Pemanfaatan Limbah Besi Sebagai Komposisi Penyusun Beton

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH BESI SEBAGAI KOMPOSISI

PENYUSUN BETON

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

RIKY ARMADI

06 0404 027

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH BESI SEBAGAI KOMPOSISI

PENYUSUN BETON

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

RIKY ARMADI

06 0404 027

Dosen Pembimbing :

Rahmi Karolina, ST, MT NIP. 19820318 200812 2 001

Diketahui :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP.19561224 198103 1 002

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMANFAATAN LIMBAH BESI SEBAGAI KOMPOSISI

PENYUSUN BETON

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

RIKY ARMADI

06 0404 027

Pembimbing

Rahmi Karolina, ST, MT NIP. 19820318 200812 2 001

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP.19561224 198103 1 002

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA

2011

Penguji I

Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT NIP. 19590707 198710 1 001

Penguji II

Ir. Robert Panjaitan NIP. 19510708 198203 1 001

Penguji III

Ir. Chainul Mahni NIP. 19500714 198003 1 002


(4)

ABSTRAK

Beton merupakan material utama untuk konstruksi yang banyak digunakan di seluruh dunia. Banyak penelitian telah dilakukan tentang teknologi beton untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur dimulai dari jalan, gedung, jembatan dan lain sebagainya. Semakin meluasnya penggunaan beton dan makin meningkatnya skala pembangunan menunjukkan juga semakin banyak kebutuhan beton di masa yang akan datang, sehingga mempengaruhi perkembangan teknologi beton dimana akan menuntut inovasi-inovasi baru mengenai beton itu sendiri. Perkembangan zaman di era globalisasi yang pesat ini mengakibatkan terus bertambahnya jumlah barang bekas/limbah yang keberadaanya dapat menjadi masalah bagi kehidupan, salah satunya adalah keberadaan limbah besi (slag). Untuk itu, banyak hal yang telah dilakukan dalam rangka mendaur ulang guna mengatasi masalah keberadaan limbah ini. Salah satunya adalah teknologi beton slag. Pada beton slag ini, slag dapat digunakan sebagai bahan pengganti pada agregat halus, agregat kasar maupun bahan tambah pada campuran beton.

Beton dicampur dengan slag ditambahkan dalam proporsi yang berbeda. Dalam hal ini, slag digunakan mengantikan agregat halus berdasarkan berat dalam variasi campuran dengan harapan dapat meningkatkan kualitas beton berupa kuat tekan, kuat tarik, elastisitas dan kuat lentur yang baik. Adapun variasi substitusi slag yang digunakan adalah 0%, 10%, 15%, 20%, 25% dan pengujian yang dilakukan berupa slump test, kuat tekan, elastisitas, kuat tarik dan kuat lentur.

Dari hasil pengujian diperoleh hasil kenaikan pada nilai slump, peningkatan nilai kuat tekan menjadi 9,1%, 12,8%, 17,04%, 23,28% dari beton normal, peningkatan nilai modulus elastisitas menjadi 9.72%, 13.52%, 16.87%, 19.07%, peningkatan pada nilai kuat tarik beton, dan peningkatan pada nilai kuat lentur balok. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh peningkatan pada kuat tekan, elastisitas, kuat rekah dan kuat lentur. Untuk itu, jika diadakan penelitian lebih lanjut ada baiknya nilai variasi slag diperbesar lebih dari dari 25% guna mencari nilai optimum pemakaian slag sebagai substitusi agregat halus. Penelitian lanjutan untuk beton mutu tinggi dapat dilakukan dengan memakai zat Additive (silica fume) pada persentase yang bervariasi agar didapat kuat Tekan yang optimal.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “PEMANFAATAN LIMBAH BESI SEBAGAI KOMPOSISI PENYUSUN BETON.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Ibu Rahmi Karolina, ST, MT selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT selaku Kepala Laboratorium Studio Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(6)

6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

7. Teristimewa dihati buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Paimun dan Ibunda Yenny Wati yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasehat kepada saya. Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan do’a yang tiada batas untuk saya. Suadara -saudara tercinta Abang saya Adri Prastowo, adik-adik saya Nurhadiyono, dan Zahra Fahira Anisa yang telah banyak membantu dan mendukung saya selama ini, terima kasih atas doanya.

8. Teristimewa dihati buat Julya Mazaya, yang banyak memberikan doa, motivasi, semangat, nasehat dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini, terima kasih atas doanya.

9. Buat saudara/i seperjuangan 06 Fahim, Yusuf, Budi, Rivana, Radi, Tami, Atta, Angga, Herry, Agung, Khoir, Rahmat, Ajir, Farqi, Afif, Sawal, Andi, Hardiansyah, Haikal, Zainal, Ijul, Anggi, Alfi, Muhadri, Yudi, Ghafar, Iqbal, Avril, Fauzi, Hanif, Royhan, Husni, Wawan, Maman, Alex, Subroto, Shendy, Helen, Didik, Diana, Ani, Irin, Yovanka, Nurul, Jenet, Citra, Dina, abang-abang dan kakak senior, bg Agung 00, bg Nova 03, bg Hamdi 03, bg Fau 03, bg Arlin 01, bg Dian 03, bg Ajo 03, bg Sayed 03, bg Budi 03, dan adik-adik 07, Hari, Harli, Coandra, Rudi dan yang lainnya adik-adik 09, Afiz, Aulia, Bambang Kennedy, Fuad, Fatahur, Irwan, Reza, Ryan, Udin, Mia serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2006 dan mahasiswa sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.


(7)

10. Buat wak Udin, mas Subandi, dan ibu serta bapak kantin beton terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

11. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, November 2011

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

1.5 Gambar Uji ... 5

1.6 Metodologi Penelitian ... 5

1.7 Percobaan ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Umum ... 9

2.1.1 Beton segar (Fresh Concrete) ... 10

2.2.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability) ... 11

2.2.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) ... 13

2.2.1.3 Pemisahan Air (Bleeding) ... 14

2.1.2 Beton Keras ... 14

2.2.1.4 Kuat Tekan Beton ... 14

2.2.1.5 Modulus Elastisitas ... 20

2.2.1.6 Kuat Tarik Beton ... 21

2.2.1.7 Kuat Lentur ... 22


(9)

2.2.1 Semen ... 22

2.2.4.2 Umum ... 22

2.2.4.3 Semen Portland ... 23

2.2.4.4 Jenis-Jenis Semen Portland ... 23

2.2.4.5 Bahan Dasar Semen Portland ... 24

2.2.4.6 Senyawa Utama Dalam Semen Portland ... 25

2.2.4.7 Sifat-Sifat Semen Portland ... 26

2.2.2 Agregat ... 28

2.2.2.1 Umum ... 28

2.2.2.2 Jenis Agregat ... 28

2.2.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk ... 29

2.2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan ... 31

2.2.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Nominal ... 32

2.2.3 Air ... 36

2.2.4 Bahan Tambahan ... 37

2.2.4.1 Umum ... 37

2.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan ... 39

2.2.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan ... 40 2.2.4.4 Jenis Admixture ... 41

2.2.4.4.1 Mineral Admixture ... 41

a. Kerak Tanur Tinggi (Slag) ... 41

b. Uap Silika (Siliks Fume) ... 47

c. Abu Terbang (Fly Ash) ... 49

2.2.4.4.2 Jenis Miscellanous admixture (bahan tambah lain) ... 49

a. Abu Kulit Gabah (Rice Husk Ash) 49 b. Limbah Karet ... 50


(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 52

3.1 Umum ... 52

3.2 Bahan-bahan penyusun beton ... 55

3.2.1. Semen Portland ... 55

3.2.2. Agregat Halus ... 57

3.2.3. Agregat Kasar ... 63

3.2.4. Air ... 67

3.2.5. Slag ... 68

3.3 Penelitian Penggunaan Karet yang Sudah Ada ... 69

3.4 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ... 71

3.5 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 71

3.6 Pembuatan Benda Uji ... 72

3.7 Penggunaan Slag ... 73

3.8 Pengujian Sampel ... 74

3.8.3 Uji kuat Tekan Beton ... 75

3.8.4 Pengujian Modulus Elastisitas Beton ... 76

3.8.5 Uji Kuat Tarik Beton ... 78

3.8.6 Uji Kuat lentur ... 79

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Slump ... 81

4.2 Uji Kuat Tekan Beton ... 82

4.3 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan ... 85

4.4 Pengujian Modulus Elastisitas Beton ... 87

4.5 Uji Kuat Tarik Beton ... 91

4.6 Uji Kuat lentur ... 95

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 98


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder dan Balok Flexure ... 7

Tabel 2.1 Perkiraan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Umur ... 17

Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Semen Portland ... 25

Tabel 2.3 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus ... 33

Tabel 2.4 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) ... 35

Tabel 2.5 Komposisi kimia dari limbah padat (slag) dari Laboratorium F-MIPA USU ... 43

Tabel 2.6 Komposisi kimia dari limbah padat (slag) dari Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan Semarang ... 44

Tabel 2.7 Pengukuran X-ray diffraction komposisi kimia slag dalam (%) ... 44

Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991) ... 58

Tabel 3.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) ... 63

Tabel 4.1 Nilai Slump berbagai jenis beton ... 80

Tabel 4.2 Kuat tekan silinder ... 81

Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengujian kuat tekan silinder beton ... 84

Tabel 4.4 Tabel nilai Modulus Elastisitas rata-rata maksimum berbagai campuran beton ... 88

Tabel 4.5 Tabel persentase peningkatan modulus elastisitas vertikal terhadap Penggunaan slag ... 89


(12)

Tabel 4.7 Perhitungan kuat tarik beton ... 92 Tabel 4.8 Perbandingan hasil pengujian kuat tarik silinder beton ... 94 Tabel 4.9 Perhitungan kuat lentur ... 96


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder ... 5

Gambar 1.2 Benda Uji Balok ... 5

Gambar 2.1 Kerucut Abrams ... 12

Gambar 2.2 Jenis-jenis slump adukan beton ... 13

Gambar 2.3 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton ... 16

Gambar 2.4 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton ... 17

Gambar 2.5 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen ... 18

Gambar 2.6 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama ... 19

Gambar 2.7 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton ... 20

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Beton Normal ... 53

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Beton Normal dengan Slag ... 54

Gambar 3.3 Slag ... 69

Gambar 3.4 Uji Tekan Beton ... 75

Gambar 3.5 Gambar Pengujian Elastisitas... 75

Gambar 3.6 Pengujian Modulus Elastisitas Beton ... 76

Gambar 3.7 Uji Split Cylinder ... 78

Gambar 3.8 Gambar pengujian kuat lentur balok ... 79


(14)

Gambar 4.2 Grafik hubungan kuat tekan silinder terhadap kadar penggunaan

slag ... 83

Gambar 4.3 Grafik perbandingan hasil pengujian kuat tekan silinder beton ... 85

Gambar 4.4 Pola retak kolom (columnar) pada pengujian kuat tekan silinder beton dalam penelitian ... 86

Gambar 4.5 Gambar pola retak yang mungkin terjadi pada silinder beton ... 86

Gambar 4.6 Grafik perbandingan nilai Modulus Elastisitas Rata – rata berbagai variasi penggunaan slag ... 88

Gambar 4.7 Grafik hubungan Persentase Peningkatan Modulus Elastisitas Terhadap Kadar penambahan slag ... 89

Gambar 4.8 Grafik perbandingan hasil pengujian elastisitas pada silinder beton . 91 Gambar 4.9 Grafik kuat rekah silinder terhadap kadar penggunaan slag ... 93

Gambar 4.10 Grafik perbandingan hasil pengujian kuat tarik silinder beton ... 94

Gambar 4.11 Gambar perletakan pada pengujian kuat lentur balok ... 95


(15)

DAFTAR NOTASI

SSD: saturated surface dry

n : jumlah sampel SD : simpangan baku

f'c : kuat tekan beton karakteristik (MPa)

fr : kuat lentur (MPa) fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2) P : beban tekan (kg)

A : luas penampang (cm2) S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2) σ’bm : kekuatan Beton rata –rata (kg/cm2)

N : jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

bm

: tegangan rata-rata (kg/ cm²)

bk

: tegangan karakteristik (kg/ cm²) Fct : tegangan rekah beton (kg/cm) P : beban maksimum (kg)

L : panjang sampel (cm) D : diameter (cm)

F : beban yang diberikan (kg)  : regangan


(16)

L

: perubahan panjang (cm)

: angka ekivalen

Ebaja :: elastisitas baja (2,1 x 105MPa)

: tegangan (kg/ cm²)

E : modulus elastisitas (kg/ cm²) k : Faktor Pembacaan Dial (mm) M : momen pada daerah patahan (kgcm)

Z : modulus penampang arah melintang (cm฀) b : lebar balok (cm)

h : tinggi balok (cm) w : momen tahanan (cm3) R : modulus patahan (kg/ cm²)

c

: berat jenis beton (kg/cm3)

s

m

: massa sample kering (kg) b

m

: massa sample setelah direndam (kg)

g

m

: massa sample digantung di dalam air (gm) air


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Concrete Mix Design

Lampiran II Pengujian Kokoh Tekan Beton Lampiran III Pengujian Elastisitas Beton

Lampiran IV Hasil Analisa Sampel Lab. Kimia F-MIPA USU Lampiran V Dokumentasi


(18)

ABSTRAK

Beton merupakan material utama untuk konstruksi yang banyak digunakan di seluruh dunia. Banyak penelitian telah dilakukan tentang teknologi beton untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur dimulai dari jalan, gedung, jembatan dan lain sebagainya. Semakin meluasnya penggunaan beton dan makin meningkatnya skala pembangunan menunjukkan juga semakin banyak kebutuhan beton di masa yang akan datang, sehingga mempengaruhi perkembangan teknologi beton dimana akan menuntut inovasi-inovasi baru mengenai beton itu sendiri. Perkembangan zaman di era globalisasi yang pesat ini mengakibatkan terus bertambahnya jumlah barang bekas/limbah yang keberadaanya dapat menjadi masalah bagi kehidupan, salah satunya adalah keberadaan limbah besi (slag). Untuk itu, banyak hal yang telah dilakukan dalam rangka mendaur ulang guna mengatasi masalah keberadaan limbah ini. Salah satunya adalah teknologi beton slag. Pada beton slag ini, slag dapat digunakan sebagai bahan pengganti pada agregat halus, agregat kasar maupun bahan tambah pada campuran beton.

Beton dicampur dengan slag ditambahkan dalam proporsi yang berbeda. Dalam hal ini, slag digunakan mengantikan agregat halus berdasarkan berat dalam variasi campuran dengan harapan dapat meningkatkan kualitas beton berupa kuat tekan, kuat tarik, elastisitas dan kuat lentur yang baik. Adapun variasi substitusi slag yang digunakan adalah 0%, 10%, 15%, 20%, 25% dan pengujian yang dilakukan berupa slump test, kuat tekan, elastisitas, kuat tarik dan kuat lentur.

Dari hasil pengujian diperoleh hasil kenaikan pada nilai slump, peningkatan nilai kuat tekan menjadi 9,1%, 12,8%, 17,04%, 23,28% dari beton normal, peningkatan nilai modulus elastisitas menjadi 9.72%, 13.52%, 16.87%, 19.07%, peningkatan pada nilai kuat tarik beton, dan peningkatan pada nilai kuat lentur balok. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh peningkatan pada kuat tekan, elastisitas, kuat rekah dan kuat lentur. Untuk itu, jika diadakan penelitian lebih lanjut ada baiknya nilai variasi slag diperbesar lebih dari dari 25% guna mencari nilai optimum pemakaian slag sebagai substitusi agregat halus. Penelitian lanjutan untuk beton mutu tinggi dapat dilakukan dengan memakai zat Additive (silica fume) pada persentase yang bervariasi agar didapat kuat Tekan yang optimal.


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan material utama untuk konstruksi yang banyak digunakan di seluruh dunia. Banyak penelitian telah dilakukan tentang teknologi beton untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur dimulai dari jalan, gedung, jembatan dan lain sebagainya. Semen merupakan komposisi utama dalam pembuatan beton. Dalam realita, produksi semen telah menghasilkan emisi gas CO2 yang cukup besar ke atmosfer. Dan hal ini merupakan penyebab utama kerusakan lingkungan.

Dalam rangka mengurangi dampak kerusakan lingkungan para peneliti berusaha mencari solusi untuk menangani pencemaran lingkungan. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung kampanye dunia “Going Green” yang belakangan ini menjadi isu utama dalam rangka menciptakan lingkungan yang bersih. Banyak upaya yang dilakukan dimulai dari penerapan teknologi ramah lingkungan (Green Technology), bangunan ramah lingkungan (Green Building) yang mengadopsi triple zero yaitu zero energy, zero emission dan zero waste untuk bangunan yang ramah lingkungan.

Semakin meluasnya penggunaan beton dan makin meningkatnya skala pembangunan menunjukkan juga semakin banyak kebutuhan beton di masa yang akan datang, sehingga mempengaruhi perkembangan teknologi beton dimana akan menuntut inovasi-inovasi baru mengenai beton itu sendiri. Dalam bidang rekayasa material, p a r a i l m u a n terus melakukan penelitian dan inovasi, termasuk bahan bangunan terutama komponen struktur. Kebutuhan akan penggunaan beton kian


(20)

lama kian meningkat. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk. Dengan demikian kebutuhan akan bahan baku semen dan material campuran lainnya seperti agreat kasar, agregat halus, air serta bahan tambahan lainnya akan meningkat pula. Namun bahan baku yang selama ini diperoleh dari alam cenderung menurun akibat eksploitasi yang terus dilakukan.

Melihat fenomena di atas, banyak orang mencoba memanfaatkan limbah-limbah industri untuk digunakan dalam campuran beton. Salah satunya adalah slag. Slag merupakan limbah besi dan baja yang berbentuk bongkahan-bongkahan kecil yang diperoleh dari hasil samping pembuatan baja dengan tanur tinggi. Slag dihasilkan selama proses pemisahan cairan baja dari bahan pengotornya pada tungku pembuat baja. Selama ini pemanfaatan slag belum dilakukan secara optimal. Pemanfaatan slag sangatlah penting karena limbah ini memilki dampak terhadap lingkungan, karena slag mengandung logam berat dan ada kemungkinan logam berat tersebut dapat terlepas ke lingkungan, jika terpapar terus menerus di lingkungan terbuka. Jika terlepas ke lingkungan logam berat akan mencemari tanah, air dan air tanah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyatakan bahwa limbah industri baja adalah termasuk limbah berbahaya dan beracun (Limbah B-3). Hal ini dapat dipahami karena dalam limbah tersebut pada umumnya mengandung unsur-unsur berbahaya seperti CD, Cr, Pb, Ni, Fe dan Zn. Unsur-unsur logam tersebut jika diuji dengan metode toksikologi dapat menyebabkan kanker. (Soemirat 1994).


(21)

Walaupun industri baja/logam tidak menggunakan larutan kimia, tetapi industri ini mencemari lingkungan karena buangannya dapat mengandung minyak pelumas dan asam-asam yang berasal dari proses pickling untuk membersihkan bahan plat, sedangkan bahan buangan padat dapat dimanfaatkan kembali. Maka dari itu pemanfaatan limbah besi dan baja ini sangat perlu dilakukan. Slag ini bisa menjadi alternatif pilihan bagi kita untuk dapat memanfaatkan slag sebagai agregat halus, pengganti pasir untuk campuran beton maupun aspal. Karena sifatnya yang hampir sama dengan semen, campuran beton dengan menggunakan slag dapat menghasilkan beton dengan mutu yang sangat baik.

1.2 Permasalahan

Di dalam dunia konstruksi sangat diperlukan beton yang memiliki kekuatan tekan yang baik, elastisitas yang baik dan kelecakan yang tinggi sehingga mudah dikerjakan (workable). Untuk itu pemakaian Slag dapat dikembangkan dalam dunia konstruksi. Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan Slag tersebut pada beton sebagai subtitusi agregat halus sehingga didapatkan beton yang lebih ekonomis.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian untuk tugas akhir ini sebagai berikut: Mengurangi limbah besi dan memanfaatkan penggunaannya.

1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa Slag dapat menggantikan pasir sebagai bahan bangunan.


(22)

2. Mengetahui workability beton segar yang menggunakan Slag sebagai pengganti agregat halus.

3. Mengetahui perilaku mekanik beton yang menggunakan Slag sebagai bahan pengganti agregat halus dengan variasi 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dan membandingkannya dengan beton normal.

1.4 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian dan keterbatasan pengetahuan penulis dalam permasalahan balok beton bertulang yaitu:

1. Mutu beton yang direncanakan adalah K-300.

2. Penggantian agregat halus dengan material Slag sebesar 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25%.

3. Persentase substitusi material Slag dilakukan berdasarkan berat agregat. 4. Diameter butiran Slag yang digunakan dalam penelitian ini berkisar antara

0,05-0,3 mm.

5. Faktor air semen (FAS) yang digunakan 0.46.

6. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan balok beton dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 75 cm.

7. Perawatan beton dengan cara perendaman di air.

8. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 28 hari untuk semua variasi. 9. Pengujian elastisitas silinder dilakukan pada umur 28 hari.

10.Pengujian kuat tarik belah beton (Splitting Test) dilakukan pada umur 28 hari.


(23)

11.Pengujian lentur balok dilakukan pada umur beton 28 hari dengan pengujian flexure.

1.5 Gambar Benda Uji

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder

Gambar 1.2 Benda Uji Balok

1.6 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :


(24)

1. Penyediaan bahan penyusun beton berupa semen, pasir, batu pecah dan bahan pengganti (Slag).

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.

 Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar.

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar.

 Pemeriksaan berat isi pada agregat halus dan agregat kasar serta Slag.

 Pemeriksaan kadar Lumpur ( pencucian agregat kasar dan halus lewat ayakan no.200 ).

 Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat halus.

 Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus.

 Pemeriksaan keausan agregat kasar melalui percobaan Los Angeles. 3. Mix design (perancangan campuran)

Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik K-300.

4. Pengujian kuat tekan beton, elastisitas dan kuat tarik belah menggunakan benda uji silinder.

5. Pengujian kuat lentur balok dengan pengujian flexure.

1.7 Percobaan

 Pembuatan benda uji : Pembuatan beton dengan menggunakan slag dan faktor air semen tetap untuk setiap variasi. Jumlah benda uji yang dibuat empat buah untuk setiap variasi. Benda uji yang dibuat adalah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm serta balok dengan ukuran 15 cm x 15 cm dan panjang 75 cm.


(25)

Adapun variasi yang digunakan adalah :

a. Variasi 1, tanpa penambahan Slag ( beton normal ) b. Variasi 2, penggunaan Slag 10%

c. Variasi 3, penggunaan Slag 15% d. Variasi 4, penggunaan Slag 20% e. Variasi 4, penggunaan Slag 25%

 Pengujian slump (slump test ASTM C143-90 A), untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan ( workability ) setelah penggantian agregat dan sebelumnya.

 Pengujian absorbsi beton setelah umur 28 hari.

 Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder dan balok.

 Pengujian kekuatan tekan beton (ASTM C39-86) pada umur 28 hari.

 Pengujian elastisitas beton (ASTM C.469-874) pada umur 28 hari.

 Pengujian flexure test pada umur 28 hari.

Tabel 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder dan Balok Flexure

Variasi Uji Elastisitas Beton Umur 28 hari Kuat Tekan Beton Umur 28 hari

Kuat Tarik Belah Beton Umur 28 hari

Uji Flexure

(balok) Beton Normal

0% 4 4 4 2

Beton + besi

10% 4 4 4 2

Beton + besi

15% 4 4 4 2

Beton + besi

20% 4 4 4 2

Beton + besi

25% 4 4 4 2


(26)

Total jumlah benda uji silinder yang digunakan untuk pengujian kuat tekan beton yaitu 20 unit silinder, elastisitas beton sebanyak 20 unit silinder, elastisitas dan kuat tarik belah beton sebanyak 20 unit silinder serta pengujian flexture pada balok sebanyak 10 unit.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Beton merupakan material utama yang banyak digunakan sebagai bahan konstruksi diseluruh dunia. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air dan agregat (dapat juga menggunakan variasi bahan tambahan mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan buangan non kimia) dengan perbandingan tertentu. Campuran tersebut bila dituang ke dalam cetakan dan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang, dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir), dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen).

Kekuatan, keawetan dan sifat beton serta lainnya bergantung pada sifat bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan. Banyaknya pemakaian beton sebagai salah bahan konstruksi disebabkan karena beton terbuat dari bahan-bahan yang umumnya mudah diperoleh, serta mudah diolah sehingga menjadikan beton mempunyai sifat yang dituntut sesuai dengan keadaan situasi pemakaian tertentu.

Jika kita ingin membuat beton berkualitas baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama bagaimana cara-cara untuk memperoleh adukan


(28)

beton (beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras / hardened concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil).

Sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan beton antara lain :

1. Harganya relatif murah.

2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.

Kekurangan beton antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton. 3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

4. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

2.1.1 Beton segar (Fresh Concrete)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.


(29)

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu : kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).

2.1.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan.

Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu : 1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan (namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi)

2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan. 5. Cara pemadatan dan alat pemadat.


(30)

kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

Ada tiga jenis slump yaitu slump sejati (slump sesungguhnya), slump geser dan slump runtuh, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2. Slump sesungguhnya, merupakan penurunan umum dan seragam tanpa adukan beton yang pecah, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut. Slump geser, terjadi bila separuh puncak kerucut adukan beton tergeser dan tergelincir kebawah pada bidang miring, pengambilan nilai slump geser ada dua cara yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari puncak kerucut. Slump runtuh, terjadi pada kerucut adukan beton yang runtuh seluruhnya


(31)

akibat adukan beton yang terlalu cair, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 Jenis-jenis slump adukan beton (a) slump sebenarnya, (b) slump geser, (c) slump runtuh. (Kardiyono, 1992)

2.1.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Campuran kurus atau kurang semen. 2. Terlalu banyak air.

3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.

4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah terjadi segregasi.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu


(32)

besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang betul.

2.1.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence). Bleeding dapat dikurangi dengan cara :

1. Memberi lebih banyak semen. 2. Menggunakan air sedikit mungkin. 3. Menggunakan pasir lebih banyak.

2.1.2 Beton Keras (Hardened Concrete)

Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dn klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

2.1.2.1 Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara 10-65


(33)

MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa dan untuk memproduksi beton kuat tinggi tersebut umumnya dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium (Dipohusodo, 1994).

Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing), usia beton ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2) P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2) Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus :

dengan: S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : Kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2) σ’bm : Kekuatan Beton rata –rata ( kg/cm2 )


(34)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu : 1. Faktor air semen dan kepadatan

Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Duff dan Abrams (1919) meneliti hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan.

Umur / Waktu (Hari)

Gambar 2.3 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)


(35)

2. Umur beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.4). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

Tabel 2.1 Perkiraan Kuat tekan beton pada berbagai umur

Umur beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365 PC Type 1 0.44 0.65 0.88 0.95 1.0 - -

Gambar 2.4 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan, 1999)

3. Jenis semen

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen tersebut


(36)

mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagai mana tampak pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen (Tri Mulyono, 2003)

4. Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.5. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.


(37)

Gambar 2.6 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama (Kardiyono, 1998)

5. Sifat agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar \ tegangan saat retak retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.6. Akan tetapi bila adukan beton nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.


(38)

Gambar 2.7 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton (Mindess, 1981)

Pada pemakaian ukuran butir agregat lebih besar memerlukan jumlah pasta lebih sedikit, berarti pori-pori betonnya juga sedikit sehingga kuat tekannya lebih tinggi. Tetapi daya lekat antara permukaan agregat dan pastanya kurang kuat sehingga kuat tekan betonnya menjadi rendah. Oleh karena itu pada beton kuat tekan tinggi dianjurkan memakai agregat dengan ukuran besar butir maksimum 20mm.

2.1.2.2 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas beton merupakan kemiringan garis singgung (slope dari garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan 0,45 f’c pada kurva tegangan-regangan beton. Modulus elastisitas beton dipengaruhi oleh jenis agregat, kelembaban benda uji beton, faktor air semen, umur beton dan temperaturnya. Secara umum, peningkatan kuat tekan beton seiring dengan peningkatan modulus elastisitasnya. Menurut pasal 10.5 SNI-03 2847 (2002)


(39)

hubungan antara nilai modulus elastisitas beton normal dengan kuat tekan beton adalah

2.1.2.3 Kuat Tarik Beton

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, makin jauh dari garis berat makin kecil daya dukungnya.

Kekuatan tarik relatif rendah untuk beton normal berkisar antara 9%-15% dari kuat tekan. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui pengujian split cilinder. Nilai pendekatan yang diperoleh Dipohusodo (1994) dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 kali √fc’, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 √fc’. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut sebagai spilt cilinder strength. Menurut SNI 03-2491-2002 besarnya tegangan tarik beton (tegangan rekah beton) dapat dihitung dengan rumus:

L

D

π

Ρ

2

Fct

di mana : Fct : Tegangan rekah beton (kg/cm) P :Beban maksimum (kg)

L : Panjang silinder (cm) D : Diameter (cm)


(40)

2.1.2.4 Kuat Lentur

Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Kuat lentur beton dihitung berdasarkan rumus σlt =

dimana M merupakan momen maksimum pada saat benda uji runtuh dan Z merupakan modulus penampang arah melintang. Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847 (2002) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat tekannya adalah

fr = 0,7 f 'c Mpa.

2.2 Bahan Penyusun Beton 2.2.1 Semen

2.2.1.1 Umum

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.


(41)

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1). Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.

2.2.1.2 Semen Portland

Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat –silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.2.1.3 Jenis – Jenis Semen Portland

Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain:

a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.


(42)

b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat).

c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.

d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar.

e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

2.2.1.4 Bahan Dasar Semen Portland

Semen portland yang dijual di pasaran umumnya terbuat dari 4 bahan, sebagai berikut:

1. Batu kapur (limestone) / kapur (chalk) : yang mengandung CaCO3 2. Pasir silika / tanah liat : yang mengandung SiO2 & Al2O3 3. Pasir / kerak besi : yang mengandung Fe2O3


(43)

4. Gypsum : yang mengandung CaSO4.H2O

2.2.1.5 Senyawa Utama Dalam Semen Portland

Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Portland Semen

Oksida Persen

Kapur, CaO 60 - 65 Silika, SiO2 17 - 25 Alumina, Al2O3 3 - 8

Besi, Fe2O3 0.5 - 6 Magnesia MgO 0.5 - 4 Sulfur, SO3 1 - 2 Soda / Potash, Na2O + K2O 0.5 - 1

Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang menyusun semen portland, yaitu :

a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S. b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S. c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.

d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang disingkat menjadi C4AF.

Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling mengikat/mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S adalah 70% - 80% dari berat semen dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen (Cokrodimuldjo, 1992). Semen dan air saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya dinamakan hidrasi semen.


(44)

2.2.1.6 Sifat-Sifat Semen Portland

Sifat-sifat semen portland yang penting antara lain : 1. Kehalusan butiran (fineness)

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air kepermukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butiran semen yang lewat ayakan no.200 harus lebih dari 78%.

2. Waktu pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menerima tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua :

a. Waktu ikat awal (initial setting time), yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.

b. Waktu ikat akhir (final setting time), yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras.

Pada semen portland initial setting time berkisar 1.0-2.0 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1.0 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari


(45)

2.0 jam agar waktu terjadinya ikata awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating), dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butiran semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.

4. Perubahan volume (kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Pengembangan volume dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi 0.8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO bebas, yang tidak sempat bereaksi denganoksida-oksida lain. Selanjutnya CaO ini akan bereaksi dengan air membentuk Ca(OH)2 dan pada saat kristalisasi volumenya akan membesar. Akibat pembesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retak-retak.


(46)

2.2.2 Agregat 2.2.2.1 Umum

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm.

2.2.2.2 Jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, tekstur permukaannya, dan ukuran butir nominal (gradasi). Berikut penjelasan mengenai pembagian jenis-jenis agregat yang digunakan pada pencampuran beton.


(47)

2.2.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan.

Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah:

1. Agregat bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat.

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut – sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut – sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat – tempat perpotongan bidang – bidang dengan permukaan kasar.


(48)

Rongga udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata – rata. Ukuran rata – rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata – rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.

5. Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran – ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata – ratanya.

6. Agregat pipih dan panjang

Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.


(49)

2.2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Kasar

Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan – bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

2. Berbutir (granular)

Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam. 3. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis – lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah.

4. Kristalin (cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal – kristal tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.


(50)

Agregat ini tampak dengan jelas pori – porinya dan rongga – rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang – lubang pada batuannya.

2.2.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

Dari ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah :

a. Susunan Butiran ( Gradasi )

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi


(51)

penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2  Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9  Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.3 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No. 4) 95 – 100 2.36 mm ( No.8) 80 – 100 1.19 mm (No.16) 50 – 85 0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60 0.300 mm (No.50) 10 – 30 0.150 mm (No.100) 2 – 10

b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.


(52)

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.  Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %. 2. Agregat Kasar

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Susunan butiran (gradasi)

Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

38,10 95 – 100

19,10 35 – 70

9,52 10 – 30


(53)

1. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

2. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau hujan.

3. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

4. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24% berat.  Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22% berat. 5. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles

dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

2.2.3 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat


(54)

agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous.

Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik,

dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2.2.4 Bahan Tambahan 2.2.4.1 Umum

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan


(55)

ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.

Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, “Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :

1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukanuntuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm


(56)

atau lebih kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah ketahanan awal pada beton.

2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.

Keuntungananny antara lain : memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan silica fume.

4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).

2.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang


(57)

waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.

Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain : a. Pada beton segar (fresh concrete)

 Memperkecil faktor air semen  Mengurangi penggunaan air.  Mengurangi penggunaan semen.  Memudahkan dalam pengecoran.  Memudahkan finishing.

b. Pada beton keras (hardened concrete)  Meningkatkan mutu beton

 Kedap terhadap air (low permeability).  Meningkatkan ketahanan beton (durability).  Berat jenis beton meningkat.

2.2.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.


(58)

a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM (American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete International).

Parameter yang ditinjau adalah :

 Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.

 Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang merugikan.

 Sifat-sifat fisik bahan tambahan.

 Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.

 Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.

 Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.  Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.  Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi

struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.

 Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan. b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan

melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.

Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan


(59)

tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.

2.2.4.4 Jenis Admixture 2.2.4.4.1 Mineral Admixture a. Kerak Tanur Tinggi (Slag)

Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi, yang dihasilkan oleh industri peleburan baja yang secara fisik menyerupai agregat kasar. Slag adalah kerak, bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah kapur, silika dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun membentuk granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan semen slag. Slag tersebut kemudian digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton. Seiring dengan semangat pelestarian lingkungan, maka perusahaan penghasil limbah slag mencari solusi pemanfaatan limbah slag tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya limbah slag dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar dan agregat halus dalam bahan konstruksi dan campuran perkerasan aspal. Karakteristik dari limbah padat (slag) yaitu :

1. Karakteristik Fisik

Slag mempunyai butiran partikel berpori pada permukaannya. Slag merupakan material dengan gradasi yang baik, dengan variasi ukuran partikel


(60)

yang berbeda-beda. Ukuran gradasi slag lebih mendekati ukuran agregat kasar 2/3.

2. Karakteristik Kimia

Komposisi kimia slag dari hasil analisis dan pengujian Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas Sumatera Utara, dapat dilihat pada tabel 2.5. dibawah ini.

Tabel 2.5 Komposisi kimia dari slag dari Laboratorium F-MIPA USU

No. Parameter/ Senyawa Metode Analisa Kadar (%)

1 CaO Spektrofotometri 0.076

2 SiO2 Gravimetri 1.550

3 MgO Titrimetri 0.0020

4 Fe2O3 Titrimetri 0.00018

Keterangan :

Spektofotometri : Metode yang digunakan untuk mengukur berapa jauh energi radiasi diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang tertentu

Gravimetri : Metode kuantitatif untuk menentukan massa suatu zat dengan cara penimbangan (pengendapan yang dihasilkan) Titrimetri : Metode penentuan konsentrasi suatu zat dengan cara titrasi Destruksi : Penghancuran material hingga menjadi butiran halus. Tujuan dari penelitian beton mutu tinggi slag sebagai agregat halus dan kasar adalah :


(61)

a. Untuk mengetahui karakteristik mekanis beton mutu tinggi, dengan pemakaian slag sebagai agregat halus dan agregat kasar, pada pengujian kuat tekan, tarik, kuat rekah dan modulus elastisitas.

b. Untuk Mengetahui korelasi presentase substansi agregat slag mutu beton yang optimum.

Slag Menurut Paul. N, Antoni (2007) Slag merupakan bahan sisa dari pengecoran besi (piq iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnance) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Pada peleburan baja, biji besi atau besi bekas dicairkan dengan kombinasi batu gamping, delomite atau kapur, pembuatan baja dimulai dari dengan menghilangkan ion-ion pengotor baja, diantaranya alumonium, silicon dan phosphor. Untuk menghilangkan ion-ion pengotor tersebut, diperlukan kalsium yang terdapat pada batu kapur. Campuran kalsium, alumonium, silicon dan phosphor membentuk slag yang bereaksi pada temperature 1600º C dan membentuk cairan, bila cairan ini didinginkan maka akan terjadi kristal, dapat digunakan sebagai campuran semen dan dapat juga sebagai pengganti agregat. ASTM (1995,494) slag adalah produk non-metal yang merupakan matrial berbentuk halus sampai balok-balok besar, dari hasil pembakaran yang didinginkan. Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton dari hasil pengujian laboratorium adalah sebagai berikut :

 Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecenderungan melambatnya kenaikan kekuatan tekan

 Mempertinggi kuat rekah dan elastisitas beton

 Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton


(62)

 Mengurangi serangan alkali-silika

 Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu

 Menggunakan bahan limbah, berarti secara nyata telah menerapkan teknologi material berkelanjulan (sustainable material technology)

Menurut Cain (1994:505) Faktor-faktor untuk menentukan sifat penyemenan (cementious) dalam slag adalah komposisi kimia, konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem, kandungan kaca dalam slag, kehalusan dan temperatur yang ditimbulkan selama proses hidrasi berlangsung.

Menurut Lea (1998) kuat tekan merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat kemampuan mortar atau beton yang terbuat dari semen yang diuji terhadap beban yang diterimanya. Kuat tekan semen dipengaruhi oleh proses hidrasi semen.

Semen terdiri dari beberapa senyawa yaitu C3S (3CaO.SiO2), C2S (2CaO.SiO2), C3A (3CaO.Al2O3), dan C4AF (4CaO.Al2O3. Fe2O3). Apabila semen dicampur dengan air maka akan terjadi proses hidrasi. Secara fisika proses tersebut akan tampak ditandai dengan adanya pasta semen yang plastis dan dapat dibentuk, dan beberapa waktu kemudian pada pasta tersebut mulai terjadi pengerasan dan tidak dapat dibentuk lagi, sehingga pasta yang telah mengeras tersebut mulai memiliki kekuatan tekan. Dengan demikian maka proses hidrasi semen terdiri dari beberapa reaksi kimia yang berjalan secara bersama-sama yaitu :

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + 3Ca(OH) 2 ... (1)

2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2 ... (2)

3CaO.Al2O3 + 6H2O 3CaO.Al2O3.6H2O + Panas ... (3)

4CaO. Al2O3. Fe2O2 + 17 H2O 3CaO.Al2O3.12H2O +3CaO.Fe2O3.5H2O (CaOH)2 ... (4)


(63)

Proses hidrasi semen dipengaruhi oleh komposisinya. Salah satunya yaitu silika (SiO2) yang ada di dalam semen. SiO2 akan mengeliminir Ca(OH)2 dan bereaksi membentuk CSH pada proses hidrasi semen, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kuat tekan semen. Hal ini disebabkan Ca(OH)2 di dalam mortar / beton akan bersifat merugikan dan menurunkan kuat tekan semen. Reaksinya yaitu:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + 3Ca(OH) 2 ... (1)

2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2 ... (2)

3Ca(OH) 2 + SiO2 + H2O 3CaO.SiO2.6H2O ... (3)

Didalam proses hidrasi semen selain menghasilkan senyawa CSH (Calsium Silikat Hidrat), CAH (Calsium Alumina Hidrat) dan CAF ( Calsium Aluminoferit) yang bersifat sebagai bahan perekat juga menghasilkan kapur yang bersifat basa. Dengan adanya FeO dan SiO2 yang cukup tinggi pada slag maka kapur yang timbul akan bereaksi membentuk CSH, CAH dan CFH yang mempunyai sifat sebagai bahan perekat, semakin banyak jumlah perekat maka semakin tinggi kuat tekan beton. Pemanfaatan slag sangat perlu dilakukan dan dikembangkan. Hal ini dikarenakan perkembangan sektor industri dan sektor konstruki setiap harinya terus meningkat. Pemanfaatan slag selain memberikan keuntungan dari aspek lingkungan karena dapat mengurangi limbah, pemanfaatan slag juga memberikan keuntungan dari aspek ekonomis karena nilai limbah yang kecil jika diolah dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Banyaknya pabrik pengolahan besi dan baja di Indonesia sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut untuk pemanfaatan limbah padat (slag) ini. Limbah slag dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku/bahan substitusi untuk:


(64)

1. Bahan baku industri semen

2. Bahan baku industri pengecoran beton

3. Bahan baku industri beton cetak dan ornamen siap pakai (Glassfiber Reinforced Cement- GRC )

4. Bahan baku pembuatan produk keramik 5. Bahan baku perkerasan jalan beton semen

6. Bahan baku pekerasan jalan sebagai pengganti agregat aspal beton 7. Bahan baku pembuatan paving block

8. Stabilisasi tanah dasar, lapisan fondasi bawah, dan konstruksi penetrasi macadam pada road base / perkerasan lahan

9. Proses sand blasting bagi industri galangan kapal

10.Limbah slag juga dapat digunakan sebagai penyaring atau penjernih air. Dari hasil percobaan laboratorium penggunaan slag sebagai bahan substitusi agregat halus dapat meningkatkan nilai kuat tekan beton, kuat rekah, elastisitas dan kuat lentur beton. Karena slag memiliki berat jenis yang lebih berat dari pasir maka slag ini belum bisa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan karena dapat meningkatkan berat dari bangunan itu sendiri tapi dalam hal ini masih perlu ddilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Namun slag ini sangat baik jika digunakan pada konstruksi jalan raya. Slag dapat digunakan sebagai bahan baku perkerasan jalan baik aspal maupun beton karena memiliki daya tahan yang baik dan memiliki kekuatan yang sangat baik.


(1)

Tabel 4.9 Perhitungan kuat lentur

Perhitungan Kuat Lentur

No Variasi Silinder

Berat Panjang Modulus Berat persatuan

Beban (Kg)

Reaksi Perletakan Jarak patahan Momen Kuat

Sampel Benda Uji Penampang (Z) Panjang (qbs) Ra = Rb X1 X2 X3 X4 Rata - Rata M Lentur

(Kg) (cm) cm³ (Kg/cm) (Kg) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (Kg cm) σb (Kg/cm²)

1

0%

40.0 75

562.5

0.5333 2400 1220.00 37.0 36.0 35.7 34.8 35.88 24224.30 43.06

2 40.4 75 0.5387 2460 1250.20 38.0 36.5 35.0 34.7 36.05 24826.68 44.13

3

10%

40.4 75

562.5

0.5387 2500 1270.20 38.6 38.2 37.6 37.0 37.85 25227.22 44.84

4 40.6 75 0.5413 2500 1270.30 39.3 38.3 38.1 37.6 38.33 25228.19 44.85

5

15%

40.9 75

562.5

0.5453 2550 1295.45 40.0 39.0 38.5 37.9 38.85 25729.57 45.74

6 40.6 75 0.5413 2520 1280.30 38.9 38.5 37.6 36.5 37.88 25428.34 45.20

7

20%

41.0 75

562.5

0.5467 2600 1320.50 39.0 38.5 37.8 36.8 38.03 26230.55 46.63

8 40.8 75 0.5440 2570 1305.40 39.5 39.0 38.6 38.0 38.78 25929.06 46.09

9

25%

41.0 75

562.5


(2)

Gambar 4.12 Grafik nilai kuat lentur pada setiap variasi campuran penggunaan slag 43.06 kg/cm2

44.13kg/cm2

44.84 kg/cm2 44.85 kg/cm2

45.74 kg/cm2

45.20 kg/cm2

46.63 kg/cm2

46.09 kg/cm2

46.63 kg/cm2

47.53 kg/cm2

40 41 42 43 44 45 46 47 48

0% 10% 15% 20% 25%

K u at L en tu r (k g/cm ²) Persentase Variasi


(3)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Penggunaan slag pada campuran beton dengan substitusi 10%, 15%, 20% dan 25% dari agregat halus dapat meningkatkan nilai slump.

2. Penggunaan slag pada campuran beton dengan substitusi 10%, 15%, 20% dan 25% dari agregat halus mengalami peningkatan nilai kuat tekan, kuat rekah, elastisitas dan kuat lentur pada setiap variasinya. Adapun peningkatan nilai kuat tekan menjadi 9,1%, 12,8%, 17,04%, 23,28% dari beton normal. Pada subtitusi Slag 25% kuat tekan beton mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

3. Terjadi peningkatan nilai kuat rekah seiring dengan peningkatan nilai kuat tekan beton. Peningkatan nilai elastisitas menjadi 9.72%, 13.52%, 16.87%, 19.07%. Terjadi peningkatan nilai kuat lentur yang diperoleh pada pengujian flexture.

4. Limbah slag dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku/bahan substitusi pada sektor industri dan sektor konstruksi.


(4)

5.2. Saran

1. Untuk penelitian lanjutan perlu ditingkatkan penambahan variasi untuk memperoleh karakteristik beton yang signifikan.

2. Penelitian berikutnya, subtitusi gradasi slag perlu ditetapkan kesamaan gradasi, untuk menghindari timbulnya agregat senjang yang berpangaruh terhadap mutu beton.

3. Penelitian lanjutan untuk mutu beton tinggi dengan memakai zat Additive (silica fume) pada persentase yang bervariasi, agar didapat kuat tekan yang optimal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia dan Handi S, 2007. “Karakteristik Mortar dengan Bahan Pengisi Sebagian

Limbah Debu Pengolahan Baja”. Laporan Akhir Penelitian DIPA Politeknik Negeri

Jakarta.

Broto AB, Amalia dan Sudardja H, 2006. “Karakteristik Aspal Beton dengan Filler

Limbah Abu Pengolahan Logam”. Jurnal Politeknologi Vol. 5 No. 2. Jakarta :

Politeknik Negeri.

Ali Achmadi. 2009, “Kajian Beton Mutu Tinggi Menggunakan Slag Sebagai Agregat

Halus dan Agregat Kasar dengan Aplikasi Superplasticizer dan Silicafume, Tesis

Program Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang.

Amalia. 2009, “Studi Eksperimental Perilaku Mekanik Beton Normal Dengan Substitusi Limbah Debu Pengolahan Baja (Dry Dust Collector)”, Tesis Program Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang.

M. Yusuf Saleh. 2010, “Pemanfaatan Limbah Karet Sebagai Komposisi Penyusun

Beton”, Skripsi Program Sarjana Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Jakarta. Aji, Pujo & Rahmat Purwono.2010, “Pengendalian Mutu Beton”. Itspress Surabaya.

ASTM, Annual Books of ASTM Standards 1991 : Concretes And Aggregates, Vol.04.02 Construction, Philadelphia-USA: ASTM,1991,PA19103-1187.


(6)

SK SNI 03-2847-2002, “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung”, Badan Standar Nasional.