SIROSIS HATI Korelasi Kadar Profil Lipid dengan Derajat Keparahan Berdasarkan Skor Child-Pugh pada Pasien Sirosis Hati

g. Penyimpanan Selain glikogen, hati merupakan tempat penyimpanan utama untuk vitamin tertentu A, B12, D, E, dan K dan mineral besi dan tembaga, yang dilepaskan dari hati saat dibutuhkan tubuh. h. Fagositosis Sel retikuloendotelial stelata Kuppffer di hati memfagosit sel darah merah yang sudah tua, sel darah putih, dan beberapa bakteri. i. Aktivasi vitamin D Kulit, hati, dan ginjal berpartisipasi dalam mensintesis bentuk aktif dari vitamin D Tortora Derrickson, 2009.

2.2. SIROSIS HATI

2.2.1. Definisi Sirosis Hati

Sirosis hati ialah penyakit hati kronis yang tidak diketahui sebab- sebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. Istilah sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata “kirrhos” yang berarti kuning oranye orange yellow, karena terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk Hadi, 2002. Sirosis adalah suatu penyakit yang didefinisikan secara histopatologis dan memiliki beragam manifestasi klinis dan penyulit, yang sebagian di antaranya mengancam nyawa. Gambaran patologik sirosis terdiri dari pembentukkan fibrosis hingga tahap yang menyebabkan distorsi arsitektur hati disertai pembentukkan nodus-nodus regeneratif Bacon, 2008.

2.2.2. Klasifikasi dan Etiologi

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular besar nodul lebih dari 3 mm atau mikronodular besar nodul kurang dari 3 mm atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan Nurdjanah, 2009. Universitas Sumatera Utara Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi : 1 alkoholik, 2 kriptogenik dan post hepatitis pasca nekrosis, 3 biliaris, 4 kardiak, dan 5 metabolik, keturunan, dan terkait obat Nurdjanah, 2009. Tabel 2.1. Etiologi Sirosis Hati ETIOLOGI SIROSIS 1. Hepatitis C kronik 26 2. Penyakit hati alkoholik 21 3. Sirosis kriptogenik 18 4. Hepatitis B ± hepatitis D 15 5. Penyebab lain : a. NAFLD Nonalcoholic fatty liver disease Perlemakan hati non-alkoholik b. Hemokromatosis c. Penyakit Wilson d. Defisiensi α-1 antitrypsin e. Hepatitis autoimun f. Sirosis biliaris primer g. Sirosis biliaris sekunder obstruksi biliaris ekstrahepatik h. Kolangitis sklerotikans primer i. Obstruksi aliran vena hepatis kronik Sindroma Budd-Chiari j. Obat-obatan Methotrexate, Amiodarone Mungkin termasuk beberapa kasus NAFLD Sumber : Choudhury Sanyal, 2006

2.2.3. Patofisiologi Fibrosis

Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler, yang merupakan tempat perancah scaffolding normal untuk hepatosit, terdiri dari jaringan kolagen terutama tipe I, III, dan V, glikoprotein, dan proteoglikan. Sel-sel stelata, berada dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel penting untuk memproduksi matriks ekstraseluler. Sel-sel stelata, dulu bernama sel-sel Ito, juga liposit, atau sel-sel perisinusoidal, dapat mulai diaktivasi menjadi sel-sel pembentuk kolagen oleh berbagai faktor parakrin. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel-sel hepatosit, sel-sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati. Sebagai contoh, peningkatan kadar TGF Universitas Sumatera Utara β-1 transforming growth factor β-1 dijumpai pada pasien dengan hepatitis C kronik dan sirosis. TGF β-1, selanjutnya akan merangsang sel-sel stelata yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe I Kusumobroto, 2007. Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse ruang antara hepatosit dan sinusoid dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid, oleh sel-sel stelata, dapat memacu hipertensi portal. Pemakaian obat-obat di masa depan untuk mencegah timbulnya fibrosis ini, dapat difokuskan terutama untuk menekan terjadinya peradangan hati, menghambat aktivasi sel-sel stelata, menghambat aktivitas fibrogenesis sel stelata, dan merangsang degradasi matriks Kusumobroto, 2007.

2.2.4. Manifestasi Klinis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah danatau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma Nurdjanah, 2009.

2.2.5. Diagnosis

Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsi hati. Namun, biopsi hati dapat menimbulkan komplikasi serius, meskipun sangat jarang. Karena itu tindakan ini hanya dicadangkan untuk yang tipe penyakit Universitas Sumatera Utara hatinya atau ada tidaknya sirosis yang masih meragukan. Diagnosis kemungkinan sirosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium rutin Kusumobroto, 2007. Bila diagnosis sirosis dapat ditegakkan, pemeriksaan lain dikerjakan untuk menentukan beratnya sirosis, serta ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan lain juga dapat dibuat untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan sirosis. Beberapa pemeriksaan berikut dapat dipakai untuk diagnosis sirosis dan evaluasinya : a Anamnesis Perlu ditanyakan konsumsi alkohol jangka panjang, penggunaan narkotik suntikan, juga adanya penyakit hati menahun. Pasien dengan hepatitis virus B atau C mempunyai kemungkinan tertinggi untuk mengidap sirosis Kusumobroto, 2007. b Pemeriksaan fisik Hepatomegali dan atau splenomegali. Pada palpasi, hati teraba lebih keras dan berbentuk lebih ireguler daripada hati yang normal. Spider telangiectasias, terutama pada pasien dengan sirosis alkoholik. Spider ini terutama ditemukan di kulit dada. Namun spider juga dapat dijumpai pada mereka yang tidak mempunyai penyakit hati. Ikterus dan jaundice. Asites dan edema dan pasien dengan deposit tembaga copper yang abnormal di matanya atau yang menunjukkan gejala-gejala neurologi tertentu, mungkin mengidap penyakit Wilson, yang merupakan kelainan genetik akibat akumulasi tembaga yang abnormal di seluruh tubuh, termasuk dalam hati yang dapat menimbulkan sirosis Kusumobroto, 2007. c Pemeriksaan laboratorium Peningkatan abnormal enzim transaminase AST dan ALT, pada pemeriksaan rutin dapat menjadi salah satu tanda adanya peradangan atau kerusakan hati akibat berbagai penyebab, termasuk sirosis. Sirosis yang lanjut dapat disertai penurunan kadar albumin dan faktor-faktor pembeku darah. Peningkatan jumlah zat besi dalam darah dijumpai pada pasien hemokromatosis, suatu penyakit hati genetik, yang dapat menjurus ke sirosis. Autoantibodi antinuclear antibody = ANA, Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Tes Laboratorium dan Temuannya pada Sirosis DESKRIPSI PENYEBAB AST, ALT Biasanya normal atau meningkat sedang Kebocoran dari hepatosit yang rusak; rasio AST-ke-ALT sering 1, khususya pada sirosis alkoholik defisiensi vitamin B6 relatif ALP Meningkat kurang dari 3 kali lipat, terlepas dari PBC dan PSC Kolestasis γ-GT Lebih spesifik untuk hati dibandingkan ALP, konsentrasi tinggi pada alkoholik aktif Kolestasis Bilirubin Meningkat kemudian dibandingkan γ-GT dan ALP, prediktor penting untuk mortalitas Kolestasis, penurunan fungsi ekskresi hepatosit dan ginjal eksaserbasi dengan inflamasi sistemik Albumin Menurun pada sirosis stadium lanjut Penurunan produksi hepar, sekuestrasi menjadi asites dan interstitium eksaserbasi pada inflamasi sistemik; DD: malnutrisi, protein losing enteropathy Prothrombin time Menurun pada sirosis stadium lanjut Penurunan produksi hepar untuk faktor VVII saat produksi trombin dipertahankan; DD: defisiensi vitamin K misalnya, karena obstruksi biliaris mekanis Immunoglobulins Meningkat terutama IgG Pelangsiran shunting dari darah vena porta yang membawa intestinal usus halus antigen ke jaringan limfe dengan stimulasi resultan sel plasma Ketidakseimbangan natrium Hiponatremia Ketidakmampuan untuk mengekskresi cairan bebas melalui ginjal karena peningkatan aktivitas hormon antidiuretik efek reseptor vassopresin 2 Anemia Anemia makrositik, normositik, atau mikrositik Defisiensi asam folat, hipersplenisme, toksisitas langsung alkohol, perdarahan gastrointestinal misalnya, melalui varises esofagus Universitas Sumatera Utara Trombosit dan leukosit Trombositopenia leukopenia Hipersplenisme, disfibrinogenemia, berkurangnya produksi trombopoietin hepatik AST = aspartate aminotransferase. ALT = alanine aminotransferase. ALP = alkaline phosphatase. DD = differential diagnosis. γ-GT = γ-glutamyl transpeptidase. PBC = primary biliary cirrhosis. PSC = primary sclerosing cholangitis. Sumber : Schuppan Afdhal, 2008 antismooth muscle antibody = ASMA dan antimitochondrial antibody = AMA kadang-kadang dapat ditemukan pada darah pasien hepatitis autoimun atau sirosis bilier primer Kusumobroto, 2007. d Pemeriksaan endoskopi Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam dua tahun. Bila ditemukan varises kecil, endoskopi ulang dilakukan dalam satu tahun. Sebaliknya, bila ditemukan varises besar, harus secepatnya dikerjakan terapi prevensi untuk mencegah perdarahan pertama Kusumobroto, 2007. e Pemeriksaan CT scan CAT atau MRI dan USG Dapat dipakai untuk evaluasi kemungkinan penyakit hati. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan hepatomegali, nodul dalam hati, splenomegali, dan cairan dalam abdomen, yang dapat menunjukkan sirosis hati. Kanker hati dapat ditemukan dengan pemeriksaan CT scan, MRI, maupun USG abdomen. Kanker hati sering timbul pada pasien sirosis. Fungsi asites : bila terdapat penumpukan cairan dalam perut, dapat dilakukan fungsi cairan asites. Dengan pemeriksaan khusus dapat dipastikan penyebab asites, apakah akibat sirosis atau akibat penyakit lain Kusumobroto, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.2.6. Komplikasi

2.2.6.1. Hipertensi Porta

Hipertensi porta didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena hepatika menjadi 5 mmHg. Hipertensi porta disebabkan oleh kombinasi dua proses hemodinamik yang berlangsung bersamaan : 1 meningkatnya resistensi intrahati terhadap aliran darah melalui hati akibat sirosis dan nodus-nodus regeneratif, dan 2 meningkatnya aliran darah splanknik akibat vasodilatasi di dalam jaringan pembuluh splanknik Bacon, 2008.

2.2.6.2. Splenomegali dan Hipersplenisme

Splenomegali kongestif sering terjadi pada pasien dengan hipertensi porta. Gambaran klinis berupa adanya limpa yang membesar pada pemeriksaan fisik dan terjadinya trombositopenia dan leukopenia pada pasien dengan sirosis Bacon, 2008. Tabel 2.3. Komplikasi Sirosis KOMPLIKASI SIROSIS Hipertensi porta Koagulopati Varises gastroesofagus Defisiensi faktor Gastropati hipertensif porta Fibrinolisis Splenomegali, hipersplenisme Trombositopenia Asites Penyakit tulang Peritonitis bakteri spontan Osteopenia Sindrom hepatorenal Osteoporosis Tipe 1 Osteomalasia Tipe 2 Kelainan hematologik Ensefalopati hati Anemia Sindrom hepatopulmonar Hemolisis Hipertensi portopulmonar Trombositopenia Malnutrisi Neutropenia Sumber : Bacon, 2008

2.2.6.3. Asites

Asites adalah penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum. Sebagian besar kausa asites adalah hipertensi porta yang berkaitan dengan sirosis. Universitas Sumatera Utara Hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik plasma juga berperan menyebabkan hilangnya cairan dari kompartemen vaskular ke dalam rongga peritoneum. Hipoalbuminemia disebabkan oleh berkurangnya fungsi sintesis hati sirosis Bacon, 2008.

2.2.6.4. Peritonitis Bakteri Spontan

Peritonitis Bakteri Spontan Spontaneous Bacterial Peritonitis, SBP merupakan penyulit yang umum dan berat pada asites dan ditandai oleh infeksi spontan cairan asites tanpa sumber intra-abdomen Bacon, 2008.

2.2.6.5. Sindrom Hepatorenal

Sindrom hepatorenal adalah salah satu bentuk gagal ginjal fungsional tanpa patologi ginjal yang terjadi pada sekitar 10 pasien dengan sirosis tahap lanjut atau gagal hati akut. Pada pasien tersebut, terjadi gangguan mencolok pada sirkulasi arteri ginjal; ini mencakup peningkatan resistensi vaskular disertai oleh berkurangnya resistensi vaskular sistemik Bacon, 2008.

2.2.6.6. Ensefalopati Hati

Ensefalopati portosistemik adalah penyulit serius penyakit hati kronik dan secara luas didefinisikan sebagai perubahan status mental dan fungsi kognitif yang terjadi pada pasien dengan gagal hati Bacon, 2008.

2.2.6.7. Malnutrisi pada Sirosis

Karena hati terutama berperan dalam mengatur metabolisme protein dan energi di tubuh, maka tidaklah mengejutkan bahwa pasien dengan penyakit hati stadium lanjut sering mengalami malnutrisi. Jika pasien telah mengalami sirosis, maka metabolisme mereka menjadi lebih katabolik dan protein otot mengalami metabolisasi. Terdapat banyak faktor yang berperan menyebabkan malnutrisi pada sirosis, termasuk asupan diet yang kurang, perubahan dalam penyerapan nutrien di Universitas Sumatera Utara usus, dan perubahan metabolisme protein. Suplementasi diet bagi pasien dengan sirosis membantu mencegah pasien menjadi katabolik Bacon, 2008.

2.2.7. Prognosis

Prognosis pasien sirosis tergantung ada tidaknya komplikasi sirosis. Pasien sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama, bila tidak berkembang menjadi sirosis dekompensata. Diperkirakan harapan hidup sepuluh tahun pasien sirosis kompensata sekitar 47. Sebaliknya pasien sirosis dekompensata, mempunyai harapan hidup hanya sekitar 16 dalam waktu lima tahun Kusumobroto, 2007. Tabel 2.4. Indeks Hati PEMERIKSAAN 1 2 1 Albumin g 3,6 3,0 – 3,5 3,0 2 Bilirubin mg 2,0 2,0 – 3,0 3,0 3 Gangguan kesadaran - Minimal + 4 Asites - Minimal + Kegagalan hati ringan = indeks hati 0 – 3 Kegagalan hati sedang = indeks hati 4 – 6 Kegagalan hati berat = indeks hati 7 – 10 Untuk menilai prognosis pasien dengan hematemesis melena yang mendapat terapi medis Sumber : Kusumobroto, 2007 Indeks hati Tabel 2.4. dapat dipakai sebagai petunjuk menilai prognosis pasien sirosis hati dengan hematemesis melena yang mendapat pengobatan medis. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien gagal hati ringan angka kematian antara 0-16, sementara yang gagal hati sedang sampai berat, angka kematian antara 18-40 Kusumobroto, 2007. Untuk pasien sirosis hati yang direncanakan tindakan bedah, penilaian prognosis pasien dilakukan dengan melakukan penilaian skor menurut Child- Turcotte-Pough skor CTP Tabel 2.5.. Sementara untuk penilaian pasien sirosis yang direncanakan transplantasi hati menggunakan skor MELD Model for End- stage Liver Disease atau PELD Pediatric End-stage Liver Disease Tabel 2.6. Kusumobroto, 2007. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.5. Klasifikasi Child-Turcotte-Pough Child-Turcotte-Pough CTP score for assessment of liver function Klasifikasi CTP 1 poin 2 poin 3 poin Bilirubin mgdL 2 2 – 3 3 Pasien PBC dan PSC 4 4 – 10 10 Albumin gdL 3,5 2,8 – 3,5 2,8 PT memanjang 3,5 4 – 6 6 INR 1,7 1,8 – 2,3 2,3 Asites - Sedikit atau terkontrol obat Sedang atau berat Ensefalopati - 1 – 2 3 – 4 A = 5 – 6 B = 7 – 9 Skor CTP : C = 10 – 15 Untuk menilai kandidat tindakan bedah pada pasien sirosis hati Sumber : Kusumobroto, 2007 Tabel 2.6. Skor MELD atau PELD Model pada penyakit hati tahap akhir MELD atau Penyakit hati anak tahap akhir PELD : Skor MELD : 3,8log [bilirubin] + 11,2log [INR] + 9,6 [kreatinin] + 6,4 Interval skor MELD = 6 – 40 Untuk menilai kandidat penerima donor transplantasi hati Sumber : Kusumobroto, 2007

2.3. METABOLISME LIPID