BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekerja anak merupakan masalah yang penting di Indonesia karena semakin tahun jumlahnya semakin bertambah, kebanyakan dari mereka bekerja di sektor
informal. Menurut data ketenagakerjaan pemerintah tahun 2007, kebanyakan pekerja anak bekerja di sektor pertanian; yang lainnya seperti tukang parkir,
tukang semir, tukang koran dan sebagainya. Meskipun jumlah pekerja anak di kota telah meningkat secara berarti sebagai akibat urbanisasi. Jika dilihat dari
sektor formal, pekerjaan anak-anak cenderung ada di garis batas antara ekonomi formal dan informal, seperti bersama-sama dengan orang tua mereka di industri
rumah tangga dan di perkebunan, di toko milik keluarga atau pabrik kecil, terutama pabrik yang merupakan “satelit” dari industri besar.
1
Anak yang bekerja di industri besar meskipun jumlahnya tidak diketahui, terutama karena dokumen
yang membuktikan usia mereka mudah dipalsukan. Banyak anak yang bekerja di area ini yang merupakan area berbahaya seperti menjadi pemulung dan tukang
sampah, atau di kapal-kapal nelayan.
Sesungguhnya waktu yang mereka habiskan adalah waktu yang terbuang untuk mereka mendapatkan hak di bidang pendidikan. Karena pekerja anak akan
menghambat mereka memperoleh pendidikan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Sehingga anak yang
sewajarnya mengenyam bangku pendidikan di sekolah, yang sesuai dengan umur mereka masih tertinggal jauh dikarenakan waktu yang terbuang untuk mencari
uang. Dalam kenyataanya, pendidikan setelah sembilan tahun merupakan pendidikan wajib, termasuk latihan kejuruan, merupakan sesuatu yang tidak bisa
diabaikan dalam usaha mengurangi kemiskinan dan membuka kesempatan dalam bidang ekonomi bagi rakyat miskin.
Sementara itu, pekerja anak menjadi suatu fenomena yang menyedihkan yang terjadi di tengah potret kemiskinan kita. Masa yang seharusnya begitu
terbimbing dengan orang tua menjadi masa kebebasan tiada batas. Pekerja anak yang dalam hal ini adalah mereka yang dalam usia sekolah sudah bergelut dengan
pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa, sampai-sampai demi untuk mendapatkan uang atau sesuap nasi ia merelakan untuk tidak bersekolah.
Mereka meninggalkan masa-masa, untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta pengembangan bakat demi mencari nafkah, membantu orang tua
bekerja.
Jika dicermati lagi, pekerja anak merupakan sebab dan akibat dari kemiskinan. Keluarga yang miskin biasanya mendorong anak-anak mereka
bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga atau bahkan sebagai cara untuk bertahan hidup. Adanya pekerja anak mengabadikan keluarga miskin turun
temurun, serta pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial yang lambat. Hal ini berkaitan dengan masalah kesempatan dalam mendapatkan
pendidikan. Anak yang berasal dari keluarga miskin mempunyai kesempatan yang kecil untuk sekolah. Namun kemiskinan bukan satu-satunya faktor penyebab.
Besarnya biaya pendidikan, rendahnya pendidikan orang tua dan kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak, ketidaksetaraan, harapan pada
tradisi dan budaya termasuk sebagian faktor penyebab timbulnya pekerja anak. Di sisi lain, adanya pekerja anak berkaitan dengan asumsi bahwa beberapa
jenis pekerjaan lebih baik dilaksanakan oleh anak-anak daripada orang dewasa. Selain karena kondisi bekerja yang bersifat eksploitatif , anak “dipilih” sebagai
pekerja yang lebih baik karena tangan-tangan mereka yang kecil dianggap lebih tepat dan lebih baik kualitasnya. Banyaknya jumlah pekerja anak sangat
tergantung pada permintaan. Tuntutan untuk pekerja anak ini berasal dari pengusaha yang ingin mendapatkan untung dengan pekerjaan yang murah. Bisa
juga itu merupakan perusahaan kecil atau perusahaan keluarga yang
menggunakan pekerja anak untuk tetap bertahan aktifitasnya dengan produktifitas rendah.
2
Alasan-alasan di atas, dikategorikan benar, selain adanya sisi permintaan, pasti ada sisi penawaran. Meskipun masyarakat menyediakan tenaga kerja anak,
tetapi jika tidak ada perusahaan yang mempekerjakannya, sudah pasti pekerja anak tidak muncul. Demikian pula sebaliknya, bila permintaan terhadap pekerja
anak tinggi, tetapi masyarakat tidak menyediakan maka pekerja anak tidak akan muncul.
3
Dalam kenyataannya, anak yang bekerja merupakan salah satu gambaran betapa rumit dan kompleksnya permasalahan anak. Anak yang bekerja adalah
bentuk penelantaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, karena pada saat bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus diterima
mereka. Seperti hak untuk memperoleh pendidikan, bermain, akses kesehatan dan lain-lain.
Dalam masalah anak yang bekerja ini, bukan berarti anak tidak bekerja sama sekali. Dalam rangka mendidik dan melatih anak untuk mandiri, harus dilakukan
pembiasaan dengan melakukan pekerjaan di rumah membantu orang tua di
+ ,
-. -
samping tugas sebagai pelajar. Anak yang bekerja batasannya adalah anak jangan sampai mengalami eksploitasi -pengertian eksploitasi di sini adalah seorang anak
diminta melakukan pekerjaan dan dijanjikan mendapat upah- secara ekonomi pada anak.
Di beberapa kota seperti di Bogor, banyak sekali anak yang seharusnya bersekolah di sekolah dasar dan lanjutan, terpaksa ada di jalanan. Tidak saja di
siang hari tetapi juga hingga larut malam untuk mengais rupiah dari orang lain. Mereka melakukan hal itu tidak punya pilihan lain yang terbaik. Kehidupan
keseharian mereka sebagai wajarnya seorang anak yang ceria, sehat, rajin bersekolah dan senang bermain terampas oleh keadaan yang sulit dicegah.
4
Hak-hak yang terampas dan seharusnya diperoleh pekerja anak bisa dilakukan, salah satunya dengan pendidikan yang berlandaskan pada peningkatan
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan budi pekerti agama. Sehingga pada saatnya nanti masyarakat mampu memproduksi dengan hasil maksimal. Semua
sepakat bahwa pendidikan adalah instrumen investasi hidup terbaik yang menjanjikan keuntungan maksimal dari sisi sosial dan ekonomi masyarakat.
-
1.
Hal ini karena pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa mencerdeskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan Indonesia merdeka.
Kehidupan bangsa yang cerdas hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan, karena pencerdasan adalah fungsi pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan yang
berkelanjutan dibutuhkan oleh para pekerja anak, terutama pendidikan formal bagi para pekerja anak yang latar belakangnya berasal dari keluarga tidak mampu.
Masalah pendidikan non formal yang sangat dibutuhkan pekerja merupakan masalah yang memprihatinkan. Hal inilah merupakan salah satu yang mendasari
Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia sebagai salah satu lembaga yang memiliki fokus pada program sekolah bagi pekerja anak adalah perlindungan hak anak di
bidang pendidikan, yaitu Program Literacy Class yang merupakan program anak dampingan para pekerja anak.
Untuk membahas lebih lanjut mengenai program literacy class di Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia, penulis membahas dan menuangkannya dalam skripsi
yang berjudul “Perlindungan Hak Bagi Pekerja Anak Melalui Program Pendidikan Literacy Class di Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah