Faktor-faktor yang mempengaruhi Obesitas

lebih didasarkan pada pertimbangan selera dibandingkan dengan aspek gizi Sulistyoningsih, 2011. Anak obesitas lebih banyak ditemukan pada orang tua dengan tingkat pendapatan yang tinggi, karena pada orang tua dengan pendapatan perbulan yang tinggi memiliki daya beli yang juga tinggi, sehingga memiliki peluang untuk memilih ragam makanan selain itu pada golongan ekonomi tinggi jumlah asupan makanan yang tinggi kandungan lemak meningkat seiring dengan meningkatnya daya beli mereka terhadap makanan mahal Rahayu, 2008. e. Aktifitas fisik Anak-anak jarang melakukan aktivitas fisik dan cenderung terbiasa makan secara berlebihan, akan lebih beresiko mengalami kegemukan. Resiko tinggi tersebut akibat aktivitas mereka tidak membakar seluruh kalori yang berlebihan dalam tubuhnya. Kemajuan teknologi seperti televisi, komputer, dan internet juga mengakibatkan anak menjadi malas bergerak. Anak-anak lebih tertarik untuk menghabiskan sebagian besar waktunya dengan melakukan aktifitas pasif, antara lain bermain video game, game online, berinternet dan menonton acara televisi yang setiap hari anak menghabiskan waktu sekitar 3 jam untuk menonton siaran televisi. Berbagai aktifitas pasif tersebut tidak membutuhkan banyak energi. Akibatnya, mereka pun beresiko mengalami obesitas Damayanti, 2008. f. Kebiasaan makan Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makan akan berbeda satu dengan yang lain Khomsan, dkk 2004. 1. Kebiasaan makan utama Menurut Efendi 2009, sebagai perawat harus memahami dan menyadari jenis makanan dan pola diet yang dilakukan keluarga. Keluarga Indonesia pada umumnya makan tiga kali dalam sehari walaupun pada etnik tertentu ada yang mempunyai pola makan dua kali dalam sehari. Setiap keluarga mempunyai pola jenis makanan yang berbeda untuk setiap kali makan, yaitu sarapan pagi, makan siang, makan, dan makan malam. Pola makan dalam keluarga sangat erat dengan kebiasaan menyimpan makanan di lemari es atau dapur yang mereka miliki. 2. Kebiasaan makan fast food Globalisasi perdagangan telah mendorong tumbuhnya bisnis asing secara pesat di Indonesia. Salah satu bentuk usaha dari luar negeri yang banyak dijumpai adalah banyaknya rumah makan siap saji fast food. Berbagai restoran fast food dari luar negeri dengan menu yang berbeda dari menu tradisional seperti hamburger, hot dog, pizza, teriyaki, tempura, kentang goreng berusaha memperluas pasarnya di luar negeri Istijanto, 2005. Menurut Khasanah 2012 makanan siap saji merupakan makanan yang pada umumnya mengandung lemak, protein, dan garam yang tinggi tetapi rendah serat dan menurut Misnadiarly 2007, kebiasaan makan makanan cepat saji fast food umumnya memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang dan mengandung kalori tinggi. 3. Kebiasaan minum soft drink Kebiasaan konsumsi soft drink adalah tindakan atau perbuatan mengenai sering tidaknya mengkonsumsi minuman bersoda dihitung per minggu Malik, 2006. Soft drink atau soda mengandung gas karbon dioksida dan sejumlah besar asam fosfat yang dapat mengganggu metabolisme kalsium dan tulang. Kadar gula pada beberapa jenis soft drink cukup tinggi, bahkan ada yang sampai lebih dari 8 sendok teh gula pasir untuk satu ukuran gelas minum . Beberapa jenis soft drink juga mengandung kafein dan zat pewarna sintesis yang terbuat dari bahan aspal cair. Tidak ada manfaat sedikit pun yang dapat diperoleh dari soft drink atau soda, selain penyakit atau kelebihan berat badan Gunawan, 2006.

E. Penelitian Terkait

Berikut ini beberapa penelitian terkait yang dapat mendukung penelitian ini, yakni: 1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh nurjanah hayati 2008 dengan pengklasifikasian IMTU 121 sempel, didapatkan responden yang mengalami obesitas sebesar 29,8 36 orang, dimana persentase kejadian obesitas pada laki-laki lebih besar dibandingkan kejadian obesitas pada anak perempuan, yakni sebesar 36,7 22 orang. Kejadian obesitas anak perempuan sebesar 23 14 orang. 2. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Padmiari 2001, tentang konsumsi fast food sebagai faktor resiko obesitas pada anak SD ditemukan bahwa anak SD yang ayahnya berpendidikan SLTA dan perguruan tinggi mempunyai resiko mengalami obesitas 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak SD yang ayahnya berpendidikan di bawah SLTA. Hal ini ditimbulkan oleh adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan orang tua sampel, dimana semakin tinggi tingkat pendapatan ayah maka tingkat pendapatan keluarga pun meningkat. Peningkatan pendapatan keluarga akan meningkatkan konsumsi makan. 3. Penelitian lain yang dilakukan Sartika 2011, tentang faktor resiko obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia, menunjukan bahwa anak laki-laki memiliki resiko mengalami obesitas sebesar 1,4 kali dibandingkan anak perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh anak perempuan lebih sering membatasi makan untuk alasan penampilan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Arofah 2007, tentang konsumsi soft driks sebagai faktor resiko terjadinya obesitas pada remaja usia 15-17 tahun, menunjukkan bahwa pada kelompok kasus 22 murid yang mengkonsumsi minuman ringan 2 botol minggu dan 47 murid lainnya mengkonsumsi 2 botol minggu. Untuk kelompok kontrol, 55 murid mengkonsumsi 2 botol minuman ringan minggu dan 14 murid mengkonsumsi 2 botol minggu, dapat disimpulkan bahwa konsumsi minuman ringan dalam jumlah kecil tidak memberikan faktor resiko terhadap obesitas pada remaja. 5. Pada penelitian tentang hubungan pola makan dan aktivitas fisik pada anak dengan obesitas 6-7 tahun di Semarang tahun 2003 menyebutkan bahwa frekuensi makan 3x sehari setiap hari memiliki resiko terjadinya obesitas 2,1 kali dibandingkan makan kurang atau sama dengan 3x sehari Damayanti, 2002. 6. Kebiasaan makan makanan cepat saji fast food umumnya memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang. Makanan itu lebih banyak mengandung kalori tinggi, rendah serat, dan kandungan lemak tinggi. Dari hasil uji statistic dengan menggunakan metode chi square ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan makan fast food dengan kejadian obesitas P-value =0,020 dengan nilai OR=4,6 95 CI: 1.372-15.427. Ini berarti anak yang sering mengkonsumsi fast food mempunyai kemungkinan menjadi obesitas 4,6 kali daripada anak yang tidak sering makan fast food. Penelitian ini juga menunjukkan persentase obesitas lebih banyak terjadi pada anak yang sering makan fast food 61,5 daripada anak yang tidak sering makan fast food 25,8 Hayati, 2009. 29

F. Kerangka Teori

Diagram 2.1 kerangka teori Wong 2000, Sulistyoningsih 2011, Misnadiarly 2007, Satoto 1996, Damayanti 2008 Masalah gizi anak 6-12 tahun: Obesitas Faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas :  Genetik  Jenis kelamin  Penidikan Orang tua  Keadaan sosial ekonomi  Aktivitas fisik  Kebiasaan makan  Kebiasaan minum Dampak jangka pendek: Gangguan psikososial 1. Rendah diri 2. Depresi 3. Menarik diri Dampak jangka panjang: 1. Sindrom resistensi insulin 2. Hipertensi 3. Kolesterol dan trigliseri tinggi 4. Penyakit jantung koroner 5. Gangguan saluran pencernaan 6. Penyakit kanker 7. Gangguan pernafasan 8. Pubertas dan menarci dini 9. Gangguan penyakit kulit 10. Gangguan tulang dan persendian