artificial island) serta instalasi dan bangunan diatasnya.47

Sebagai bagian dari salah satu hak yang diberikan oleh UNCLOS 1982, hak mendirikan pulau buatan beserta instalasi bangunan diatasnya mengacu pada pasal 60 UNCLOS 1982.

45 Heru Prijanto, Op.Cit,. Hal 17.

46Ibid., Hal 11.


(29)

Pasal 60

Pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan di zona ekonomi eksklusif

(1)Di zona ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan untuk menguasakan dan mengatur pembangunan operasi dan penggunaan :

(a) pulau buatan;

(b) instalasi dan bangunan untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 dan tujuan ekonomi lainnya;

(c) instalasi dan bangunan yang dapat mengganggu pelaksanaan hak-hak Negara pantai dalam zona tersebut.

(2)Negara pantai mempunyai yurisdiksi eksklusif atas pulau buatan, instalasi dan bangunan demikian, termasuk yurisdiksi yang bertalian dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, kesehatan, keselamatan dan imigrasi.

(3)Pemberitahuan sebagaimana mestinya harus diberikan mengenai pembangunan pulau buatan, instalasi atau bangunan demikian dan sarana tetap guna pemberitahuan adanya instalasi atau bangunan demikian harus dipelihara. Setiap instalasi atau bangunan yang ditinggalkan atau tidak terpakai harus dibongkar untuk menjamin keselamatan pelayaran, dengan memperhatikan setiap standar internasional yang diterima secara umum yang ditetapkan dalam hal ini oleh organisasi internasional yang berwenang. Pembongkaran demikian harus memperhatikan dengan semestinya penangkapan ikan, perlindungan lingkungan laut, dan hak-hak serta kewajiban Negara lain. Pengumuman yang tepat harus diberikan mengenai kedalaman, posisi dan dimensi setiap instalasi atau bangunan yang tidak dibongkar secara keseluruhan.

(4)Negara pantai, apabila diperlukan, dapat menetapkan zona keselamatan yang pantas di sekeliling pulau buatan, instalasi dan bangunan demikian dimana Negara pantai dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menjamin baik keselamatan pelayaran maupun keselamatan pulau buatan, instalasi dan bangunan tersebut. (5)Lebar zona keselamatan harus ditentukan oleh Negara pantai dengan memperhatikan standar-standar internasional yang berlaku. Zona keselamatan demikian harus dibangun untuk menjamin bahwa zona keselamatan tersebut sesuai dengan sifat dan fungsi pulau buatan, instalasi dan bangunan tersebut dan tidak boleh melebihi jarak 500 meter sekeliling bangunan tersebut, diukur dari setiap titik terluar, kecuali apabila diijinkan oleh standar internasional yang diterima secara umum atau di rekomendasikan


(30)

oleh organisasi internasional yang berwenang. Pemberitahuan yang semestinya harus diberikan tentang luas zona keselamatan tersebut. (6)Semua kapal harus menghormati zona keselamatan ini dan harus

memenuhi standar internasional yang diterima secara umum yang bertalian dengan pelayaran di sekitar pulau buatan, instalasi, bangunan dan zona keselamatan.

(7)Pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan serta zona keselamatan di sekelilingnya tidak boleh diadakan sehingga dapat mengakibatkan gangguan terhadap penggunaan alur laut yang diakui yang penting bagi pelayaran internasional.

(8)Pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai status pulau. Pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai laut teritorialnya sendiri, dan kehadirannya tidak mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.

Dari pasal 60 tersebut dapat kita lihat pada ayat (1) bahwa negara pantai pemilik ZEE memiliki hak eksklusif membangun pulau buatan dan instalasi bangunan diatasnya. Hak eksklusif ini juga memiliki kesamaan dengan hak eksklusif lainnya yang diberikan oleh UNCLOS 1982 kepada negara pantai pemilik ZEE, seperti misalnya hak eksklusif mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam yang terdapat di ZEE, dasar laut dan tanah dibawahnya. Atas dasar penjelasan tersebut bahwa hak ini hanya diberikan kepada negara pantai pemilik ZEE saja dan negara lainnya tentu tidak berhak menggunakan hak eksklusifnya mendirikan pulau buatan dan instalasi bangunan di wilayah ZEE di negara lain tanpa seizin negara pemilik ZEE tersebut. Hal ini dapat dikecualikan manakala negara pemilik ZEE tersebut mengizinkan negara lain mendirikan pulau buatan diatas wilayah ZEE-nya melalui suatu kerjasama.

Keberadaan pulau buatan suatu negara asing beserta instalasi bangunan diatasnya di wilayah ZEE suatu negara pantai tentu harus mendapat izin dari negara pantai pemilik ZEE tersebut. Izin tersebut dapat berbentuk kerjasama


(31)

bilateral atau trilateral yang dilakukan oleh antar dua atau tiga negara dimana negara pemilik ZEE mengizinkan negara lain melakukan aktifitas reklamasi dan mendirikan pulau buatan disana. Tujuan didirikannya pulau buatan tersebut pun bermacam-macam, seperti misalnya sebagai fasilitas penunjang kegiatan pengeboran minyak offshore, riset ilmiah kelautan, pelestarian ekosistem lingkungan laut, sebagai pelabuhan sementara penangkapan ikan, dan lain sebagainya. Tujuan diatas sesuai dengan maksud daripada pasal 60 ayat (1) huruf b UNCLOS 1982, dimana pendirian pulau buatan beserta instalasi dan bangunan diatasnya haruslah sesuai ketentuan dari pasal 56 UNCLOS 1982 serta tujuan ekonomi lainnya.

Adapun tujuan lain didirikannya pulau buatan negara asing di wilayah ZEE suatu negara adalah sebagai objek kerjasama dalam pemberantasan tindakan kriminal di laut sekitar wilayah ZEE milik negara pantai. Pulau buatan tersebut biasanya dilengkapi dengan instalasi dan bangunan militer serta fasilitas penunjang lainnya dalam melaksanakan operasi keamanan dari tindak kriminal di laut. Tentunya pendirian pulau buatan dengan instalasi bangunan militer diatasnya harus mendapatkan izin dari negara pantai pemilik ZEE tersebut. Kewenangan pemberantasan tindak kriminal di wilayah ZEE milik negara pantai berdasar pada pasal 58 ayat (2) UNCLOS 198248. Hal ini berarti pemberantasan tindak kriminal di laut wilayah ZEE suatu negara pantai sama halnya dengan pemberantasan tindak kriminal di laut lepas. Namun apabila negara lain berkehendak untuk melakukan pemberantasan terhadap tindak kriminal di wilayah ZEE suatu negara pantai dengan mendirikan pulau buatan beserta instalasi bangunan militer

48 Pasal 58 ayat (2) : Pasal 88 sampai 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku diterapkan bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan Bab ini.


(32)

diatasnya, negara lain harus meminta izin pendirian pulau buatan kepada negara pantai pemilik ZEE tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, izin ini dapat berbentuk kerjasama bilateral (antar dua negara), trilateral (antar tiga negara), atau multilateral (antar banyak negara).

4.1.2.2 Tidak Diperbolehkannya Suatu Negara Mereklamasi Gugusan Pulau di Zona Ekonomi Eksklusif Negara Lain

Tidak diperbolehkannya suatu negara asing melakukan reklamasi gugusan pulau untuk mendirikan pulau buatan ialah terkait penegakkan kedaulatan yang dilakukan negara tersebut atas pulau buatan yang didirikannya di zona ekonomi eksklusif milik negara lain. Penegakkan kedaulatan ini biasanya melalui pendirian instalasi bangunan militer diatas pulau buatan hasil reklamasi gugusan pulau. Pulau buatan tersebut tentu memiliki status yang ilegal dikarenakan didirikan tanpa seizin negara pemilik ZEE tersebut.

Pendirian pulau buatan secara ilegal ini tentu melanggar pasal 56 dan 60 ayat (1) UNCLOS 1982. Pelanggaran pasal 56 ialah negara asing tersebut melanggar yurisdiksi negara pantai pemilik ZEE terkait kegiatannya melakukan pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan yang didirikan di wilayah ZEE milik negara pantai. Pelanggaran pasal 60 ialah negara asing tersebut mengabaikan hak eksklusif yang dimiliki negara pemilik ZEE, dimana dalam pasal tersebut hanya negara pemilik ZEE saja yang berhak mendirikan, membangun, mengusahakan, dan mengoperasikan pulau buatan, instalasi, dan bangunan diatasnya. Hal ini berarti negara pantai mempunyai hak eksklusif atas wilayah ZEE dan negara asing lain tentu tidak berhak membangun, mempergunakan, mengusahan pulau buatan tersebut untuk didirikan instalasi dan


(33)

bangunan militer secara sepihak untuk menegakkan kedaulatan negara asing atas pulau buatan tersebut. Pendapat serupa juga sebenarnya sudah dikemukakan oleh negara-negara berkembang melalui draft proposal yang diajukan pada saat berlangsungnya sidang UNCLOS III, dinyatakan bahwa49 :

“Tidak ada satu negarapun yang berhak membangun, mengurus, menyebarkan atau mengoperasikan, di dalam zona ekonomi eksklusif negara lain, setiap instalasi atau perangkat militer, atau instalasai dan perangkat lainnya untuk tujuan apapun tanpa persetujuann negara pantai.”

Dari pendapat negara-negara berkembang tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya apabila negara pemilik ZEE tidak memberikan izin, maka negara asing tidak dapat mendirikan instalasi dan bangunan militer diatas pulau buatan yang berdiri diatas wilayah ZEE milik negara pantai tersebut. Dan apabila negara asing tersebut tetap mendirikan, maka dapat dikatakan pulau buatan beserta instalasi diatasnya memiliki status ilegal dan bertentangan dengan hukum internasional, yaitu bertentangan dengan pasal 56 dan pasal 60 ayat (1) UNCLOS 1982.

Tidak bolehnya suatu negara asing mendirikan pulau buatan di atas ZEE negara pantai adalah karena rezim ZEE tidak mengizinkan negara manapun menegakkan kedaulatannya. Apabila suatu negara asing membangun pulau buatan beserta instalasi dan bangunan diatas wilayah ZEE suatu negara pantai, negara asing tersebut melanggar prinsip free of souvereignty di wilayah ZEE negara pemilik ZEE. Maksud dari free of souverignty ini adalah bahwa wilayah ZEE negara pantai terebut tidak dapat ditundukkan pada kedaulatan negara manapun. Hal ini jelas tercermin dalam pasal 58 ayat (2) yang menyataka bahwa ketentuan

49 Barbara Kwiatkowska, The 200 Mile Exclusive Economic Zone in the New Law of the Sea, Martinus Nijhoff Publisher, Dordrecht, 1989, Hlm 109.


(34)

pasal 88 sampai pasal 115 berlaku bagi ZEE. Dengan demikian pasal 89 juga berlaku terhadap wilayah ZEE negara pantai dimana tidak ada satu negara pun yang dapat menundukkan kedaulatannya atas wilayah ZEE, termasuk negara pantai pemilik ZEE sekalipun.

4.1.2.3 Analisis Hukum Internasional Terkait Reklamasi Gugusan Pulau Oleh China di Laut China Selatan yang Berada di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina

Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa terdapat gugusan pulau di Laut China Selatan yang direklamasi oleh China dimana gugusan pulau tersebut terletak di zona ekonomi eksklusif milik Flipina. Adapun gugusan pulau tersebut ialah : Mischief Reef, Johnson South Reef, dan di Hughes Reef. Untuk pembahasan lebih mendalam, maka akan dibahas terlebih dahulu letak geografis dan perkembangan gugusan-gugusan pulau tersebut untuk kemudian dianalisis satu demi satu sah atau tidaknya tindakan China mereklamasi gugusan pulau yang menghasilkan pulau buatan tersebut.

4.1.2.3.1 Reklamasi di Mischief Reef

Mischief Reef (Meiji Jiao menurut China dan da Vanh Khan menurut Vietnam) merupakan kumpulan karang yang terletak di Kepulauan Spratly. Mischief Reef terbentang 50 nm sebelah timur Union Banks. Mischief Reef sendiri terletak pada derajat 9o55’N, 115o32’E. Kondisi georgrafis Mischief Reef ialah seperti lingkaran namun tidak sempurna dengan panjang 3 nm dari utara ke selatan dan 4,2 nm dari timur ke barat.50 Mischief Reef terletak di dalam ZEE


(35)

Filiphina yang berjarak 129 nm dari Pulau Palawan.51 Adapun kondisi Mischief Reef sebelum reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawa ini :

Gambar 2.6 Kondisi Mischief Reef sebelum reklamasi dilakukan oleh China. Gambar diambil pada tanggal 24 Januari 2012.

China mengambilalih kontrol daripada Mischief Reef pada tahun 1995 dimana China kemudian membangun beberapa struktur berbentuk oktagonal. China menganggap bahwasannya struktur tersebut dibangun sebagai fasilitas penangkapan ikan bagi nelayan asal China. Perkembangan di Mischief Reef terus berlanjut dari tahun ke tahun. Dari empat shelter sementara yang berdiri diatas platform besi dan baja, China kemudian menambah fasilitas lagi berupa dua bangunan berbeton yang berdiri diatas platform berbeton dimana fasilitas terbaru ini dapat berfungsi sebagai dermaga untuk kapal-kapal China yang datang. Struktur ini oleh China kemudian diperluas lagi dengan tujuan agar kapal perang dapat masuk dan bersandar. 52

51 Asia Maritime Transparency Initiative, Mischief Reef Tracker, http://amti.csis.org/mischief-reef-tracker/ (Online), 18 Maret 2016.

52 Rommel C. Banloi, Security Aspects of Philippines-China Relations : Bilateral Issues and Concern in the Age of Global Terrorism, Manila, Rex Book Store, 2007, Hlm 96.


(36)

Perkembangan reklamasi daratan di Mischief Reef dimulai pada awal tahun 2015. Reklamasi lahan baru ini kemudian menghasilkan lahan reklamasi seluas 5,580,000 m2 . Adapun selain lahan reklamasi, fasilitas yang dibangun China di Mischief Reef adalah 9 pabrik semen, 9 dermaga sementara untuk keperluan muatan barang, dinding laut penahan ombak, 3 antena satelit komunikasi, akses kanal, fasilitas militer yang sudah ada sebelumnya, dan juga shelter untuk nelayan yang sudah ada sejak tahun 1995.53

Gambar 2.7 Kondisi Mischief Reef pada tanggal 8 September 2015. Tampak kemungkinan China sedang membangun landasan pesawat ketiga selain landasan pesawat yang dibangun di Fiery Cross Reef dan Subi Reef

Mischief Reef berada di zona ekonomi eksklusif Filipina, saat ini diklaim oleh Taiwan, Filipina dan Vietnam namun telah diokupasi dan berada dalam kontrol penuh China.54 Sebelumnya China telah mendirikan bangunan berbentuk otagonal (segi delapan) yang diduga merupakan fasilitas penangkapan

53 Asia Maritime Transparency Initiative, Mischief Reef Trackers, http://amti.csis.org/mischief-reef-tracker/ (Online), 18 Maret 2016.

54

Ed Umbao, China Building Submarine Harbor at Panganiban (Mischief) Reef, http://philn

ews.ph/2016/01/07/china-building-submarine-harbor-at-panganiban-mischief-reef/ (Online), 14 April 2016.


(37)

ikan pada tahun 1995. Apabila bangunan tersebut memang fasilitas penangkapan ikan dan China kemudian merekalamsi Mischief Reef untuk dijadikan pulau buatan guna menunjang fasilitas penangkapan ikan tersebut, hal ini dipermasalahkan menurut UNCLOS 1982 pasal 56 dan pasal 60. Hal ini dikarenakan hanya Filipina saja yang berhak mendirikan pulau buatan dan menangkap ikan diwilayah ZEE-nya sendiri (sebagai hak eksklusif Filipina). China tentu tidak diperbolehkan menangkan ikan ataupun mendirikan pulau buatan diatas Mischief Reef tanpa izin Filipina.

Dalam perkembangannya bangunan oktagonal milik China tersebut malah dijadikan landasan bagi China untuk menegakkan klaim secara diam-diam pada Mischief Reef. Penegakkan klaim tersebut dilakukan kemudian dengan mereklamasi Mischief Reef untuk dijadikan pulau buatan. Tindakan China ini tentu melanggar pasal 56 dan pasal 60 serta pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982. China tidak berhak mendirikan pulau buatan diatas Mischief Reef karena Michief Reef berada dalam wilayah ZEE Filipina. Hal ini beararti hanya Filipina saja yang berhak mendirikan dan mengoperasikan pulau buatan di Mischief Reef dan negara lain tentu tidak berhak tanpa izin dari Filipina. China (dan juga sebenarnya Filipina) juga tidak berhak menegakkan kedaulatannya atas Mischief Reef yang berada di wilayah ZEE Filipina karena wilayah ZEE merupakan wilayah dengan prinsip Free of Sovereignty. Penegakkan kedaulatan akan bertentangan dengan pasal 58 (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982 dan melanggar prinsip Free of Sovereignty tersebut.


(38)

4.1.2.3.2 Reklamasi di Johnson South Reef

Johnson South Reef (Chigua Jiao menurut China dan Mabini Reef menurut Filiphina) merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan Spratly. Johnson South Reef terletak di derajat 9° 42' N-114°22' E dan diperkerikan berjarak sekitar 108 nm sebelah barat laut daripada Pulau Palawan55, yang menjadikannya berada di dala zona ekonomi eksklusif milik Filiphina. Secara keseluruhan luas Johnson South Reef ialah 7,2 km2 dan berbentuk seperti huruf U, Johnson South Reef sendiri merupakan jenis karang yang selalu terendam air yang menjadi bagian daripada Union Banks. Adapun kondisi Johnson South Reef sebelum reklamasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.8 Kondisi Johnson South Reef tertanggal 9 November 2004. Tampak China belum melakukan reklamasi untuk mendirikan

pulau buatan di Johnson South Reef

Tidak banyak diketahui perkembangan Johnson South Reef pada saat China mengokupasi karang ini. Sampai pada awal tahun 2014, satu-satunya struktur yang berdiri diatas Johnson South Reef adalah bangunan berbeton


(39)

berukuran kecil dimana dilengkapi dengan fasilitas komunikasi, sebuah bangunan garnisun militer, dan dermaga untuk keperluan muatan barang.56

Struktur ini sekarang dikelilingi oleh sebuah pulau (lahan reklamasi) dimana jarak antara struktur berbeton tersebut dengan titik terlebar daripada pulau ialah 400 meter. Pulau buatan sebagai hasil daripada reklamasi lahan yang dilakukan China atas Johnson South Reef saat ini mempunyai luas 109.000 m2 . Adapun fasilitas – fasilitas yang didirikan oleh China di atas pulau buatan ini ialah pabrik beton, menara pertahanan, pompa desalinasi air, tempat pembuangan sisa bahan bakar, pelabuhan kecil dengan ruang tempat berlabuh kapal yang terbatas, dan dua stasiun muatan barang, area pelabuhan seluas 3.000 m2 , kemungkinan ladang panel surya sebanyak 44 panel, mercusuar, 2 landasan helikopter, dermaga roll on dan roll off, dinding laut, 2 turbin udara, fasilitas komunikasi dan bangunan garnisun militer yang sudah ada, dermaga kecil, akses kanal selebar 125 meter dan fasilitas militer multi level berukuran besar.57 Adapun kondisi Johnson South Reef setelah reklamasi yang dilakukan oleh China dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

56 Asia Maritime Transparency Initiative, Johnson Reef Tracker, http://amti.csis.org/johnson-reef-tracker/ (Online), 18 Maret 2016.


(40)

Gambar 2.9 Kondisi Johnson South Reef tertanggal 4 Maret 2015 setelah reklamasi yang dilakukan oleh China. Tampak hanya sebagian kecil dari Johnson South Reef yang direklamasi dan dijadikan pulau buatan.

Johnson South Reef saat ini diklaim oleh China, Filipina, Taiwan, dan Vietnam namun saat ini telah diokupasi dan dalam kontrol penuh China.58 Upaya okupasi dan kontrol penuh China tersebut dilakukan untuk menegakkan klaim dan kedaulatannya atas Johnson South Reef melalui pendirian pulau buatan dan instalasi serta bangunan militer. Selain itu juga pulau buatan tersebut digunakan China untuk menegakkan base point guna mengukur garis pangkal.59 Penegakkan kedaulatan dan base point atas Johnson South Reef ini sebagai bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line oleh China. Pendirian pulau buatan beserta instalasi dan bangunan militer diatas Johnson South Reef oleh China ini dilakukan tanpa seizin Filipina.

58

Zachary Keck, Philippines Releases Photos of China’s Construction in Disputed South China Sea,http ://thediplomat.com/2014/05/philippines-releases-photos-of-chinas-construction-in-disput

ed-south-china-sea/ (Online), 14 April 2016.

59

Jesse Johnson, Beijing opens new lighthouse on man-made island in South China Sea

http://www.japantimes.co.jp/news/2016/04/06/asia-pacific/beijing-opens-new-lighthouse-man-made-island-south-china-sea/#.VyG_VvmLTIU (Online), 28 April 2016.


(41)

Tindakan China ini bertentangan dengan pasal 56 dan pasal 60 serta pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982. Menurut pasal 56 dan 60, hanya Filipina saja yang berhak mendirikan, mengoperasikan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan diatasnya karena Johnson South Reef berada di dalam ZEE Filipina dan karena itu merupakan hak eksklusif Filipina. Menurut pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89, China (dan sebenarnya juga Filipina) tidak dapat mendirikan pulau buatan untuk tujuan menegakkan kedaulatan di atas wilayah ZEE Filipina karena rezim ZEE tidak memperbolehkan penegakkan kedaulatan atas wilayah ZEE dan akan bertentangan dengan prinsip Free of Sovereignty di wilayah ZEE.

4.1.2.3.3 Reklamasi di Hughes Reef

Hughes Reef merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan Spratly, tepatnya berada di Union Banks sebelah utara. Hughes Reef tepat berada pada derajat 9°55’N, 114°30’E yang oleh China, Hughes Reef ini dinamakan Dongmen Jiao.60 Hughes Reef terbentang 14 km sebelah timur dari Sin Cowe Island dan secara alamiah merupakan karang jenis elevasi surut yang berada diatas permukaan air laut pada saat pasang surut namun berada di bawah permukaan air laut pada saat air pasang. Hughes Reef diketahui diokupasi oleh China pada tahun 1988.61 Kondisi Hughes Reef sebelum reklamasi dapat diliha pada gambar dibawah ini :

60 David Hancox dan Victor Prescott, Clive Schofield (Ed), Op.Cit,. Hlm 11.

61Tabular Listing of Features Showing Country Possesions, http://www.dokufunk.org/upload /spratlypossessions.pdf?PHPSESSID=3697ec7175f5295eff2a578ce3c25e79, 18 Maret 2016.


(42)

Gambar 3.0 Kondisi Hughes Reef tertanggal 12 Maret 2008 sebelum direklamasi oleh China.

Perkembangan reklamasi yang menghasilkan pulau buatan di Hughes Reef diketahui telah dimulai pada musim panas tahun 2014. Pada tahun 2004, sebuah perbandingan yang dikeluarkan Digital Globe menunjukkan bahwa di Hughes Reef sendiri hanya terdapat sebuah konstruksi berbeton seluas 380 m2 . Berdasarkan laporan dari IHS Jane’s, konstruksi berbeton tersebut saat ini tergabung dalam lahan reklamasi seluas 75.000 m2 berikut dengan telah dibangunnya fasilitas besar disekitar sruktur awal. Adapun fasilitas-fasilitas yang terdapat di Hughes Reef sendiri terdiri atas akses kanal selebar 118 meter, benteng pesisir, empat menara pertahanan, pelabuhan besar seluas 292.000 m2 , dermaga seluas 35.350 m2 , fasilitas militer, landasan helikopter dan mercusuar, dinding-dinding laut, dan pabrik semen.62 Adapun kondisi Hughes Reef setelah reklamasi yang dilakukan oleh China dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

62 Asia Maritime Transparency Initiative, Hughes Reef Tracker, http://amti.csis.org/hughes-reef-tracker/ (Online), 19 Maret 2016.


(43)

Gambar 3.1 Kondisi Hughes Reef setelah reklamasi tertanggal 14 Februari 2015

Hughes Reef saat ini telah diokupasi dan berada dalam kontrol penuh China. China telah melakukan reklamasi atas Hughes Reef dengan mendirikan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan militer diatasnya dengan tujuan untuk menegakkan klaim kedaulatan atas Hughes Reef. China juga menjadikan Hughes Reef sebagai base point63 untuk menarik garis pangkal sebagai bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line oleh China. Pendirian pulau buatan beserta instalasi dan bangunan militer diatas Hughes Reef oleh China ini dilakukan tanpa seizin Filipina, dan pulau buatan China tersebut adalah ilegal.

Tindakan China mendirikan pulau buatan, instalasi dan bangunan militer diatas Hughes Reef yang terletak di ZEE Filipina bertentangan dengan pasal 56 dan pasal 60 serta pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982. Menurut pasal 56 dan pasal 60, China tidak berhak mendirikan pulau buatan, instalasi dan bangunan di Hughes Reef dikarenakan China tidak memiliki izin dari Filipina dan Hughes Reef berada di ZEE Filipina. Hanya Filipina saja yang berhak mendirikan


(44)

pulau buatan, instalasi dan bangunan diatas Hughes Reef karena itu merupakan hak eksklusif Filipina. China juga melanggar pasal pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 dimana pulau buatan tersebut didirikan untuk menegakkan klaim kedaulatan atas Hughes Reef. Padahal rezim ZEE melarang negara manapun, termasuk China, menegakkan kedaulatannya atas wilayah ZEE karena wilayah ZEE terkandung prinsip Free of Soverignty. Prinsip ini harus dihormati oleh China, juga negara-negara lain (termasuk Filipina juga tidak boleh menegakkan kedaulatannya atas Hughes Reef).


(1)

berukuran kecil dimana dilengkapi dengan fasilitas komunikasi, sebuah bangunan garnisun militer, dan dermaga untuk keperluan muatan barang.56

Struktur ini sekarang dikelilingi oleh sebuah pulau (lahan reklamasi) dimana jarak antara struktur berbeton tersebut dengan titik terlebar daripada pulau ialah 400 meter. Pulau buatan sebagai hasil daripada reklamasi lahan yang dilakukan China atas Johnson South Reef saat ini mempunyai luas 109.000 m2 .

Adapun fasilitas – fasilitas yang didirikan oleh China di atas pulau buatan ini ialah pabrik beton, menara pertahanan, pompa desalinasi air, tempat pembuangan sisa bahan bakar, pelabuhan kecil dengan ruang tempat berlabuh kapal yang terbatas, dan dua stasiun muatan barang, area pelabuhan seluas 3.000 m2 , kemungkinan ladang panel surya sebanyak 44 panel, mercusuar, 2 landasan helikopter, dermaga roll on dan roll off, dinding laut, 2 turbin udara, fasilitas komunikasi dan bangunan garnisun militer yang sudah ada, dermaga kecil, akses kanal selebar 125 meter dan fasilitas militer multi level berukuran besar.57 Adapun kondisi Johnson

South Reef setelah reklamasi yang dilakukan oleh China dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

56 Asia Maritime Transparency Initiative, Johnson Reef Tracker, http://amti.csis.org/johnson-reef-tracker/ (Online), 18 Maret 2016.


(2)

Gambar 2.9 Kondisi Johnson South Reef tertanggal 4 Maret 2015 setelah reklamasi yang dilakukan oleh China. Tampak hanya sebagian kecil dari Johnson South Reef yang direklamasi dan dijadikan pulau buatan.

Johnson South Reef saat ini diklaim oleh China, Filipina, Taiwan, dan Vietnam namun saat ini telah diokupasi dan dalam kontrol penuh China.58

Upaya okupasi dan kontrol penuh China tersebut dilakukan untuk menegakkan klaim dan kedaulatannya atas Johnson South Reef melalui pendirian pulau buatan dan instalasi serta bangunan militer. Selain itu juga pulau buatan tersebut digunakan China untuk menegakkan base point guna mengukur garis pangkal.59

Penegakkan kedaulatan dan base point atas Johnson South Reef ini sebagai bagian upaya menegakkan klaim U-Dash Line oleh China. Pendirian pulau buatan beserta instalasi dan bangunan militer diatas Johnson South Reef oleh China ini dilakukan tanpa seizin Filipina.

58

Zachary Keck, Philippines Releases Photos of China’s Construction in Disputed South China Sea,http ://thediplomat.com/2014/05/philippines-releases-photos-of-chinas-construction-in-disput

ed-south-china-sea/ (Online), 14 April 2016.

59

Jesse Johnson, Beijing opens new lighthouse on man-made island in South China Sea

http://www.japantimes.co.jp/news/2016/04/06/asia-pacific/beijing-opens-new-lighthouse-man-made-island-south-china-sea/#.VyG_VvmLTIU (Online), 28 April 2016.


(3)

Tindakan China ini bertentangan dengan pasal 56 dan pasal 60 serta pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982. Menurut pasal 56 dan 60, hanya Filipina saja yang berhak mendirikan, mengoperasikan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan diatasnya karena Johnson South Reef berada di dalam ZEE Filipina dan karena itu merupakan hak eksklusif Filipina. Menurut pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89, China (dan sebenarnya juga Filipina) tidak dapat mendirikan pulau buatan untuk tujuan menegakkan kedaulatan di atas wilayah ZEE Filipina karena rezim ZEE tidak memperbolehkan penegakkan kedaulatan atas wilayah ZEE dan akan bertentangan dengan prinsip Free of Sovereignty di wilayah ZEE.

4.1.2.3.3 Reklamasi di Hughes Reef

Hughes Reef merupakan salah satu karang yang terletak di Kepulauan Spratly, tepatnya berada di Union Banks sebelah utara. Hughes Reef tepat berada pada derajat 9°55’N, 114°30’E yang oleh China, Hughes Reef ini dinamakan Dongmen Jiao.60 Hughes Reef terbentang 14 km sebelah timur dari Sin Cowe

Island dan secara alamiah merupakan karang jenis elevasi surut yang berada diatas permukaan air laut pada saat pasang surut namun berada di bawah permukaan air laut pada saat air pasang. Hughes Reef diketahui diokupasi oleh China pada tahun 1988.61 Kondisi Hughes Reef sebelum reklamasi dapat diliha

pada gambar dibawah ini :

60 David Hancox dan Victor Prescott, Clive Schofield (Ed), Op.Cit,. Hlm 11.

61Tabular Listing of Features Showing Country Possesions, http://www.dokufunk.org/upload /spratlypossessions.pdf?PHPSESSID=3697ec7175f5295eff2a578ce3c25e79, 18 Maret 2016.


(4)

Gambar 3.0 Kondisi Hughes Reef tertanggal 12 Maret 2008 sebelum direklamasi oleh China.

Perkembangan reklamasi yang menghasilkan pulau buatan di Hughes Reef diketahui telah dimulai pada musim panas tahun 2014. Pada tahun 2004, sebuah perbandingan yang dikeluarkan Digital Globe menunjukkan bahwa di Hughes Reef sendiri hanya terdapat sebuah konstruksi berbeton seluas 380 m2 .

Berdasarkan laporan dari IHS Jane’s, konstruksi berbeton tersebut saat ini tergabung dalam lahan reklamasi seluas 75.000 m2 berikut dengan telah

dibangunnya fasilitas besar disekitar sruktur awal. Adapun fasilitas-fasilitas yang terdapat di Hughes Reef sendiri terdiri atas akses kanal selebar 118 meter, benteng pesisir, empat menara pertahanan, pelabuhan besar seluas 292.000 m2 ,

dermaga seluas 35.350 m2 , fasilitas militer, landasan helikopter dan mercusuar, dinding-dinding laut, dan pabrik semen.62 Adapun kondisi Hughes Reef setelah

reklamasi yang dilakukan oleh China dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

62 Asia Maritime Transparency Initiative, Hughes Reef Tracker, http://amti.csis.org/hughes-reef-tracker/ (Online), 19 Maret 2016.


(5)

Gambar 3.1 Kondisi Hughes Reef setelah reklamasi tertanggal 14 Februari 2015

Hughes Reef saat ini telah diokupasi dan berada dalam kontrol penuh China. China telah melakukan reklamasi atas Hughes Reef dengan mendirikan pulau buatan beserta instalasi dan bangunan militer diatasnya dengan tujuan untuk menegakkan klaim kedaulatan atas Hughes Reef. China juga menjadikan Hughes Reef sebagai base point63 untuk menarik garis pangkal sebagai bagian upaya

menegakkan klaim U-Dash Line oleh China. Pendirian pulau buatan beserta instalasi dan bangunan militer diatas Hughes Reef oleh China ini dilakukan tanpa seizin Filipina, dan pulau buatan China tersebut adalah ilegal.

Tindakan China mendirikan pulau buatan, instalasi dan bangunan militer diatas Hughes Reef yang terletak di ZEE Filipina bertentangan dengan pasal 56 dan pasal 60 serta pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 UNCLOS 1982. Menurut pasal 56 dan pasal 60, China tidak berhak mendirikan pulau buatan, instalasi dan bangunan di Hughes Reef dikarenakan China tidak memiliki izin dari Filipina dan Hughes Reef berada di ZEE Filipina. Hanya Filipina saja yang berhak mendirikan


(6)

pulau buatan, instalasi dan bangunan diatas Hughes Reef karena itu merupakan hak eksklusif Filipina. China juga melanggar pasal pasal 58 ayat (2) juncto pasal 89 dimana pulau buatan tersebut didirikan untuk menegakkan klaim kedaulatan atas Hughes Reef. Padahal rezim ZEE melarang negara manapun, termasuk China, menegakkan kedaulatannya atas wilayah ZEE karena wilayah ZEE terkandung prinsip Free of Soverignty. Prinsip ini harus dihormati oleh China, juga negara-negara lain (termasuk Filipina juga tidak boleh menegakkan kedaulatannya atas Hughes Reef).