Kewajiban suami menurut hukum Islam

103 2 Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama 3 Tempat kediaman dised dari gangguan pihak lai dalam ikatan perkawinan atau dalam iddah talqin atau iddah wafat. iakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya n, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. 4 Sedang k 82 Kompilasi Hukum Islam yaitu : 1 Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang berkewajiban memberi yang berwujud sedangkan kewajiban non iyah yang tersembunyi. “Nafkah dalam k yang bersifat materi seperti Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya. 166 kan ewajiban suami yang beristeri lebih dari seorang telah diatur dalam Pasal tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan. 2 Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya dalam satu tempat kediaman.

2. Kewajiban suami menurut hukum Islam

Kewajiban suami terhadap isteri menurut hukum Islam terbagi kepada 2 bagian yaitu berupa kewajiban materi dan non materi. Kewajiban materi lazim disebut dengan nafkah yang lahiriah materi lazim disebut dengan nafkah batin onteks istilah fikih mempunyai dua makna yaitu nafkah makanan, pakaian, tempat tinggal dan nafkah yang bersifat non materi seperti kasih sayang dan penyaluran hasrat biologis.” 167

a. Memberikan nafkah materi

1 Pengertian nafkah dan dasar hukumnya 166 Ibid, hlm.29-30 167 Sayyid Sabiq, Op. Cit, hlm.55 104 “Nafkah merupakan kewajiban suami terhadap isteri. Nafkah menurut etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata nafaqo bentuk jamaknya kah adalah “sesuatu yang dipergunakan manusia untuk lagi berpendapat i terhadap isteri adalah apabila nafaqoh yang berarti barang yang dibelanjakan, menafkahkan rejeki dan belanja buat hidup.” 168 Nafkah juga bisa berarti “biaya, belanja dan pengeluaran uang.” 169 Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nafkah ialah “belanja untuk hidup kepada isterinya, bekal hidup sehari-hari, rejeki.” 170 Sedangkan menurut terminologi, nafkah adalah “suatu kewajiban atas suami untuk memberikan belanja terhadap isterinya yang diambil dari hartanya untuk keperluan makanan, pakaian, tempat tinggal, pemeliharaan dan sejenisnya.” 171 Al Kahlani mendefenisikan naf keperluan orang lain meliputi makanan, minuman dan selain dari keduanya.” 172 Beberapa defenisi di atas dapat dipahami bahwa nafkah itu adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik ia berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, obat- obatan dan lain sebagainya. Ulama berbeda pendapat tentang kapan munculnya kewajiban nafkah bagi suami terhadap isteri, sebagian ulama berpendapat munculnya kewajiban nafkah bagi suami terhadap isteri adalah setelah adanya akad nikah. Sebagian bahwa munculnya “kewajiban nafkah bagi suam 168 Muhammad Idris Al Marbawi, Kamus Al Marbawi, Jilid II, Al Nasyr, Semarang, hlm.336 r Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka rogressi Al Wasid, Dar Al Ma’arif, Mesir, Kairo, 1972, hlm.942 169 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwa P f, Surabaya, 1997. hlm.1548. 170 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op. Cit, hlm.770 171 Ibrahim Anas, Al Mu’jam 172 Muhammad Ismail Al Kahlani, Subulus Salam, diterjemahkan oleh Abubakar Muhammad, Al Ikhlas, Surabaya, 1995, hlm.788 105 mereka suami isteri sudah tinggal sekamar dan watha’, bukan karena sudah terjadinya akad nikah saja.” 173 Sayyid Sabiq lebih mempertegas lagi penyebab muncu 2. Isteri menyerahkan dirinya kepada suami aksud 174 eka sekamar dan watha’ meliputi makanan, pakaian, te pembantu juga keperluan lainnya yang bersifat wajar jika suami lnya kewajiban nafkah bagi suami terhadap isteri antara lain: 1. Setelah adanya akad nikah yang sah 3. Suami dapat menikmati dirinya 4. Isteri tidak menolak bila diajak suami. Selama tidak berm merugikan isteri 5. Keduanya saling dapat menikmati kehidupan rumah tangga Nafkah yang merupakan kewajiban bagi suami terhadap isteri setelah adanya akad nikah atau setelah mer mpat tinggal, mampu, seperti pembayaran rekening listrik, air dan keperluan lainnya. Kewajiban bagi suami memberikan nafkah terhadap isteri memiliki dasar hukum yang kuat yaitu berdasarkan Al Qur’an, Hadits dan Ijma’. Adapun dari Al Qur’an dapat kita lihat pada : 1. Al Qur’an a. Q.S al Baqarah : 233 yang artinya sebagai berikut : “…Dan kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada para isteri-isteri dengan cara yang ma’ruf, seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya…” 175 173 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlu unnah d tang, Jakarta, 2005, hlm.99 , Op.Cit, hlm. 35 S an Negara-negara Islam, Bulan Bin 174 Sayyid Sabiq, Op. Cit, hlm.148 175 Mahmud Junus 106 b. sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan kepadanya sesudah kesempitan.” Dua ayat di atas dapat dipahami bahwa seorang ayah dari anak-anaknya ataupun seorang suami dari isterinya mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu memberikan nafkah terhadap keluarganya secara baik dan menurut kesanggupannya, bagaimanapun kondisi seorang ayah ataupun seorang suami tersebut, sebab Allah tidak akan memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. 2. Hadits Rasulullah SAW a. Dari Mu’awiyah al-Qusyairi dari bapaknya, ia berkata : “Wahai Rasulullah apa hak seorang isteri kami kepada suaminya? Rasul menjawab: engkau memberi makan kepadanya apa yang engkau makan, dan memberi pakaian sebagaimana yang engkau pakai.” H.R Abu Daud b. Dari Jabir, Rasulullah SAW bersabda: “Dan bagi mereka isteri-isteri wajib bagi kamu suami memberikan rizki mereka dan pakaian mereka secara baik.” H.R Muslim. Q.S at Thalak : 7 yang artinya sebagai berikut : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rejekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan 176 177 178 176 Ibid, hlm.507 177 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Dahlan, Bandung, 1966, hlm.244 178 Muhammad Ismail Al Kahlani, Op.Cit, hlm.221 107 Hadits di atas dapat dipahami bahwa isteri mempunyai hak nafkah dari suami, artinya suami wajib memberikan nafkah kepada isterinya. Baik nafkah itu berupa makanan, pakaian, dan lain sebagainya secara baik layak. 3. Ijm epakat bahwa sejak masa Rasulullah SAW sampai dengan sekarang tentang mberikan defenisi nafkah secara explisit sebagaimana yang telah disebutkan di atas, namun pendapat beliau dapat kita jumpai pada makanan siap saji. suami akan pakaian isteri, semenjak akad nikah. 3. Suami berkewajiban memberikan pakaian terhadap isteri atas 4. Suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi isteri menurut n emampuan suami setelah adanya akad nikah. a’ Adapun ijma’ ulama bahwa nafkah merupakan kewajiban suami terhadap isteri dalam kitab Al Ahkam al Syar’iyah li al-Syakhsiyah disebutkan bahwa para mujtahid telah s kewajiban memberikan nafkah terhadap isterinya merupakan tanggungjawab suami. Tidak ada seorangpun yang mengingkari atau pun menyangkalnya. Ibnu Hazm tidak me ungkapan-ungkapannya dalam bukunya Muhalla. Ungkapan-ungkapannya itu antara lain: 1. Diwajibkan bagi suami memberikan kepada isteri berupa pakaian jadi dan 2. Diwajibkan atas kemampuannya. kemampuanya. 179 Ungkapan-ungkapan Ibnu Hazm di atas dapat dipahami bahwa pengertian nafkah menurutnya adalah pemberian suami terhadap isteri berupa kebutuhan baik makanan, pakaian dan tempat tinggal serta kebutuhan lainnya sesuai denga k 179 Ibnu Hazm, Op.Cit, hlm.61 108 Kewajiban nafkah bagi suami terhadap isteri menurut Ibnu Hazm meliputi: makanan, pakaian dan tempat tinggal. Kewajiban nafkah ini disesuaikan dengan kemampuan suami baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan yang lainnya. Artin ami terhadap isteri baik secara kualitas aupun disebutkan bahwa nafkah terbagi kepada 2 jenis an non materi. Nafkah yang bersifat materi antara lain be 1. Me ya dalam pemenuhan nafkah bagi su m kuantitas harus disesuaikan dengan kemampuan suami. Namun bagi suami yang mampu kaya diwajibkan memberikan makanan lebih dari yang lain, seperti roti, daging, dan buah-buahan, akan tetapi harus tetap sesuai dengan kemampuannya.

b. Memberikan nafkah non materi

Pada uraian sebelumnya telah yaitu nafkah yang bersifat materi d rupa makanan, pakaian, uang belanja, tempat tinggal, obat-obatan dan lainnya yang berwujud sedangkan nafkah yang sifatnya non materi adalah nafkah yang bersifat batiniyah termasuk sebagai hak-hak non materi isteri seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya yaitu : mpraktikkan Kasih Sayang Wanita merupakan sumber kasih sayang dan perwujudan perasaan secara total. Kehidupannya selalu dipenuhi dengan kecintaan dan ketergantungan. Karenanya, ia selalu menginginkan orang lain mencintai dirinya. Apabila dirasakan bahwa seseorang mencintainya, ia pasti akan berbahagia. Adapun kalau diketahui bahwa seseorang itu tidak mencintainya, ia akan merasa gagal dan frustasi. Dengan begitu, kita dapat mengatakan bahwa rumus 109 terpenting dalam hal pernikahan adalah menampakkan kasih sayang. Sesungguhnya, isteri mendapatkan kasih sayang serta kelembutan dari kedua orang tuanya. Namun setelah mengikat janji suci pernikahan, ia berlepas diri dari semua itu, untuk kemudian menambatkan tali kasih sayang dan pengertiannya kepada suami. Dalam setiap b meregu tuanya. daripad memas D ngan keadaan begitu, a bertambah pula kecintaannya terhadap wanita.” Imam Ja’far bin Muhammad enak seorang isteri, ia berharap agar di rumah suaminya kelak dirinya dapat k cinta kasih, sebagaimana yang sebelumnya ia peroleh dari kedua orang Bahkan, dirinya berharap agar suami mencintai dan mengasihinya lebih a cinta dan kasih kedua orang tuanya. Ia benar-benar sudah menyediakan dan rahkan dirinya untuk melayani suami. Jika ingin menguasai hati isteri demi menjadikannya taat, jujur, dan setia sampai akhir hayat, juga menghendaki agar hubungan suami-isteri terus berjalan lancar dan perjalanan hidup keluarga senantiasa dibalut kasih sayang dan kebersamaan, maka suami harus berusaha sekuat tenaga untuk selalu menampakkan kecintaan dan perhatian kepada isteri. Sebab, jika ia mengetahui bahwa dirinya bukanlah orang yang dicintai dan suaminya tidak menyukai kehidupan bersamanya, maka ia akan menjadi seorang pemalas dan elalu berusaha menjauhi suami dan anak-anak. e s keadaan rumah niscaya akan menjadi berantakan dan dirinya akan membatin, “Buat apa saya harus bersusah payah bekerja dan melayani seorang suami yang tidak mencintai diri saya”. Kalau seorang isteri sudah berpikiran semacam itu, niscaya cinta kasih dan saling pengertian akan segera hilang dari kehidupan keluarga. Rumah kemudian berubah menjadi jahanam yang siap melalap individu-individu yang tinggal di dalamnya. Perceraian amat mungkin terjadi dalam kehidupan bersama yang serba gersang ini. Terlebih kalau seorang isteri sudah merasa jenuh tinggal di rumah suaminya dan bermaksud kabur. Seluruh kejadian tersebut merupakan tanggung jawab suami yang tidak berusaha menguasai hati isterinya. 180 Imam Ja’far bin Muhammad as-Shadiq berkata, “Diciptakannya wanita dari laki-laki dikarenakan kecintaannya kepada laki-laki. Karenanya, cintailah isteri kalian” Dalam kesempatan lain, beliau mengatakan, “Barangsiapa benar-benar mencintai kami, maka ia akan benar-benar mencintai wanita dan manisan.” Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kali iman seseorang bertamb h, ta, m. 36 180 Zakiyah Daradjat, Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga, Bulan Bintang, Jakar 1984, hl 110 as-Shadiq berkata, “Di antara akhlak para nabi adalah mencintai wanita.” dan alangkah indahnya terdengar ucapan seorang laki-laki terhadap perempuan lamanya. Cinta murni yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam akan kecintaan yang murni itu hanya terkubur dalam hati. Ia harus diungkapkan cintanya lewat lisan dan gerak-geriknya, lakukanlah dan jangan sungkan- 2. Menghormati isteri Sebagaimana kaum lelaki, kaum wanita juga ingin dihormati. Selain itu, mereka juga ingin tampil berwibawa dihadapan suami maupun orang lain. Dirinya akan merasa tertekan apabila dihina atau dilecehkan. Kalau dihargai, ia akan merasa bahwa keberadaannya bermanfaat bagi kehidupan keluarganya. Oleh sebab itu, kita dapat mengatakan bahwa wanita akan merasa berbahagia tatkala dirinya dihormati, dan akan bersedih ketika dilecehkan. Setiap isteri berharap akan lebih dihormati suaminya daripada orang lain. Harapannya ini jelas dibenarkan. Sebab, suami adalah teman hidup dan penghibur terbaik bagi hatinya. Karena sepanjang hari dirinya bekerja dan berbuat demi kesenangan anak-anak suami. Menghormati isteri pada dasarnya tidak akan mengurangi kewibawaan suami. Bahkan sebaliknya, dapat mengukuhkan kesetiaan dan kecintaan isteri, sekaligus sebagai tanda terima kasih. Sikap menghormati ini dapat dilakukan dengan berbicara secara santun kepada isteri, tidak menggunakan kata-kata yang tidak pantas ketika berbincang dengannya serta tidak berteriak-teriak sewaktu memanggilnya. Hormatilah isteri dihadapan orang banyak dan janganlah mengejeknya sekalipun dengan maksud bercanda. bahwa “Aku mencintai dirimu dan tidak akan hilang dari hatiku untuk selama- mampu menembus hati orang lain. Namun, jangan sampai membiarkan secara terang-terangan. Kalau seorang lelaki mampu mengungkapkan sungkan karena semua itu termasuk kewajiban suami yang bernilai ibadah. 181 Keluarga dalam Islam, Bina Usaha, Yogyakarta, 1990, lm.48 181 Kamraeni Busyaeri, Pendidikan h 111 “Menghormati isteri merupakan bukti kepribadian yang sempurna dan ahkannya adalah tanda kejahatan perangainya.” merend “Tidak dan tid ya tak gi bermakna, saya tak bisa lagi bersabar terhadap hinaannya. Karena itu, i saya memutuskan untuk bercerai dengannya.” Seluruh wanita mengharapkan dirinya dihormati suami. Akan terasa amat tertekan sewaktu diamnya seorang isteri ketika diejek bukan berarti dirinya rela. Sebaliknya tersebut dikarenakan khawatir hubungan suami-isteri menjadi retak. 182 Rasulullah SAW bersabda : seorang pun yang memuliakan mereka perempuan kecuali orang yang mulia ak seorang pun yang menghina mereka melainkan orang yang hina.” 183 Sebuah kisah pada masa khalifah Ali, seorang perempuan berumur kira-kira 36 tahun dengan langkah yang mantap dan tenang mendatangi pengadilan. Wanita itu mengajukan tuntutan cerai kepada suaminya, dengan muka merah padam, ia berkata, “Pernikahan saya sudah hampir genap dua belas tahun. Ia adalah lelaki yang baik dan memiliki banyak kebaikan. Namun ia tidak pernah mau mengerti bahwa saya adalah isterinya dan ibu dari anak-anaknya. Suami saya mengira bahwa sebuah pertemuan hanya menjadi tempat bermain dan bercanda belaka. Ia selalu mengejek saya dihadapan teman-teman dan kerabatnya. Akibatnya, mereka juga ikut-ikutan mengejek dan menghina saya. Saya sudah terlalu letih dan sangat bersedih dengan ejekan tersebut. Sudah ribuan kali saya meminta suami saya memahami persoalan ini dan sangat berharap agar dirinya tidak lagi mengejek, menghina, dan mempermainkan saya di depan umum. Namun ia sama sekali tidak mengindahkannya. Bahkan, sejak itu ia justru menjadi lebih sering menghina dan mengejek saya sampai melampaui batas-batas norma dan etika. Sejak kecil, saya bukan tergolong orang yang suka bercanda dan menjatuhkan harga diri orang lain. Karenanya saya tidak mampu menanggung kelakuan suami saya yang sudah melampaui batas itu. Tatkala merasa bahwa perkataan dan harapan saya kepadan la mulai saat in dihina atau tidak dihormati. Sebaiknya kaum lelaki memahami bahwa malah dalam hatinya meluap darah amarah. Dirinya tidak mengungkapkan hal 184 3. Berakhlak baik “Kewajiban lain suami terhadap isteri adalah mempergauli isteri dengan akhlak sebaik-baiknya baik dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lisan dan 182 Sayyid Sabiq, Op. Cit, hlm.70 zi, Op.Cit,hlm.101 183 Muslich Maru 184 Ibid, hlm.86 112 perbuatan termasuk pergaulan di atas ranjang ketika menyalurkan hasrat biologisnya.” 185 Allah telah berfirman dalam Q.S an Nisa : 19 yang artinya sebagai llah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak enyu ng- kurang terhada kewajib ang perempuan ini. Ada orang yang berikut : “…Dan bergau m kai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” 186 4. Menyetubuhi isteri Ibnu Hazm berkata : “Suami wajib menyetubuhi isterinya dan sekura nya satu kali dalam setiap bulan jika ia mampu. Kalau tidak, berarti ia durhaka p Allah.” 187 Kebanyakan ulama sependapat dengan Ibnu Hazm tentang an suami menyetubuhi isterinya jika ia tidak memiliki halangan apa-apa. Adapun Imam Ahmad menetapkan ketentuan empat bulan sekali bahwa suami diwajibkan menjima’ isterinya karena Allah telah menetapkan dalam tempo ini hak bagi bekas budak. Jadi, dengan begitu berlaku juga bagi yang lain-lain. Jika suami meninggalkan isterinya kemudian tidak kembali tanpa ada halangan apa-apa, Imam Ahmad memberikan batas waktu enam bulan. Jika suami tidak mau kembali dalam tempo setelah enam bulan maka pengadilan boleh menceraikan antara keduanya. Alasannya ialah hadits riwayat Abu Hafsh dengan sanad Zaid bin Aslam yang berkata : “Ketika Umar bin Khattab meronda di kota Madinah, ia melewati halaman rumah seorang perempuan yang sedang bersenandung : “Malam ini begitu panjang dan tepi langit begitu hitam. Sudah lama aku tiada kawan untuk bersenda gurau. Demi Allah, kalaulah bukan karena takut kepada Allah, tentu kaki-kaki tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang. Tetapi, oh Tuhanku Rasa malu cukup menahan diriku. Namun, suamiku sungguh lebih mengutamakan mengendarai ontanya.” Umar lalu menanyakan tent menceritakan keadaannya kepada Umar bahwa dia adalah perempuan seorang diri. Suaminya telah pergi berperang di jalan Allah. Umar lalu mengirim surat kepada suaminya untuk pulang. Sejak saat itu Umar menentukan bahwa tugas endidikan Islam, Al Husna, Jakarta, 1988, hlm.42 Op.Cit, hlm.75 185 Hasan Langgulung, Dasar-dasar P 186 Muslich Maruzi, Op.Cit,hlm.10 187 Sayyid Sabiq, 113 untuk tentara yang pergi ke medan perang adalah 6 bulan dengan ketentuan 1 bulan untuk pergi, 4 bulan untuk tinggal di medan perang dan 1 bulan lagi untuk pulang menemui isterinya. 188 Imam Al Ghazali dari mazhab Syafi’i berkata : “Sepatutnya suami menj ima’ isterinya pada setiap empat malam satu kali. Ini lebih baik karena batas emanggil suaminya itu untuk memutuskan perkara aduan isterinya tersebut. Suaminya berkata : “Aku menjauhkan diri dari perempuan ercumbu rayu, saling bersenda gurau, merayu, mencium dan suami mestilah menahan ejakulasi sehingga isteri juga merasakan kepuasan ari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Jika seorang di antara kamu bersenggama dengan isterinya, poligami adalah 4 orang. Akan tetapi, boleh diundurkan dari waktu tersebut, bahkan sangat lebih bijaksana kalau lebih dari satu kali dalam empat malam atau kurang dari ini sesuai dengan kebutuhan isteri dalam memenuhi kebutuhan seksualnya. Hal ini karena menjaga kebutuhan seks isteri merupakan kewajiban suami, sekalipun tidak berarti ia harus minta bersetubuh, sebab memang sulit untuk meminta yang demikian dan memenuhinya. 189 Muhammad bin Ma’an Al Ghifari berkata bahwa seorang perempuan datang kepada khalifah Umar lalu berkata : “Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya suamiku siang hari puasa dan malam hari sholat. Aku tidak mau mengadu kepadanya karena ia menjalankan perintah Allah”. Lalu Ka’ab Al Asadi berkata kepada Umar, : “Wahai Amirul Mu’minin, perempuan ini mengadukan keadaan suaminya karena ia dibiarkan tidur sendirian.” Kemudian mereka m dan kenikmatan seks. Aku adalah orang yang sedang menekuni ayat-ayat yang diturunkan dalam surat an Nahl dan tujuh surah yang panjang.” Setelah itu Ka’ab Al Asadi berkata bahwa : “Sesungguhnya isterimu mempunyai hak atas dirimu, wahai saudaraku. Bagiannya terletak pada empat dua paha laki-laki dan dua paha perempuan. Berikanlah itu padanya, dan janganlah kamu banyak berdalih. 190 Dalam hadits sahih ditegaskan bahwa suami yang menyetubuhi isterinya itu termasuk perbuatan sedekah dan mendapat pahala dari Allah. Dan disunnahkan b orgasme. Abu Ya’la meriwayatkan d hendaklah ia melakukannya dengan penuh semangat. Jika dia sudah hendak ejakulasi, sementara isterinya belum sampai pada klimaksnya, janganlah ia tergesa-gesa untuk mengakhiri persetubuhan sebelum klimaks isterinya terpenuhi. 191 188 Ibid, hlm.76 189 Ibid, hlm.76 190 Ibid, hlm.76-77 191 Ibid, hlm.77 114 5. Me uk busur yang memang tidak dapat diluruskan. Karena itu, menggauli isteri itu harus sesuai dengan demikian, tidak ada halangan untuk mendidiknya dan menuntunnya ke jalan suami mengeluh karena beberapa tingkah laku isterinya yang tidak baik dan 192 Fungsi suami sebagai imam dalam mendidik dan menjaga isterinya akan sangat diharapkan kebijaksanaannya dan sikap adilnya dalam memutuskan setiap persoalan, terutama masalah atau konflik yang terjadi antara isteri dengan ibu mertua yang lazim terjadi di tengah-tengah masyarakat. Satu hal yang dapat mengusik ketenteraman dari lingkungan keluarga, bahkan menyebabkan terjadinya perceraian, adalah campur tangan ibu dari pihak suami ibu mertua yang serba berlebihan dalam urusan intern keluarga anaknya. Sebelum anaknya menikah, sang ibu mertua njaga dan mendidik isteri dengan baik Suami wajib menjaga isterinya dengan baik, memperlakukannya dengan wajar, mendahulukan kepentingannya yang memang patut didahulukan untuk menyenangkan hatinya, terlebih-lebih bersikap menahan diri dari sikap yang kurang menyenangkan dihadapannya dan bersabar ketika menghadapi setiap persoalan yang ditimbulkan oleh isteri. Memang perempuan itu tidak sempurna dan hendaklah seorang laki-laki menerimanya dengan segala kekurangannya itu. Rasulullah bersabda bahwa : “Berbuat baiklah kepada kaum perempuan karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok. Tulang rusuk yang paling bengkok terletak pada bagian yang paling atas. Jika engkau dengan keras meluruskannya, niscaya engkau akan mematahkannya, tetapi jika engkau biarkan, niscaya akan tetap bengkok.” Hadits ini mengisyaratkan bahwa karakter perempuan secara alamiah adalah bengkok. Untuk mengusahakan kebaikannya hamper tidak mungkin karena bengkoknya itu ibarat tulang rusuk yang berbent tabiatnya dan memperlakukannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Dengan yang benar bilamana ia melakukan kesalahan dalam hal apapun. Terkadang menutup mata dari tingkah lakunya yang baik. Islam menganjurkan agar suami meimbang dengan adil antara sifat-sifatnya yang baik dan buruk sebagaimana fungsinya sebagai imam dalam rumah tangga. 192 Ibid, hlm.72-73. 115 memiliki harapan yang indah dan sempurna perihal isteri anaknya kelak. Dalam i g dan memukul dengan tidak menyakiti. Lebih bayangannya, isteri anaknya itu benar-benar bersih dari segenap kesalahan, kekurangan dan akan melayani anaknya sama seperti pengasuhannya selama ini.

C. Konsep Nusyuz Suami Menurut Hukum Perkawinan Islam

Pada intinya nusyuz suami terjadi bila ia tidak melaksanakan kewajibannya terhadap isterinya, baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi atau nafaqah dan atau meninggalkan kewajiban yang bersifat non materi diantaranya mu’asyarah bil ma’ruf atau menggauli isterinya dengan baik sebagaimana yang kewajiban suam yang telah diuraikan di atas. Yang terakhir ini mengandung arti luas, yaitu segala sesuatu yang dapat disebut menggauli isterinya dengan cara buruk seperti berlaku kasar, menyakiti fisik dan mental isteri, tidak melakukan hubungan badaniyah dalam waktu tertentu dan tindakan lain yang bertentangan dengan asas pergaulan baik. Islam benar-benar melarang terjadinya kekerasan, jangankan terhadap isteri sendiri kekerasan domestik kepada orang lain pun dilarang untuk melakukan kekerasan. Secara konseptual Islam mengajarkan untuk berbuat baik kepada isteri. Perkawinan sebagai lembaga yang mengikat suami dan isteri dengan tujuan untuk mendatangkan sakinah, mawaddah dan warahmah. Untuk tujuan itu Al Quran mengajarkan suami berkewajiban untuk mendidik isteri di dalam rumah tangga. Salah satu bentuk pendidikan tersebut adalah seperti tertuang dalam Q.S an Nisa : 34 yaitu ; memberi nasehat, memisahkan ranjan 116 lanjut Allah mengunci permasalahan di atas dengan kata bahwa apabila ia telah kembali baik, maka hendaklah kamu tidak berlebihan. Ayat ini melarang terjadiya kekerasan terhadap isteri, dan jika terjadi penganiayaan isteri diperbolehkan mengajukan gugatan ke pengadilan.. Memukul merupakan jalan terakhir yang dilakukan apabila cara-cara seperti menasehati dengan kata-kata yang lembut, mengingatkan dengan perilaku pisah ranjang. Suami yang baik tidak akan memukul isterinya. Banyak juga para ahli tafsir yang menerangkan bahwa makna memukul disini adalah dengan sikat gigi. Dari penjelasan beberapa tafsir dapat disimpulkan bahwa ada kemungkinan pemukulan dengan kata-kata ataupun sindiran baik dengan cara halus maupun kasar. Akan tetapi perlu disadari bahwa memang ada perempuan yang hanya dengan memukul dapat diperbaiki kedurhakaannya. Namun pemukulan terhadap isteri sebagaimana yang isyar gan suami isteri, apakah masing-masing pihak telah elaks di atkan Q.S an Nisa : 34 tersebut tidaklah dimaksudkan untuk membenarkan perbuatan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Jika ada yang menganggap ayat tersebut sebagai dalil untuk dapat melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga terutama kepada isteri maka ittu adalah pemahaman keliru yang belum memahami Islam secara kaffah utuhmenyeluruh. Dalam hal ini sangat dibutuhkan kearifan untuk melihat dan mendalami permasalahan ini, tanpa bisa memihak kepada siapapun, tapi hanya bisa berpulang kepada hati nurani setiap pasan m anakan kewajibannya dan merasa telah berbuat baik kepada pasangannya. Menegur istri adalah kewajiban suami, tapi tidak membuat suami harus 117 memperlakukan isteri dengan kasar. Untuk itulah Islam mengajarkan untuk berlaku baik dengan isteri dan memberikan tahapan-tahapan peringatan yang harus diperhatikan oleh setiap suami. Permasalahan apapun yang terjadi dan berkembang dewasa ini maka tidak bisa tidak, harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Hadits sebagaimana tertuang dalam Q.S an Nisa : 59 yang artinya sebagai berikut : “Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan para pemimpin kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul.” 193 Demikian juga halnya dengan permasalahan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya sendiri, maka yang menjadi kerangka acuan utama adalah Al Qur’an dan Hadits. “Al al Hujarat : 13 yang artinya Qur’an merupakan petunjuk sampai akhir zaman solihun likulli zamanin wa makanin mengandung dua unsur utama yang berupa qonun jamid peraturan yang tidak dapat berubah dan qonun murunah dapat berubah.” 194 Apabila merujuk kepada Al Qur’an yang mengandung asas-asas atau prinsip-prinsip dasar yang tidak akan berubah-ubah qonun jamid. Di antara prinsip-prinsip tersebut adalah : 1. Prinsip persamaan hak seperti tertuang dalam Q.S sebagai berikut : “ Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari laki- laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu berkenal-kenalan. Sesungguhnya orang yang termulia di antara 193 Mahmud Junus, Op.Cit, hlm.79. 194 Nasruddin Umar, Kodrat Wanita Dalam Islam, Lembaga Kajian Agama dan Gender, akarta, J 1999, hlm.100 118 kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Mahamengetahui lagi Maha amat mengetahui.” 195 2. Prinsip keadilan seperti tertuang dalam Q.S an Nisa : 3 yang artinya sebagai berikut : “ Jika kamu takut, bahwa kamu tak akan berlaku adil kepada anak-anak yatim, maka kawinilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu, berdua, bertiga atau berempat orang. Tetapi jika kamu takut, bahwa tiada akan berlaku adil kepada mereka maka kawinilah seorang saja…” 196 . Prin enarik kembali mahar tanpa 3 sip kepatutan atau berprilaku yang wajar, tertuang dalam Q.S an Nisa : 19 yang artinya sebagai berikut : “…Bergaullah dengan mereka isterimu menurut patut. Kalau kami benci kepada mereka hendaklah kamu sabar, karena boleh jadi kamu benci kepada sesuatu, sedang Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.” 197 Islam memandang tindak kekerasan terhadap isteri tidak hanya sebatas fisik saja melainkan juga terhadap non fisik yaitu ucapan-ucapan yang menyakitkan seperti mencari-cari kesalahan isteri, mengkhianati kesanggupan janji-janjinya terhadap isteri, mengganggu ketenangan isteri pada malam hari dan sebagainya. Jika diperinci lebih lanjut maka kekerasan non fisik terhadap isteri adalah sebagai berikut : 1. Tidak mau melunasi hutang mahar ataupun m keridhaan isteri. Dalilnya adalah Q.S an Nisa : 19 yang artinya sebagai berikut : “Hai orang-orang yang beriman, tiada halal bagimu mempusakai perempuan s, Op.Cit, hlm.464 5 195 Mahmud Junu 196 Ibid, hlm.70 197 Ibid, hlm.74-7 119 dengan pakasaan, dan janganlah kamu susahkan mereka, karena hendak mengambil sebagian mas kawin yang telah kamu berikan kepada, kecuali jika mereka memperbuat keji yang nyata zina…” 198 dar tenaganya…” 199 ikut : “Suruh diamlah mereka perempuan-perempuan . Menyetubuhi isteri di waktu haid. Dalilnya adalah Q.S al Baqarah : 222 yang artinya sebagai berikut : Mereka bertanya kepada engkau tentang haid. Katakanlah, itu suatu kotoran sebab janganlah kamu bersetubuh dengan mereka, sehingga mereka suci. Apabila mereka Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang taubat dan mengasihi orang- 2. Menelantarkan belanja isteri. Dalilnya adalah Q.S al Baqarah : 233 yang artinya sebagai berikut : “Ibu-ibu itu menyusukan anak-anaknya dua tahun genap, bagi orang yang menghendaki akan menyempurnakan susuan. Kewajiban atas bapak memberi belanja ibu anaknya itu dan pakaiannya secara ma’ruf. Tiadalah diberati seseorang, melainkan seke 3. Tidak memberikan tempat tinggal kepada isteri. Dalilnya adalah Q.S at Thalaq : 6 yang artinya sebagai ber yang dalam iddah di rumah tempat diam kamu, menurut tenagamu dan janganlah kamu memberi melarat kepada mereka, sehingga kamu menyempitkannya menyusahkannya…” 200 4 itu hindarkanlah perempuan-perempuan ketika mereka dalam keadaan haid, dan bersuci bersetubuhlah kamu dengan mereka sebagaimana Allah telah menyuruhmu. orang yang bersuci. 201 198 Ibid, hlm.74 199 Ibid, hlm.35 200 Ibid, hlm.65 201 Ibid, hlm.33 120 5. Memperlakukan isteri dengan kasar. Dalilnya adalah Q.S an Nisa : 19 “…Bergaullah dengan mereka isterimu menurut patut…” 202 6. Membebani kerja isteri di luar kemampuannya. Dalilnya adalah Q.S al Baqarah : 233 yang artinya sebagai berikut : “…Tiadalah diberati seseorang, melainkan sekedar tenaganya…” 203 7. Tidak adil dalam menggilir isteri. Dalilnya adalah Q.S an Nisa : 129 yang artinya lagi Penyayang.” 204 ri. Dalilnya adalah Q.S al Baqarah : 231 yang artinya sebagai sebagai berikut : “Kamu takkan kuasa berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, meskipun kamu sangat ingin demikian itu, sebab itu janganlah kamu condong seconding-condongnya sehingga kamu tinggalkan perempuan itu sebagai seorang yang tergantung. Jika kamu perbaiki kesalahanmu dan bertakwa, sungguh Allah Pengampun 8. Menuduh isteri berzina tanpa bukti yang sah. Dalilnya adalah Q.S an Nuur : 6 yang artinya sebagai berikut : “Orang-orang yang menuduh isterinya dengan berzina, tetapi mereka tiada mempunyai saksi-saksi, kecuali dirinya sendiri, maka kesaksiannya ialah empat kali bersumpah dengan Allah, bahwa ia seorang yang benar.” 205 9. Memeras iste berikut : “Apabila kamu mentalak perempuan, lalu hamper habis iddahnya, maka tahanlah mereka secara ma’ruf atau ceraikanlah mereka secara ma’ruf. Janganlah 202 Ibid, hlm.75 203 Ibid, hlm.35 204 Ibid, hlm.90 205 Ibid, hlm.24 121 kamu tahan mereka dengan kemelaratan, karena kamu hendak menganiayanya. Barangsiapa berbuat demikian, sesungguhnya ia telah menganiaya diri sendiri…” 206 1 ak memberi pesangon nafkah isteri pada masa iddah. Dalilnya adalah Q.S at Thalaq : 7 yang artinya sebagai berikut : “Hendaklah orang-orang yang mampu memberikan nafkah menurut kemampuannya. Barangsiapa yang sempit sedikit rezekinya, hendaklah memberi nafkah menurut yang diberikan Allah kepadanya. Allah tiada memberati diri seseorang, melainkan menurut yang diberikan Allah kepadanya…” 0. Tid Hal ini n. Bahkan Al Qur’an secara terbuka memandang perlunya pihak ketiga s artinya dari ke perbaik

D. Ko Ru

207 Jika dalam kasus nusyuz suami maka dianjurkan mengadakan perdamaian atau ishlah antara suami isteri begitu juga terhadap solusi mengatasi persoalan kekerasan dalam rumah tangga lainnya, agama mengizinkan keterlibatan pihak ketiga. berarti persoalan kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bukanlah masalah yang caraka tabu untuk dibi ebagai penengah sebagaimana yang diisyaratkan dalam Q.S an Nisa : 35 yang : “Dan jika ada pertengkaran antara keduanya, kirimkanlah seorang hakam luarga lelaki dan perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan an, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri tersebut.” 208 nsep Nusyuz Suami Dikaitkan dengan Tindakan Kekerasan dalam mah Tangga 206 Ibid, hlm.34 207 Ibid, hlm.504 208 Mahmud Junus, Op. Cit, hlm.75 122 Sikap nusyuz suami ini dalam arti luas pada praktiknya dalam kehidupan masyarakat saat ini cenderung diidentikkan kepada istilah tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Dalam hukum positif mengenai kekerasan dalam rumah ah Tangga. Menurut Undang-undang Rumah Tangga adalah setiap perbuatan erutama perempuan,yang berakibat timbulnya taan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, kum dalam lingkup rumah tangga.” Tahun 2004 tentang a yang termaktub berdasarkan asas : b keadilan dan keseteraan gender d perlindungan korban Selanjutnya dalam Pasal 4 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa : Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan : bentuk kekerasan dalam rumah tangga b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga Undang umah Tangga meliputi ; kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, tangga ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rum tersebut bahwa : “Kekerasan dalam terhadap seseorang t kesengsaraan atau penderi pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hu 209 Adapun asas dan tujuan dari Undang-undang Nomor 23 Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagaiman dalam Pasal 3 yaitu : Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan a penghormatan hak asasi manusia c nondiskriminasi dan 210 a. mencegah segala c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. 211 Adapun kekerasan yang dilarang dalam rumah tangga dalam Pasal 5 menurut -undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam R atau luka berat. Sedangkan kekerasan psikis adalah perbuatan yang 209 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah angga, andung, 2004, hlm.2 T Citra Umbara, B 210 Ibid, hlm.4 211 Ibid, hlm. 4 123 mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan sese untuk bertindak, rasa tidak berdaya, danatau penderitaan psikis berat pada orang. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga sering t isteri u Nyony lagi yai Pertama kali, paha saya disulut rokok menyala, saya selalu disiksa hingga saya ke Pekanbaru dan mengajak saya pulang. Tapi begitu sampai di Medan, menghisap ganja. Kalau menolak, maka kaki saya ditetesi lilin. Hal ini Puncaknya adalah ketika saya disekap di kamar tidur kami lalu ia menampar memasukkan seorang wanita yang ingin dinikahinya dan langsung melakukan hubungan anyak terjadi di masayarakat. Sebagaimana penuturan Nyonya RJ dalam sebuah majalah mencurahkan isi hatinya tentang perubahan tingkah laku suaminya ketika suaminya telah memiliki Wanita Idaman Lain WIL sebagai berikut : Dulu sebelum ia mempunyai WIL dia selalu memperhatikan saya, dia selalu cinta di telinga saya sebelum kami tertidur. Tapi semua keindahan itu sirna dengan tersebut. 212 Kasus-kasus kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual sangat erjadi dalam masyarakat. Hal tersebut biasanya menjadi dasar atau alasan bagi ntuk mengajukan cerai gugat kepada Pengadilan Agama. Seperti penuturan a L pada majalah Nova yang sering disiksa oleh suaminya yang ingin menikah tu : saya harus mengungsi. Belum lama saya mengungsi, suami saya menyusul dia menyiksa saya lagi. Saya dicekoki bir sampai tiga botol. Saya juga dipaksa berlaku berulang-ulang. Saya tidak tahan lagi namun tidak bisa kabur darinya. dan memukuli saya seperti orang kesurupan kemudian dia intim dihadapan saya. Saya dipaksa menonton. Kalau saya berpaling langsung ditampar. Setelah malam itu saya merasa ingin mati saja dan untungnya bisa kabur. 213 Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap isteri juga b merayu dan mencumbu saya sebelum berhubungan dan membisikkan kata-kata 212 Ibid, hlm. 5-6 213 NOVA, Nomor 587XII-30 Mei 1999, hlm.4-5 124 datangnya WIL tersebut. Dia tidak pernah lagi memperhatikan saya, ia membanding-b menyalurkan kebutuhan biologisnya sesuka hatinya. Sakit hati saya, apalagi jika ia andingkan saya dengan WIL tersebut. 214 t suaminya jarang pulang se h Islam mengajarkan untuk memperlakukan isteri dengan baik, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berhubungan intim. Sebagaimana terdapat bersuci bersetubuhlah kamu dengan mereka sebagaimana Allah telah menyuruhmu. orang yang bersuci. enantunya dapat Berbeda dengan kasus Nyonya RJ tersebut di atas, Nyonya M yang berusia 35 tahun menceritakan dalam majalah tersebut bahwa suaminya yang memiliki pekerjaan sebagai pekerja kontrak di kapal telah membua selama berbulan-bulan. Setiap suaminya pulang mereka berdua menumpahkan luruh kerinduan mereka dan biasanya suaminya tidak peduli lagi apakah ia sedang aid atau tidak. dalam Q.S al Baqarah : 222 yang artinya sebagai berikut : Mereka bertanya kepada engkau tentang haid. Katakanlah, itu suatu kotoran sebab itu hindarkanlah perempuan-perempuan ketika mereka dalam keadaan haid, dan janganlah kamu bersetubuh dengan mereka, sehingga mereka suci. Apabila mereka Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang taubat dan mengasihi orang- 215 Kekerasan dalam rumah tangga dapat juga terjadi karena faktor kehadiran pihak ketiga. Kehadiran pihak ketiga dalam rumah tangga bukanlah suatu hal yang buruk, selama masing-masing pihak masih dapat berfikir jernih dalam menyikapi perilaku-perilaku yang dianggap tidak sesuai dengan keinginannya. Oleh sebab itu campur tangan pihak ketiga dalam hal ini biasanya mertua ibu suami dapat memicu terjadinya kekerasan yang timbul. Ibu mertua yang tidak menyukai m 214 Majalah Mingguan TIARA, Nomor 53 Tahun 1992, hlm.7 215 Mahmud Junus, Op. Cit, hlm.33 125 m ibatkan anak suami bingung dalam bertindak, apakah ia harus memilih ibunya atau isterinya. Dalam hal ini banyak faktor yang mendukung untuk terjadinya mulai menjelek-jelekkan menantunya sehingga hal ini dapat menicu kebencian suami terhadap isteri, hingga tak jarang suami mau memukul, menampar dan menyakiti isteri baik secara fisik maupun psikologis dengan kata-kata kasar. Banyak kasus di dalam masyarakat terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga adalah disebabkan oleh ibu mertua seperti pada halnya kasus Anshar, warga Lubuk Pakam, yang berusia 36 tahun merasa bingung harus memilih antara ibunya yang merupakan kewajibannya untuk merawatnya dan isteri yang juga merupakan kewajibannya untuk menafkahinya. Kebingungannya berawal dari dari sikap ibu dan isterinya yang bermusuhan sehingga tidak mau lagi serumah, yang akhirnya ia mengkontrakkan sebuah rumah untuk ibunya. Hal ini tentunya menambah marah si isteri karena merasa uang belanjanya berkurang. Ditambah lagi suaminya sering ke rumah ibunya untuk m engak kekerasan terhadap isteri. Jika ibu mertua sudah tidak suka kepada menantunya, maka apapun yang dilakukan menantunya tidak akan benar di matanya. Ibu mertua akan enemaninya. Maka isterinya pun sering marah-marah, ang m sindiran oleh isterinya : “Abang y embuat Anshar tidak betah di rumah dan semakin sering ke rumah ibunya. Pada suatu malam Anshar pulang sangat larut karena menjenguk ibunya yang sedang sakit, sesampainya di rumah ia disambut dengan 126 kawin ajalah sama mamakmu.” 216 Tanpa disadari oleh Anshar ia pun menampar isterinya hingga tersungkur ke lantai. Pada akhirnya hal tersebut memicu perceraian saja. D dinyata melaku pada pe da dan p nah ada putusan yang dibuat seperti itu kecuali putusan pada kasus- rtimbangan hakim pada pokoknya dalam putusan perceraian antara Anshar dan isterinya. Dari kasus di atas terlihat bahwa faktor adanya pihak ketiga dapat memecah keutuhan rumah tangga, bahkan tak jarang ibu sendiri menyuruh anaknya untuk menceraikan isterinya dengan alasan tidak cocok.

E. Analisis Konsep Nusyuz Suami dan Akibatnya Menurut Hukum Perkawinan Islam

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa sebagian ulama fikih secara teori berpendapat bahwa istilah nusyuz tidak dilekatkan pada suami melainkan isteri emikian juga dalam Kompilasi Hukum Islam tidak ada disinggung apalagi kan secara tegas mengenai istilah nusyuz suami. Pada praktiknya ketika kan riset ke Pengadilan Agama dengan mewawancarai beberapa orang hakim ngadilan tersebut, langsung dibantah dan dikatakan bahwa nusyuz suami tidak belum er a kasus cerai gugat karena suami tidak melaksanakan kewajibannya sebagai hak dari isteri yang harus dipenuhi atau pelanggaran terhadap sighat taklik talak. Dalam pe berdasarkan cerai gugat biasanya kami para hakim di Pengadilan Agama ini tidak pernah menggunakan kata nusyuz sebagai alasan perceraian karena untuk memvonis isteri yang nusyuz saja harus didasarkan kepada bukti-bukti 216 Hasil wawancara dengan Bapak Anshar di Pengadilan Negeri Agama Lubuk Pakam pada tanggal 19 Juni 2009 127 yang sah apalagi untuk memvonis suami yang nusyuz yang masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli fikih sendiri sementara kami di sini selaku hakim sebagai aparat penegak hukum cenderung berpegang kepada hukum positif yang digariskan, salah satunya Kompilasi Hukum Islam s menegaskan bahwa Islam mengenal nusyuz suami, dengan arti ayat tersebut Be setingkat dengan suami seperti yang telah diuraikan sebelumnya pada pembahasan status dan kedudukan suami isteri. KHI. 217 Padahal jika dikaji lebih dalam menurut makna yang terdapat pada ayat Q.S an Nisa : 128 jela sebagai berikut : Jika seorang perempuan melihat kesalahan atau nusyuz suaminya atau telah berpaling hatinya, maka tiada berdosa keduanya, jika keduanya mengadakan perdamaian antara keduanya. Berdamailah itu lebih baik daripada bercerai. Memang manusia itu berperangai amat kikir. Jika kamu berbuat baik kepada isterimu dan bertaqwa, sungguh Allah Mahamengetahui apa-apa yang kamu kerjakan. 218 rdasarkan analisis yang dilakukan bahwa sebagian pihak berpendapat istilah nusyuz itu tidak dilekatkan pada suami didasarkan kepada beberapa faktor yaitu : 1. Asal kata nusyuz Bahwa “Nusyuz menurut etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata nasyaza-yansyuzu-nusyuuzan yang berarti tinggi atau timbul ke permukaan.” Bila melihat asal kata dan arti kata tersebut akan cenderung lebih sesuai bila istilah nusyuz dilekatkan pada isteri karena isteri kedudukannya di bawah suamitidak 217 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Imbalo Siregar, SH, MH, Hakim di pengadilan Negeri A am. gama Lubuk Pak 218 Ibid, hlm.90 128 2. Defenisipengertian nusyuz Menurut beberapa ulama yang menyatakan bahwa nusyuz itu adalah sikap kedurhakaan. Dalam hal ini bila dikaitkan dengan Q.S an Nisa : 34 yang artinya sebagai berikut : “Laki-laki itu menjadi tulang punggung pemimpin bagi perempuan, sebab Allah melebihkan setengah mereka dari yang lain dan karena mereka laki-laki memberi belanja dari hartanya kepada perempuan…” 219 maka semakin menegaskan status dan kedudukan suami itu lebih tinggi dari isteri dalam rumah tangga, sehingga menyebabkan keberatan untuk melekatkan istilah “kedurhakaan suami” atau “suami durhaka” kepada isteri. Sebab secara logika sederhana, tidak mungkin sesuatu yang posisiletaknya lebih di atas dikatakan “durhaka” atau melakukan “kedurhakaan” kepada tingkatan di bawahnya, seperti halnya status orangtua yang lebih tinggi dari seorang anak walau sebesar apapun kesalahankelalaian orangtua terhadap anaknya, maka tidak pernah ada istilah durhaka itu dilekatkan kepada orangtua atau “orangtua durhaka” terhadap anaknya. Sebaliknya, sebesar apapun pemberian anak kepada orangtuanya begitu pula dengan kesuksesan, kedudukan maupun status seorang anak itu di masyarakat, namun ketika anak tersebut berbuat salah apalagi sampai menyakiti orangtuanya akan dengan cepat dan biasa dikatakan telah “durhaka” atau “anak durhaka”. Namun menurut analisis yang lebih lanjut, bila ditinjau lebih jauh lagi dan dikaitkan dengan defenisi yang diberikan oleh Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa : “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu 219 Mahmud Junus, Op. Cit,hlm.76 129 akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.” 220 dan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yaitu : “Sesungguhnya kamu mengambilnya sebagai amanah dari Allah dan kamu menggaulinya dengan kalimat dan cara-cara yang ditetapkan Allah.” 221 maka walaupun suami itu memiliki status dan kedudukan setingkat lebih tinggi dari emiliki kedudukan lebih tinggi lagi yaitu Allah SWT, Ad isteri namun masih ada yang m karena pertanggungjawaban suami itu pada hakikatnya adalah kepada Allah SWT sesuai dengan ikatan pernikahan yang merupakan ibadah dan melakukan ijab kabul dengan prosesi keagamaan dihadapan Allah sebagai amanah yang akan dituntut pertanggungjawabannya kelak. 3. anya sighat taklik talak Pembacaan sighat taklik talak yang dilakukan oleh suami setelah ijab kabul sebagai janjinya kepada isteri dihadapan Allah untuk mempergauli isterinya dengan baik, bertujuan melindungi hak-hak isteri, hal ini semakin menunjukkan bahwa status dan kedudukan isteri itu memang berada di bawah suami. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa alasan tersebut di atas maka nusyuz seharusnya tidak hanya dilekatkan pada isteri saja namun pada suami juga. Akan tetapi, bila ada yang keberatan istilah nusyuz suami itu kurang tepat dikatakan kepada 220 Ungkapan “akad yang sangat kuat” merupakan penjelasan dari ungkapan “ikatan lahir itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan. Ungkapan “untuk mentaati perintah Allah batin” yang terdapat dalam rumusan Undang-undang yang mengandung arti bahwa akad perkawinan dan melaksanakannya merupakan ibadah” merupakan penjelasan dari ungkapan “berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Undang-undang Perkawinan. Hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat Islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah. Kompilasi Hukum Islam, Op.Cit hlm.7 221 Muslich Maruzi, Op.Cit, hlm. 120 130 isteri atau “suami telah nusyuz kepada isteri” adalah karena melihat kedudukan, status dan derajat fitrah seorang suami yang telah digariskan lebih tinggi sebagai pemimpinimam dalam rumah tangga menurut hukum Islam, sebagaimana yang telah diuraikan di atas mulai dari proses penciptaan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, lam h raikan di miliki perbedaan pendapat di kalangan sebagian fuqaha. lah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa da al ini analisis keberatan terhadap istilah nusyuz yang dilekatkan kepada suami oleh karena ada beberapa pendapat salah satunya Ibnu Qudamah yang menyatakan bahwa : “Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan kewajibannya terhadap isteri”. 222 Begitu juga dengan Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa seorang suami telah durhaka kepada Allah apabila tidak memenuhi hak isteri terutama hak biologis isteri sebagaimana yang telah diu atas sebelumnya. Pada dasarnya hukum perkawinan Islam mengenal konsep nusyuz yaitu nusyuz dari pihak isteri dan suami. Akan tetapi, dalam hukum positif tentang perkawinan yang berlaku dan menurut seluruh ahli fikih dengan tegas sepakat menyatakan adanya nusyuz isteri kepada suami, namun tidak demikian dengan nusyuz suami kepada isteri yang me

1. Nusyuz suami mengakibatkan pelanggaran terhadap taklik talak