Kesimpulan Diskusi KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

63

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data, pertanyaan penelitian mengenai bagaimanakah gambaran tipe prasangka etnis Tionghoa terhadap etnis Pribumi di kota Medan dapat dijawab dengan kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan perhitungan nilai Z tertinggi, diperoleh kesimpulan bahwa subjek penelitian paling banyak memiliki tipe prasangka Aversive terhadap etnis Pribumi berjumlah 115 orang yaitu 67, sedangkan tipe prasangka ambivalent hanya berjumlah 50 orang 29, dan yang paling sedikit adalah subjek dengan tipe prasangka dominative yaitu 7 orang 4. 2. Namun jika dilihat dari kategorisasi tingkat tipe prasangkanya, subjek penelilitian paling banyak memiliki kecenderungan tipe prasangka pada kategori sedang. Baik pada tipe prasangka dominative 64, ambivalent 74 maupun aversive 74 .

B. Diskusi

Prasangka antara etnis Tionghoa dan etnis Pribumi adalah hal yang menetap. Perjalanan dan sejarah panjang prasangka ini telah berakar dalam pada masing-masing generasi, baik pada etnis Tionghoa maupun etnis Pribumi Susetyo, 1999. Universitas Sumatera Utara 64 Baron dan Byrne 2000 seakan mempertegas munculnya prasangka dari pengalaman pahit dan pewarisan prasangka dari lingkungan sebagai sumber prasangka dengan mengemukakan pandangan Social Learning. Menurut pandangan ini, anak mendapat sikap negatif terhadap berbagai kelompok sosial karena belajar dari pandangan yang di ekspresikan oleh orang tua, teman, guru dan lainnya. Kemudian hal ini diperkuat dengan pemberian reward secara langsung dengan pujian dan persetujuan kepada anak karena meniru pandangan mereka. Hasil penelitian berdasarkan perhitungan nilai Z tertinggi menunjukkan bahwa 67 subjek penelitian berada dalam tipe prasangka aversive. Prasangka dalam tipe aversive lebih halus daripada dua tipe prasangka lainnya. Individu dalam tipe prasangka aversive bisa bersikap ramah dan sopan kepada target prasangka, namun sebenarnya mereka enggan untuk berinteraksi secara intim dan intens dengan target prasangka. Dominannya tipe pasangka aversive pada subjek penelitian mungkin dikarenakan norma dan kehidupan bermasyarakat di Indonesia sangat mengedepankan kesatuan dalam keberagaman Bhineka Tunggak Ika, keselarasan dan kerukunan hidup bermasyarakat. Hal ini tidak memungkinkan etnis Tionghoa untuk mengekspresikan perasaan tidak suka terhadap etnis Pribumi secara terbuka dan langsung. Bagaimanapun juga etnis Pribumi adalah sebagian besar penduduk Indonesia. Etnis Tionghoa pasti berhubungan dan membutuhkan etnis Pribumi dalam berbagai cara. Kondisi ini menyebabkan tipe prasangka aversive menjadi tipe prasangka yang berkembang. Universitas Sumatera Utara 65 Hal ini sesuai dengan pernyataan Devine Monteith dalam Baron, 1997 bahwa hukum dan tatanan sosial dalam masyarakat yang menuntut seseorang untuk bersikap baik dan menentang pengekspresian prasangka secara terbuka adalah salah satu faktor yang menyebabkan prasangka pada saat ini menjadi lebih halus dan tertutup. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa etnis Tionghoa di kota Medan mempunyai kecenderungan sedang dalam tipe prasangka dominative, ambivalent, maupun aversive pada etnis Pribumi. Hal ini dapat diartikan bibit- bibit prasangka pada etnis Pribumi hadir dalam keseharian etnis Tionghoa di kota Medan. Hal ini mungkin tidak lepas dari kondisi mayarakat kota Medan yang tidak mempunyai kebudayaan dominan. Setiap etnis mempertahankan budayanya masing-masing. Kondisi ini menyebabkan terjadinya proses penguatan rasa kesatuan etnik sebagai suatu komunitas. Setiap kelompok etnik membuat kampung baru dan mempergunakan norma, aturan, serta ideologi tradisional daerah asal masing-masing. Gaya hidup dan sikap eksklusif antara satu etnis dengan yang lain berkembang subur Lubis, 1999. Pola pemukiman kota Medan yang segretif dan keterikatan antar etnik yang kuat dalam masyarakat kota Medan adalah hal yang dapat memunculkan benih-benih prasangka. Hasil penelitian yang dilakukan sebuah tim dari mahasiswa Fakultas Psikologi UI terdiri dari 9 mahasiswa, 3 dosen dan 1 mahasiswa S2 ilmu kepolisian tentang prasangka etnik yang ada di Kalimantan Barat Dayak, Melayu versus Madura menyatakan bahwa kehidupan eksklusif Universitas Sumatera Utara 66 dan isolasi sosial budaya adalah faktor yang tidak dapat di kesampingkan dalam membentuk prasangka Sarwono, 2006. Hal ini senada dengan pernyataan Brigham 1986 bahwa pada level kognitif membuat perbandingan ingroup mereka dan outgroup kita dapat meningkatkan prasangka. Prasangka etnis Tionghoa terhadap etnis Pribumi dapat timbul karena adanya rasa perbedaan antar kelompok Kategori ingroup etnis Tionghoa dan outgroup etnis Pribumi dan juga sebaliknya, dapat dengan mudah terbentuk dalam kondisi masyarakat tersegresi seperti di kota Medan. Kedua hasil penelitian ini dominannya tipe prasangka aversive dan ditemukannya bibit-bibit prasangka etnis Tionghoa terhadap etnis Pribumi di kota Medan, seakan mempertegas pernyataan Sofyan Tan 2004, yang melukiskan bahwa pasangka antara etnis Tionghoa dan etnis Pribumi adalah hal yang menetap. Hubungan etnis Tionghoa dan etnis Pribumi diibaratkan seperti api dalam sekam. Jika dilihat dari luar tampak sudah padam, tapi begitu dikorek lebih dalam lagi terlihat percik api yang belum padam. Ini adalah hal sangat berbahaya karena suatu waktu akan mudah tersulut dan disulut menjadi kobaran api rasialisme yang maha besar.

C. Saran