Pengajian Kitab Fikih Shalat 1. Pengertian Pengajian

2. Afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan nilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul bila ada perubahan pada apa yang disenangi khalayak terhadap sesuatu. 3. Konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan prilaku nyata, yang meliputi tindakan, kegiatan, atau kebiasaan. 16

B. Pengajian Kitab Fikih Shalat 1. Pengertian Pengajian

Pengajian berasal dari kata “kaji” yang berarti pelajaran terutama dalam hal agama. Pengajian adalah 1 ajaran dan pengajaran, 2 pembacaan Al- Qur’an. 17 Kata pengajian ini berbentuk awalan “pe” dan akhiran “an” yang memiliki dua pengertian. Pertama yang berarti pengajaran ilmu-ilmu agama Islam. Yang kedua sebagai kata benda yang menyatakan tempat untuk melaksanakan pengajaran agama Islam. Yang mendalam pemakaiannya banyak istilah yang digunakan seperti dalam bahasa Arab di sebut kuttab, di masyarakat minangkabau di sebut dengan surau dan di masyarakat jawa pengajian. 18 Pengajian merupakan kegiatan yang senantiasa berusaha untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan, meningkatkan ketakwaan dan pengetahuan agama Islam serta kecakapan dalam rangka mencari ridha Allah SWT. dengan demikian pengajian adalah kegiatan Islam yang bercorak sederhana sebagai media penyampaian dakwah Islam yang dilaksanakan secara berkala, teratur dan di ikuti oleh para jama’ah Masjid Riyadhul Jannah. 16 Rahmat Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1999, h. 218. 17 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989, h. 33 18 Ibid., h. 34. Kegiatan pengajian terdapat beberapa elemen di antaranya ialah adanya narasumber atau ustadz, adanya jama’ah, adanya sarana serta materi yang di pelajari. Dan dalam pelaksanaan pengajian yang digunakan dalam penyampaian adalah metode ceramah. a. Peran Pengajian Pertama Di lihat dari segi tujuannya, pengajian adalah termasuk pelaksana dakwah sebagai syiar Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kedua di lihat dari segi strategi pembinaan umat, pengajian merupakan wahana dakwah Islamiyah yangmurni ajarannya. b. Fungsi Pengajian 1. Fungsi kemasyarakatan, pengajian merupakan salah satu lembaga sosial yang ada di sebuah instansi baik atau di masyarakat, yang turut serta menata keseimbangan dan keselerasan dalam masyarakat baik secara langsung atau tak langsung. Misalnya : menampung zakat, infak dan sadaqah untuk disalurkan demi menyantuni fakir miskin dan anak yatim piatu. 2. Fungsi Pengajian sebagai pengajaran non formal, di mana pengajian itu mengadakan pengajaran yang fungsinya menambah wawasan keislaman.

2. Pengertian Kitab Fikih Shalat a. Pengertian Kitab

Istilah kitab pada mulanya diperkenalkan oleh kalangan luar pesantren sekitar dua dasawarsa silam dengan nada merendahkan pejonatif. Dalam pandangan mereka kitab klasik sebagai kitab berkadar keilmuan rendah, ketinggalan zaman, dan menjadi salah satu penyebab stagnasi berfikir umat. Sebutab ini mulanya sangat menyakitkan memang, tetapi kemudian nama kitab klasik diterima secara luas sebagai salah satu istilah teknis. Di kalangan masyarakat khususnya pesantren. Untuk menyebut kitab yang sama bahkan karena tidak dilengkapi dengan sandang syakal, kitab klasik juga disebut oleh kalangan masyarakat awam “ kitab gundul ” dan arena rentang waktu yang sangat jauh dari kemunculannya sekarang, tidak sedikit yang menjuluki kitab klasik dengan kitab kuno. 19 Kitab klasik disebut juga dengan kitab korosan, dinamakan kitab korosan karena halaman-halaman kitab tersebut berupa lembaran-lembaran terurai tibdak berjilid masing-masing koras berjumlah delapan halaman. Maksudnya agar memudahkan bagi jama’ah yang mengaji dan cukup membawa korosan yang dipelajari, jadi tidak perlu membawa isi kitab yang sarat dengan halaman- halaman. Namun karena perkembangannya percetakan, maka akhir-akhir ini kitab-kitab klasik tidak selalu dicetak dengan kitab kuning, sudah banyak diantaranya dicetak diatas kertas putih.Demikian juga sudah banyak yang tidak gundul lagi, karena sudah diberi syakal yang merupakan tanda vokal untuk lebih memudahkan membacanya dan sebagian besar telah dijilid rapih dengan kulit yang bagus disertai dengan huruf-huruf yang indah sebagai judul kitab. Kitab yang demikian ini lazimnya disebut ifranjiyah yang berarti kitab model perancis. Di daerah asalnya yaitu disekitar timur tengah kitab klasik ini disebut Al-kutub Al-qadimah, karena penampilan kitab klasik pada fisiknya telah berubah maka tidak mudah lagi membedakannya dengan karangan-karangan baru 19 Marzuki Wahid, Pesatren Masa Depan, Jakarta : Pustaka Hidayah, 1999, h. 22 yang biasa disebut Al-kutub al-asliyah. Kini perbedaan tidak lagi terletak pada sisi, sistematika, metodologi dan bahasan serta pengarangnya. 20 Perbedaan yang pertama dari yang kedua dicirikan antara lain oleh cara penulisannya yang tidak mengenal pemberhentian, tanda baca dan kesan bahasanya yang berat, klasik dan tanpa syakal baca sandang fathah, kasrah, dan dhomah. Apa yang disebut kitab klasik pada dasarnya mengacu pada kategori yang pertama yakni Al-kutub Al-qodimah. Kitab-kitab itu meskipun dari sudut kandungannya konfrehensif dan dapat dikatakan berkualitas secara akademis, tetapi dari sistematika penyajiannya nampak sangat sederhana misalnya pergeseran dari sub topik ke sub topik yang lain, tidak menggunakan alinea baru tapi dengan pasal atau kode sejenis seperti tatimmah, mihimmah, tanbih, far ‘dan lain sebagainya. Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut kitab klasik adalah kitab-kitab keagamaan yang menggunakan bahasa arab atau bahasa lokal dari Indonesia dengan menggunakan aksara arab yang ditulis oleh para ulama periode klasik dan sesudahnya baik dari timur tengan maupun Indonesia dengan system penulisan pramodern. Kitab-kitab ini memuat tentang ajaran-ajaran dasar islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan Al- hadist. Ajaran- ajaran Islam yang merupakan hasil dari interpretasi para ulama Islam terhadap ajaran dasar Islam itu dan hal-hal yang datang kedalam Islam sebagai hasil perkembangan Islam dan ajarannya.

b. Pengertian Fikih Shalat

20 Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai; Kasus Pondok Pesatren Tebu Ireng, Malang : Kalimasahada Press, 1993, h. 9. Secara etimologi “fikih” berasal dari kata ﻪﻘ - ﻪﻘ - ﺎﻬﻘ yang berarti “mengerti atau faham”. Dari sinilah ditarik perkataan fikih yang memberi kefahaman dalam hukum syari’at yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul- Nya. 21 Ahli Ushul fuqaha ahli ijtihad mendefinisikan fikih sebagai berikut : a. Ulama-ulama hanafiah menetapkan bahwa : ﻦ ﻜ ا لﺎ ﺎ ﻖ ﻰ ا تﺎ ﺟاﻮ او قﻮﻘ ا ﻦ ا ﻮه ﻪﻘ ا “Fikih ialah ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan amalan para mukallaf”. 22 b. Pengikut-pengikut Imam Syafi’I mengemukakan bahwa : ﺔ ﺼ ا ﺎﻬ دا ﻦ ﻂ ﻨ ﺴ ا ﻦ ﻜ ا لﺎ ﺎ ﻖ ﻰ اﺔ ﺮﺸ ا مﺎﻜ ﻻا ﻦ ا ﻮه ﻪﻘ ا “Fikih ialah ilmu yang menerangkan segala hukum syara yang berhubungan dengan para mukallaf yang dikeluarkan diistinbatkan dari dalil- dalil yang terperinci”. 23 Moh. Rifai mengemukakan definisi fikih menurut syara’ yaitu mengetahui hukum-hukum syara, yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, perbuatan anggota manupun bathin, seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidak sahnya sesuatu perbuatan itu. 24 Menurut Imam Al-Ghazali fikih adalah “ilmu yang menerangkan hukum- hukum Allah terhadap perbuatan-perbuatan para mukallaf, baik yang wajib, yang 21 A.Syafi’I Karim, Fiqih Ushul Fiqih Bandung : Pustaka Setia, 1997, h. 11. 22 Hasbi Asshiddiqie, Pengantar Hukum Islam Jakarta : Bulan Bintang, 1980, h. 24. 23 Ibid., h. 25-26. 24 Muhammad Rifai , Ushul Fiqih, Semarang : Wicaksana, 1988 , h. 7. haram, yang sunnah, yang makruh, maupun yang mubah. Hukum-hukum itu diterima dari Allah dengan perantaraan Kitabullah, sunnah Rasul dan dari dalil- dalil yang ditegaskan syara’ untuk mengetahui hukum-hukum itu sepeerti qiyas”. 25 Sedangkan menurut Ibnu Khaldun fikih adalah “ilmu yang menerangkan hukum-hukum Allah terhadap perbuatan-perbuatan para mukallaf, baik yang wajib, yang haram, yang sunnah, yang makruh, maupun yang mubah. Hukum- hukum itu diterima dari Allah dengan perantaraan Kitabullah, sunnah Rasul dan dari dalil-dalil yang ditegaskan syara’ untuk mengetahui hukum-hukum itu, seperti Qiyas”. 26 Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, penulis melihat adanya persamaan anatara definisi yang satu dengan yang lainnya bahwa fiqih itu merupakan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Dengan demikian, berarti fikih itu merupakan ilmu atau displin ilmu yang tersusun guna mengetahui ketetapan hukum-hukum Allah yang disyariatkan pada manusia mukallaf yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah secara terperinci.

c. Pengertian Ibadah Shalat

Kata ةدﺎ adalah bentuk masdar dari kata ﺪ yang biasa diartikan antara lain dengan “mengabdi, tunduk, taat, merendahkan diri dan sebagainya”. 27 Menurut Ahli lughat mengartikan ibadah dengan taat, menurut, mengikut, tunduk dengan setinggi-tingginya dan dengan do’a. 28 25 Ibid., h. 8. 26 Ibid., h. 69. 27 Ismail Muhammad Syah, dkk., Filsafat Hukum Islam Jakarta : Bumi Aksara, 1992, h. 168. Menurut Ulama tauhid, ibadah adalah “meng-Esakan dan meng-Agungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukan jiwa kepadanya”. 29 Ibadah dalam pengertian ini makhluk sepenuhnya meng-Esakan dan meng- Agungkan Allah dengan cara menghinakan dan menundukan jiwa hanya kepada- Nya. Menurut Imam Ghazali mengartikan bahwa ibadah adalah “segala bentuk ketaatan yang engkau kerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahalanya di akhirat”. 30 Ibadah disini seseorang hanya melakukan suatu perbuatan untuk mencari ridha dan pahala dari Allah untuk bekal di akhirat kelak. Sedangkan pengertian shalat dalam pengertian bahasa Arab diartikan sebagai “al-du’a do’a”, yakni dari kata “shalla, yushalli”, yang berarti mendo’akan. 31 Karena di dalam shalat kita berdo’a atau memohon kepada Allah. Adapun pengertian shalat menurut istilah, para ulama memberikan pengertian yang berbeda-beda Menurut Sayyid Sabiq mengartikan bahwa, shalat ialah “ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah ta’ala dan disudahi dengan memberi salam”. 32 Shalat juga diartikan sebagai “suatu system ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam berdasarkan syarat-syarat dan 28 Hasbi Asshiddiqie, Kuliah Ibadah, Jakarta : Bulan Bintang, 1991 , h. 1. 29 Ritonga dan Zainudin, Fiqh Ibadah, h. 2. 30 Ibid, h.4. 31 Fadh Abdurrahman Bin Sulaiman al-Rumi, Konsep Shalat Mrnurut Al-Qur’an; Telaah Kritis tentang Fiqh Shalat Jakarta : Firdaus, 1991, h. 3. 32 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah Bandung : Al-maarif, 1997, h. 191. rukun-rukun tertentu. Ia adalah fardu ‘ain atas tiap-tiap muslim yang telah baligh”. 33 Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ia memberikan dua macam pengertian tentang arti shalat, shalat dipandang dari sudut yang berbeda yaitu lahiriah dan ruhaniah, karena menurutnya pengertian shalat yang diungkapkan di atas belum mencangkup pengertian shalat yang sesungguhnya, pengertian shalat tersebut hanya menggambarkan shalat yang dapat didengar dan dilihat saja. Pengertian shalat yang sesungguhnya menurut beliau harus mencangkup dua sudut tersebut. Secara lahiriah “shalat ialah beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat yang telah ditentukan”. 34 Sedangkan secara ruhaniah “shalat adalah berharap kepada Allah SWT dengan sepenuh jiwa, dengan segala khusyu dihadapan-Nya dan berikhlas bagi- Nya, serta hadir hati dalam berdzikir, berdo’a dan memuji”. 35 Pada dasarnya pengertian tersebut saling berkaitan antara satu sama lain tidak dapat dipisahkan, karena shalat yang sesungguhnya ialah shalat yang memiliki ruh dan tubuh, tidak hanya ucapan dan perbuatan secara lahiriah saja, melainkan dibarengi dengan akal pikiran. Dari beberapa pengertian dan ungkapan di atas penulis menarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kitab fikih yang membahas tentang ibadah shalat adalah karya ulama terdahulu al-kutub al-qadimah yang berbentuk pengabdian hamba terhadap Allah untuk mengagungkan-Nya dapat mendatangkan 33 Nazarudin Razak, Dinul Islam Bandung : Al-Maarif, 1996, h. 178. 34 Hasbi Asshiddiqie , Pedoman Shalat Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1997, h. 62. 35 Ibid, h. 64. rasa takut dan menumbuhkan rasa kebesaran dan keesaan-Nya dengan khusyu serta berharap akan ridha-Nya terdiri dari perbuatan dan perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta berdasarkan syarat dan rukun tertentu.

3. Fungsi Ibadah Shalat

Ibadah shalat mempunyai beberapa fungsi diantaranya menghidupkan kesadaran tauhid serta memantapkannya di dalam hati, menghapus kepercayaan dan ketergantungan kepada berbagai kuasa ghaib yang selalu disembah dan diseru oleh orang musyrik untuk meminta pertolongan. Melalui ibadah shalat, perasaan takut khasyyah, haibah dan harap kepada Allah akan meresap ke dalam hati. Inilah ruh ibadah yang sebenarnya dan bukan bentuk perilaku lahir, perbuatan atau ucapan-ucapan. 36 Kemudian fungsi lain dari ibadah shalat ialah sebagai penawar paling mujarab bagi kesehatan jiwa, rohani dan fisik manusia serta memberikan ketenangan batin manusia. 37 Sebagaimana Firman Allah ☺ 36 Lahmudin Nasution, fiqih Ibadah Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 6-7. 37 Nazarudin, Dinul Islam, Bandung : Al-Maarif, 1993, h. 182. Artinya : “yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. Q. S. Ar-Ra d 13: 28 Shalat juga dapat berfungsi sebagai: a. Sarana komunikasi langsung antara hamba dan khaliqnya dan sebagai salah satu sarana untuk mendapatkan kebahagiaan. b. Merupakan sarana terbesar dalam tazkiyah an- nals pembesihan jiwa, dan c. Sarana terbesar utuk mengingat Allah SWT. 38 Sebagaimana Firman Allah Artinya : “ Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan yang hak selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.Q.S.Thaha20:14 Dalam ayat ini dijelaskan bahwa shalat itu mengingat Allah, memuja, memuji dan memohon doa kepada-nya. Karena dalam shalat itu terjadi hubungan antara manusia dengan tuhan- nya . Dalam Al-Quran telah dijalaskan bahwa shalat berfungsi untuk mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar, seperti Firman-Nya 38 Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa Jakarta : Rabbani Pers, 2000, h. 33. ⌧ ☺ Artinya: “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab Al Quran dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan- perbuatan keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah shalat adalah lebih besar keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Q.S. Al-ankabut29:45 Dengan demikian, fungsi shalat dapat memberikan ketenteraman dan ketabahan hati, sehing orang tidak mudah kecewa atau gelisah mentalnya jika menghadapi musibah dan tidak mudah lupa daratan, jika sedang mendapat kenikmatan atau kesenangan. 39 Sehingga dapat dipahami bahwa fungsi ibadah shalat adalah untuk mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar. Karena dengan shalat manusia senantiasa akan merasakan ketenangan hati dan jiwa sehingga dia mempunyai sandaran hidup yang pasti.

4. Tujuan Ibadah Shalat

Allah SWT menciptakan manusia dari makhluk Allah yang lainnya, yakni untuk mengabdi beribadah kepada Tuhan-Nya. Karena dengan beribadah itu Allah akan mengangkat manusia kepada derajat yang tinggi, dalam penghidupannya di dunia dan keberuntungan di hari kemudian. Untuk mencapai derajat ketinggian itu dalam berbagai lapangan kehidupannya, baik lahir ataupun batin, perlulah manusia itu mengikuti perintah Allah dan menjalankan petunjuk- 39 Masyfuk Zuhdi, Studi Islam : Ibadah Jakarta : Rajawali Offset, 1992, h. 14. Nya dengan sepenuh hati dan inilah yang dimaksud dengan perkataan “memuja kepada Allah SWT”. Apabila manusia diciptakan hanya untuk menyembah dan beribadah kepada Allah, maka setiap orang perlu mengetahui pengertian hakikat dari beribadah tersebut agar ia dapat melaksanakannya dengan benar. Selain itu pun ia juga perlu mengetahui fungsi dan tujuan dari ibadah shalat yang dilakukannya. Ibadah shalat mempunyai tujuan pokok dan tambahan. Tujuan pokoknya adalah menghadapkan diri kepada Allah Yang Maha Esa dan mengonsentrasikan niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat. Sedangkan tujuan tambahannya agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik. 40 Ada tiga macam tujuan ibadah shalat, yaitu : a. Untuk membuktikan diri kita sebagai hamba Allah SWT b. Untuk membuktikan diri sebagai manusia, dan c. Untuk membina ketaqwaan dalam diri manusia. 41 Tujuan hakiki ibadah shalat adalah menghadapkan diri kepada Allah untuk mengingatkan manusia tentang rasa keagungan akan rasa kekuasaan-Nya dan menunggalkan-Nya sebagai tumpuan harapan dalam segala hal. Tujuan hakiki dari perintah shalat hanya Allah saja yang benar-benar mengetahuinya, akan tetapi secara umum diketahui dan dipahami bahwa tujuan shalat itu tidak lain kecuali untuk beribadah menyembah-Nya. Dalam Al-Qur’an 40 Lahmudin, Fiqh Ibadah, h. 2. 41 Ritonga Zainudin, Fiqh Ibadah, h. 9. terdapat beberapa petunjuk mengenai tujuan shalat yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Ar-Rad13: 28 berikut: ☺ Artinya : “yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. Q. S. Ar-Ra d 13: 28 dan juga sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah surah Al-Ankabut19: 45 berikut: ⌧ ☺ Artinya: “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab Al Quran dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan- perbuatan keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah shalat adalah lebih besar keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Q.S. Al-ankabut29:45 Dari beberapa arti ayat di atas, dapat dipahami bahwa dengan mengingat Allah SWT. seorang muslim hendaknya mengerjakan shalat, karena shalat akan mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar. BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. MASJID RIYADHUL JANNAH GUNUNG PUTRI BOGOR 1.

Sejarah Singkat Berdirinya Masjid Riyadhul Jannah Setiap masjid mempunyai sejarah dan latar belakang berdirinya masjid tersebut, begitu juga dengan sejarah berdirinya masjid Riyadhul Jannah, bahwasanya masjid Riyadhul Jannah didrikan pada tahun 1949 dan masjid ini merupakan salah satu masjid tertua yang ada di wilayah desa Tlajung Udik kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor Jawa barat. Dan masjid ini didirikan oleh almarhum bapak H. Endi bin Icin. 42 Dan tanah yang dibangun untuk pembagunan masjid ini adalah tanah wakaf almarhum. Kemudian sesuai dengan fungsinya keadaan masjid ini sudah banyak mengalami perbaikan atau renovasi sebanyak tiga kali. Renovasi yang pertama pada tahun 1956 yang diketuai oleh Almarhum mantan kepala desa Tlajung Udik yaitu bapak Saitan. Renovasi yang kedua pada tahun 1972 yang diketuai oleh bapak H. Sueb. Dan renovasi yang terakhir pada tahun 1980 yang diketuai oleh almarhum bapak H. Hamim bin Hamad. 43 Luas tanah masjid ini adalah 1200 m 2 . Masjid Riyadhul Jannah terletak di jalan raya Gunung Putri RT 04 07 desa Tlajung Udik kecamatan Gunung Putri kabupaten Bogor. Dan masjid Riyadhul Jannah ini berbatasan dengan : 42 Wawancara pribadi dengan H. A. Umang sesepuh Masjid riyadhul Jannah, Bogor, 5 Desember 2007. 43 Wawancara Pribadi dengan Chotib Ketua DKM Masjid riyadhul Jannah, Bogor, 6 Desember 2007. a. Sebelah Timur berbatasan dengan jalan raya gunung putri b. Sebelah Selatan berbatasan dengan SDN 01 dan 03 Tlajung Udik c. Sebelah Barat berbatasan dengan setu Tlajung d. Sebelah Utara berbatasan dengan tanah milik bapak H. Firman. 44 Tujuan didirikannya masjid Riyadhul Jannah adalah untuk memberikan sarana bagi kaum muslimin untuk bisa beribadah dengan khusyu, sehingga hati mereka rindu untuk bisa datang beribadah di masjid, dan bahkan masjid ini pernah menjadi pusat pendidikan formal bagi masyarakat yang ada di wilayah ini. Kemudian juga tujuan lainnya yaitu untuk menciptakan kegiatan-kegiatan Islam di dalam masjid, berupa kegiatan pendidikan dan pengajaran, beberapa kajian Islam dan lain-lain, kesemuanya itu amat berguna bagi kemajuan umat Islam. Diharapkan nantinya masjid ini tidak sekedar berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga untuk kegiatan keislaman lainnya. Kemudian tujuan lain dari masjid ini adalah agar dapat membentuk pribadi muslim yang berbudi luhur, berilmu amaliah, beramal ilmiah, berfikirah islamiyah. Serta mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan diselenggarakannya beberapa kegiatan keislaman di dalam masjid yang diikuti oleh kaum muslimin tua dan muda, maka diharapkan masjid ini bisa ikut ambil bagian dalam menanggulangi kenakalan dan sikap-sikap amoral yang pada akhir-akhir ini semakin tampak jelas dimana-mana. Para generasi muda akan semakin sadar bisa menghayati arti hidup, manakala mereka sering mendekatkan diri ke masjid mengikuti berbagai aktivitasnya. 45 44 Wawancara Prbadi dengan M. Ilyas Sekretaris Masjid Riyadhul Jannah, Bogor, 5 Desember 2007. 45 Wawancara Pribadi dengan M. Nur Bendahara Masjid Riyadhul Jannah, Bogor, 6 Desember 2007.