NPM Luas Lahan NPM Tenaga Kerja

4.3.2.1 NPM Luas Lahan

Hasil perhitungan efisiensi harga untuk NPM faktor produksi luas lahan adalah sebesar -42.18. Angka ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi luas lahan pada usahatani kopi tidak efisien secara harga sehingga perlu dilakukan pengurangan input. Sama halnya dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan nilai negatif, maka besar kecilnya luas lahan yang diusahakan akan menentukan skala usaha yang pada akhirnya mempengaruhi efisien atau tidaknya usaha pertanian tersebut dilihat dari perbandingan luas lahan yang diusahakan dengan penggunaan tenaga kerja, bibit dan pupuk sehingga besarnya luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi yang diperoleh. Jadi, langkah yang harus dilakukan adalah memanfaatkan luas lahan semaksimal mungkin disesuaikan dengan tenaga kerja, bibit dan pupuk. Dalam menjalankan usahatani kopi ditinjau dari efisiensi harga, maka untuk luas lahan dihitung berdasarkan nilai pajak tanah dan sewa tanah oleh para petani kopi di Kecamatan Sumowono. Umumnya lahan yang dimiliki petani responden adalah lahan milik pribadi yang luasnya sekitar 1000 – 3000 m 2 . Sedangkan pajak tanah untuk setiap petani berbeda-beda tergantung lokasi lahan, semakin lokasi lahan pertanian dekat dengan jalan pajak tanah yang dikenakan akan lebih mahal.

4.3.2.2 NPM Tenaga Kerja

Hasil penghitungan efisiensi harga untuk NPM penggunaan faktor produksi tenaga kerja adalah sebesar 19.56. Angka ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja pada usahatani kopi belum efisien secara harga. Maka diperlukan penambahan input agar tercapai efisiensi harga. Penambahan input tenaga kerja tidak hanya dilakukan dengan cara menambah tenaga kerja sebanyak-banyaknya, akan tetapi penambahan input tenaga kerja dapat dilakukan melalui penggunaan tenaga kerja yang sesuai dengan kemampuan atau skillnya. Hal ini terjadi karena berdasarkan hasil temuan di lapangan tenaga kerja yang digunakan petani tidak spesifik sesuai dengan kemampuannya, sehingga penggarapan lahan kopi tidak maksimal. Sama halnya dengan penelitian terdahulu yang menghasilkan output positif yang sama dengan penelitian usahatani kopi ini berpengaruhnya tenaga kerja terhadap produksi dikarenakan dalam mengusahakan usahatani kopi responden tidak memperhitungkan potensi kerja yang ada dengan luas lahan yang diusahakan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kopi dibatasi dengan keadaan luas lahan yang letaknya terpisah-pisah tidak dalam satu area. Selain itu, pengetahuan responden tentang usahatani kopi dirasa masih kurang yaitu hanya dengan mengandalkan ilmu turun temurun saja. Kurangnya pengetahuan dan ilmu responden dilihat dari sebagian besar responden yang hanya lulusan Sekolah Dasar SD, padahal semakin tinggi tingkat pendidikan petani semakin luas wawasan usahatani yang mereka kuasai. Ditambah semakin tinggi tingkat pendidikan maka kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi akan lebih cepat dibandingkan dengan petani yang pendidikannya rendah. Dalam menjalankan usahatani kopi ditinjau dari efisiensi harga, maka untuk tenaga kerja dihitung berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses usahatani. Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh sebagian besar petani responden adalah orang lain bukan keluarga sendiri, karena dari hasil penelitian di lapangan rata-rata anak petani responden sebanyak 2 orang sehingga anak-anak mereka tersebut cenderung didorong untuk melanjutkan pendidikan. Tenaga kerja rata-rata digunakan ketika pengolahan tanah, pemupukan, dan masa panen. Dari hasil lapangan rata-rata tenaga kerja yang digunakan oleh petani responden ketika perawatan adalah sebanyak 2 orang, pemupukan 2 orang dan panen dilakukan oleh 7 orang. Tenaga kerja yang digunakan tidak dispesifikasikan menurut kemampuannya skill melainkan menggunakan tenaga kerja yang sama, tetapi adapula yang dibantu oleh anggota keluarga dalam proses usahatani kopinya. Untuk tenaga kerja diluar keluarga diberi upah berkisar Rp 17.500 - Rp 30.000hari.

4.3.2.3 NPM Bibit