Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia SFI Cabang Lhokseumawe, 2008.
USU Repository © 2009
A. Tinjauan Umum Terhadap Perjanjian 1.
Pengertian perjanjian
Istilah-istilah tidak ditemui suatu keseragaman, sehingga otomatis tidak dijumpai juga keseragaman dalam definisi perjanjian. Hal ini menyebabkan belum
ada kesepakatan mengenai rumusan yang tetap dan tepat tentang perjanjian itu sendiri.
Secara yuridis pengertian perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata, dapat dilihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan: “Suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Bila dianalisa lebih dalam, tampak bahwa rumusan tersebut tidaklah lengkap dan terlalu luas. Hal ini dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, yaitu:
Rumusan itu dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja, dikatakan terlalu luas dapat mencakup
hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Namun istimewa sifatnya karena dikuasai
oleh ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku juga mencakup perbuatan melawan hukum ini tidak
ada unsur persetujuan.
12
Berbicara mengenai perjanjian, maka tidak terlepas dari perikatan. Sebelum lebih lanjut membicarakan tentang pengertian perikatan, Subekti,
memberikan rumusan perikatan sebagai berikut: “Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan”.
13
12
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, Hal.18
13
R..Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIX, PT.Internusa, Jakarta, 2001,
Hal.122.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia SFI Cabang Lhokseumawe, 2008.
USU Repository © 2009
Dari rumusan itu dapat diketahui ada dua orang atau dua pihak dalam suatu perikatan, yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban. Pihak
yang berhak untuk menuntut dinamakan pihak berpiutang atau pihak kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak debitur.
Hubungan ini disebut dengan perhubungan hukum yang berarti hak dari kreditur tidak dipenuhi oleh debitur, maka kreditur dapat menuntut debitur di muka hakim.
Dengan kata lain bahwa perikatan adalah suatu perhubungan prestasi, prestasi adalah suatu hal tertentu yang patut dipenuhi yang menurut undang-undang Pasal
1234 KUHPerdata dapat berupa : a Menyerahkan suatu barang;
b Melakukan suatu perbuatan; c Tidak melakukan suatu perbuatan.
Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, sumber-sumber hukum perikatan adalah perjanjian dan undang-undang. Sesuai dengan tulisan ini yang ditekankan adalah
sumber yang berdasarkan perjanjian. Melalui perjanjian ini, perikatan mempunyai kebebasan untuk mengadakan segala jenis perjanjian dengan batasan tidak
dilarang oleh undang-undang atau ketertiban umum Pasal 1337 KUHPerdata. Dengan mengadakan perjanjian, para pihak tidak terikat dengan jenis perjanjian
yang mempunyai nama atau yang diatur dalam KUHPerdata dan peraturan perundangan lainnya.
Sejalan dengan luasnya pengertian perjanjian sebagaimana yang di maksudkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata itu, M.Yahya Harahap, menyatakan:
“Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu pengertian suatu hubungan hukum
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia SFI Cabang Lhokseumawe, 2008.
USU Repository © 2009
kekeayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh suatu prestasi dan sekaligus mewajibkan
pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.
14
J.Satrio, menyatakan: “Perjanjian adalah sekelompoksekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang
bersangkutan”. Abdul Khadir Muhammad, menyatakan: “Perjanjian adalah suatu
persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan”.
15
Achmad Ichsan berpendapat : “Apabila di antara dua orang atau lebih terjadi sesuatu persesuaian kehendak untuk mengadakan suatu ikatan, maka
terjadilah di antara mereka persetujuan”.
16
Dari pengertian tersebut di atas, ditemukan beberapa unsur dalam perjanjian tersebut, yakni hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan
dua orang atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan melakukan kewajiban pada pihak yang lain. Hubungan hukum dalam perjanjian tercipta oleh karena
Berdasarkan pengertian perjanjian yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut, perjanjian berarti suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih
untuk mengikatkan diri pada seseorang atau lebih dengan didasarkan pada kata sepakat dan menimbulkan akibat hukum yang bertujuan untuk melakukan sesuatu
demi tercapainya tujuan bersama.
14
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, Hal.6.
15
J.Satrio, Hukum Perjanian, PT.Citra Aditya Baakti, Bandung, 1992, Hal.4
16
Acmad Ichsan, Hukum Perdata I-B, PT.Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, Hal.16.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia SFI Cabang Lhokseumawe, 2008.
USU Repository © 2009
adanya tindakan hukum yang dilakukan untuk para pihak sehingga terhadap satu pihak diberi hak-hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak
yang lain itu pun segera menyediakan diri dibebani dengan kewajiban-kewajiban untuk menunaikan prestasi.
Pada umumnya hak lahir dari perjanjian itu bersifat relatif yang berarti hak prestasi baru ada pada persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan
hukum yang lahir atas perbuatan hukum. Menurut M. Yahya Harahap, ada beberapa pengecualian :
1 Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara orang tertentu, perjanjian bisa terjadi oleh karena suatu keadaan atau suatu kekayaan tertentu.
2 Oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata dapat dikonkritisasi sebagai verbintenis, sekalipun tidak ada hubungan hukum antara
dua orang tertentu.
17
Undang-undang menentukan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-
persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Persetujuan-persetujuan itu harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata mempunyai dua asas
umum yaitu asas kebebasan berkontrak yang berarti suatu asas yang memberikan kepada para pihak dalam perjanjian untuk berbuat leluasa atau bebas di dalam
membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum dan
17
M. Yahya Harahap, Op.cit, Hal.8.