Grafik 4.18. Hydrograf Storage T = 50 Tahun
Grafik 4.19. Hydrograf Inflow-Outflow T = 100 Tahun
Grafik 4.20. Hydrograf Storage T = 100 Tahun
Dari tabel perhitungan untuk setiap x = 0,1 sampai dengan 0,5 di dapat hasil grafik sebagai berikut:
Grafik 4.21. Grafik hubungan S dan xI + 1-xO untuk x = 0 sampai x = 0,5 pada
periode ulang T = 2 Tahun
Grafik 4.22. Grafik hubungan S dan xI + 1-xO untuk x = 0 sampai x = 0,5 pada
periode ulang T = 5 Tahun
Grafik 4.23. Grafik hubungan S dan xI + 1-xO untuk x = 0 sampai x = 0,5 pada periode ulang T = 10 Tahun
Grafik 4.24. Grafik hubungan S dan xI + 1-xO untuk x = 0 sampai x = 0.5 pada periode ulang T = 20 Tahun
Grafik 4.25. Grafik hubungan S dan xI + 1-xO untuk x = 0 sampai x = 0,5 pada periode ulang T = 50 Tahun
y = 0,975x + 8,5287
-500 500
1000 1500
2000 2500
-2000 2000
4000
x I
+ 1
-x O
[m 3
s ]
Storage [m3]
x = 0
Log. 0 Linear 0
Grafik 4.26. Grafik hubungan S dan xI + 1-xO untuk x = 0 sampai x = 0,5 pada periode ulang T = 100 Tahun
Hubungan Metode Muskingum dengan banjir yang terjadi adalah karena tujuan penggunaan metode Muskingum adalah untuk mengetahui berapa debit keluar yang akan terjadi
setelah ditelusuri sepanjang sungai dimulai dari Hulu sampai dengan hilir yang dimana nantinya debit keluar tersebut dapat dijadikan prakiraan debit banjir yang kemungkinan akan terjadi dalam
jangka waktu yang ditentukan dengan mengetahui nilai K dalam satuan jam. Debit keluar tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengantisipasi banjir jangka pendek sesuai dengan tujuan
dilakukannya analisa ini.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis dapat disimpulkan mengenai perhitungan debit banjir metode Muskingum di sungai percut :
1. Dari hasil perhitungan intensitas hujan dengan distribusi Log Pearson III yang terpilih
yaitu sebesar
132,683
mm, dihitung sedemikian rupa sehingga diperoleh debit banjir metode Nakayasu sebesar 1029,795 m
3
detik. 2.
Pada perhitungan Muskingum menggunakan ∆t rencana selama 36 jam, diperoleh
parameter k sebesar 2 hari. 3.
Nilai x koefisien berat yang digunakan dari hasil analisis dengan metode Muskingum adalah 0.3 yang didapat dengan menggunakan data debit Nakayasu.
4. Debit masuk inflow maksimum yang terbesar yang dihasilkan dari analisa
perhitungan dengan metode Muskingum adalah sebesar 1029,795 m
3
s yang didapatkan dengan cara Nakayasu.
5. Debit keluar outflow maksimum yang terbesar yang dihasilkan dari analisa
perhitungan dengan metode Muskingum adalah sebesar 843,006 m
3
s yang didapatkan dengan cara Nakayasu.
6. Nilai storage yang dihasilkan dari analisis dengan metode Muskingum di waktu t = 2
jam adalah sebesar 2268,290 m
3
detik.
5.2. Saran
1. Untuk mendapatkan besarnya debit banjir rancangan sungai percut yang lebih akurat perlu dilakukan dengan menambahkan data curah hujan harian maksimum di beberapa stasiun
curah hujan yang mewakili dan dengan menambah beberapa metode perhitungan debit banjir
lainnya sehingga perhitungan dapat diperbandingkan dengan baik dan maksimal.
2. Perlu dilakukan pengerukan terhadap sedimen atau storage dalam kurun waktu beberapa periode tertentu, untuk memperbesar kapasitas daya tampung sungai, sehingga dapat
membantu mengurangi resiko terjadinya banjir di sungai percut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Daerah aliran sungai DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan
yang diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai
atau danau
yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya.
Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain.
Tujuan penelusuran banjir adalah untuk: a
Prakiraan banjir jangka pendek b
Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf satuan di suatu titik di sungai tersebut.
c Prakiraan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan dalam palung sungai
misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau pembuatan tanggul.
d Derivasi hdrograf sintetik.C.D Soemarto, 1995.
2.2 Hubungan Antara Curah Hujan dan Limpasan
Karena data curah hujan biasanya tersedia lebih banyak daripada data debit, maka dicari korealasi antara aliran sungai dan hujan untuk diterapkan dalam periode tersedia data curah
hujan. Hubungan antara curah hujan dan limpasan dapat dikembangkan secara teoritis, jika segala sesuatu mengenai karakteristik fisik system di daearah pengaliran, kondisi mulanya,
proses fisik, dan sebagainya, ingin diketahui. Hal ini tidak mungkin dilaksanakan. Sebagai penggantinya kita mencari hubungan tersebut secara empiris dengan menggunakan metode
statistic. Salah satu masalah dalam hidrologi adalah bagaimana caranya menurunkan aliran sungai
di dalam suatu daerah pengaliran sungai dari curah hujan yang diketahui. Menurut DOOGE : A system is anything consisting of parts connected together structure, device, scheme, procedure
and interrelating in a given time reference an input, effect or response in the field of matter, energy or information.
Daerah pengaliran sungai adalah suatu system yang mengubah curah hujan atau input ke dalam debit atau output, response atau sambutan di pelepasannya outlet. Pengaruh yang di
akibatkan curah hujan juga tergantung pada kondisi mula system, misalnya tingkat kebasahan daerah pengaliran pada permulaan hujan yang ditentukan oleh keadaan iklim sebelumnya. Curah
hujan ditentukan oleh intensitas, lama waktu, distribusi dan sebagainya.
Curah hujan yang jatuh di atas daerah aliran sungai watershed, mengalir lewat berbagai rute. Sebagian hujan total menjadi limpasan langsung, yang terdiri dari limpasan permukaan dan
interflow aliran yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan permeabilitas rendah, dan akan keluar lagi di tempat yang lebih rendah dan berubah menjadi
limpasan permukaan. Aliran limpasan langsung termasuk proses cepat, sedangkan aliran air tanah termasuk proses lambat. C.D Soemarto, 1995.
2.2.1 Curah Hujan Pada Suatu Daerah
Kedalaman hujan rata-rata pada daerah tertentu, ditinjau atas dasar satu kali hujan musiman atau tahunan, dibutuhkan dalam jenis masalah hidrologi. Metode yang paling
sederhana ialah dengan merata-ratakan jumlah yang terukur dalam daerah itu secara aritmetik. a
Metode Thiessen berusaha untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur
dengan menyediakan suatu factor pembobot bagi masing-masing stasiun. Stasiun- stasiunya di plot pada suatu peta, dan garis-garis yang menghubungkan digambar.
Garis-garis bagi tegak lurus dari garis penghubung ini membentuk poligon-poligon di sekitar masing-masing stasiun.
b Metode titik-grid
merata-ratakan hujan yang diperkirakan di semua titik yang berhimpitan di atasnya. Pendekatan ini mempunyai keunggulan tertentu disbanding
dengan metode thiessen, tetapi hanya praktis bila dibantu computer. c
Metode isohiet lokasi stasiun dan besarannya di plot pada suatu peta yang cocok, dan
kontur untuk hujan yang sama kemudian digambar. Hujan rata-rata suatu daerah dihitung dengan mengalikan hujan rata-rata antara isohyet yang berdekatan dengan
luas antara isohyet, menjumlahkan hasilnya, dan membaginya dengan luas total. K.Linsley, Jr, Dkk.1989.
2.2.2 Komponen Limpasan
Aliran permukaan atau Limpasan permukaan, adalah air yang dalam perjalanannya menuju alur pengairan berada di atas permukaan tanah. Kata alur yang
dipakai menunjuk pada setiap lekukan yang dapat membuat sejumlah kecil air dalam aliran turbulen selama hujan berlangsung dan tak lama setelah itu. Jarak yang harus
ditempuh oleh air sebagai aliran permukaan relative pendek, jarang lebih dari ratusan kaki.
Pembagian suatu hidrograf menjadi limpasan langsung dan limpasan air tanah sebagai dasar bagi analisis selanjutnya yang dikenal sebagai hydrograph analysis. Untuk
penerapan konsep hidrograf satuan, metode pemisahannya harus sedemikian rupa sehingga dasar waktu limpasan langsungnya tetap relative konstan dari hujan yang satu
ke hujan berikutnya. Biasanya hal ini diberikan dengan mengakhiri limpasan langsungnya pada waktu yang ditetapkan setelah puncak hidrograf. K.Linsley, Jr,
Dkk.1989.
2.3. Cara Menghitung Debit Banjir Rencana 2.3.1 Cara Rasional
Cara ini adalah cara tertua dalam menghitung debit banjir dari curah hujan. Cara tersebut didasarkan atas rumus:
Q = i.A
Dengan: Q
: debit i
: intensitas hujan yang merata di seluruh daerah pengaliran daerah yang turun menerus A
: luas daerah pengaliran Rumus tersebut didasarkan atas:
• Tidak ada kehilangan-kehilangan semua curah hujna menjadi limpasan permukaan
• Lama waktu hujan sedemikian rupa sehingga debit keseimbangan dicapai dengan
memperhatikan adanya kehilangan-kehilangan maka rumus diubah menjadi: Q = c.i.A
Dengan c 1, tetapi berapa seharusnya c sulit ditentukan. Di daerah perkotaan yang tidak begitu luas, kehilangan-kehilangan tersebut di atas
relative kecil. Karena kecilnya waktu konsentrasinya, maka debit keseimbangannya yang seringkali dapat dicapai. Dengan alasan bahwa cara ini masih rasional maka cara ini sering
digunakan untuk menghitung banjir di daerah perkotaan. Untuk menghitung banjir di daerah pengaliran yang besar, rumus tersebut telah ketinggalan jaman.
Cara rasional yang diubah atau dinamakan cara time area merupakan salah satu unsur konseptual model masa kini. Cara ini menganggap adanya aliran permukaan yang merata. Waktu
Tc waktu konsentrasi, yang diperlukan oleh efek hujan untuk menempuh jarak dari bagian yang