Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, 1996
2.6. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah :
• Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, keceptan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk akses
dibatasi secara berdaya guna. • Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi. • Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 2.6.1. Jalan Arteri Primer
Gambar 2.3. Parkir Paralel
Universitas Sumatera Utara
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut :
•
Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 enam puluh kilometer per jam kmh;
•
Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 sebelas meter;
•
Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masukakses langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di
atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan;
•
Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya;
•
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;
•
Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya;
•
Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median sesuai dengan ketentuan geometrik;
•
Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat frontage road dan juga jalur
khusus untuk kendaraan tidak bermotor sepeda, becak, dll.
2.6.2. Jalan Arteri Sekunder Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi seefisien,dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah
perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol. Karakteristik jalan arteri sekunder adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
•
Jalan arteri sekunder menghubungkan : 1. kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
2. antar kawasan sekunder kesatu. 3. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
4. jalan arterikolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
•
Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 tiga puluh km per jam.
•
Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 delapan meter.
•
Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
•
Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
•
Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.
•
Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
•
Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
•
Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak dizinkan pada jam sibuk.
•
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
•
Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain.
•
Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
•
Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Desain Parkir Pada Badan Jalan On Street Parking Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan,
1996, ukuran kebutuhan ruang parkir ditentukan oleh fungsi bangunan. Fungsi bangunan komersil yang berbeda, menghasilkan ukuran kebutuhan ruang parkir yang berbeda pula.
Peruntukan Satuan
Kebutuhan Pusat Perdagangan
Pertokoan Pasar Swalayan
Pasar SRP 100 m2 luas lantai efektif
SRP 100 m2 luas lantai efektif SRP 100 m2 luas lantai efektif
3,5 - 7,5 3,5 - 7,5
Pusat Perkantoran Pelayanan bukan umum
Pelayanan umum SRP 100 m2 luas
lantai
SRP 100 m2 luas lantai
1,5 - 3,5
Sekolah HotelTempat
Penginapan SRP
mahasiswa SRP
kamar 0,7 - 1,0
0,2 - 1,0
Rumah Sakit Bioskop
SRP tempat tidur
SRP tempat duduk
0,2 - 1,3
0,1 - 0,4
Sumber : Naasra, 1988
2.7.1. Penentuan Sudut Parkir Berdasarkan rujukan dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen
Perhubungan 1996, sudut parkir yang akan digunakan umumnya ditentukan oleh :
Universitas Sumatera Utara
• Lebar jalan • Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan
• Karakteristik kecepatan • dimensi kendaraan
• sifat peruntukkan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.
Kriteria Parkir Satu Lajur
Dua Lajur
Sudut Parkir
n Lebar
Ruang Parkir
A m
Ruang Ruang
Parkir Manu-
Efektif ver
D M m m
D + M E
D+M-J Lebar
Jalan Efektif
L m
Lebar Total
Jalan W
m Lebar
Jalan Efek-
tif L
Lebar Total
Jalan W
m
30 45
60 90
2,3 2,5
2,5 2,5
2,5 2,3 3,0
4,5 2,9 5,1 3,7
5,3 4,6 5,0 5,8
5,3 7,4
8,8 9,9
10,8 2,8
4,9 6,3
7,4 8,3
3 3
3 3
3 5,8
7,9 9,3
10,4 11,3
6,0 6,0
6,0 6,0
6,0 8,8
10,9 12,3
13,4 14,3
Keterangan : J = lebar pengurangan ruang manuver 2,5 meter Tabel 2.2. Lebar Minimum Jalan Lokal Primer Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
Kriteria P arkir Satu Lajur
Dua Lajur
Sudut Parkir
n Lebar
Ruang Parkir
A m
Ruang Parkir
Efektif D
m Ruang
Manu- ver
M D + M
E D+M-J
Lebar Jalan
Efektif L
m Lebar
Total Jalan
W m
Lebar Jalan
Efek- tif
L m
Lebar Total
Jalan W
m
Universitas Sumatera Utara
30
45
60
90 2,3
2,5
2,5
2,5
2,5 2,3
4,5
5,1
5,3
5,0 3,0
2,9
3,7
4,6
5,8 5,3
7,4
8,8
9,9
10,8 2,8
4,9
6,3
7,4
8,3 2,5
2,5
2,5
2,5
2,5 5,3
7,4
8,8
9,9
10,8 5,0
5,0
5,0
5,0
5,0 7,8
9,9
11,3
12,4
13,3
Keterangan : J = Lebar pengurangan ruang manuver 2,5 meter Tabel 2.3. Lebar Minimum Jalan Lokal Sekunder Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
2.7.2. Ruang Parkir Pada Badan Jalan Berikut gambar dari standard ruang parkir pada badan jalan berdasarkan peraturan yang
telah dibuat oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996 :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 . Ruang Parkir Pada Badan Jalan Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
Keterangan ; A
= lebar ruang parkir m
D =
ruang parkir efektif m M
= ruang manuver m
J =
lebar pengurangan ruang manuver W
= lebar total jalan m
L =
lebar jalan efektif
2.7.3. Pola Parkir a. Pola Parkir Paralel
• Pada Bidang Datar
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Peraturan pola parkir paralel pada bidang datar Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
• Pada Daerah Tanjakan
Gambar 2.6 Peraturan pola parkir paralel pada daerah tanjakan Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
• Pada Daerah Turunan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Peraturan pola parkir paralel pada daerah turunan Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
b. Pola Parkir Menyudut : 1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, berlaku untuk jalan kolektor dan jalan
lokal. 2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda berdasarkan
sudut berikut ini. • Sudut 30°
Gambar 2.8. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 30° Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
• Sudut 45°
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 45° Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
• Sudut 60°
Gambar 2.10. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 60° Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
• Sudut 90°
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 90° Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
Keterangan : A
= Lebar ryang parkir m
B =
Lebar kaki ruang parkir m C
= Selisih panjang ruang parkir m
D =
Ruang parkir efektif m M
= Ruang manuver m
E =
Ruang parkir efektif ditambah ruang manuver m 2.7.4. Larangan Parkir
• Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyeberangan jalan kaki atau tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12. Peraturan larangan parkir di sekitar zebra cross Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
• Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari 500 meter.
Gambar 2.13. Peraturan larangan parkir di tikungan yang tajam Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
Universitas Sumatera Utara
• Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan.
Gambar 2.14 . Peraturan larangan parkir di sekitar jembatan Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
• Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan.
Gambar 2.15. Peraturan larangan parkir di daerah persimpangan Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
Universitas Sumatera Utara
• Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses bangunan gedung
Gambar 2.16. Peraturan larangan parkir di akses sebuah bangunan Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 1996
2.8. Tata Guna Lahan Komersil dan Kebutuhan Parkir