Data Penginderaan Jauh Digital Citra Landsat

kekeringan berdasarkan ketersediaan air merupakan pendekatan strategis dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan kebijaksanaan

2.2 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa adanya suatu kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Pada berbagai hal, penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, atau agihan energi elektromagnetik Lillesand and Kiefer, 1997.

2.2.1 Data Penginderaan Jauh Digital

Data Penginderaan Jauh Digital citra digital direkam dengan menggunakan sensor non-kamera, antara lain scanner, radiometer, spectrometer. Detektor yang digunakan dalam sensor penginderaan jauh adalah detektor elektronik dengan menggunakan tenaga elektromagnetik yang luas, yaitu spektrum tampak, ultraviolet, inframerah dekat, inframerah termal, dan gelombang mikro. Citra digital dibentuk dari elemen-elemen Gambar atau pixel picture element yang menyatakan tingkat keabuan pada gambar. Informasi yang terkandung dalam pixel tersebut bersifat diskrit yaitu mempunyai ukuran presisi tertentu Purwadhi, 2001. Setiap citra digital penginderaan jauh satelit yang dihasilkan oleh setiap sensor mempunyai sifat khas datanya. Sifat khas data tersebut dipengaruhi oleh sifat orbit satelit, sifat dan kepekaan sensor penginderaan jauh terhadap panjang gelombang elektromagnetik, jalur transmisi yang digunakan, sifat sasaran objek, dan sifat sumber tenaga radiasinya. Sifat orbit satelit dan cara operasi sistem sensornya dapat mempengaruhi resolusi dan ukuran pixel datanya. Sistem perekaman data penginderaan jauh dengan menggunakan sensor satelit dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu sistem pasif dan sistem aktif. Kedua sistem tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem, prosedur, dan metode pengolaan datanya. Komponen dasar pengambilan data penginderaan jauh sistem pasif meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek si permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai penggunaan data. Sumber tenaga diambil dari matahari atau sumber lain. Salah satu data penginderaan jauh sistem pasif adalah data satelit Landsat Purwadhi, 2001.

2.2.2 Citra Landsat

Landsat merupakan Satelit Sumberdaya Bumi yang pada awalnya bernama ERTS-1 Earth Resources Technology Satellite yang diluncurkan pertama kali tanggal 23 Juli 1972 yang mengorbit hingga 6 januari 1978. Satelit ini mengorbit mengelilingi bumi selaras matahari sunsynchronous. Tepat sebelum peluncuran ERTS B tanggal 22 Juli 1975, NASA National Aeronautic and Space Administration secara resmi mengganti program ERTS menjadi program Landsat untuk membedakan dengan program satelit oseanografi “Seasat” yang telah direncanakan sehingga ERTS-1 dan ERTS-b menjadi Landsat-1 dan Landsat-2. Peluncuran Landsat-3 pada tanggal 5 Maret 1978. Landsat 1 dan 2 membawa dua sensor, yaitu RBV Return Beam Vidicon dan MSS Multispectral Scanner. Landsat 3 terdapat dua perubahan besar pada rancang bangunannya, yaitu tambahan saluran termal 10.4-12.6 mm pada sensor MSS dan resolusi spasial sistem RBV ditingkatkan dengan menggunakan sistem dua kamera lebar bukan multispektral Purwadhi, 2001. Landsat 4 dan 5 merupakan pengembangan sensor pada sistem Landsat 1, 2, dan 3 dengan peningkatan resolusi spasial, kepekaan radiometrike, laju pengiriman datanya lebih cepat, dan fokus penginderaan informasi yang berkaitan dengan vegetasi. Pada Landsat 4 dan 5 terdapat empat sensor MSS ditambah sensor TM Thematic Mapper, dan ETM Enhance Thematic Mapper untuk Landsat 6 dengan menambahkan saluran termal 10.4- 12.6 µm. Citra Landsat TM hasil rekaman sensor Thematic Mapper, yang dipasang pada satelit Landsat 4 dan Landsat 5. Sistem TM meliput lebar sapuan scanning sebesar 185 km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang, yaitu tiga saluran panjang gelombang tampak, tiga saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM adalah: - Saluran 1 gelombang biru 0.45-0 .52 µm - Saluran 2 gelombang hijau 0.52- 0.60 µm - Saluran 3 gelombang merah 0.63- 0.69 µm - Saluran 4 gelombang inframerah dekat 0.76- 0.90 µm - Saluran 5 gelombang inframerah pendek 1.55- 1.75 µm - Saluran 6 gelombang inframerah termal 10.40- 12.50 µm - Saluran 7 gelombang inframerah pendek 2.08- 2.35 µm Purwadhi, 2001 Saluran-saluran tersebut mempunyai fungsinya masing-masing, yaitu: Saluran 1 : untuk dapat menembus air dengan lebih baik dan dapat memberikan analisis karakteristik tanah dan air. Saluran 2 : untuk dapat mendapatkan pandangan yang lebih baik terhadap puncak pantulan vegetasi di antara dua band absorpsi klorofi. Saluran 3 : untuk dapat membedakan dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi dan antara daerah-daerah yang tak bervegetasi. Band ini berada dalam salah satu band absorpsi klorofil. Saluran 4 : untuk menekan perbedaan antara tanah-tanaman pertanian dan antara lahan-air serta sebagai pembantu di dalam identifikasi tanaman pertanian. Saluran 5 : untuk identifikasi dengan lebih baik tipe tanaman pertanian, kandungan air tanaman dan kelembaban tanah Saluran 6 : untuk mengidentifikassi formasi batuan dengan lebih baik. Saluran 7 : untuk mengidentifikasi dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi, tekanan vegetasi, kelembaban tanah dan kondisi-kondisi termal lainnya. Paine, 1992 Teknik penginderaan jauh biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diintrepertasi guna menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya. Tujuan utama penginderaan jauh adalah mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan Lo, 1996.

2.3 SIG

Dokumen yang terkait

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

0 5 20

ANALISIS TINGKAT RAWAN KEKERINGAN LAHAN SAWAH DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 7 16

PENDAHULUAN Analisis Tingkat Rawan Kekeringan Lahan Sawah dengan Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Tahun 2014.

2 9 27

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 3 14

ANALISIS RAWAN KEKERINGAN LAHAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DENGAN MEMANFAATKAN CITRA Analisis Rawan Kekeringan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Kabupaten Bantul Tahun 2012.

0 1 18

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 5

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 31

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

1 0 15

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

Identifikasi Zona Rawan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 2 33