pars flaksida Djaafar ZA, 2007; Nursiah, 2003; Helmi.2005, Aboet A, 2007; Paparella MM, 1994.
Secondary acquired cholesteatoma terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel kulit
dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah teori migrasi atau terjadi akibat metaplasi mukosa
kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama teori metaplasi Djaafar ZA,2007; Nursiah, 2003; Helmi, 2005; Aboet A,
2007; Paparella MM, 1994.
2.3. Etiologi Otitis Media Supuratif Kronis
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi
biasanya berasal dari nasofaring adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis, mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi
tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down Sindrome. Adanya
tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat Nursiah,
2003. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif
tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated seperti infeksi HIV,
sindrom kemalasan leukosit dapat manifest sebagai sekresi telinga kronisNursiah,2003.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK:
2. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
Universitas Sumatera Utara
3. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi. 4.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
5. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamosa dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
http:www.scribd.comdoc13607134Otitis-Media-Kronik
2.4. Epidemiologi Otitis Media Supuratif Kronis
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan
nutrisi yang jelek. Kebanyakkan studi mengukur nilai prevalensi bukannya menilai angka insidensi seperti table 1. Prevalensi OMSK setiap negara
dikategorikan oleh WHO regional classification ketika workshop WHOCIBA pada tahun 1996. Nilai prevalensi 1-2 dianggap rendah dan
nilai 3-6 dianggap tinggi.
Tabel 2.1 Prevalensi OMSK Setiap Negara oleh WHO Regional Classification
Kategori Populasi
Paling tinggi 4 Tanzania, India, Solomon Islands,
Guam, Australian Aborigines, Greenland
Tinggi 2-4 Nigeria, Angola, Mozambique,
Republic of Korea, Thailand, Philippines, Malaysia, Vietnam,
Micronesia, China, Eskimos Rendah 1-2
Brazil, Kenya
Universitas Sumatera Utara
Paling rendah 1 Gambia, Saudi Arabia, Israel,
Australia, United Kingdom, Denmark, Finland, American
Indians
Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden Otitis Media Supuratif Kronis atau yang oleh awam dikenal
sebagai congek sebesar 3 dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain
dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan
mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah dan
sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan Cermin dunia kedokteran no.134, 2002.
2.5. Gejala dan Tanda Klinis Otitis Media Supuratif Kronis