92 2
Apakah tidak bertentangan dengan kebijakan lain Identifikasi kemungkinan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan melalui
program rasionalisasi perikanan tangkap belum diidentifikasi apakah akan bertentangan dengan kebijakan lain. Kebijakan yang kemungkinan bertentangan
yaitu dalam pembagian tata ruang, adanya alih fungsi lahan dari tambak menjadi perumahan atau lainnya. Identifikasi kemungkinan kebijakan yang akan
berlawanan tidak dilakukan. Namun demikian sejauh ini koordinasi sudah dilakukan dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu dalam
menentukan kawasan konservasi dan pariwisata Pulau Biawak.
4 Tepat Lingkungan
1 Apakah lingkungan kebijakan tepat interaksi antara perumus, pelaksana
dengan lembaga lain yang terkait Identifikasi lingkungan kebijakan yaitu interaksi antara perumus, pelaksana
dengan lembaga lain belum dilakukan lebih intensif. Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan laut di Jawa Barat sampai saat ini masih mengacu pada
Peraturan daerah tahun 1978 tentang usaha perikanan. Sebagian besar pasal didalam Perda tersebut mengatur perizinan, sedangkan aspek konservasinya
belum diatur. 2
Apakah lingkungan eksternal kebijakan tepat Identifikasi kemungkinan adanya pengaruh lingkungan eksternal kebijakan
belum dilakukan.
4.4 Capaian Program Sampai Tahun 2007
Capaian kegiatan dari program rasionalisasi perikanan tangkap sampai dengan penelitian ini dilakukan masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari
hasil yang diperoleh dengan target yang ditentukan. Robertson 2002 dalam Mahsun 2006 menyatakan bahwa masih lemahnya kinerja hasil program
disebabkan kualitas barang dan jasa yang diserahkan kepada penerima program tidak memuaskan karena tidak dapat digunakan secara optimal.
Kegiatan penguatan armada perikanan dalam perencanaan telah dibuat sasaran yang ingin dicapai yaitu berkurangnya jumlah armada yang kurang dari
93 10 GT sebanyak 1.984 unit dengan pengurangan beberapa jenis alat tangkap
seperti yang dianggap tidak ramah lingkungan atau sudah kurang menguntungkan serta berkurangnya jumlah nelayan belum terlihat hasil yang signifikan. Realisasi
yang terjadi baru pada pemberian armada dan jaring gillnet millenium yang itu pun penggunaannya belum optimal. Program yang telah dijalankan selama
kurang lebih 2 tahun tersebut hanya mampu memberikan bantuan dua unit armada dengan ukuran 30 GT dan dua buah jaring grandong jaring millenium dengan
ukuran 20 pieces. Dari hasil wawancara dengan nelayan penerima bantuan menyatakan bahwa
bantuan armada serta alat tangkap dari dinas tersebut masih belum dapat dioperasikan. Khusus untuk armada masih terdapat kekurangan peralatan
sehingga tidak dapat beroperasi, sedangkan alat tangkap bantuan sudah digunakan walaupun masih belum maksimal. Menurut nelayan ukuran jaring tidak
mencukupi jumlah pieces nya, sehingga tidak dapat dioperasikan ke area yang lebih jauh. Untuk ukuran armada 30 GT jumlah mata jaring yang digunakan
minimal harus mempunyai 80 pieces. Perencanaan tentang pemilihan lokasi kegiatan yaitu ditujukan untuk
nelayan buruh atau nelayan dengan armada 10 GT. Dari hasil evaluasi, realisasi pelaksanaan program terkait dengan pelaksanaan kegiatan penguatan armada telah
dipilih lokasi di satu desa yaitu Desa Karangsong yang mayoritas nelayannya adalah nelayan buruh.
Sekilas tentang nelayan di Desa Karangsong adalah dibedakan ke dalam 2 jenis berdasarkan alat tangkap yang digunakan, yaitu nelayan rajungan serta
nelayan arad dan otok. Nelayan rajungan biasanya menangkap rajungan di Kalimantan, Sumatera dan Jakarta dengan waktu operasi sekitar 2-3 bulan di
setiap lokasi. Setelah menangkap rajungan di Kalimantan, nelayan pulang ke desa sekitar 1-2 bulan untuk perbaikan perahu dan jaring. Selanjutnya ke Jakarta dan
kemudian ke Sumatera dalam kurun waktu sekitar 2-3 bulan. Kemudian kembali ke desa sekitar 1-2 bulan untuk perbaikan perahu dan jaring setelah itu kembali
lagi ke Kalimantan. Dalam melaut nelayan biasanya berkelompok 5-7 perahu dengan dipimpin seorang bakul. Kapasitas mesin yang digunakan biasanya 15-20
PK, panjang luas 5-6 m, ukuran 3 GT. Nelayan arad dan otok merupakan nelayan
94 yang beroperasi di sekitar pantai Indramayu. Nelayan arad biasanya melaut
sekitar 2-3 hari, wilayah tangkap lebih jauh ke tengah laut, kapasitas mesin 20-24 PK, panjang lunas 7 m, ukuran 3-4 GT dan alat tangkap yang digunakan berupa
pukat. Sedangkan nelayan otok melaut dengan pulang pergi setiap harinya, wilayah tangkapan sekitar pantai, kapasitas mesin 15-16 PK, panjang lunas 5-6 m,
ukuran 1-2 GT dan alat tangkap pukat yang digunakan lebih kecil dari arad. Perbedaan musim tidak begitu berpengaruh terhadap waktu melaut bagi ke dua
jenis nelayan ini, sehingga nelayan bisa melaut sepanjang tahun kecuali pada saat gelombang besar. Pada umumnya nelayan di Desa Karangsong memiliki hutang
ke bakul, baik untuk modal kerja, operasional penangkapan atau kebutuhan rumuh tangga. Terdapat 2 tipe bakul yang berkaitan dengan nelayan rajungan, yaitu
bakul yang memiliki modal sendiri dan bakul yang dipinjamkan modal oleh bakul dari Kalimantan atau Sumatera. Nelayan meminjam ke bakul untuk setiap satu
kali periode melaut ke satu wilayah penangkapan dan pinjaman ini harus dilunasi terlebih dahulu sebelum pindah ke wilayah penangkapan baru untuk mendapatkan
pinjaman baru. Harga beli oleh bakul biasanya lebih rendah Rp 1.000kg dari harga pasar. Kedua tipe bakul ini ikut pada rombongan nelayan dan mentap di
darat utuk menampung hasil tangkapan mereka. Hasil tampungan selanjutnya di jual ke bakul pusat di daerah penangkapan. Adapun bakul nelayan yang berkaitan
dengan nelayan arad dan otok polanya seperti bakul tambak jenis sedang. Untuk udang laut biasanya dihargai oleh bakul lebih rendah Rp 5.000-10.000kg dari
harga pasar. Kegiatan pengalihusahaan baru tercapai dengan pemberian bantuan untuk
usaha budidaya kerang hijau, padahal dalam perencanaan ditujukan untuk komoditas kerapu dan rumput laut. Masih rendahnya ketercapaian atau realisasi
program dengan perencanaan yang dibuat merupakan salah satu akibat dari kurangnya kesiapan untuk pelaksanaannya. Disamping itu dalam perencanaan
belum di buat alokasi dana serta sumber pendanaan sehingga kegiatan yang dilakukan menjadi tidak terarah dan tidak mempunyai target capaian
. Hasil sementara kegiatan tersebut adalah memberikan bantuan berupa alat perikanan
untuk budidaya diantaranya budidaya kerang hijau dan lele kepada nelayan ex jaring arad di Desa Eretan Wetan.
95 Pemilihan kedua komoditas tersebut tidak sesuai dengan perencanaan
semula yang direncanakan pengalihan usaha budidaya melalui pemilihan komoditas kerapu dan rumput laut. Pemilihan komoditas berubah dari yang
direncanakan disebabkan dua hal. Pertama, teknologi budidaya untuk kerapu dan rumput laut belum dimiliki nelayan. Kedua, karena pemberian bantuan budidaya
tersebut merupakan bantuan dari propinsi maka jenis komoditasnya pun sudah ditentukan harus kerang hijau dan rumput laut. Dengan demikian pengalihan
usaha ke budidaya belum menghasilkan kegiatan sesuai dengan yang direncanakan.
Faktor penyebab masih rendahnya kinerja kegiatan alih usaha ke budidaya tersebut karena pemberian bantuan tidak disertai dengan pembimbingan teknologi
budidaya yang memang belum dikuasai oleh nelayan. Padahal menurut beberapa ahli kegiatan rasionalisasi yang paling memungkinkan bagi nelayan yaitu dengan
mengalihkan usaha ke bidang budidaya atau pengolahan. Hal ini mengingat usaha tersebut masih terkait dengan usaha penangkapan ikan. Menurut Adrianto 2004
menyatakan bahwa transformasi vertikal lebih dipilih sebagai salah satu alternatif kebijakan mengingat bahwa karakteristik komunitas perikanan pada umumnya
bersifat artisanal sehingga tidak jarang kegiatan perikanan merupakan satu- satunya pilihan hidup bagi masyarakat nelayan. Dengan memindahkan mata
pencaharian mereka yang masih masuk dalam sistem perikanan, diharapkan tidak banyak terjadi gejolak sosial ekonomi yang timbul. Sama dengan dalam konteks
relokasi nelayan, faktor hak-hak sosial ekonomi masyarakat nelayan yang ditransformasi harus diperhatikan sehingga keberlanjutan masyarakat ini tetap
dapat dijaga. Dari hasil wawancara dengan nelayan diketahui bahwa program rasionalisasi
tersebut apabila dilaksanakan akan berhasil meningkatkan pendapatan mereka. Sebagai contoh dari hasil perhitungan sederhana dari hasil usaha dengan alat
tangkap jaring millenium bantuan pemerintah menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 3.315.000 untuk sekali melaut. Apabila dibandingkan dengan alat tangkap
lain seperti jaring arad masih lebih baik. Pendapatan satu perahu arad sekali melaut rata-rata mencapai Rp 500.000-800.000, sedangkan perahu otok sekali
melaut rata-rata mencapai antara Rp 25.000-50.000. Sistem pembagian hasil pada
96 nelayan jaring arad dan otok sama, yaitu setelah dipotong biaya operasional
melaut, setengah dari pendapatan sekali melaut menjadi milik pemilik perahu dan setengahnya lagi dibagi secara rata diantara yang mengoperasikan perahu.
Secara rinci analisis hasil usaha yang menggunakan alat tangkap bantuan dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 27. Analisa Usaha Menggunakan Alat Tangkap Jaring Millenium bantuan program
No Komponen Biaya
Rp Biaya operasional
2.535.000,- • Solar
1.500.000,- • Es
325.000,- 1
• Sembako, rokok, air bersih, minyak tanah 710.000,-
2 Produksi 5.850.000,-
3 Pendapatan 3.315.000,-
Ada dua hal yang akan berpengaruh positif dari kegiatanprogram rasionalisasi yaitu perubahan armada dan alat tangkap. Pertama, dari sisi
pendapatan, penggunaan alat tangkap yang baru dapat memberikan nilai lebih tinggi dibanding dengan jaring arad atau otok. Apalagi dengan pembentukan
sistim kelompok sebagai pemilik armada dan alat tangkap akan merubah sistem bagi hasil menjadi lebih menguntungkan semuanya. Sistim yang baru tersebut
akan menghilangkan hubungan majikan dan buruh dan menghilangkan sistim patron-klient yang sudah melekat pada kehidupan nelayan di Indramayu. Kedua,
pengurangan armada kecil yang banyak beroperasi di perairan pantai serta pengurangan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan akan memberikan waktu
bagi pemulihan sumberdaya yang ada di perairan pantai, sehingga tujuan pengelolaan berkelanjutan dapat diusahakan.
Namun demikian pelaksanaan program penguatan armada tersebut haruslah dikaji betul dampak jangka panjangnya. Dalam jangka pendek, sudah dapat
dipastikan kegiatan ini dapat memberikan peningkatan pendapatan nelayan karena meningkatnya hasil tangkapan. Namun dalam jangka panjang apabila tidak
dilakukan sistim monitoring yang ketat dapat terjadi pengurasan sumberdaya di
97 lokasi lain karena peningkatan kapasitas armada. Disamping itu kemungkinan
terjadinya konflik dengan nelayan dilokasi penangkapan yang baru. Dengan bertambahnya besarnya armada, lokasi tempuh nelayan berpindah ke lokasi lebih
jauh sehingga lokasi penangkapan yang baru kemungkinan adalah merupakan lokasi yang sudah diakui sebagai wilayah penangkapan nelayan lain.
Kegiatan rehabilitasi ekosistem yang dilakukan melalui penanaman mangrove dan terumbu karang buatan masih belum menandakan kemajuan. Dari
rencana penanaman mangrove sebanyak 1.526,61 ha baru terlaksana kurang dari 200 ha. Alokasi pendanaan dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Indramayu serta dari Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Barat. Kemudian untuk pembuatan karang buatan dari rencana pembuatan 2000 unit baru terlaksana
2 unit. Dari kenyataan tersebut terlihat bahwa program belum dapat dikatakan berhasil karena hasil nyata belum terlihat. Namun demikian apabila program
perbaikan ekosistem ini akan sangat bermanfaat dalam merehabilitasi kondisi lingkungan yanmg sudah rusak. Seperti diketahui hutan mangrove merupakan
zona untuk preservasi sehingga harus turut dijaga kelestariannya. Menurut Dahuri 2004, untuk kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan yang
dituangkan dalam peta tata ruang diperlukan adanya keharmonisan ruang spatial harmony
. Suatu wilayah hendaknya dipilah menjadi 3 zona yaitu zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan. Masing-masing zona tersebut
memiliki fungsi yang berbeda baik dari segi pemanfaatannya meskipun satu sama lainnya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi.
Kegiatan pemberdayaan kelompok nelayan dilakukan melalui penguatan kelembagaan kelompok nelayan khususnya nelayan yang diberi bantuan armada
dan usaha budidaya. Penguatan kelembagaan tersebut akan sangat menentukan eksistensi kelembagaan dalam usaha penangkapan dan budidaya ikan. Fungsi
kelembagaan tersebut sangat penting bagi keberhasilan program. Pengelolaan aset dan kepemilikan aset penangkapan ikan merupakan aset bersama sehingga
penguatan kelompok akan berguna bagi keberhasilan program. Capaian program rasionalisasi lebih rinci dapat dilihat pada tabel 28.
98 Tabel
28. Capaian Program Rasionalisasi sampai dengan Tahun 2007 di Kabupaten Indramayu
No Kegiatan Target Sasaran dalam
Perencanaan Realisasi
1. Penguatan Armada
Perikanan pengurangan armada
sebanyak 2.564 unit Pengurangan armada
sebanyak 10GT sebanyak 3.090 buah dan
pengurangan jumlah nelayan sebanyak 19.656
nelayan untuk dialihkan pada usaha lain.
Baru dilaksanakan pemberian 2 buah
armada 30GT dan jaring GrandongMillenium
Gillnet
2. Budidaya Laut
Mengalokasikan sebanyak 545 sarana prasarana untuk
budidaya laut yaitu kerapu dan rumput laut
Bantuan usaha budidaya untuk kerang hijau
sebanyak 30 unit yang terdapat di daerah Eretan
wetan dan rumput laut di Desa Cangkring, ikan
lele untuk nelayan jaring arad di daerah Eretan
Wetan.
3. Rehabilitasi Pantai
Penanaman mangrove sebanyak 1.526,61 Ha
Baru terlaksana kurang dari 200 ha dan didanai
dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab.
Indramayu
4. Terumbu karang
Pembuatan sebanyak 2000 unit terumbu karang buatan
Baru terlaksana sebanyak 2 unit
5. Pemberdayaan kelembagaan
kelompok nelayan
Penguatan dan pembentukan kelompok
sebanyak 14 kelompok Pemberdayaan kelompok
nelayan untuk penguatan armada sebanyak 1
kelompok dan pembudidaya kerang
hijau 2 kelompok.
4.5 Strategi Perbaikan Kinerja Program