xxvi Tujuan berbicara untuk bertindak dan berbuat sejajar dengan tujuan
pertama dan kedua di atas. Dalam pembicaraan yang bertujuan memberitahukan atau menyampaikan sesuatu kepada pendengar, setelah mendengarkan, pendengar
diharapkan betul-betul mengetahui dan memahami sesuatu dengan lebih baik. Penjelasan terakhir yaitu tujuan berbicara untuk menyenangkan, yakni diharapkan
tercipta suasana gembira di kalangan pendengar.
c. Faktor Penunjang Keterampilan Berbicara
Pada intinya keberhasilan seseorang untuk dapat terampil berbicara ditunjang oleh beberapa faktor. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988: 17-22
mengelompokkan faktor penunjang keterampilan berbicara ke dalam dua unsur, yakni kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi ketepatan
ucapan, penempatan tekanan, nada dan durasi yang sesuai, diksi, serta ketepatan sasaran pembicara. Faktor nonkebahasaan yang mendukung keterampilan
berbicara, diantaranya: sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku; pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara; kesediaan menghargai pendapat orang lain;
gerakan-gerakan dan mimik yang tepat; kenyaringan suara; kelancaran; relevansi; penalaran; dan penguasaan topik. Hal tersebut juga dapat menunjang keefektifan
berbicara. Sejalan dengan hal tersebut, Marwoto dan Yant Mujianto 1988: 2
menjelaskan beberapa hal yang mendukung keterampilan berbicara diantaranya: 1 penalaran bahasa, logika, metodologi, sistematika, transformasi ipteaks ilmu,
pengetahuan, teknologi, agama, dan seni; 2 kompetensi bahasa; 3 penguasaan materi pembicaraan; 4 konsentrasi yang tinggi; 5 pelafalan kata-kata yang jelas
dan fasih; 6 ketenangan jiwa; 7 pemahaman psikologi massa serta ekspresi wajah dan anggota badan yang mendukung.
d. Bentuk-Bentuk Berbicara
Haryadi dan Zamzami 1997: 59 menjelaskan bahwa berbicara dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek, antara lain: 1 arah pembicaraan, 2
tujuan pembicaraan, dan 3 suasana. Berdasarkan arah pembicaraan, berbicara
xxvii dikelompokkan menjadi berbicara satu arah pidato dan ceramah dan berbicara
duamulti arah konversasi dan diskusi. Berdasarkan aspek tujuan, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam berbicara persuasi, argumentasi, instruksional, dan
rekreatif. Sementara itu, berdasarkan suasana dan sifatnya, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam berbicara formal dan nonformal.
Lebih lanjut, Haryadi dan Zamzani 1997: 58 menjelaskan bahwa wilayah berbicara biasanya dibagi menjadi dua bidang, yaitu 1 berbicara terapan
atau fungsional the speech art dan 2 pengetahuan dasar berbicara the speech science. Jadi berbicara dapat ditinjau dari seni dan berbagai ilmu. Berbicara
sebagai seni menekankan penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat. Sebagai contoh berbicara di depan umum, diskusi kelompok, dan
debat. Berbicara sebagai ilmu berarti menelaah hal-hal yang berkaitan dengan 1 mekanisme berbicara dan mendengar, 2 latihan dasar tentang ujaran dan suara,
3 bunyi-bunyi bahasa, dan 4 patologi ujaran. Menurut Suharyanti dan Edy Suryanto 1996: 130, secara umum jenis
berbicara dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Dalam kelompok pertama terlihat peristiwa adanya berbicara yang hanya menyampaikan pesan kepada
pendengarnya untuk kemudian dipahami oleh pendengar yang bersangkutan, misalnya pidato, khotbah, dan pembawa acara. Dalam kelompok kedua terlihat
adanya peristiwa penyampaian pesan kepada pendengar yang kemudian disusul dengan timbulnya reaksi atau tanggapan respon pendengar, misalnya diskusi dan
rapat organisasi. Jadi ada interaksi antara pembicara dan pendengar. Dalam hal ini, pendengar dapat melakukan tindakan: bertanya, menanggapi, memberi
komentar atau kritik atas apa yang dikemukakan oleh pembicara, mendebat, menginterupsi, tetapi mungkin juga memberi penjelasan lanjutan yang
menguntungkan pihak yang berpartisipasi dalam pembicaraan itu.
2. Hakikat Pembelajaran Berbicara di SMP a. Pengertian Pembelajaran