Latar Belakang Hubungan Konsumsi Junk Food Dengan Obesitas Pada Siswa Di Sma Dharma Pancasila Kelurahan Selayang Medan Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas biasa disebut dalam bahasa awam sebagai kegemukan atau berat badan yang berlebih sebagai akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Permasalahan ini terjadi hampir di seluruh dunia dengan prevalensi yang semakin meningkat, baik di negara-negara maju ataupun negara berkembang, termasuk Indonesia Depkes Poltekes, 2010, hal. 20. Obesitas didefinisikan sebagai kegemukan atau kelebihan berat badan. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi remaja lebih besar jika dibandingkan dengan kebutuhan dewasa. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak beraktifitas dan masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang sangat pesat Mitayani Sartika, 2010, hal. 73. Ternyata sering kali kita salah kaprah menyamakan antara junk food dengan fast food. Pasalnya, fast food belum tentu junk food. Menurut ahli gizi Institut Pertanian Bogor IPB Prof. Dr. Ali Khomsan, junk food adalah makanan padat yang rasanya enak, tapi miskin gizi. Junk food hanya kaya kalori, tapi kecil kandungan protein, vitamin, dan mineralnya. Sedangkan fast food adalah makanan cepat saji yang didesain modern. Fast food bergizi tetapi susunannya kurang berimbang Putri, 2012. Menurut Lembaga Obesitas Internasional di London Inggris dalam Wandasari 2007 diperkirakan sebanyak 1,7 milyar orang di bumi ini mengalami kelebihan berat badan Alrasyid, 2011. Menurut Virgianto 2005 peningkatan kemakmuran di masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan Universitas Sumatera Utara dari pola makan tradisional ke pola makan makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Pola makan tersebut jika tidak dikonsumsi rasional mudah menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan obesitas. Prevalensi gizi lebih overweight dan obesitas di seluruh dunia mengalami tren yang terus meningkat dalam sekitar 30 tahun terakhir. Salah satu kelompok umur yang beresiko terjadinya gizi lebih adalah kelompok umur remaja. Hasil Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa prevalensi obesitas pada remaja lebih dari 15 tahun di Indonesia telah mencapai 19,1. Berdasarkan penelitian Elita pada 194 siswa SMA Negeri 3 Semarang, sebesar 10,8 mengalami overweight dan 2,1 obesitas. Sedangkan penelitian Mardatillah terhadap 113 siswa SMA di Jakarta Timur didapatkan prevalensi obesitas sebesar 33,6 Oktaviani, et al. 2012, hal. 2. Prevalensi gizi lebih relatif lebih tinggi pada remaja perempuan dibanding dengan remaja laki-laki perempuan 1,5, laki-laki 1,3. Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi gizi lebih pada remaja diperkotaan lebih tinggi dari pedesaan perkotaan 1,8, pedesaan 0,9 Aini, 2012, hal. 2. Penyebab obesitas beranekaragam. Menurut Mu’tadin 2002 ada beberapa faktor pencetus obesitas, di antaranya adalah faktor genetik, pola makan yang berlebih, kurang aktivitas, emosi, serta lingkungan Depkes Poltekkes. 2010, hal. 20. Gizi lebih pada remaja perlu mendapat perhatian, sebab gizi lebih yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia. Sementara gizi lebih itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, beberapa jenis kanker, dan sebagainya Oktaviani, et al. 2012. Universitas Sumatera Utara Permasalahan gizi pada remaja jika tidak diupayakan perbaikannya akan mempengaruhi kualitas masyarakat di masa mendatang, sehingga perlu dicari informasi mengenai masalah gizi pada remaja, khususnya siswasiswi SMA tentang faktor risiko penyebab gizi lebih agar faktor risiko tersebut dapat diidentifikasi sedini mungkin dan ditanggulangi dengan baik Aini. 2012. Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti salah satu faktor risiko obesitas pada siswasiswi SMA. Penulis memilih SMA Dharma Pancasila Kelurahan Selayang Medan sebagai lokasi penelitian dikarenakan SMA Dharma Pancasila merupakan sekolah yang berlokasi di daerah perkotaan, memiliki kegiatan belajar yang cukup padat sehingga siswa-siswanya memiliki peluang yang cukup besar untuk makan di luar rumah, pola makan tidak seimbang dan banyaknya penjual makanan jajan di kantin maupun di depan sekolah memudahkan para siswa mengkonsumsi makanan yang tidak sehat yang kemungkinan dapat memicu terjadinya obesitas.

B. Rumusan Masalah