Lokasi Penelitian Jenis Penelitian Sterilisasi Alat dan Bahan Pengujian Aktivitas Antibakteri

18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan tahapan meliputi pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol dan ekstrak samsu putihserta uji aktivitas antibakteri dari kedua ekstraktersebut terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa. Penentuan aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan ekstrak samsu putih daun titanus dilakukan dengan metode difusi agar. Prinsip metode ini adalah menggunakan media padat dengan pencadang kertas, kemudian area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar Pratiwi, 2008. 3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, alumunium foil, autoclaf Webeco, cawan petri, cawan porselin, cawan porselin berdasar rata, deck glass, desikator, Freeze dryer Modulio, inkubator Memmert, jangka sorong, jarum 19 ose, kertas perkamen, kompor sharp, krus porselin, Laminar Air Flow Cabinet Astec HLF I200L, lampu bunsen, lemari pendingin Toshiba, lemari pengering, mikroskopOlympus, mortir, neraca listrik Metller Toledo, objek glass, oven listrik Fischer scientific, penangas air, pinset, pipet mikro Eppendorf,Rotary Evaporator Haake D,spatula, seperangkat alat destilasi, spektrofotometervisible Dynamica Halo Vis-10, stamper, tanur Ney M 525 Series II.

3.3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah bahan-bahan kimia pro analisa yaitu alfa naftol, amil alkohol, asam klorida encer, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrida,air suling, besi III klorida, bismuth III nitrat, etanol 96,n-heksan, iodida, iodium, isopropanol, kalium, kertas saring whatman, kloralhidrat, kloroform, merkuri II klorida, nutrient agar na, nutrient broth nb, pencadang kertas, samsu putih, serbuk magnesium, timbal II asetat, toluen. Biakan bakteri yang digunakan adalah staphylococcus aureus ATCC 29737, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 25619. 3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi Dragendorff Sebanyak 8 gram bismut nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, lalu pada wadah lain dilarutkan 27,2 gram kalium iodida dalam 50 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna, lalu diambil larutan jernih dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995. 20

3.4.2 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan secara perlahan dengan 5 ml asam sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml Depkes RI,1995.

3.4.3 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,556 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling secukupnya hingga volume 100 ml Depkes RI, 1995.

3.4.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,359 g raksa II klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.

3.4.5 Pereaksi besi III klorida 1

Sebanyak 1 g besi III klorida ditimbang, dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.

3.4.6 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.

3.4.7 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling, kemudian sebanyak 2 g iodium dilarutkan dalam larutan kalium iodida dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g kristal natrium hidroksida ditimbang, dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995. 21

3.4.9 Pereaksi asam nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,125 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.

3.4.10 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal II asetat dilarutkan dalam air suling bebas CO 2 hingga 100 ml Depkes RI, 1995.

3.5 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, pemeriksaan makroskopik sampel, serta pengolahan sampel.

3.5.1 Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan adalah daun titanus yang masih segar berwarna hijau tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda yang diambil dari Desa Suka Nalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Pelarut yang digunakan adalah samsu putih yang dibeli di Toko Sentosa, Jalan Jamin Ginting no 109, Padang Bulan, Kota Medan.

3.5.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor.

3.5.3 Pengolahan sampel

Sebanyak 4 kg daun titanusdibersihkan dari pengotor dengan cara mencuci dibawah air mengalir hingga bersih, ditiriskan, ditimbang berat basah, dirajang, dikeringkan dalam rak pengering selama 5 hari, disortasi kering, ditimbang berat 22 kering. Sampel dianggap kering apabila sudah rapuh, kemudian sampel diserbukan dan disimpan dalam wadah plastik. 3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.6.1 Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar, ukuran, bau, rasa serta warna dari simplisia.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik untuk serbuk simplisia dilakukan sebagai berikut. Sejumlah serbuk simplisia diletakkan merata diatas objek glass yang telah ditetesi larutan kloralhidrat, ditutupi dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop.

3.6.3 Penetapan kadar air

1. Penjenuhan toluen Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi destilasi toluen. Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml WHO, 1998. 2. Penetapan kadar air simplisia Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan kedalam labu alas bulat berisi toluen jenuh, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 23 tetes tiap detik. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, setelah semua air tersuling. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Volume dibaca dengan ketelitian 0,05 ml, setelah air dan toluen memisah sempurna. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa WHO, 1998.

3.6.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,dibiarkan selama 18 jam dandisaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.

3.6.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995. 24

3.6.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis. Pijaran dilakukan pada suhu 500-600°C selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara WHO, 1998.

3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan sampai bobot tetap, didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 2000. 3.7 Skrining Fitokimia 3.7.1 Pemeriksaan alkaloida Menurut Depkes RI 1995 pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditimbang 0,5 g, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut : a. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Mayer, maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan. b. Flitrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Bourchardat, maka akan terbentuk endapan berwarna cokelat sampai hitam. 25 c. Flitrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Dragendroff, maka akan terbentuk endapan warna merah atau jingga. 3.7.2Pemeriksaan flavonoida Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaanpanas. Filtrat yang diperoleh diambil 5 ml, ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat, 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkanmemisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.

3.7.3 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 95 dan 3 bagian air suling, ditambahkan dengan 1 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 10 menit, dinginkan dan disaring. 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok dan didiamkam selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat diekstraksi 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol, kemudian akan diperoleh dua lapisan sari air dan sari pelarut organik. Kumpulan sari pelarut organik ditambahkan natrium sulfat anhidrat, lalu diuapkan di atas penangas air, kemudian dilarutkan sisa penguapan dengan 5 tetes asam asetat anhidrat dan 10 tetes asam sulfat pekat, jika terjadi warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida. Kumpulan sari air dimasukkan dalam tabung reaksi diuapkan di atas penangas air, sisanya ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi molish kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melaluidinding tabung, jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula Depkes RI, 1995. 26

3.7.4 Pemeriksaan glikosida antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Filtrat berwarna kuning menunjukan adanya antrakinon. Kocok lapisan benzena dengan 2 ml NaOH 2 N, lalu didiamkan.Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna Depkes RI, 1995.

3.7.5 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring. Filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1 , jika terjadi warna biru atau ungu kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.

3.7.6 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk busa setinggi 1-10 cmyang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukan adanya saponin Depkes RI, 1995.

3.7.7 Pemeriksaan steroidtriterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekatpereaksi Liebermann- Burchard, diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji.Timbulnya warna 27 biru atau biru hijau menunjukan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid Harborne, 1984. 3.8 Pembuatan Ekstrak Daun Titanus Secara Maserasi 3.8.1 Pembuatan ekstrak etanol Sebanyak 500 g simplisia dimasukkan kedalam wadah gelas berwarna gelap, dituangi 75 bagian cairan penyari etanol 96,ditutup, dibiarkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diperas, dan dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan atau saring Ditjen POM, 1979. Filtrat diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur 40 C sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian dilakukan freeze dryer pada suhu - 40 C.

3.8.2 Pembuatan ekstrak samsu putih

Sebanyak 500 g simplisia dimasukkan kedalam wadah gelas berwarna gelap,dituangi 75 bagian cairan penyari samsu putih ,ditutup, dibiarkan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diperas dan dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan atau saring Ditjen POM, 1979. Filtrat diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur 40 C sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian dilakukan freeze dryer pada suhu - 40 C. 28

3.9 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu 170 C selama 1 jam. Media disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu bunsen Ditjen POM, 1995. 3.10 Pembuatan Media 3.10.1 Pembuatan media nutrient agar na Komposisi : Beef extract 3 g Peptone 5 g Agar 15 g Cara Pembuatan : Sebanyak 23 g nutrient agar dilarutkan dalamaquades sebanyak 1000 ml, dipanaskan hingga semua larut, lalu disterilkan didalam autoklaf 121 C selama 15 menitDifco and BBL Manual, 2009.

3.10.2 Pembuatan media nutrient brothnb

Komposisi : Beef extract 3 g peptone 5 g Cara Pembuatan : sebanyak 8 g nutrient broth dilarutkan dalam aquadessebanyak 1000 ml, dipanaskan hingga semua larut, lalu disterilkan didalam autoklaf 121 C selama 15 menit Difco and BBL Manual, 2009. 29 Sebanyak 3 ml media nutrient agar cair, dimasukkan kedalam tabung reaksi, diletakkan pada sudut kemiringan 30-45 dan dibiarkan memadat, kemudian diletakkan dilemari pendingin. 3.11Pembiakan Bakteri 3.11.1 Pembuatan stok kultur

3.11.1.1 Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa

Satu koloni bakteri Staphylococcus aureusdiambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanamkan pada media nutrient agar na miring dengan cara menggores, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 C selama 18-24 jam Depkes RI, 1995. Pembuatan stok kultur bakteri Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa sama dengan prosedur untuk bakteri Staphylococcus aureus. 3.11.2 Pembuatan inokulum 3.11.2.1 Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa Koloni bakteri Staphylococcus aureusdiambil dari stok kultur dengan jarum ose steril, lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan nutrient broth nb, diinkubasi selama 3 jam, kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25 Depkes RI, 1995. Pembuatan inokulum bakteri Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa sama dengan prosedur untuk bakteri Staphylococcus aureus. 30 3.12 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak dengan Berbagai Konsentrasi. 3.12.1 Ekstrak etanol Cara kerja : Ekstrak etanol ditimbang 2 g, dilarutkan dengan dimetil sulfoksida DMSO hingga 4 ml, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 500 mgml, kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mgml, 300 mgml, 200 mgml, 100 mgml, 75 mgml, 50 mgml, 25mgml, 12,5mgml, 6,25 mgml.

3.12.2 Ekstrak samsu putih

Cara kerja : Ekstrak samsu putih ditimbang 2 g, dilarutkan dengan dimetil sulfoksida DMSO hingga 4 ml, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak adalah 500 mgml, kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mgml, 300 mgml, 200 mgml, 100 mgml, 75 mgml, 50 mgml, 25mgml.

3.13 Pengujian Aktivitas Antibakteri

Metode ini menggunakan media padat dan pencadang kertas. Penentuan daya hambat pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara mengukur diameter daerah jernih di sekeliling pencadang kertas menggunakan jangka sorong. Cara kerja : Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar na sebanyak 15 ml dengan suhu 45- 50 C, lalu dihomogenkan dengan cara cawan digoyang di atas permukaan meja 31 agar media dan suspensi bakteri tercampur rata dan dibiarkan memadat. Pencadang kertas yang telah direndam dalam berbagai konsentrasi larutan uji ekstrak etanol diletakkan di atas media yang telah memadat, dibiarkan 15 menit, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 o C selama 18-24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan zona jernih pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong. Prosedur uji aktivitas antibakteri ekstrak samsu putih sama dengan ekstrak etanol. 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Pusat Penelitian dan

Pengembangan LIPI Bogor, menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti adalah Leea aequata L., suku Leeaceae. Hasil Identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 45. 4.2 Hasil Karakteristik Simplisia 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun titanus yaitu berwarna hijau tua, berbentuk lonjong, tepi daun bergerigi, ujung daun meruncing, berasa pahit, bau khas. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 49.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk daun titanus memperlihatkan adanya stomata tipe parasitik, kristal kalsium oxalat bentuk jarum, rambut kelenjar dan rambut penutup. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 51.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun titanus dapat dilihat pada tabel 4.1