Pemetaan Rawan Kekeringan TINJAUAN PUSTAKA

2.3 SIG

SIG adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu tools yang sangat essensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial. Secara umum, terdapat dua jenis data yang dapat digunakan untuk merepresentasikan atau memodelkan fenomena-fenomena yang terdapat di dunia nyata. Data pertama adalah jenis data yang merepresentasikan aspek-aspek keruangan dari fenomena yang bersangkutan. Jenis data ini sering disebut sebagai data posisi, koordinat, ruang atau spasial, sedangkan yang kedua adalah jenis data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang memodelkannya. Aspek deskriptif ini mencakup items atau properties dari fenomena yang bersangkutan hingga dimensi waktunya. Jenis data ini sering disebut sebagai data atribut atau data non-spasial Prahasta, 2002. Menurut Star dan Estes 1990 dalam Barus dan Wiradisastra 2000, SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bakerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem database dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial. SIG berdasarkan operasinya, dapat dibagi dalam 1 cara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak kertastransparan, bersifat data analog, 2 cara terkomputer atau lebih sering disebut cara otomatis, yang prinsip kerjanya menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital. SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta lembar material transparasi untuk tumpang-tindih. Foto udara dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survei lapangan Barus dan Wiradisastra, 2000.

2.4 Pemetaan Rawan Kekeringan

Contoh aplikasi SIG untuk pemetaan kekeringan adalah pemodelan spasial dari data Penginderaan Jauh dan peta-peta digital dari kondisi biofisik dalam suatu sistem SIG untuk mengidentifikasi potensi daerah rawan kekeringan. Transformasi citra satelit Landsat untuk mendapatkan indeks kecerahan, indeks kebasahan, dan indeks vegetasi digunakan untuk mengetahui kondisi permukaan dalam hubungannya dengan kekeringan. Indeks kecerahan dan indeks kebasahan diperoleh dari modifikasi tasseled cap, sedangkan indeks vegetasi diperoleh dari nilai normalized difference vegetation index NDVI. Parameter lain seperti kondisi akuifer, curah hujan serta jenis penggunaan lahan pertanian kering merupakan faktor dalam mengidentifikasi kekeringan. Data-data tersebut dilakukan sesuai dengan deskripsi zona wilayahnya guna mendapatkan kajian wilayah dalam hubungannya dengan kekeringan Raharjo, 2010. Contoh selanjutnya adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Atri Wiujianna pada tahun 2005, yaitu penentuan daerah rawan kekeringan di Indramayu dengan penerapan teknik SIG, dalam penentuannya peneliti menggunakan beberapa parameter penentu yaitu, deret hari kering, sumber air, area irigasi, dan drainase tanah. Metode yang dilakukan adalah perharkatan dan pembobotan. Parameter serta skor yang digunakan dalam penelitian tersebut disajikan dalam Lampiran 1, sedangkan Tabel pembobotan ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Pembobotan Parameter Kekeringan Parameter Bobot Deret Hari Kering 70 Area irigasi 10 Sumber air 10 Drainase tanah 10 Nilai penentuan kerentanan suatu daerah terhadap kekeringan ditentukan oleh total penjumlahan skor masing-masing parameter kekeringan. Nilai kerentanan maksimum yang didapat setelah melakukan analisis adalah 4 dan nilai kerentanan minimum 1. Tingkat kerentanan kekeringan berdasarkan nilai kerentanan penjumlahan skor masing-masing parameter kekeringan ditunjukkan pada Tabel 2. Penelitian lainnya yaitu tentang pemetaan bencana di DIY, salah satunya adalah pemetaan bencana kekeringan. Parameter penyusun kekeringan terdiri dari bentuk lahan, data curah hujan, kedalaman air tanah dan tekstur tanah. Tabel 2. Kisaran nilai dan Tingkat Kerentanan Kekeringan Nilai Kerentanan Tingkat Kerentanan 0 TK ≤ 1 Tidak rentan 1 TK ≤ 2 Cukup Rentan 2 TK ≤ 3 Rentan 3 TK ≤ 4 Sangat Rentan Kedalaman air tanah merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kekeringan karena kedalaman air tanah mencerminkan kapasitas akuifer untuk menyimpan air tanah. Jika air tanah cukup dalam, maka kapasitas akuifernya relatif kecil, sehingga daerah tersebut akan mudah mengalami kekeringan, demikian pula sebaliknya. Sistematika pemetaan dapat diperhatikan pada Lampiran 2. Sistem penilaian untuk bencana kekeringan adalah skor setiap entitas pada setiap parameter dikalikan dengan bobot kemudian semua parameter ditumpangtindihkan dan dijumlah total skornya, kemudian diklasifikasi secara aritmatik menjadi tiga kelas potensi, yaitu, rendah, sedang, dan tinggi BAPEDA, 2008. Beberapa penelitian, menggambarkan bahwa parameter yang digunakan untuk menentukan kekeringan dapat berbeda-beda. Perbedaan ini juga terjadi pada pengharkatan dan pembobotan dapat berbeda.

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

a. Bahan: Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain citra Landsat 7 ETM + daerah Indramayu akuisi tahun 2003 dan 2009, Peta RBI 1:250.000, data DEM SRTM daerah Jawa Barat, Peta Administrasi Jawa Barat, Peta Satuan Lahan tahun 1990 skala 1:250.000, data curah hujan bulanan tahun 1979 hingga 1989 dan tahun 1993 hingga 2001 dari 19 stasiun yang ada di Indramayu, dan Peta Landsystem. b. Alat : Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan meliputi seperangkat komputer, scanner,dan printer, sementara perangkat lunak yang digunakan meliputi program SIG ArcView 3.3, program pengolahan Gambar Erdas Imagine

Dokumen yang terkait

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

0 5 20

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 7 16

PENDAHULUAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 9 27

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 3 14

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 1 18

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 5

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 31

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

1 0 15

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 2 33