sebagai tekanan sistolik Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011. Perlahan tekanan diturunkan hingga akhirnya tekanan berada di bawah
tekanan diastolik, darah mengalir kembali secara laminar dan suara turbulen yang terakhir terdengar dinamakan diastolik Barrett et al, 2010
dan Sherwood, 2011.
2.2 Hipertensi
2.2.1. Definisi Hipertensi, Etiologi dan Klasifikasi Ada banyak definisi hipertensi. Menurut Riskesdas 2013, hipertensi
adalah suatu keadaan ketika tekanan darah meningkat secara kronis akibat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah agar kebutuhan oksigen dan nutrient
tercukupi. Sedangkan menurut Hong et al. 2010, hipertensi didefinisikan jika tekanan darah
≥ 14090 mmHg. Berdasarkan Joint National Committee VII 2003 dan American Heart Assosiation AHA hipertensi didefinisikan jika tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau sedang
mengonsumsi obat-obatan antihipertensi. Secara luas, kriteria inilah yang paling banyak digunakan Riskesdas, 2013.
Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit-penyakit kardiovaskular, seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung kongestif, penyakit
ginjal, serta peripheral vascular disease Kunes dan Zicha, 2009 ; Madhur, 2014 dan Riskesdas, 2013. Sayangnya, menurut laporan Chobanian et al 2003 dalam
Mardhur 2014 diperkirakan ada 30 dewasa yang tidak sadar akan hipertensinya, 40 yang hipertensi tidak mengonsumsi obat, dan 67 yang
diobati tidak mengontrol tekanan darahnya dengan baik. Sulit mendefinisikan berapa tekanan darah yang abnormal. Di sisi lain,
tekanan darah berkorelasi secara kuantitatif dengan morbiditas penyakit Mardhur, 2014. Untuk itu diperlukan patokan yang merata bagi para klinisi untuk dapat
menentukan seseorang telah hipertensi atau tidak. Klasifikasi yang sudah digunakan secara umum adalah klasifikasi berdasarkan JNC VII. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII,2003 Kategori
Tekanan sistolik mmHg Tekanan diastolik mmHg
Normal 120
80 Prehipertensi
120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159
90-99 Hipertensi stage 2
160 100
Walaupun banyak klasifikasi lain mengenai hipertensi yakni dari WHO, International Society of Hypertension ISH, European Society of Hypertension
ESH dan lainnya, umumnya klasifikasi JNC VII yang paling banyak digunakan Mardhur,2014; Yogiantoro, 2009 dan Riskesdas, 2013. Nilai yang diambil dari
klasifikasi ini harus didasarkan pada rata-rata nilai dua kali atau lebih pengukuran, dan dua atau lebih kunjungan setelah pengukuran pertama Chobanian et al, 2003
dalam Mardhur,2014. Hipertensi bisa terjadi secara primer, yakni interaksi antara faktor genetik
dan lingkungan, ataupun sekunder, terjadi akibat penyakit lain, misalnya terkait ginjal, vaskular ataupun endokrin Mardhur, 2014. Secara epidemiologi,
hipertensi primer atau sering disebut hipertensi esensial terjadi sebanyak 90-95 dari semua kasus hipertensi Mardhur, 2014 dan Saing, 2005. Adapun sisanya,
hipertensi sekunder, terjadi akibat penyakit lain di tubuh. Contoh penyakit di ginjal antara lain Polycistic kidney disease, Chronic kidney disease, tumor pada
ginjal, dan lainnya. Pada vascular, hipertensi dapat terjadi pada keadaan koartasio aorta, vaskulitis, atau collagen vascular disease. Aktivasi Renin-angiotensin-
aldosterone system RAAS dapat menyebabkan hipertensi terkait endokrin Yogiantoro, 2009 dan Mardhur, 2014
2.2.2 Patofisiologi hipertensi
Hipertensi terjadi karena reaksi multifaktorial dan terjadi secara kompleks Yogiantoro, 2009 dan Mardhur, 2014. Berdasarkan fisiologi tekanan darah yang
telah dijelaskan di awal, tekanan darah merupakan hasil interaksi dari curah
Universitas Sumatera Utara
jantung dan resistensi perifer total Sherwood, 2011. Adapun faktor yang berperan antara lain genetik, asupan garam, dan tonus adrenergik seseorang
Mardhur, 2014. Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan kerusakan multiorgan.
Pada jantung contohnya, terjadi perubahan struktur dan fungsi jantung. Mekanismenya antara lain melalui peningkatan beban afterload yang akhirnya
menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri sehubungan dengan peningkatan kontraksi yang terus menerus terjadi. Beban jantung yang bertambah dan adanya
hipertrofi ventrikel kiri dapat meningkatkan oxygen demand jantung, dan jika gagal dikompensasi, dapat berakhir pada infark miokardium Riaz, 2014 dan
Yugiantoro, 2009
2.3 Hipertensi pada Remaja