42
BAB III TENTANG AHMADIAH
A. Sejarah Berdirinya Ahmadiah
Sejak kekalahan Turki Usmani dalam serangan ke benteng Wina pada tahun 1683, pihak  Barat  mulai bangkit menyerang  Kerajaan tersebut,  dan serangan itu
lebih  efektif  lagi  ke  abad  18.  Kemudian  pada  abad  berikutnya  Bangsa-Bangsa Barat ini mulai aktif menjajah ke daerah-daerah yang didudukinya, seperti Inggris
menjajah  India  dan  Mesir,  Prancis  dapat  menguasai  Afrika  Utara,  dan  bangsa- bangsa  Eropa  yang  lain  menjajah  daerah-daerah  Islam  yang  lain.  Gerakan
kononialisasi  ini  disebabkan  oleh  berbagai  macam  penemuan  baru  dalam  ilmu pengetahuan dan industri, misalnya ditemukannya alat transportasi dengan tenaga
uap  tahun  1902  M,  mesin  cetak  tahun  1814  M,  kapal  uap  pertama  menjelajahi jarak antar kota Liver Pool dan Glasgow tahun 1815 M, telegraf tahun 1820 M,
jaringan kereta api dibuka di Inggris tahun 1825 M, mesin elektromagnetik tahun 1820 M, dan terusan Suez dibangun tahun 18833-1865 M.
Kemunculan  Ahmadiah  di  India  merupakan  salah  satu  bagian  dari  peristiwa sejarah  dalam  Islam  yang  tidak  lepas  dari  konteks  sosial  pada  saat  itu.
Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, bahwa kerajaan Islam yang menguasai anak  Benua  India  adalah  Kerajaan  Mughal  1526-1858  yang  saat  ini  sedang
menuju kehancuran. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal: pertama, melemahnya pemerintahan karena dekadensi moral dan pola hidup mewah yang melanda para
43
pejabat  pemerintahan  pasca  Aungrazeb.
28
Kedua ,  adanya  pemberontakan  yang
dilakukan  secara  terus  menerus  oleh  golongan  Hindu  dan  Sikh  di  India
29
. Walaupun  India berada  dalam wilayah kekuasaan kerajaan  Islam Mughal,  tetapi
mayoritas  penduduknya  masih  tetap  beragama  Hindu,  sebagian  lain  beragama Kristen,  Budha,  dan  Sikh.  Tercatat  telah  terjadi  pemberontakan  Sikh  yang
dipimpin  guru  Tegh  Bhadur  dan  guru  Gobin  Singh.  Golongan  Rajput  juga mengadakan  pemberontakan  dibawah  pimpinan  Raja  Udaipur,  sedangkan
golongan Sikh dibawah pimpinan Banda  yang berhasil merampas kota Sadhaura di sebelah utara Delhi, dan mengadakan perampasan serta pembunuhan terhadap
penduduk yang beragama Islam di kota Sirhind. Selain itu golongan Maratha yang dipimpin Raji Rao dapat merampas sebagian daerah Gujarat tahun 1732 M
30
. Ketiga
, adanya campur tangan Inggris yang datang ke India sejak abad ke-15, terutama  setelah  pecahnya  revolusi  India  yang  terkenal  dengan  pemberontakan
Munity  tahun  1857  M.  Pemberontakan  ini  berakhir  dengan  kemenangan  East India Company, dimana Inggris menjadikan India sebagai salah satu kolonialnya
yang terpenting di  dunia dengan utuhnya kerajaan Mughal  di  India. Namun bila runtuh  kerajaan  Mughal  di  India  maka  secara  otomatis  pula  akan  meruntuhkan
pula  kekuasaan  politik  Islam  dan  inilah  periode  yang  gelap  bagi  umat  Islam. Inggris  menduduki  India  dan  menggantikan  pemerintahan  umat  Islam  dengan
membawa kebudayaan Eropa.
28
Iskandar Zulkarnaen, Ahmadiah di Indonesia : sebuah titik yang dilupa, Jakarta : Pustaka Zaman, 2001, h. 47
29
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975, h.19
30
Ibid, h. 19
44
Situasi keagamaan menjelang kelahian Ahmadiah ditandai dengan gencarnya gerakan misi-misi  Kristen di  seluruh dunia  yang  dilakukan sejak tahun 1804 M,
khususnya ketika  British dan Foreign  Bible Soiety terbentuk.  Kelompok  Kristen menetapkan  pada  tahun  1814-1815  M  sebagai  The  Great  Century  of  World
Evangelization abad  agung  penginjilan  di  dunia,  dimana  anak  benua  India
merupakan  sebuah  sasaran  yang  dijadikan  sebuah  proyek  besar  bagi  gerakan penginjilan  atau  kristenisasi,  sehingga  jutaan  orang  masuk  ke  dalam  agama
Kristen melalui gerakan-gerakan missionaris Kristen. Ketika  penginjilan  dijalankan  dan  kondisi  umat  Islam  India  yang  mundur,
maka banyak pula bermunculan kelompok Neo-Hindu, di antaranya  yang paling militan  dan  agresif  adalah  sekte  Arya  Samaj  Aryan  Society  yang  berkembang
cukup pesat,  khususnya  di  daerah Punjab. Arya  Samaj merupakan  gerakan  yang ingin  mengembalikan  kemurnian  agama  Hindu  dan  menampilkannnya  sebagai
suatu  kebanggaan  nasional  India,  menentang  pemahaman-pemahaman  Hindu Brahma yang ortodoks, dan sering melancarkan serangan besar-besaran terhadap
ajaran  Kristen  dan  Islam.  Gerakan  ini  sudah  dikembangkan  dari  tahun  1865  M oleh Swami Dayananda Saraswati yang digelari Hindu Luther oleh penentangnya.
Ia menulis sebuah kitab Veda yang menggambarkan sikap Hindu terhadap agama- agama lainya, dan terhadap permasalahan-permasalahan sosial kontemporer.
Keadaan tersebut  makin diperparah dengan kondisi  intelektualitas dan  moral umat  Islam  yang sangat  memprihatinkan. Masyarakat  India saat  ini seakan telah
terbiasa  meminum  khamar,  menghisap  candu,  dan  melacur.  Di  sisi  lain  seperti dalam beribadah, mereka malas datang ke masjid sehingga banyak masjid menjadi
45
kosong,  serta  sering  terjadi  pertarungan  antara  sesama  kelompok  muslim  yang disebabkan  perbedaan  yang  sepele,  dan  mengganggap  sebagai  pengabdian  yang
paling besar terhadap Islam dengan mencap muslim lainnya sebagai kafir. Menanggapi  kondisi  yang  terjadi  saat  ini,  seorang  yang  menjadi  pendiri
Ahmadiah, Mirza Ghulam Ahmad mengatakan: “Sayang  sekali  masjid-masjid  pada  zaman  kita  ini  keadaannya  sangat
memprihatinkan. Sekiranya seseorang berkeinginan mengimami shalat di masjid- masjid  seperti  itu,  imam-imam  yang  resmi  tidak  mau  bertoleransi.  Sebabnya
sudah  dimaklumi  oleh  semua  orang  bahwa  mengimami  shalat  telah  menjadi semacam  bisnis bagi  imam-imam  ini.  Lima kali  sehari mereka bukan memasuki
tempat  shalat,  melainkan  cenderung  seperti  memasuki  toko  demi  melayani  para pelanggan. Mereka beserta keluarganya hidup dari penghasilan itu. Orang-orang
pergi ke pengadilan bila terdapat perselisihan mengenai apakah seseorang tertentu akan  meneruskan  sebagai  imam  atau  tidak.  Banyak  para  Maulvi  memasukkan
permohonan  naik  banding  di  pengadilan  untuk  memperoleh  keputusan  hukum tentang kedudukan mereka sebagai imam.
Ahmadiah lahir di India yang akhir abad ke-19 di tengah suasana kemunduran umat Islam India di bidang agama, sosial, politik, ekonomi, dan bidang kehidupan
lainnya  dan  juga  sebagai  protes  terhadap  keberhasilan  kaum  missionaris Kristen memperoleh pengikut-pengikut baru. Selesain itu, sebagai protes terhadap paham
rasionalis  dan  westernisasi  yang  dibawa  oleh  Sayyid  Ahmad  Khan  yang merupakan  orang  pertama  yang  membawa  ide-ide  pembaharuan  untuk
46
kepentingan  kemajuan  Islam  di  India  dengan  Alirannya.  Pusatnya  ialah Muhammedan  Anglo  Oriental  College  yang  kemudian  ditingkatkan  menjadi
universitas
31
. Satu-satunya sekte baru di India dalam Islam yang lahir dan berhasil menuntut
H.A.R.  Gibb  adalah  kelompok  Ahmadiah.  Menurutnya,  Ahmadiah  merupakan sekte yang berawal sebagai  gerakan pembaharuan yang bersifat liberal dan cinta
damai  dengan  maksud  menarik  perhatian  orang-orang  yang  telah  kehilangan kepercayaan  terhadap  Islam  dengan  pemahaman  yang  lama.  Pendirinya,  Mirza
Ghulam  Ahmad  menyatakan  bahwa  dirinya  tidak  hanya  sebagai  al-Mahdi  Islam dan al-Masih bagi umat Kristen, tetapi juga sebagai Avatar inkarnasi Krishna.
Kelahiran  Ahmadiah  juga  berorientasi  pada  pembaruan  pemikiran.  Mirza Ghulam  Ahmad  yang  mengaku  telah  diangkat  Tuhan  sebagai  al-Mahdi  dan  al-
Masih merasa  memiliki  tanggung  jawab  besar  yang  harus  dipikulnya  untuk
memajukan  Islam  dengan  memberikan  interpretasi  baru  terhadap  ayat-ayat  al- Qur‟an sesuai dengan tuntunan zaman.
Sebagai  salah  satu  aliran  keagamaan  yang  bertahan  hingga  saat  ini,  sejarah berdirinya  Ahmadiah  dan  tentunya  tidak  dapat  dipisahkan  dari  sejarah  Mirza
Ghulam  Ahmad  sendiri  sebagai  pendirinya.  Mirza  Ghulam  Ahmad  lahir  saat subuh, hari
jum‟at, tanggal 13 februari 1835 M 14 Syawal 1250 H di Qaddian, India. Qadian adalah nama sebuah desa yang terletak di Distrik Gurdaspur Punjab
India, jaraknya 100 km di sebelah Timur laut kota Lahore. Asal-usul kata Qadian
31
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975, h.167
47
berasal dari nenek moyang Mirza Ghulam Ahmad yang bernama Mirza Hadi Beg yang  diangkat  sebagai  qadhi  hakim  itulah  maka  tempat  itu  disebut  Islampur
Qadhi yang lambat laun kata Islampur hilang dan tinggal Qadhi saja. Dikarenakan logat daerah tersebut, akhirnya Qadhi disebut sebagai Qadi atau Qadian.
Dan  informasi  tentang  keluarganya  diperoleh  data  bahwa  ayahnya  bernama Mirza Ghulam Murtadha meninggal tahun 1876 M, dan dia adalah seorang tabib
yang  sangat  mahir.  Ibunya  bernama  Ciraagh  Bibi,  dan  nama  kakeknya  adalah keturunana  Haji  Barlas,  yang  berasal  dari  keluarga  Moghul.  Haji  Barlas  adalah
raja  kawasan  Qesh  yang  merupakan  paman  Amir  Tughlak  Temir.  Ketika penyerangan terjadi Haji Barlas sekeluarga terpaksa mengungsi ke Khurasan dan
Samarkhan  yang  kemudian  menetap  disana.  Pada  tahun  1530  M,  seorang keturunan  Haji  Barlas  yang  bernama  Mirza  Hadi  Beg  beserta  200  orang
pengikutnya hijrah dari Khurasan ke daerah Gurdashpur di Punjab yang letaknya 70  mil  sebelah  timur  Lhor  sekitar  kawasan  sungai  Bias,  dengan  mendirikan
sebuah perkampungan yang bernama Islampur. Menurut berbagai sumber Ahmadiah yang telah diteliti oleh ulama dan tokoh-
tokoh  Islam  tertentu  dapat  dibuktikan  bahwa  Mirza  Murthada  ayahanda  Mirza Ghulam Ahmad bukan sekedar pegawai tinggi biasa bagi kolonial Inggris, tetapi
pada  hakekatnya  ia  adalah  seorang  yang  mengabdikan  segenap  hidupnya  demi kelancaran  roda  penjajahan  Inggris-India.  Di  sini  terlihat  bahwa  keluarga  Mirza
Ghulam Ahmad pernah menjadi pembantu setia kolonial Inggris. Hamka Haq al- Badry  menjelaskan  bahwa  kolonial  Inggris  datang  menjajah  negeri  India
membawa perubahan dalam iklim beragama. Mirza Ghulam Ahmad sendiri ketika
48
berusia 29 tahun 1864-1868 pernah menjadi pegawai negeri pada pemerintahan Inggris di kantor Bupati Sialkot. Akan tetapi, sesudah empat tahun tinggal di kota
itu  ia  dipanggil  ayahnya  untuk  pulang  ke  Qadian  untuk  bertani.  Merasa  tidak cocok  dengan  pekerjaan  itu,  maka  sebagian  besar  waktunya  digunakan  untuk
mempelajari  al- Qur‟an  dan  lebih  suka  menyepi  dari  pada  mengejar  keduniaan.
Dengan  demikian  tidak  aneh  lagi  jika  gerakan  Ahmadiah  bersikap  kooperatif dengan pemerintah Inggris.
Terlihat pula perbedaan sikap kooperatif yang dilakukan antara Mirza Ghulam Ahmad  dengan  Sayyid  Ahmad  Khan  dengan  gerakan  Aligarhnya,  sekalipun
keduanya sama-sama mendapat reaksi keras dari umat Islam India. Syyid Ahmad Khan  menginginkna  agar  umat  Islam  dapat  memperoleh  kemajuan  dan
kesuksesan  sebagaimana  yang  dicapai  bangsa  Eropa  dengan  mendirikan Universitas  Aligarh,  sedangkan  Mirza  Ghulam  Ahmad  dengan  gerakan
Ahmadiahnya  ingin  mendapatkan  perlindungan  secara  politis  agar  dapat menyebarkan  ajaran  keahmadiahannya  dan  dapat  mempertahankannya  secara
bebas. Mengenaai pergulatan dalam pendidikan, Mirza Ghulam Ahmad tidak banyak
mendapatkan  pendidikan  formal  semasa  hidupnya.  Ia  mulai  mendapatkan pendidikan  ketika  berusia  6-7  tahun  di  rumahnya,  dimana  pada  tahun  1841  M,
ayahnya memperkerjakan guru yang bernama Fazal Ilahi untuk mengajarkana al- Qur‟an dan kitab-kitab bahasa Persi. Tahun 1845 M, saat Mirza Ghulam Ahmad
berusia  10  tahun  ayahnya  memperkerjakan  guru  untuk  mengarkan  kitab-kitab nahwu
dan  sharaf.  pada  saat  ia  berumur  17  tahun  Mirza  Ghulam  Ahmad
49
mendapat pengajaran kitab-kitab manthiq dari guru yang bernama Gul Ali Syah. Adapun  ilmu  ketabiban  ia  dapatkan  dari  ayahnya  sendiri  yang  saat  itu  tekenal
sebagai seorang tabib yang sangat mahir dan pandai. Di  usianya  yang  matang,  hatinya  mulai  merasakan  kesedihan  melihat
golongan Hindu, Nasrani, Sikh dan golongan-golongan lainya yang melancarkan serangan terhadap  Islam. Maka menjelang tahun  1875M, Mirza Ghulam Ahmad
mengadakan mujahadah atau menjalani disiplis asketis dengan melakukan puasa selama  6  bulan  berturut-turut.  Tujuannya  adalah  untuk  melarutkan  diri  dan
bertawajuh kepada Allah dengan beribadah, berdo‟a, berpuasa, dan setiap malam bangun untuk shalat tahajud.
Keteguhan  hatinya  ternyata  diuji  oleh  wafatnya  ayahandanya  di  tahun  1876 M.  Akan  tetapi,  hal  tersebut  tidak  membuat  semangatnya  kendur  untuk
memperjuangkan Islam. Mirza Ghulam Ahmad tidak peduli dengan warisan harta benda  yang  ditinggalkan  ayahnya,  bahkan  ia  lebih  memfokuskan  diri  dengan
mulai  menulis  artikel  untuk  membela  ajaran  Islam  dari  serangan-serangan  yang dilancarkan  oleh  berbagai  golongan,  khususnya  Nasrani  dan  Arya  Samaj  di
beberapa media masa. Mirza Ghulam Ahmad akhirnya menerbitkan sebuah buku yang  sangat  monumental  saat  ini  berjudul  Barahin  Ahmadiah  yang  berisikan
tentang  penjelasan  keunggulan  ajaran  Islam  dan  keunggulan  ajaran  al- Qur‟an
dibandingkan  agama  Nasrani,  Hindu,  Arya  Samaj,  dan  agama-agama  lainya. Dengan  diterbitkannya  buku  tersebut  maka  terjadi  pro-kontra  di  kalangan  umat
beragama  di  India.  Dikalangan  umat  Islam,  kehadiran  buku  tersebut  disambut dengan  suka  cita,  karena  dianggap  telah  membela  ajaran  agama  Islam  dari
50
serangan  yang  dilancarkan  oleh  beberapa  pihak  khususnya  dari  kalangan  non- Hindu  Arya Samaj  dan  Brahma Samaj, dan Nasrani.  Salah seorang ulama ahli
hadist ternama, Maulvi Muhammad Husain Batalvi menulis dalam buku nya Isya at- as-Sunnah
jilid VII. No. 6-1, halaman 169-170 dan Syawanah Fazl Umar jilid I, halaman 20:
“Menurut pandangan kami, pada zaman sekarang sesuai kondisi yang berlaku, buku  ini  adalah  sedemikian  rupa  yang  mana  sampai  saat  ini  tidak  ada
bandingannya telah ditulis dalam islam, dan tidak ada kabar di masa mendatang, karena  Allah-lah  yang  telah  mengetahui  kejadian  ini.  Penulisnya  pun  dalam  hal
memberikan  bantuan  terhadap  Islam  dari  segi  harta,  jiwa,  tulisan  maupun  lisan, dan  langkah-langkahnya  adalah  sangat  teguh  dan  kokoh.  Karenanya,  sangat
sedikit  sekali  diketemukan  contoh  seperti  dirinya  biarpun  dari  kalangan  Islam terdahulu
”. Sehubungan dengan terbitnya buku Barahin Ahmadiah yang di dalamnya ada
pendakwaan  Mirza  Ghulam  Ahmad  sebagai  Mujaddid  abad  ke-14  M  dan berdasarkan  ilham-ilham  yang  diterimanya,  maka  pada  tahun  1883  banyak  dari
kalangan  umat  Islam  yang  menginginkan  untuk  melakukan bai‟at  janji  setia
menjadi muridnya, tetapi Mirza Gulam Ahmad menolak dengan alasan belum ada ilham  dari  Allah  untuk  membai‟at  dari  orang-orang.  Selanjutnya,  berdasarkan
ilham  yang  diterima  Mirza  Ghulam  Ahmad  tahun  1888  M  dari  Allah  untuk mengambil
bai‟at janji setia, maka tanggal 23 maret 1889 M sebanyak 40 orang melakukan
bai‟at  pertama  di  tangan  Mirza  Ghulam  Ahmad  yang  dilaksanakan dirumah  Mia  Ahmad  Jaan,  Ludhiana,  India.  Saat  itulah  dinyatakan  sebagai
51
peletakan  batu  pertama  berdirinya  organisasi  al- Jama‟ah  al-Ahmadiah  Jamaah
Islam Ahmadiah. Dalam  wahyu  yang  diterima,  Mirza  Gulam  Ahmad  berpendapat  bahwa  ia
dituntut  untuk  melakukan  dua  hal.  Pertama,  menerima bai‟at  dari  para
pengikutnya.  Kedua,  membuat  bahtera,  yakni  membuat  wadah  untuk menghimpun  suatu  kekuatan  yang  dapat  menopang  misi  dan  cita-cita
keahmadiahaannya  guna  menyerukan  Islam  ke  seluruh  penjuru  dunia.  Perintah Tuhan untuk membai‟at belum dilaksanakan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Adapun
perintah  Tuhan  membuat  bahtera,  yakni  membuat  wadah  organisasi  menurut Ahmadiah  Lahore,  telah  dilakukan  oleh  Mirza  Ghulam  Ahmad  dengan
mendirikan Ahmadiah. Setelah  adanya  pernyataan-pernyataan  dari  Mirza  Ghulam  Ahmad,  yang
menyatakan Nabi Isa telah wafat dan pendakwaan digantikan oleh Mirza Ghulam Ahmad sebagai al-Masih al-
Mau‟ud dan Imam Mahdi , maka gemparlah seluruh umat beragama di India saat itu, baik di kalangan non-muslim maupun kalanggan
muslim sendiri.
32
Sejak saat itu dukungan mau pun penentangan terhadap ide-ide pemikiran  Mirza  Ghulam  Ahmad  berdatangan  dari  berbagai  pihak.  Dari  satu
pihak,  orang-orang  yang  setuju  dengan  ide-ide  pemikirannya  dan  seluruh pendakwaan  dirinya  sebagai  figur  al-Masih  yang  dijanjikan  dan  Imam  Mahdi,
mendukungnya dengan melakukan B ai‟at janji setia kepada dirinya. Sebaliknya
dipihak  lain,  orang-ornag  yang  tidak  setuju  dengan  berbagai  macam  pemikiran
32
Mirza Tahir Ahmad, Penumpahan Darah Atas Nama Agama, Padang : Mubaligh Jemaat Ahmadiah, 1984 h. 7
52
dan pendakwaan dirinya sebagai  al-Masih, menentangnya dengan berbagai  cara, baik  dengan  cara  polemik  di  media  massa  maupun  dilakukan  dengan  debat
terbuka.  Penentangan  semakin  menjadi-jadi  setelah  adanya  pendakwaan  diri Mirza  Ghulam  Ahmad  sebagai  seorang  Nabi
“Dzilli”  dan  Ummati  Nabi bayangan dan Nabi umat Muhammad pada tahun 1901 M.
33
B. Aliran Ahmadiah di Indonesia