Klasifikasi Tuberkulosis TINJAUAN PUSTAKA

meriang lebih dari satu bulan. Mengingat prevalensi tuberkulosis di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka suspek pasien tuberkulosis dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2.2.2 Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagi- sewaktu SPS. 1. S sewaktu: dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua. 2. P pagi: dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. 3. S sewaktu: dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

2.3 Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1. Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim paru, tidak termasuk pleura selaput paru dan kelenjar pada hilus. 2. Tuberkulosis ekstra paru Universitas Sumatera Utara Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung pericardium, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik: 1. Tuberkulosis paru BTA positif. 1 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 2 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman tuberkulosis positif. 4 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: 1 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. 2 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 4 Ditentukan dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit: 1. Tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif Universitas Sumatera Utara Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas. 2. Tuberkulosis ekstraparu dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: 1 Tuberkulosis ekstra paru ringan, misalnya: tuberkulosis kelenjar limfe, tulang kecuali tulang belakang, sendi dan kelenjar adrenal. 2 Tuberkulosis ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, tuberkulosis tulang belakang, tuberkulosis usus, tuberkulosis saluran kemih dan alat kelamin. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu: 1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan 4 minggu. 2. Kasus kambuh relaps Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi. 3. Kasus setelah putus berobat default Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4. Kasus setelah gagal failure Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Universitas Sumatera Utara 5. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan Depkes RI, 2006.

2.4 Pengobatan Tuberkulosis