Pengaruh tingkat kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMA Triguna Utama Ciputat

(1)

TRIGUNA UTAMA CIPUTAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

IMAN FIRMANSYAH

NIM: 101070023020

FAKULTAS

PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

TRIGUNA UTAMA CIPUTAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

IMAN FIRMANSYAH

NIM: 101070023020

FAKULTAS

PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(3)

TRIGUNA UTAMA CIPUTAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

IMAN FIRMANSYAH NIM : 101070023020

Di bawah bimbingan,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si Ikhwan Luthfi, M.Si

NIP: 196502201999031003 NIP: 197307102005011006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(4)

Skripsi yang berjudul PENGARUH TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMA TRIGUNA UTAMA CIPUTAT telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 28 September 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP: 130 885 522 NIP: 19561 223 198303 2 001

Anggota :

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si Ikhwan Luthfi, M.Si

NIP: 196502201999031003 NIP: 197307102005011006


(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : IMAN FIRMANSYAH

Nim : 101070023020

Dengan ini bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Triguna Utama Ciputat” adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 25 Agustus 2010

IMAN FIRMANSYAH 101070023020


(6)

“ TIDAK AKAN ADA KESUKSESAN DAN KEBERHASILAN TANPA PENGORBANAN DAN KERJA KERAS”

Dipersembahkan :

Untuk ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu memberikan dan mencurahkan kasih sayang dan cintanya seperti halnya matahari menyinari bumi, dan seperti hujan membasahi bumi yang membuat dunia memiliki kehidupan….


(7)

(C) Iman Firmansyah

(D) PENGARUH TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMA TRIGUNA UTAMA CIPUTAT (E) xiv + 62

(F) Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal.

Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi.

Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002).


(8)

korelasional. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama Ciputat dengan sampel siswa kelas II SMA Triguna Utama Ciputat sebanyak 40 untuk sampel tryout, dan 27 subyek untuk penelitian. Adapun tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik Cluster Sampling. Menurut Sevilla dkk (1993), tehnik pengambilan sampel Cluster apabila kita menyeleksi anggota sampel dalam kelompok dan bukan menyeleksi individu-individu secara terpisah. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk skala Likert. Uji validitas menunjukkan jumlah item yang valid untuk skala kecerdasan emosi berjumlah 45 item dan 25 yang tidak valid. Uji reliabilitas skala kecerdasan emosi dengan Alpha Cronbach yaitu 0, 961.

Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan tehnik Pearson’s product-moment dihasilkan nilai koefisien korelasi Pengaruh tingkat Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Triguna Utama Ciputat, adalah sebesar 0,210. Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N 27 adalah sebesar (0,381). Karena nilai r hitung yang didapat (0,210) < nilai r tabel (Sig. 5% ; N 27 = 0.381) dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa ada pengaruh tingkat

kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMA Triguna Utama Ciputat ditolak, yang berarti bahwa tinggi-rendahnya kecerdasan emosional siswa tidak mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada pengaruh tingkat kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMA Triguna Utama Ciputat, pada penelitian ini penulis memiliki keterbatasn karena hanya menggunakan variabel kecerdasan emosi, padahal masih banyak faktor yang berpengaruh dan berhubungan dengan siswa yang menentukan prestasi belajar seperti motivasi, faktor keluarga, faktor lingkungan dan masih banyak lagi faktor lainnya. Karena itu dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor-faktor tersebut.

(G) Bahan Bacaan :16 buku. (1996 – 2009)


(9)

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada penulis. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan baginda Nabi Besar Muhammad SAW.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan pihak-pihak terkait, karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi, bapak Jahja Umar, PhD dan pembimbing akademik, bapak Choliludin, M.Ag yang telah membimbing penulis selama kuliah.

2. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si dan bapak Ikhwan Luthfi, M.Si selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan kepada penulis.

3. Seluruh jajaran dosen Fakultas Psikologi beserta staf administrasi yang telah mengajar dan membantu penulis.

4. Bapak dan ibu tercinta yang tanpa henti berdo’a untuk penulis, dan tanpa lelah telah memberikan motivasi dan mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya, serta kesabarannya menanti penulis lulus.

5. Adik-adikku tercinta, Amar Salim, Asep Kohar, Neng Aulia (sibungsu) terima kasih untuk dukungannya. Maaf ya kelamaan.


(10)

7. Sahabat-sahabatku di kosan, Opung (dewa judi), Faris, Bulet, Subai, Gun-gun, yang telah bertahun-tahun bersama penulis di dalam kenangan susah dan senang, sukses selalu semuanya. Sahabatku di Labuan dan Menes, Wahyudin, Ari, Andri, mufid, awa.

8. Untuk sepupuku tercinta dan tersayang Almarhum Ading Dardini, dengan tulus penulis mengucapkan terimakasih karena selalu memberikan nasihat dan masukan kepada penulis. Dan Allah ahirnya memanggilmu dan kita berpisah untuk selamanya pada tragedi 01 Januari 2008. Selamat jalan sang cahaya terbit.

9. Semua orang yang telah membantu penulis dan tidak bisa disebutkan semuanya. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada semuanya.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna sebagaimana layaknya, baik dari bahasa maupun materi dan pemikiran yang tertuang di dalamnya. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bisa berguna bagi perkembangan wawasan dan cakrawala intelektual pembaca.

Jakarta, 25 Agustus 2010


(11)

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN ... MOTTO ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……….... B. Rumusan Masalah ...……… C. Pembatasan masalah ……….………. D. Tujuan Penelitian ………... E. Manfaat Penelitian………... F. Sistematika Penulisan... BAB II KAJIAN TEORI

A. Prestasi Belajar ………10 1. Pengertian Prestasi Belajar ………10 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi

Belajar ………..14 3. Pengukuran Prestasi Belajar ………20 B. Kecerdasan Emosional ………...

1. Pengertian Emosi ………..23 i ii iii iv v vi viii x xii xiii xiv 1 7 8 9 9 10 11 11 16 23 26 26 x


(12)

E. Hipotesis ………

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian ………..…… B. Definisi Operasional ……….……… C. Populasi Dan Metode Pengambilan Sampel ………..… D. Metode Pengambilan Data ……….………. E. Metode Analisis Instrument ………. F. Metode Analisis Data ……….. G. Prosedur Penelitian... BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... B. Presentasi Data ... C. Pengujian Hipotesis dan Interpretasi Hasil

Penelitian ...

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... B. Diskusi ... C. Saran ...

42 43 43 44 45 48 50 51 53 55 57 59 60 62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi


(13)

Tabel 3.1.

Blue print Skala kecerdasan Emosional ... Tabel 3. 2.

Skor Skala kecerdasan Emosional ... Tabel .4.1.

Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin ...…….. Tabel .4.2.

Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Tempat tinggal ...….. Tabel .4.3.

Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Waktu yang dihabiskan

untuk mengerjakan PR/Hari ...……… Tabel .4.4.

Skoring Skala Kecerdasan Emosional ...……. Tabel .4.5.

Kategorisasi Skala Kecerdasan Emosional ...………. Tabel .4.6.

Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar ... Tabel .4.7.

Hasil Korelasi ...…………..… 46

47

53

54

54

55

56

57

58


(14)

Gambar 2.1

Kerangka berpikir ... 41


(15)

xiv Kuesioner Try-out

Data Hasil Try-out

Uji Validitas dan Reliabilitas Try-out Kuesioner Penelitian

Data Hasil Penelitian Uji Normalitas

Uji Korelasi

Surat Izin Penelitian


(16)

Mengelola Emosi

Memotivasi diri sendiri

Mengenali Emosi Orang lain

Prestasi Belajar

KECERDASAN EMOSI

41


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.

Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.

Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Hintzman (dalam Syah, 2000), belajar merupakan tahapan perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh


(18)

pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Sedangkan menurut Irwanto (1997) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.

Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.

Menurut Tardif dan kawan-kawan (dalam Syah, 2005) prestasi belajar merupakan suatu penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial


(19)

yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan (dalam Murjono, 1996) adalah:

“ Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.”

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal.

Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2009), kecerdasan intelektual (IQ)


(20)

hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2009). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa .

Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri


(21)

yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2009).

Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.

Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2009).

Menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage


(22)

our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Untuk melakukan penelitian skripsi ini penulis telah memilih sekolah SMA Triguna Utama Ciputat yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda Km. 2 Rt. 002/04 Ciputat Timur 15412 Tangerang Selatan. Alasan memilih sekolah ini,


(23)

karena sekolah ini telah Terakreditasi “A”, alasannya karena asumsi penulis prestasi belajarnya baik, karena itu penulis ingin meneliti apakah kecerdasan emosi ada pengaruh terhadap prestasi belajar yang berkaitan dengan judul skripsi penulis. Dan alasan kedua karena lokasinya yang dekat dengan kampus UIN Jakarta.

Dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor penting untuk meraih prestasi akademik, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti ”Pengaruh tingkat Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Triguna Utama Ciputat”.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah Ada Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Triguna Utama Ciputat?”


(24)

C. pembatasan masalah 1. Prestasi belajar

Menurut Syah (2004) prestasi belajar adalah hasil belajar dari suatu aktivitas belajar yang dilakukan berdasarkan pengukuran dan penilaian terhadap hasil kegiatan belajar dalam bidang akademik yang diwujudkan berupa angka-angka dalam raport.

2. Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

3. Sampel Penelitian

Untuk melakukan penelitian skripsi ini penulis telah memilih siswa-siswi kelas XI SMA Triguna Utama Ciputat sebagai sampel Penelitian.


(25)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMA Triguna Utama Ciputat.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai pengaruh tingkat kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMU.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa remaja untuk menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya.


(26)

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, yang berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan, dan manfaat penelitian.

Bab II : Kajian Teori, berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tentang teori kecerdasan emosiaonal dan prestasi belajar.

Bab III : Metode Penelitian, berisi tentang Identifikasi variabel penelitian, Definisi Operasional, Populasi dan metode pengambilan sampel, Metode pengambilan data, Metode Analisis Instrumen dan Metoda Analisis Data

Bab IV : Bab ini berisikan penjelasan tentang Gambaran Umum Subyek Penelitian, Presentasi Data, Pengujian Hipotesis dan

Interpretasi Hasil Penelitian


(27)

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian belajar dan prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian emosi dan kecerdasan emosional, indikator kecerdasan emosional, keterkaitan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar.

A. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi.

Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauh mana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Muhibbin Syah (2005) bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan perilaku kognitif,


(28)

afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya, Senada dengan hal tersebut, Winkel (1997) berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Sedangkan menurut Mudzakir (1997) belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

Menurut Hintzman dalam Muhibbin Syah (2005), belajar merupakan tahapan perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.

Untuk penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauh mana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar, menurut Syah (2004) prestasi belajar dimaksud sebagai proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan Marsun


(29)

dan Martaniah dalam Sia Tjundjing (2000) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam bukti laporan yang disebut raport.

Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari berbuatan belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut.

Bagi seorang siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut.


(30)

Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (Sumadi Suryabrata,1998) :

“Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera pengelihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”

Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Muhibbidin Syah, 2005) antara lain :

a. Perubahan Intensional

Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.


(31)

b. Perubahan Positif dan aktif

Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.

c. Perubahan efektif dan fungsional

Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.


(32)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

Untuk meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Sumadi Suryabrata (1998), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.:

a). Faktor internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1). Faktor fisiologis

Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera


(33)

a) Kesehatan badan

Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.

b) Pancaindera

Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.


(34)

2) Faktor psikologis

Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :

a) Intelligensi

Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Reber (dalam Syah, 2005) inteligensi adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .

b). Sikap

Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.


(35)

c). Motivasi

Menurut Gleitman (dalam Syah, 2005) motivasi adalah keadaan internal organism-baik manusia ataupun hewan-yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar.

d).

Kecerdasan Emosi

Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, dan adanya pengaruh kecerdasan emosi dalam belajar, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai hal yang yang baru. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2009). Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya,


(36)

maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

b. Faktor eksternal

Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :

1). Faktor lingkungan keluarga a) Sosial ekonomi keluarga

Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah


(37)

b). Pendidikan orang tua

Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.

c). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.

2). Faktor lingkungan sekolah a). Sarana dan prasarana

Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar


(38)

b). Kompetensi guru dan siswa

Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas , yang dapat memenuhi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.

Menurut Syaiful Bahri . D (2008), seorang guru yang mempengaruhi hasil belajar anak didik tidak hanya latar belakang pendidikan/pengalaman mengajar, tapi juga dipengaruhi oleh sikap mental guru dalam memandang tugas yang diembannya.

c). Kurikulum dan metode mengajar

Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif


(39)

bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, paling tidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.

3). Faktor lingkungan masyarakat a). Sosial budaya

Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar

b). Partisipasi terhadap pendidikan

Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

3. Pengukuran prestasi belajar

Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan


(40)

mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut raport. Dalam raport dapat diketahui sejauh mana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Sumadi Suryabrata (1998) bahwa raport merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu.

Syaifuddin Azwar (1998) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu :

a. Penilaian berfungsi selektif (fungsi sumatif)

Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. Dengan kata lain penilaian berfungsi untuk membantu guru mengadakan seleksi terhadap beberapa siswa, misalnya :

1). Memilih siswa yang akan diterima di sekolah 2). Memilih siswa untuk dapat naik kelas


(41)

b. Penilaian berfungsi diagnostik

Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera diperbaiki.

c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement)

Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan nilai rapor SMU kelas II menentukan jurusan studi di kelas III.

d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi sumatif)

Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menegah dapat dipakai untuk mengetahui


(42)

apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut.

Raport biasanya menggambil nilai dari angka 1 sampai dengan 10, terutama pada siswa SD sampai SMU, tetaapi dalam kenyataan nilai terendah dalam rapor yaitu 4 dan nilai tertinggi 9. Nilai-nilai di bawah 5 berarti tidak baik atau buruk, sedangkan nilai-nilai di atas 5 berarti cukup baik, baik dan sangat baik.

Dalam penelitian ini pengukuran prestasi belajar menggunakan penilaian sebagai pengukur keberhasilan (fungsi sumatif), yaitu nilai-nilai dalam raport pada akhir masa semester .

B. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2009) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.


(43)

Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri


(44)

d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih

f. Terkejut : terkesiap, terkejut

g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka

h. Malu: malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2009).


(45)

Menurut Mayer (dalam Goleman, 2009) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

2. Pengertian kecerdasan emosional

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :


(46)

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998).

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998).

Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2009).


(47)

Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2009) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang luas dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari : ”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.” (Goleman, 2009).

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.”


(48)

Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. (Goleman, 2009).

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (dalam Goleman, 2009) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.


(49)

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

3. Faktor Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey (2009) menempatkan kecerdas pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :

a. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (dalam Goleman, 2009) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu


(50)

prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2009). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.


(51)

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2009) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka (Goleman, 2009). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

e. Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar


(52)

pribadi (Goleman, 2009). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu yang kurang berkomunikasi dengan baik akan sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2009). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional


(53)

C. Keterkaitan antara tingkat kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa SMU

Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.

Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional. Karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk


(54)

memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih.

Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dirinya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial : yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat; tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal; mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti kertidakmampuan belajar). (Goleman, 2009).

Penelitian Walter Mischel (1960) mengenai “marsmallow challenge” di Universitas Stanford menunjukkan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda dorongan hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis lebih kompeten, lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, serta memiliki gairah belajar yang lebih tinggi. Mereka


(55)

memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi pada tes SAT dibanding dengan anak yang tidak mampu menunda dorongan hatinya (dalam Goleman, 2009).

Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik

Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman.


(56)

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik di sekolah.


(57)

(58)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Hipotesis alternatif (Ha) : “Ada pengaruh tingkat kecerdasan emosional terhadap Prestasi belajar”

2. Hipotesis nihil (Ho) : “Tidak ada pengaruh tingkat kecerdasan emosional terhadap Prestasi belajar”


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam metode penelitian ini diuraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis instrumen serta metode analisis data.

A. Identifikasi variabel penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : Kecerdasan Emosional 2. Variabel terikat : Prestasi Belajar

B. Definisi Operasional

1. Menurut Syah (2004) prestasi belajar dimaksud sebagai proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yang diwujudkan berupa angka-angka dalam raport. Pada penelitian ini menggunakan nilai raport kelas XI B IS (ilmu sosial) semester 1 SMA Triguna Utama Ciputat.


(60)

2. Menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

C. Populasi dan metode pengambilan sampel 1. Populasi

Dalam buku Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriarte (1993) populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi peneliti. Populasi dalam penelitian adalah siswa-siswi SMA Triguna Utama Ciputat.

2. Metode Pengambilan Sampel

Adapun metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tehnik pengambilan random sampling Cluster. Menurut Consulo, Sevilla dkk (1993), tehnik pengambilan sampel Cluster apabila kita menyeleksi anggota sampel dalam kelompok dan bukan menyeleksi individu-individu secara terpisah. Berarti dengan tehnik pengambilan sampel dengan perkelompok, bukan secara individu. Dalam hal ini, dari 4 kelas dilakukan random sehingga peneliti mendapatkan satu


(61)

kelas, yaitu kelas XI IS (ilmu sosial). Seluruh siswa di kelas XI IS (ilmu sosial) berjumlah 27 siswa ditetapkan sebagai responden penelitian.

D. Metode pengambilan data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode angket, menurut Sanafiah Faisal (2007) angket adalah suatu alat pengumpulan data berisi daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada subjek/responden.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala kecerdasan emosional dan studi dokumentasi (raport).

1. Skala kecerdasan emosional

Skala kecerdasan emosional terdiri dari aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), bekerjasama dengan orang lain (Goleman, 2009) yang berguna untuk mengukur sejauh mana kecerdasan emosional dipahami siswa. Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk Blue Print pada tabel berikut ini :


(62)

Tabel 3.1.

Blue print Skala kecerdasan Emosional

Nomor Item No Indikator

Favorable Unfavorable

jumlah 1. Mengenali Emosi Diri 1, 2*, 3, 6, 7 4, 5*, 8*, 9* ,10 10

2. Mengelola Emosi 11,12, 15, 17, 19, 20, 21*, 22

13, 14, 16, 18, 23, 24, 25*,

26*,

16

3 Memotivasi diri sendiri 29, 30, 31*, 33*, 34*, 36*, 37

27*, 28*, 32*, 35, 38, 39, 40

14

4 Mengenali Emosi Orang lain

43, 44, 48, 49, 52*, 53, 54

41*, 42*, 45, 46, 47*, 50*, 51

14

5 Membina Hubungan 55*, 56, 59, 61*, 62*, 63*,

69*, 70

57, 58, 60, 64*, 65, 66,

67*, 68

17

T O T A L 35 35 70


(63)

Setelah melakukan try-out maka didapat nilai reliabilitas skala kecerdasan emosional sebesar 0, 9061, dimana total 70 item terdapat 25 item yang gugur.

Tabe 3. 2.

Skor Skala kecerdasan Emosional

Skala Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

2. Metode Dokumentasi

Tehnik pemeriksaan dokumen adalah pengumpulan informasi dan data secara langsung sebagai hasil pengumpulan sendiri. Data yang dikumpulkan tersebut adalah bersifat orisinil untuk dapat dipergunakan secara langsung. Tehnik pemeriksaan dokumen ini khusus digunakan untuk melakukan pengumpulan data terhadap prestasi belajar.

Adapun tehnik pengumpulan data terhadap prestasi belajar ini adalah dengan mengambil data yang sudah tersedia, yaitu nilai IP (indeks prestasi) pada semester satu sebagai subyek penelitian yang merupakan


(64)

hasil penilaian oleh pihak guru. Data dari prestasi belajar ini dikumpulkan dengan cara melihat hasil rapor semester II dari seluruh subyek penelitian. Mata pelajaran kelas II yaitu : Pendidikan Agama, PKN, Bahasa Indonesia., Sejarah, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani, Matematika, Tekhnk Informasi, Ekonomi, Sosiologi, Seni Budaya, Bahasa Jepang, Elektro dan Geografi.

Penilaian prestasi belajar tersebut merupakan hasil evaluasi dari suatu proses belajar formal yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka) yang terdiri antara 1 sampai 100. Hasil ini dapat dilihat dari nilai rata-rata raport siswa yang diberikan oleh pihak guru dalam setiap masa akhir tertentu (6 bulan) untuk sekolah lanjutan.

E. Metode Analisis Instrumen

Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu agar kesimpulan tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian.


(65)

1. Validitas

Menurut Nurgiyantoro, Gunawan, Marzuki (2000) Validitas adalah seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap dengan benar gejala atau sebagian gejala yang hendak diukur, artinya tes tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

a). Uji validitas item

Uji validitas item yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya yang bertujuan untuk memilih item-item yang benar-benar telah selaras dan sesuai dengan faktor yang ingin diselidiki. Cara perhitungan uji coba validitas item yaitu dengan cara mengorelasikan skor tiap item dengan skor total item.

b). Uji korelasi antar faktor

Uji korelasi antar faktor yaitu pengujian antar faktor dengan konstrak yang bertujuan untuk membuktikan bahwa setiap faktor dalam instrumen Skala Kecerdasan Emosional telah benar-benar mengungkap konstrak yang didefinisikan. Adapun cara perhitungan uji validitas faktor adalah dengan mengorelasikan skor tiap faktor dengan skor total faktor item-item yang valid.


(66)

Untuk menghitung analisis item dan korelasi antar faktor digunakan rumus koefisien korelasi product moment dan perhitungannya dibantu dengan program SPSS 11.5 for windows.

2. Reliabilitas

Menurut Saifuddin Azwar (2004), reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan oleh faktor eror (kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik Formula Alpha Cronbach dan dengan menggunakan program SPSS 11.5 for windows.

F. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah dengan menggunakan korelasi


(67)

product moment dari Karl Pearson. Cara penghitungannya dibantu dengan menggunakan program SPSS 11.5 for windows.

G. Prosedur Penelitian

Secara garis besar peneleitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu : 1. persiapan penelitian

- Dimulai dengan perumusan masalah - Menentukan variabel yang akan diteliti

- Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yanga tepat mengenai variabel penelitian

- Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu skala kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SLTA

- Menentukan lokasi penelitian

2. Pengujan alat ukur (try out)

Setelah alat ukur dibuat berupa skala, lalu dilakukan pengujian terhadap alat ukur (try out). Uji coba dilakukan untuk melihat tingkat validitas dan reliabilitas dari alat ukur

Uji coba dilakukan dengan menyebarkan angket skala kecerdasan emosi kepada 40 responden. Setelah ujicoba dilakukan, lalu menguji validitas dan reliabilitas skala. Uji validitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan


(68)

skor tiap item dengan skor total, yaitu dengan menggunakan rumus korelasi Pearson’s Product Moment perhitungannya menggunakan program SPSS 11.5 for windows.

3. Pelaksanaan penelitian.

Pengumpulan data yang sesungguhnya untuk penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2010.

4. Pengolahan data

- Pemberian kode dan melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden

- Menghitung dan menginput data yang diperoleh pada komputer, kemudian melakukan analisa dengan menggunakan metode statistik memakai program SPSS 11.5 for windows


(69)

BAB IV

ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Subyek Penelitian

1. Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin

Subyek penelitian adalah siswa-siswi SMA Triguna Utama Ciputat kelas II yang berusia antara 16-17 tahun yang berjumlah 27 siswa-siswi yang diantaranya 15 responden berjenis kelamin perempuan dan 12 responden laki-laki.

Tabel .4.1.

Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis kelamin Jumlah Prosentase

1 Perempuan 15 55.56%

2 Laki-laki 12 44.44%

Total 27 100%

2. Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Tempat tinggal

Gambaran umum subyek berdasarkan tempat tinggal dalam penelitian ini digambarkan pada tabel berikut:


(70)

Tabel .4.2.

Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Tempat tinggal No. Jenis kelamin Jumlah Prosentase

1 Komplek 13 51.85%

2 Perumahan 14 48.15%

Total 27 100%

3. Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan PR/Hari

Gambaran umum subyek berdasarkan Waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan PR/Hari dalam penelitian ini digambarkan pada table berikut:

Tabel .4.3.

Gambaran Umum Subyek Berdasarkan Waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan PR/Hari

No. Jenis kelamin Jumlah Prosentase

1 < 2 Jam 18 66.67%

2 > 2 Jam 9 33.33%


(71)

B. Presentasi Data

1. Hasil Skor Skala Kecerdasan Emosional

Untuk menentukan tingkat kecerdasan emosional subyek dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah peneliti menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) yaitu menempatkan individu ke dalam kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2003).

Tabel .4.4.

Skoring Skala Kecerdasan Emosional

Mean 133.9630

Std. Deviation 16.98751

Range 70.00

Minimum 102.00

Maximum 172.00

Berdasarkan hasil penelitian didapat skor tertinggi yang diperoleh subyek penelitian pada skala kecerdasan emosional yaitu sebesar 172 dan skor terendahnya adalah 102.

Kategorisasi kecerdasan emosional di kelompokkan ke dalam 3 kategori yang dapat diilustrasikan sebagi berikut:

172 149 125 102


(72)

Dari kategorisasi yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel .4.5.

Kategorisasi Skala Kecerdasan Emosional Kategori Skor Frekuensi Prosentase

Tinggi 149 - 172 5 18.52 %

Sedang 125 - 148 12 44.44 %

Rendah 1 0 2 - 1 2 4 10 37.04 % Total n = 27 100 %

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa subyek yang mendapatkan skor antara 149 sampai dengan 172 adalah sebanyak 5 orang dan termasuk dalam kategori golongan tinggi, sedangkan subyek yang mendapat skor antara 125 sampai dengan 148 termasuk dalam kategori sedang adalah sebanyak12 orang,

sedangkan subyek yang mendapat skor antara 102 sampai dengan124 termasuk dalam kategori rendah adalah sebanyak 10 orang,

2. Skor Prestasi Belajar

Dari data penelitian mengenai prestasi belajar dari 14 mata pelajaran diperoleh, dengan nilai terendah 46 dan nilai tertinggi 77 semester I tahun pelajaran 2009/2010. Nilai ini diperoleh dari nilai raport dalam bentuk satuan.


(73)

Dari kategorisasi yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel .4.6.

Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar

Kategori Skor Frekuensi Prosentase

Tinggi 68 - 77 19 70.37 %

Sedang 58 - 67 4 14.81 %

Rendah 4 6 - 5 7 4 14.81 % Total n = 27 100 %

C. Pengujian Hipotesis dan Interpretasi Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel skor mentah, maka dicari nilai dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang perhitungannya menggunakan program SPSS 10,0 for Windows. Hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut adalah r hitung = 0, 210 , yang dapat dilihat pada tabel berikut.

hitung


(74)

Tabel .4.7. Hasil Korelasi Correlations Tingkat Kecerdasan Emosi Prestasi Belajar Pearson Correlation 1 .210 Sig. (2-tailed) . .294 Tingkat Kecerdasan

Emosi

N 27 27

Pearson Correlation .210 1 Sig. (2-tailed) .294 . Prestasi Belajar

N 27 27

Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s product-moment dihasilkan nilai koefisien korelasi Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat adalah sebesar 0,210. Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N 27 adalah sebesar (0,381). Karena nilai r hitung yang didapat (0,210) < nilai r tabel (Sig. 5% ; N 27 = 0.381) dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa ada pengaruh

tingkat kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMA Triguna Utama Ciputat ditolak, yang berarti bahwa tinggi-rendahnya kecerdasan emosional siswa, tidak mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut. Ini bisa dilihat pada tabel 4.5 dan tabel 4.6, dimana kategori skala kecerdasan emosi memiliki prosentase 18% pada kategori tinggi, dan distribusi prestasi belajar sebesar 70.37% yang memiliki kategori tinggi, itu berarti prestasi belajar siswa lebih besar dari kecerdasan emosi.


(75)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari hasil analisa dan interpretasi data adalah tidak ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMA Triguna Utama Ciputat, dengan kata lain prestasi belajar tidak dapat dipengaruhi dengan kecerdasan emosional. Hal ini berarti siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang tinggi tidak berarti memiliki tingkat prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang rendah tidak berarti memiliki tingkat prestasi belajar yang rendah pula.

Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan skor kecerdasan emosional dimana 18.52% responden dari jumlah sampel berada pada kategori tinggi, 44.44% responden berada pada kategori sedang dan 37.04% responden berada dalam kategori rendah. Adapun hasil perhitungan nilai prestasi belajar didapat 14.81% responden berada dalam kategori rendah, 14.81% responden berada pada kategori sedang, dan 70.37% responden berada pada kategori tinggi.


(76)

B. Diskusi

Berdasarkan perhitungan dan analisa data dapat dilihat bahwa tidak ada pengaruh tingkat kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa SMA Triguna Utama Ciputat kelas II, dengan demikian kesimpulan yang terdapat dalam penelitian ini tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Richard hermstein dan Charles Murray dalam bukunya The Bell Curve, yang menaruh bobot penting pada IQ, menurut mereka setinggi-tinginya IQ menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-kekuatan lain. Kemudian berdasarkan pemyataan itu Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosional-lah yang termasuk dalam kekuatan-kekuatan lain tersebut.

Kenyataan ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal: yang pertama, sistem pendidikan yang diterapkan di SMA Triguna Utama Ciputat lebih berorientasi pada pengembangan kecerdasan intelektual, namun kurang berorientasi pada pengembangan kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar. Pendidik tidak menyadari bahwa proses belajar secara fundamental adalah proses kejiwaan yanga sangat penuh dengan nuansa emosi. Yang dibutuhkan sekarang ini adalah bagaimana agar anak didik tidak hanya pintar dalam intelektual, tetapi juga berkembang dalam hal emosinya. Dengan demikian anak akan lebih cepat bersosialisasi, mandiri dan kreatif. Kemudian penilaian yang dilakukan di sekolah untuk


(77)

menentukan prestasi belajar adalah kemampuan intelektual, seperti kemampuan berbahasa dan berhitung. Kemampuan hidup atau kemampuan emosi seperti mengatasi suatu konflik, bersikap asertif, mengendalikan marah, berkonsentrasi, mengarahkan diri, berempati, dan keterampilan sosial cenderung tidak dilakukan penilaian. Selain itu banyak tenaga pendidik yang belum mengaplikasikan peranan emosi terhadap suatu mata pelajaran dalam lingkup pendidikan, sehingga mereka kurang menanggapi emosi yang dialami siswa. Kemudian siswa sendiri belum pernah memperoleh pendidikan pengenalan emosi sendiri, baik di sekolah maupun dalam keluarga, sehingga mereka cenderung buta emosi atau merasa asing dengan emosi sendiri, mereka tidak sadar akan emosi yang muncul dan tidak tahu bagaimana mengendalikan emosi serta bagaimana mengungkapkan emosi secara benar.

Ketiga dimensi di atas sangat mempengaruhi secara nyata ketika materi pelajaran diberikan di kelas, sedangkan untuk dimensi lainnya yaitu empati dan keterampilan sosial sangat berpengaruh dalam mengerjakan tugas kelompok, baik di dalam maupun di luar kelas.

Selain itu dalam kerangka berpikir dipaparkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Salah satunya adalah tingkat kecerdasan emosional. Tetapi bila ternyata dalam penelitian ini ditemukan kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar, diduga faktor-faktor lainlah yang lebih mempengaruhinya


(78)

seperti perhatian, minat, bakat, kematangan, kesiapan, dan inteligensi terutama kecerdasan logis-matematis, yaitu salah satu bentuk kecerdasan yang dimiliki manusia dalam bernalar (pembagian kecerdasan menurut Gardner).

C. Saran

berikut beberapa saran untuk pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian ini.

1. Untuk pendidik, agar dapat memberi pelajaran serta pengetahuan bagi anak didiknya tentang segala hal yang berhubungan dengan kemampuan yang ada dalam diri termasuk kecerdasan emosional. Tidak hanya pengetahuan yang bersifat rasional saja yang harus diberikan akan tetapi pengetahuan tentang kemampuan untuk mengenali dan mengelola emosi sendiri, kemampuan berempati dan keterampilan sosial juga perlu diajarkan.

2. Untuk siswa, hendaknya memiliki kemauan untuk belajar memaharni emosi diri sendiri serta mengelolanya dengan baik, belajar memiliki rasa empati yang tinggi dan keterampilan sosial yang baik agar dapat merasakan manfaat dari semuanya untuk kehidupan pribadi di berbagai bidang, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan.


(1)

Detrended Normal Q-Q Plot of Tingkat Kecerd

Observed Value

260 240

220 200

180 160

De

v f

ro

m

No

rm

a

l

.8

.6 .4

.2

0.0 -.2 -.4

40 N =

Tingkat Kecerdasan E 280

260

240

220

200

180


(2)

Kuesioner

Try-out

No Item

Pertanyaan STS

TS

S

SS

1

Saya tidak sadar akan perasaan saya sendiri mengenai suatu persoalan

2

Saya selalu mengerti apa yang saya rasakan

3

Saya tetap menyadari apa yang sedang saya rasakan walaupun dalam keadaan yang tidak menyenangkan

4

Saya tdak menyadari apa yang sedang saya rasakan walaupun dalam keadaan yang menyenangkan

5

Sulit bagi saya untuk memahami perasaan saya sendiri

6

Saya memahami perasaan saya

7

Ketika saya menangis saya mengerti apa yang membuat saya menangis

8

Ketika saya menangis saya tidak mengerti apa yang membuat saya menangis

9

Saya sadar akan perasaan saya sendiri mengenai suatu persoalan

10

Dalam beberapa waktu saya sering risau karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada diri saya

11

Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk meredakan kemarahan

12

Saya dapat mengatasi stress tanpa menjadi gugup

13

Saya sering bertindak tanpa berpikir panjang

14

Saya mudah sekali menjadi marah

15

Saya berpikir dua kali sebelum bertindak

16

Saya merasa sulit mengendalikan rasa cemas

17

Melampiaskan amarah dengan cara meyakiti orang lain adalah sesuatu yang tidak baik

18

Walaupun sudah melampiaskan amarah, saya tetap belum merasa tenang

19

Saya memikirkan akibatnya bila sedang marah

20

Apabila saya sedang marah pada seseorang, saya harus menyimpannya dalam hati

21

Saya merasa bisa mengendalikan rasa cemas

22

Saya berusaha memikirkan sesuatu yang baik walaupun perasaan saya sedang tidak enak

23

Saya tidak memikirkan akibatnya bila sedang marah

24

Apabila saya sedang marah pada seseorang, saya harus mengungkapkannya pada saat itu juga

25

Ketika marah saya sulit sekali menjadi tenang kembali

26

Saya tidak tahu harus melakukan apa jika sedang stres

27

Saya yakin kegagalan yang saya alami saat ini menjadi penghalang keberhasilan di masa mendatang

28

Cara saya menghadapi kesulitan adalah tidak mengatasinya dengan cara bertahap


(3)

29

Sebelum menyelesaikan masalah, saya berusaha mendapat pandangan menyeluruh tentang masalah itu

30

Saya yakin kegagalan yang saya alami saat ini dapat di ubah menjadi keberhasilan di masa mendatang

31

Walaupun dalam keadaan sedih, saya selalu dapat tampak optimis

32

Ketika dalam keadaan sedih, saya tidak bisa optimis

33

Saya merasa optimis tentang hal-hal yang saya kerjakan

34

Saya tidak mudah menjadi depresi karena masalah yang saya hadapi

35

Sulit bagi saya untuk memilih penyelesaian yang terbaik dalam mengatasi masalah

36

Cara saya menghadapi kesulitan adalah mengatasinya dengan cara bertahap

37

Ketika saya mengalami kegagalan, saya selalu beranggapan hal itu karena kesalahan sendiri

38

Pada saat saya terkena musibah, itu adalah karena perbuatan orang lain yang tidak suka pada saya

39

Saya merasa tidak optimis tentang hal-hal yang saya kerjakan

40

Saya selalu menangis berhari-hari jika sedang dirundung masalah

41

Saya tidak merasa kasihan terhadap mereka yang

mengalami kecelakaan, itu adalah kesalahan mereka sendiri

42

Sulit bagi saya untuk memahami perasaan orang lain

43

Ketika teman saya sedang sedih, saya berusaha untuk menghiburnya

44

Penderitaan yang di alami teman saya adalah penderitaan saya juga

45

Saya tidak suka mendengarkan teman saya yang mengungkapkan keluh-kesahnya, itu hanya membuang waktu saya

46

Penderitaan yang di alami teman saya bukan penderitaan saya

47

Saya tidak peduli pada pengemis yang saya temui di jalan

48

Saya perduli dengan apa yang terjadi pada orang lain

49

Saya merasa bersimpati terhadap mereka yang mengalami musibah

50

Saya tidak perduli terhadap mereka yang mengalami musibah

51

Saya tidak suka menolong orang kecelakaan di jalan,itu bukan urusan saya

52

Saya mudah memahami perasaan orang lain

53

Saya senang membantu orang lain yang sedang mengalami kesusahan

54

Ketika di sekitar saya ada yang terkena musibah, saya

berusaha untuk menolongnya


(4)

56

Saya senang mengikuti berbagai kegiatan sosial karena bermanfaat untuk saya sendiri dan orang lain

57

Sulit bagi saya untuk mengutarakan perasaan kepada orang lain

58

Orang-orang bilang saya tidak pandai bergaul

59

Orang-orang merasa senang bergaul dengan saya

60

Saya sulit untuk mencari teman

61

Saya lebih suka menggunakan waktu untuk terlibat pembicaraan daripada berdiam diri

62

Saya mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru

63

Mudah bagi saya untuk mencari teman

64

Hubungan saya dengan orang lain tidak terlalu baik

65

Saya lebih senang menyendiri ketika berada dalam lingkungan baru

66

Saya sulit melakukan pembicaraan dengan orang yang baru saya kenal

67

Saya tidak mau memberi sedekah setiap kali bertemu pengemis

68

Saya tidak suka menghadiri acara yang dihadiri oleh kebanyakan orang-orang yang tidak saya kenal

69

Sangat mudah bagi saya untuk mengutarakan perasaan kepada orang lain


(5)

Uji validitas try-out

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Item-total Statistics

Scale Scale Corrected

Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted

VAR00001 205.0000 409.2308 .6215 .9019

VAR00002 204.2750 428.3071 .1625 .9062

VAR00003 204.9750 415.8712 .4468 .9037

VAR00004 204.2000 421.3949 .3523 .9046

VAR00005 204.6250 424.3429 .2903 .9052

VAR00006 205.3000 419.3949 .3720 .9045

VAR00007 204.4750 417.5378 .6003 .9030

VAR00008 204.8750 424.8301 .2708 .9053

VAR00009 204.1000 428.1436 .2183 .9056

VAR00010 204.9500 415.1769 .4281 .9039

VAR00011 204.2750 422.5635 .3345 .9048

VAR00012 204.7250 419.5891 .4261 .9040

VAR00013 204.5000 417.7436 .4860 .9035

VAR00014 205.1000 421.6821 .3788 .9045

VAR00015 204.9000 417.1692 .4531 .9037

VAR00016 204.8750 416.7788 .4695 .9036

VAR00017 204.4250 414.5071 .5681 .9028

VAR00018 205.0500 409.6385 .6241 .9020

VAR00019 204.3000 419.2410 .4895 .9037

VAR00020 205.2250 416.0250 .4323 .9038

VAR00021 205.0000 423.8974 .2610 .9055

VAR00022 204.8250 422.5071 .3578 .9046

VAR00023 205.5250 414.8712 .5002 .9032

VAR00024 204.2750 422.5122 .4533 .9042

VAR00025 204.9250 427.0455 .2043 .9058

VAR00026 204.5000 426.5128 .2091 .9058

VAR00027 204.5500 426.3051 .2869 .9052

VAR00028 204.8500 419.5667 .2957 .9054

VAR00029 204.0250 421.7173 .5415 .9038

VAR00030 204.6250 424.7532 .3099 .9050

VAR00031 204.7500 424.5000 .2438 .9056

VAR00032 204.3750 426.4455 .2810 .9052

VAR00033 205.0750 412.9429 .6427 .9022

VAR00034 204.3500 429.0026 .1759 .9059

VAR00035 204.8500 420.6436 .3237 .9049

VAR00036 204.7250 427.4353 .2682 .9053

VAR00037 204.5250 420.4609 .4500 .9040


(6)

VAR00039 204.5250 420.4609 .4500 .9040

VAR00040 204.2750 422.5122 .4533 .9042

VAR00041 204.8750 446.2660 -.3062 .9117

_ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted VAR00042 204.8750 426.8301 .1427 .9069

VAR00043 205.0250 413.3583 .4660 .9035

VAR00044 204.3250 421.5583 .3259 .9049

VAR00045 204.9000 417.9385 .4012 .9042

VAR00046 204.2250 422.9994 .3184 .9049

VAR00047 204.7250 422.2558 .2803 .9054

VAR00048 205.2750 413.9994 .5202 .9030

VAR00049 204.5500 420.4590 .4595 .9039

VAR00050 204.8750 434.8301 -.0478 .9081

VAR00051 204.1500 425.1051 .3164 .9050

VAR00052 204.8000 438.6769 -.1372 .9098

VAR00053 204.5000 419.2821 .4370 .9040

VAR00054 204.8000 420.6769 .3709 .9045

VAR00055 204.5500 428.3051 .1369 .9066

VAR00056 204.9750 421.1532 .4342 .9041

VAR00057 204.9250 417.3532 .4277 .9039

VAR00058 204.8250 420.8660 .3457 .9047

VAR00059 204.4250 418.1994 .4539 .9038

VAR00060 204.9000 420.5538 .3196 .9050

VAR00061 204.3000 428.2667 .1649 .9061

VAR00062 205.1250 431.9071 .0304 .9077

VAR00063 205.0000 424.3077 .2493 .9056

VAR00064 204.7000 432.9333 .0129 .9073

VAR00065 205.5500 417.7410 .4254 .9040

VAR00066 204.2500 422.1923 .4312 .9042

VAR00067 204.9500 427.2282 .2071 .9058

VAR00068 204.5250 420.2558 .4334 .9040

VAR00069 204.5500 427.5872 .2559 .9054

VAR00070 205.0000 417.3846 .3256 .9051

Reliability Coefficients N of Cases = 40.0 N of Items = 70 Alpha = .9061