Studi Perbandingan Penetapan Kadar Etambutol Hidroklorida Dalam Tablet Etambutol Secara Titrasi Bebas Air Dan Spektrofotometri Sinar Tampak.

(1)

STUDI PERBANDINGAN PENETAPAN KADAR ETAMBUTOL HIDROKLORIDA DALAM TABLET ETAMBUTOL SECARA TITRASI BEBAS AIR DAN SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: CUT YULIAZURA

NIM: 071524010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

STUDI PERBANDINGAN PENETAPAN KADAR ETAMBUTOL HIDROKLORIDA DALAM TABLET ETAMBUTOL SECARA TITRASI

BEBAS AIR DAN SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: CUT YULIAZURA

NIM: 071524010

Medan, Oktober 2009

Disetujui oleh: Disahkan oleh:

Pembimbing I, Dekan,

(Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt.) (Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 19510131 197603 1 003 NIP 19531128 198303 1 002

Disetujui oleh: Pembimbing II,

(Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.) NIP 19500622 198002 1 001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang tiada hentinya kepada Ibunda tercinta Safura dan Ayahanda Teuku Zulkifli serta suami tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa serta dorongan kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada

1. Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. dan Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt . selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mensahkan dan memeberikan pengarahan dalam penyusunan skrispsi ini.

3. Bapak Dra. Sudarmi MS.i Apt, selaku dosen wali yang selama ini telah banyak membina dan membimbing penulis selama masa pendidikan.


(4)

4. Semua mahasiswa/i khususnya stambuk 07 yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang telah diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, Juni 2009 Penulis


(5)

Studi Perbandingan Penetapan Kadar Etambutol Hidroklorida dalam Tablet Etambutol Secara Titrasi Bebas Air dan

Spektrofotometri Sinar Tampak Abstrak

Titrasi bebas air adalah metode yang biasa digunakan untuk penetapan kadar etambutol hidroklorida. Dalam kimia farmasi kualitatif salah satu reaksi untuk identifikasi etambutol hidroklorida adalah pembentukan kompleks berwarna antara CuSO4 dengan etambutol hidroklorida dalam suasana alkalis. Kompleks tersebut yang diteliti sebagai salah satu metode penetapan kadar etambutol hidroklorida dengan spektrofotometri sinar tampak. Metode ini didasarkan pada terbentuknya produk berwarna biru dari reaksi antara etambutol hidroklorida dengan CuSO4 dalam suasana alkalis yang stabil selama 4 menit diukur pada panjang gelombang maksimum 620 nm.

Kadar etambutol hidroklorida dihitung menggunakan kurva baku Y = 0,000543X + 0,004667, r = 0,9998. Hasil aplikasi kedua metode tersebut setelah diuji secara statistik melalui uji t-berpasangan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya, dan hasil yang diperoleh masing-masing sampel yaitu 98,18 ± 1,41% dan 97,24 ± 4,85% untuk Arsitam tablet, 101,65 ± 1,38% dan 103,52 ± 3,95% untuk Kalbutol tablet serta 99,90 ± 2,0% dan 99,51 ± 2,83% untuk Etibi tablet.

Hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut masih memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV, yang menyebutkan bahwa tablet etambutol hidroklorida mengandung etambutol hidroklorida tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

Kata kunci : etambutol hidroklorida, spektrofotmetri sinar tampak, titrasi bebas


(6)

Comparison study determination of ethambutol hydrochloride between non-aqueous titration and visible spectrophotometry

Abstract

Non-aqueous titration is one of method common used to determine ethambutol hydrochloride. In qualitative analysis one of the reaction for ethambutol hydrochloride identification is coloured complex formation between CuSO4 and ethambutol hydrochloride in alkali condition and yield blue product was stabled about 4 minutes and giving maximum absorption at 620 nm.

The concentration of ethambutol hydrochloride was calculated by using standard curve Y = 0,000543X + 0,004667, r = 0,9998. The result from non aqueous titration and visible spectrophotometry are 98,18 ± 1,41% and 97,24 ± 4,85% for Arsitam tablet, 101,65 ± 1,38% and 103,52 ± 3,95% for Kalbutol tablet, 99,90 ± 2,0% and 99,51 ± 2,83% for Etibi tablet. T-pair test showed nothing significance difference from both of yield.

The results still allow Indonesian Pharmacopeia ed IV that mention ethambutol tablet must contain etambutol hydrochloride not less about 95,0 % and not more about 105,0% from total as described in etiquette.

Key words : ethambutol hydrochloride, visible spektrophotometry, non-aqueous


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

BAB II METODE PENELITIAN ... 4

2.1 Sampel... 4

2.2 Bahan-bahan ... 4

2.3 Alat-alat ... 4

2.4 Tempat Penelitian ... 4

2.5 Prosedur ... 5

2.5.1 Metode Sampling ... 5


(8)

2.5.2.1 Air bebas CO2 ... 5

2.5.2.2 HClO4 0,1 N ... 5

2.5.2.3 Hg (CH3COOH)2 6% ... 5

2.5.2.4 Indikator Kristal Violet 0,2%... 5

2.5.2.5 NaOH 0,5 N ... 6

2.5.2.6 CuSO4 0,5 N ... 6

2.5.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Etambutol hidroklorida.... 6

2.5.3.1 Larutan Induk Baku I ... 6

2.5.4 Penetapan Kadar Etambutol Hidroklorida ... 6

2.5.4.1 Titrasi Bebas Air ... 6

2.5.4.2 Spektrofotmetri Sinar Tampak ... 7

2.6 Uji Validasi Metode Analisis ... 8

2.6.1 Uji Perolehan Kembali ... 8

2.6.1.1 Pembuatan Larutan Baku... 9

2.6.1.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali... 9

2.6.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 10

2.6.3 Analisa Data secara Statistik ... 10

2.6.4 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata ... 11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

3.1 Penetapan Kadar Etambutol Hidroklorida ... 12

3.1.1 Titrasi Bebas Air (TBA) ... 12

3.1.1.1 Pembakuan HClO4 0,1 N ... 12

3.1.1.2 Kadar Etambutol Hidroklorida secara TBA ... 13


(9)

3.1.2.1 Panjang Gelombang Maksimum ... 14

3.1.2.2 Waktu Kerja ... 15

3.1.2.3 Kurva Kalibrasi Etambutol Hidroklorida ... 16

3.1.2.4 Kadar Etambutol Hidroklorida Secara Spektrofotometri Sinar Tampak ... 17

3.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 18

3.3 Uji Perolehan Kembali ... 19

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

4.1 Kesimpulan ... 20

4.2 Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% ... 11 Tabel 2. Hasil Pembakuan Larutan Standar Asam Perklorat 0,1 N ... 12 Tabel 3. Kadar Etambutol Hidroklorida pada tiap Sampel Secara Titrasi

Bebas Air ... 13 Tabel 4. Kadar Etambutol Hidroklorida pada Sampel yang ditentukan

secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm. ... 17


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kurva serapan etambutol BPFI dengan konsentrasi

400,0 mcg/ml yang diukur secara spektrofotometri sinar

tampak pada panjang gelombang 400 – 800 nm ... 14 Gambar 2. Kurva waktu kerja etambutol hidroklorida baku dengan

konsentrasi 800,0 mcg/ml secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 620nm... 15 Gambar 3. Kurva kalibrasi etambutol hidroklorida baku dengan

berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 620 nm secara spektrofotometri sinar tampak... 16


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Larutan Asam Perklorat 0,1 N...22 Lampiran 2. Data Berat Sampel, Volume Titrasi dan Kadar Etambutol

Hidroklorida pada Sampel...23 Lampiran 3. Contoh Perhitungan Kadar Etambutol Hidroklorida pada

Arsitam tablet secara Titrasi Bebas Air……….24 Lampiran 4. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada

Arsitam tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air.…….25 Lampiran 5. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada

Kalbutol tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas

Air...26 Lampiran 6. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada

Etibi tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air...27 Lampiran 7. Data Kurva Kalibrasi Etambutol Hidroklorida BPFI

yang diukur dengan Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm dan perhitungan persamaan garis regresi...28 Lampiran 8. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi Etambutol Hidroklorida

berdasarkan data kurva kalibrasi.………..29 Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada

Arsitam tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm.………30 Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada

Kalbutol tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm.………31 Lampiran 11. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada

Etibi tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri

Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm...32 Lampiran 12. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Etambutol Hidroklorida


(13)

Lampiran 13. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Etambutol Hidroklorida pada Kalbutol tablet antara hasil Titrasi

Bebas Air dan Spektrofotometri Sinar Tampak...34

Lampiran 14. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Etambutol Hidroklorida pada Etibi tablet antara hasil Titrasi Bebas Air dan Spektrofotometri Sinar Tampak...35

Lampiran 15. Data hasil Uji Perolehan Kembali Etambutol Hidroklorida...36

Lampiran 16. Contoh perhitungan kadar Etambutol Hidroklorida.…………37

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Etambutol Hidroklorida pada Etibi tablet.……….38

Lampiran 18. Tabel Konsentrasi Larutan Etambutol Hidroklorida Baku dan Kurva Kalibrasi...39

Lampiran 19. Penentuan Waktu Kerja Pengukuran Etambutol Hidroklorida baku (C = 800,0 mcg/ml) dengan Spektrofotometer Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm...40

Lampiran 20. Data Hasil Pengukuran Kadar Etambutol Hidroklorida dalam Sampel dan Hasil Uji Perolehan Kembali Secara Spektrofotmetri Sinar Tampak...41

Lampiran 21. Gambar sampel...43

Lampiran 22. Gambar Spektrofotometer Sinar Tampak...44


(14)

Studi Perbandingan Penetapan Kadar Etambutol Hidroklorida dalam Tablet Etambutol Secara Titrasi Bebas Air dan

Spektrofotometri Sinar Tampak Abstrak

Titrasi bebas air adalah metode yang biasa digunakan untuk penetapan kadar etambutol hidroklorida. Dalam kimia farmasi kualitatif salah satu reaksi untuk identifikasi etambutol hidroklorida adalah pembentukan kompleks berwarna antara CuSO4 dengan etambutol hidroklorida dalam suasana alkalis. Kompleks tersebut yang diteliti sebagai salah satu metode penetapan kadar etambutol hidroklorida dengan spektrofotometri sinar tampak. Metode ini didasarkan pada terbentuknya produk berwarna biru dari reaksi antara etambutol hidroklorida dengan CuSO4 dalam suasana alkalis yang stabil selama 4 menit diukur pada panjang gelombang maksimum 620 nm.

Kadar etambutol hidroklorida dihitung menggunakan kurva baku Y = 0,000543X + 0,004667, r = 0,9998. Hasil aplikasi kedua metode tersebut setelah diuji secara statistik melalui uji t-berpasangan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya, dan hasil yang diperoleh masing-masing sampel yaitu 98,18 ± 1,41% dan 97,24 ± 4,85% untuk Arsitam tablet, 101,65 ± 1,38% dan 103,52 ± 3,95% untuk Kalbutol tablet serta 99,90 ± 2,0% dan 99,51 ± 2,83% untuk Etibi tablet.

Hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut masih memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV, yang menyebutkan bahwa tablet etambutol hidroklorida mengandung etambutol hidroklorida tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

Kata kunci : etambutol hidroklorida, spektrofotmetri sinar tampak, titrasi bebas


(15)

Comparison study determination of ethambutol hydrochloride between non-aqueous titration and visible spectrophotometry

Abstract

Non-aqueous titration is one of method common used to determine ethambutol hydrochloride. In qualitative analysis one of the reaction for ethambutol hydrochloride identification is coloured complex formation between CuSO4 and ethambutol hydrochloride in alkali condition and yield blue product was stabled about 4 minutes and giving maximum absorption at 620 nm.

The concentration of ethambutol hydrochloride was calculated by using standard curve Y = 0,000543X + 0,004667, r = 0,9998. The result from non aqueous titration and visible spectrophotometry are 98,18 ± 1,41% and 97,24 ± 4,85% for Arsitam tablet, 101,65 ± 1,38% and 103,52 ± 3,95% for Kalbutol tablet, 99,90 ± 2,0% and 99,51 ± 2,83% for Etibi tablet. T-pair test showed nothing significance difference from both of yield.

The results still allow Indonesian Pharmacopeia ed IV that mention ethambutol tablet must contain etambutol hydrochloride not less about 95,0 % and not more about 105,0% from total as described in etiquette.

Key words : ethambutol hydrochloride, visible spektrophotometry, non-aqueous


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam bidang farmasi, pemeriksaan mutu obat mutlak diperlukan agar obat dapat sampai pada reseptor dengan kadar yang tepat, sehingga memberikan efek terapi yang dikehendaki. (Susidarti dkk, 2008).

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang tersebar sangat luas dan merupakan penyebab utama kematian bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai bagian tubuh antara lain paru-paru, kulit, tulang, kelenjar getah bening, kelenjar tiroid dan saluran urogenital. Data global menunjukkan bahwa sepertiga dari penduduk dunia pernah terkontaminasi oleh bakteri TBC, tetapi hanya 10% dari jumlah itu yang terinfeksi. (Oekar dkk, 2007).

Salah satu jenis Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah aethambutoli. Untuk hal tersebut kadar aethambutoli dalam tablet aethambutoli harus memenuhi syarat. OAT lain yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid.

Uji kuantitatif untuk aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) disebutkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV kadarnya secara titrasi bebas air dan spektrofotometri sinar tampak belum ada disebutkan. Menurut Roth, dkk (1991), untuk identifikasi aethambutoli dapat dilakukan melalui reaksi warna


(17)

Berdasarkan reaksi kompleks yang terbentuk antara aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dengan CuSO4

1. Apakah warna yang terbentuk dari reaksi kompleks antara CuSO

dalam suasana basa akan dimanfaatkan dalam penetapan kadar aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) secara spektrofotometri sinar tampak. Hasil yang diperoleh nantinya akan dibandingkan dengan hasil secara titrasi bebas air.

1.2 Perumusan Masalah

4

2. Apakah reaksi kompleks yang terbentuk antara CuSO

dengan Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam suasana basa stabil dalam waktu yang lama?.

4

3. Apakah ada perbedaan hasil yang diperoleh dari penetapan kadar Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam tablet aethambutoli secara spektrofotometri sinar tampak dan titrasi bebas air?

dengan Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam suasana basa dapat diukur secara kuantitatif?.

4. Apakah kadar Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV?

1.3 Hipotesis

1. Warna yang dihasilkan dari reaksi kompleks antara CuSO4

2. Reaksi kompleks yang terbentuk antara CuSO

dengan Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam suasana basa stabil dalam waktu yang lama.

4 dengan Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam suasana basa dapat diukur secara kuantitatif.


(18)

3. Ada perbedaan hasil yang diperoleh dari penetapan kadar Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam tablet aethambutoli secara spektrofotometri sinar tampak dan titrasi bebas air.

4. Kadar Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam tablet aethambutoli memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV.

1.4Tujuan Penelitian

1. Melakukan pengukuran waktu kerja hasil reaksi kompleks antara CuSO4

2. Melakukan penetapan kadar aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) baku secara spektrofotometri sinar tampak.

dengan aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam suasana basa

3. Melakukan penetapan kadar aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) dalam tablet aethambutoli secara titrasi bebas air dan spektrofotmetri sinar tampak.

4. Membandingkan hasil yang diperoleh dari masing-masing metode yang memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida)

Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) memiliki nama lain yaitu (+)-2,2’-(Etilenadiimino)-di-1-butanol dihidroklorida juga dikenal dengan sebutan EMB atau E, memiliki rumus molekul C10H24N2O2.2HCl dengan berat molekul sebesar 277,23 (Ditjen POM, 1995; Anonim, 2009).

Gambar 2.1. Struktur Molekul Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida)

Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) berbentuk serbuk hablur putih, mudah larut dalam air, etanol dan metanol. Sukar larut dalam eter dan kloroform. Dikenal sebagai obat antimikobakterial yang bersifat bakteriostatik yang diberikan dalam pengobatan tuberculosis. Biasanya diberikan kombinasi dengan obat anti tuberculosis lainnya seperti isonoazid, rifampisin dan pirazinamid (Ditjen POM, 1995; Anonim, 2009).

Untuk identifikasi etambutol, menurut Roth dkk (1991), dapat dilakukan dengan IR, KLT dan dengan reaksi warna yakni dengan penambahan larutan tembaga (II) sulfat dan larutan natrium hidroksida kedalam larutan zat dalam air


(20)

akan menghasilkan warna biru yang merupakan akibat dari terbentuknya kompleks etambutol dengan tembaga. Reaksi ini merupakan reaksi khas dari obat yang mempunyai struktur 1,2-aminoalkohol atau 1,2-diamin. Kompleks etambutol dengan tembaga mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 265 nm dan 610 nm dan lebih mungkin ditentukan secara kolorimetri.

2.2 Metode-metode kuantitatif

Kimia Farmasi Analisis melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan metode analisis untuk memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif dan informasi struktur dari suatu senyawa obat pada khususnya, dan bahan kimia pada umumnya.

Gandjar dan Rohman (2007) menyebutkan istilah prosedur analisis seringkali dikacaukan dengan istilah teknik dan metode analisis. Teknik analis hanya merujuk pada pengukuran dan evaluasi hasil pengukuran. Metode analisis merujuk pada penetapan kadar senyawa tertentu dan evaluasi hasil pengukuran, sedangkan prosedur analisis merupakan serangkaian proses mulai dari penyiapan sampel sampai evaluasi hasil pengukuran.

Ada beberapa proses fisika-kimia yang dapat digunakan untuk memberikan informasi analisis. Proses ini berkaitan dengan sifat atom dan molekul serta fenomena-fenomena yang mampu menjadikan elemen-elemen atau senyawa-senyawa tersebut dapat dideteksi atau dapat diukur secara kuantitatif pada kondisi yang dapat dikontrol. Proses-proses yang mendasari ini semua menentukan berbagai macam teknik analisis (Gandar dan Rohman, 2007).


(21)

2.2.1 Metode Titrimetri

Metode titirimetri masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan, murah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah kurang spesifik.

Menurut Gandjar dan Rohman (2007) untuk dapat dilakukan analisis volumetri harus dipenuhi syarat-syarat berikut:

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana dan dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi. 3. Harus ada perubahan yang dapat diamati pada saat titik ekivalen dicapai,

baik secara kimia maupun fisika.

4. Harus ada indikator jika syarat ketiga tidak terpenuhi.

Sebagai contoh reaksi yang cocok untuk titrasi adalah penentuan konsentrasi larutan asam klorida melalui titasi dengan larutan natrium hidroksida. Dalam rekasi tidak tersebut tidak ada reaksi samping, yakni:

HCl + NaOH NaCl + H2O; K =1×1014

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), berdasarkan reaksi kimia yang terjadi selama titrasi, volumetri dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis:

1. Reaksi asam-basa (asidi alkalimetri = netralisasi).

Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan bebas air (TBA = titrasi bebas air).


(22)

Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri, serimetri, iodi-iodometri serta bromometri.

3. Reaksi pengendapan (presipitasi).

Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah berdasarkan pada terbentuknya endapan yang sukar larut, misalnya argentometri.

4. reaksi pembentukan kompleks.

Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi pembentukan kompleks antara zat pengkompleks dengan ion logam. Metode penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalh kompleksometri.

2.2.1.1 Tirasi bebas air

Titrasi Bebas Air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang digunakan dalam Farmakope. Metode ini mempunyai dua keuntungan yakni metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dan pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu untuk melarutkan analit-analit organik.

Air dapat bersifat sebagai asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton.

Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infleksi pada kurva titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas pH 0 dan 14. oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum , basa-basa dengan pKa < 7 atau asam-asam dengan pKa > 7 tidak dapt ditentukan kadarnya secara tepat pada media air (Gandjar dan Rohman, 2007).


(23)

2.2.2 Spektrofotometri

Para kimiawan telah lama menggunakan bantuan warna sebagai bantuan dalam mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai suatu perluasan pemeriksaan visual yang dengan studi lebih mendalam dari absorpsi energi radiasi oleh macam-macam zat kimia memperkenankan dilakukannya pengukuran ciri-ciri serta kuantitatifnya dengan ketelitian lebih besar (Day dan Underwood, 1993).

Benda-benda bercahaya, seperti matahari atau bola lampu istrik memancarkan suatu spektrum luas terdiri dari banyak panjang gelombang. Panjang gelombang yang mampu mempengaruhi retina mata manusia dan karenanya menyebabkan kesan-kesan subjektif dari penglihatan dikenal dengan sinar tampak. Tatapi banyak dari radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda panas terletak di luar daerah dimana mata masih peka. Keseluruhan spektrum kira-kira dikelompokka n seperti pada gambar berikut.


(24)

2.2.2.1 Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya.

Jika sinar monokromatik dilewatkan melalui suatu lapisan larutan dengan ketebalan db, maka penurunan intensitas sinar (dI) karena melewati lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan intensitas radiasi (I), konsentrasi spesies yang menyerap (c) secara matematis pernyataan ini dapat dituliskan:

kIcdb dI =

− ...(1)

Persamaan di atas dapat disusun ulang dan diintegralkan dengan batas Io (intensitas sinar mula-mula) dan I (intensitas sinar setelah melewati larutan dengan ketebalan b).

=

I Io b cdb k I dI 0 ...(2) kbc Io I =

−ln ...(3)

kbc e Io

I = ⋅ − ...(4) Dengan mengubah menjadi logaritma basis 10, maka akan didapatkan persamaan:

kbc Io

I = ⋅10− ...(5)

Yang mana k =a

303 ,

2 , maka persamaan (5) di atas diubah menjadi persamaan (6) berikut: abc I Io = log ...(6)


(25)

abc

A= ...(7) Yang mana: A = absorbansi

a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

Persamaan (7) dikenal dengan hukum Lambert-Beer. Kuantitas spektroskopi yang diukur biasanya adalah transmitans (T = I/Io), dan absorbansi (A); yang mana A = log 1/T.

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M-1cm-1 atau liter.mol-1cm-1

% 1 1cm

E

. Jika c dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan juga sering ditulis dengan A1cm1% (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Spektofotometri sinar tampak digunakan untuk penetapan kadar senyawa yang berwarna (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri sinar tampak terutama untuk senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis yaitu:


(26)

Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar tampak. b. Waktu kerja (operating time)

Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu.

d. Pembuatan kurva baku

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva baku yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Berr terpenuhi.

e. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hali ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah yang paling minimal.


(27)

2.3 Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Tuberkulosis dapat menular melalui:

- Sumber penularan adalah pasien TB BTA (basil tahan asam) positif.

- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan


(28)

OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin dan Etambutol selama 6 bulan. Sejak tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai melaksanakan strategi DOTS dan menerapkannya pada Puskesmas secara bertahap.

2.4 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.

Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.1 Perolehan Kembali

Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya.

Perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% perolehan kembali = −* ×100

A A F

C C C

Keterangan :

CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku CA = konsentrasi sampel awal


(29)

2.4.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas-batas tersebut dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali.

Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Batas deteksi =

Slope SB

3

Batas Kuantitasi =

Slope SB

10

Keterangan : SB = simpangan baku 2.4.3 Analisa Data secara Statistik

Kadar aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) yang diperoleh perhitungan menggunakan persamaan garis regresi, diuji secara statistik dengan uji Q.

Rumus yang digunakan:

Qhitung

terendah Nilai

tertinggi Nilai

terdekat yang

Nilai -dicurigai yang

Nilai

=

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 2, apabila Qhitung > Qkritis maka data tersebut ditolak (Gandjar dan Rohman, 2007).


(30)

Tabel 1. Nilai Qkritis Jumlah pengamatan

pada Taraf Kepercayaan 95% Qtabel (nilai Qkritis)

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570

8 0,524

Sumber: Gandjar dan Rohman (2007).

3.4.3.1 Rata – Rata Kadar Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida)

Kadar aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing 6 larutan sampel, ditentukan rata-ratanya secara statistik dengan taraf kepercayaan 95% dengan rumus sebagai berikut:

n s

t α

µ =X± 12

(Wibisono, 2005) 3.4.9.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata

Untuk menguji dua metode analisis yang berbeda dilakukan dengan uji t-berpasangan (paired t-test). Uji ini dilakukan dengan mencari selisih setiap pasang hasil dari kedua metode. Kemudian selisihnya dirata-ratakan lalu dicari simpangan bakunya (SD). Hasil dari kedua metode dikatakan berbeda secara signifikan jika t hitung > t kritik pada taraf kepercayaan 95%. Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus:

t hitung

( )

N SD

X −µ =


(31)

µ = Nilai sebenarnya (dalam hal ini nilainya = 0) SD = Simpangan baku selisih

N = Jumlah perlakuan


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif karena menggambarkan sifat dari suatu keadaan secara sistematis, yaitu untuk penetapan kadar aethambutoli hydrochlorida baku dan aethambutoli hydrochlorida yang terdapat pada tablet etambutol.

2.1 Sampel

Sampel yang digunakan berasal dari industri farmasi dengan tiga merek tablet yang mengandung aethambutoli hydrochlorida yaitu Kalbutol (PT. Kalbe Farma), Arsitam (PT. Meprofarm), Etibi (Zoja Milano) dan Aethambutoli hydrochlorida baku (BPFI).

2.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas p.a. produksi E-Merck yaitu asam perklorat, raksa (II) asetat, asam asetat glasial, kalium biftalat, natrium hidroksida, tembaga (II) sulfat, kristal violet dan yang tidak berkualitas p.a. yaitu air suling.

2.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat spektrofotometer uv-vis (Shimadzu mini 1240), neraca listrik (AND GF-200), oven, desikator, dan alat-alat gelas sesuai kebutuhan

2.4 Tempat Penelitian


(33)

2.5 Prosedur

2.5.1 Metode Sampling

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti ( Sudjana, 2001). Dari beberapa nama sediaan tablet etambutol yang diamati, maka dilakukan sampling dan sampel yang diambil adalah Arsitam, Kalbutol dan Etibi.

2.5.2 Pembuatan Pereaksi 2.5.2.1Air bebas CO

Dididihkan sejumlah air suling selama 5 menit atau lebih setelah mendidih didiamkan sampai dingin dan ditutup (Ditjen POM, 1995).

2

2.5.2.2HClO4

Dicampurkan 8,5 ml HClO 0,1 N

4

2.5.2.3Hg (CH

70% dengan 500 ml asam asetat glasial dan 21 ml anhidrida asetat, dinginkan dan tambahkan asam asetat glasial hingga 1 liter (Ditjen POM, 1995).

3COO)2

Dilarutkan 6,0 g raksa (II) asetat di dalam asam asetat glasial hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

6% b/v

2.5.2.4Indikator Kristal Violet 0,2% b/v

Dilarutkan kristal violet 0,2 g dalam asam asetat glasial hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).


(34)

2.5.2.5NaOH 0,5 N

1,4 g pellet NaOH dengan sedikit akuades bebas CO2, cukupkan dengan akuades bebas CO2

2.5.2.6CuSO

hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

4

Dilarutkan 6,24 g CuSO 0,5 N

4.5H2

2.5.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Aethambutoli hydrochlorida

O dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen, 1995).

2.5.3.1Larutan Induk Baku I

Ditimbang seksama 100 mg BPFI aethambutoli hydrochlorida kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dilarutkan dengan air suling hingga larut dan cukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

Konsentrasi larutan induk baku I = mcg mcg ml ml

mg

/ 4000 1000

25 100

= ×

2.5.4 Penetapan Kadar Aethambutoli hydrochlorida 2.5.4.1 Titrasi Bebas Air

a. Pembakuan HClO4 0,1 N

Ditimbang seksama lebih kurang 100 mg kalium biftalat yang telah dikeringkan pada suhu 120o

Ditimbang tidak kurang dari 20 tablet lalu ditimbang seksama sejumlah serbuk lebih kurang 50 mg, dilarutkan dalam campuran 25 ml asam asetat glasial dan 2,5 ml Raksa (II) Asetat, ditambahkan 2 tetes indikator kristal violet dan

C selama 2 jam, kemudian dilarutkan dengan 10 ml larutan asam asetat glacial, lalu ditambahkan 2-3 tetes indikator kristal violet. Titrasi dengan asam klorat 0,1 N dari warna ungu berubah menjadi hijau biru. b. Penetapan Kadar pada Sampel


(35)

dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N dari warna biru menjadi biru hijau. Dilakukan penetapan blanko (Ditjen POM, 1995).

2.5.4.2 Spektrofotometri Sinar Tampak

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dipipet 1 ml dari larutan induk baku I Aethambutoli hydrochlorida lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan 9 tetes CuSO4

b. Penentuan Waktu Kerja

0,5 N dan NaOH 0,5 N hingga alkalis lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda (kadar = 400 mcg/ml), diukur resapannya pada λ 450-750 nm dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak dan menggunakan blanko. Sebagai blanko digunakan air suling.

Dipipet 2 ml larutan induk baku I kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan 9 tetes CuSO4

c. Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Aethambutoli hydrochlorida

0,5 N dan NaOH 0,5 N hingga alkalis lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum selama 30 menit dan diperhatikan pada menit keberapa senyawa tersebut stabil.

Dipipet larutan induk baku I ke dalam labu tentukur 10 ml masing-masing 1; 2; 3; 4; dan 5 ml lalu ditambahkan 9 tetes CuSO4 0,5 N dan NaOH 0,5 N hingga alkalis, dicukupkan volumenya dengan air suling (konsentrasi masing-masing 400; 800; 1200; 1600; dan 2000 mcg/ml) kemudian diukur resapannya pada panjang gelombang maksimum berdasarkan hasil pengukuran waktu kerja dengan spektrofotometer sinar tampak.


(36)

d. Penetapan Kadar Aethambutoli hydrochlorida Pada Sampel

Ditimbang tidak kurang dari 20 tablet lalu ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 50 mg mengandung aethambutoli hydrochlorida, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml lalu cukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda kemudian disaring, filtrat pertama dibuang setelah kertas saring jenuh oleh larutan sampel dan filtrat selanjutnya ditampung kemudian dipipet 10 ml ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan 9 tetes CuSO4

2.6 Uji Validasi Metode Analisis

0,5 N dan NaOH 0,5 N hingga alkalis kemudian diukur resapannya pada panjang gelombang maksimum berdasarkan hasil pengukuran waktu kerja dan menggunakan blanko (Modifikasi Clarke, 1991). Dilakukan enam kali perlakuan untuk tiap sampel. Konsentrasi aethambutoli hydrochlorida dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi.

Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis.

Uji validasi yang digunakan yaitu uji akurasi dengan parameter uji perolehan kembali,batas deteksi, batas kuantitasi (WHO, 2004).

2.6.1 Uji Perolehan Kembali

Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan baku aethambutoli hydrochlorida yang jumlahnya diketahui ke dalam sampel kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada sampel. Menurut WHO (2004), perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% perolehan kembali = * x100

C C C

A A


(37)

Keterangan:

F

C = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku A

C

A C*

= konsentrasi sampel awal

= konsentrasi larutan baku yang ditambahkan 2.6.1.1 Pembuatan Larutan Baku

Ditimbang seksama 25 mg BPFI aethambutoli hydrochlorida dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan air suling kemudian dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda (kosentrasi 1000 mcg/ml).

2.6.1.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali

Ditimbang seksama sejumlah serbuk (ETIBI) setara dengan lebih kurang 50 mg mengandung aethambutoli hydrochlorida, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml lalu cukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda kemudian disaring, filtrat pertama dibuang setelah kertas saring jenuh oleh larutan sampel dan filtrat selanjutnya ditampung kemudian dipipet 10 ml ke dalam labu tentukur 25 ml lalu ditambahkan 10 ml larutan baku aethambutoli hydrochlorida (konsentrasi 1000 mcg/ml) ditambahkan 9 tetes CuSO4 0,5 N dan NaOH 0,5 N hingga alkalis kemudian diukur resapannya pada panjang gelombang berdasarkan hasil pengukuran waktu kerja. Dilakukan enam kali perlakuan dan konsentrasi aethambutoli hydrochlorida dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi.


(38)

2.6.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi. Batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel.

Batas deteksi dapat dihitung berdasarkan pada Standar Deviasi (SD) dari kurva antara respon dan kemiringan (slope) dengan rumus :

SD = 2 ) ( 2 − −

n Yi Y LOD = slope SD x 3

Sedangkan untuk penentuan batas kuantitasi dapat digunakan rumus :

LOQ = slope SD x 10 (WHO, 2004)

2.6.3 Analisa Data secara Statistik

Kadar aethambutoli hydrochlorida yang diperoleh perhitungan menggunakan persamaan garis regresi, diuji secara statistik dengan uji Q.

Rumus yang digunakan:

Qhitung terendah Nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai -dicurigai yang Nilai =

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 2, apabila Qhitung > Qkritis maka data tersebut ditolak (Gandjar dan Rohman, 2007).


(39)

Tabel 1. Nilai Qkritis Jumlah pengamatan

pada Taraf Kepercayaan 95% Qtabel (nilai Qkritis)

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570

8 0,524

Sumber: Gandjar dan Rohman (2007).

Kadar aethambutoli hydrochlorida yang diperoleh dari hasil pengukuran ditentukan rata-ratanya secara statistik dengan taraf kepercayaan 95% dengan rumus sebagai berikut:

n s t(12 ,df )

X α

µ= ± (Wibisono, 2005)

2.6.4 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata

Untuk menguji dua metode analisis yang berbeda dilakukan dengan uji t-berpasangan (paired t-test). Uji ini dilakukan dengan mencari selisih setiap pasang hasil dari kedua metode. Kemudian selisihnya dirata-ratakan lalu dicari simpangan bakunya (SD). Hasil dari kedua metode dikatakan berbeda secara signifikan jika t hitung > t kritik dengan taraf kpercayaan 95%. Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus:

t hitung

( )

N SD

X −µ

=

Keterangan:

X = Rata-rata selisih tiap pasang hasil

µ = Nilai sebenarnya (dalam hal ini nilainya = 0) SD = Simpangan baku selisih

N = Jumlah perlakuan


(40)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penetapan Kadar Etambutol Hidroklorida 3.1.1 Tirasi Bebas Air (TBA)

3.1.1.1 Pembakuan HClO4

No

0,1 N

Pembakuan larutan standar asam perklorat dilakukan secara titrasi, menggunakan kalium biftalat dalam asam asetat glasial dengan indikator kristal violet. Hasil pembakuan dapat dilihat pada tabel 2. (Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 1).

Tabel 2. Hasil pembakuan larutan standar asam perklorat 0,1 N Berat Kalium

Biftalat (mg)

Volume larutan Asam perklorat 0,1 N

(ml)

Normalitas larutan Asam perklorat

1. 100,6 5,3 0,0929

2. 100,5 5,3 0,0928

3. 100,6 5,2 0,0938

Dari tabel 3.1 diatas diperoleh normalitas rata-rata larutan standar asam perklorat adalah 0,0932 N. Pembakuan larutan standar asam perklorat bertujuan untuk mengetahui berapa normalitas larutan standar yang dibuat agar dapat digunakan untuk mengetahui kadar zat dalam analit.

Larutan standar asam perklorat merupakan larutan standar sekunder yang perlu distandarisasi kembali dengan standar primer. Menurut Day (1993), standardisasi adalah proses dimana suatu larutan ditentukan secara akurat. Larutan standard perlu distandardisasi karena jarang reagen kimia yang diperoleh dalam bentuk murni untuk memenuhi kebutuhan analis dalam hal keakuratan.


(41)

3.1.1.2 Kadar Etambutol hidroklorida Pada Sampel Secara Titrasi Bebas Air Hasil penetapan kadar etambutol hidroklorida padat tiap sampel secara titrasi bebas air setelah dihitung secara statistik menggunakan uji Q dengan derajat kepercayaan 95% dapat dilihat pada tabel 3 berikut (perhitungannya pada Lampiran 4, Lampiran 5 dan Lampiran 6).

Tabel 3. Kadar etambutol hidroklorida pada tiap sampel secara titrasi bebas air

No Sampel Kadar (%) Standar Deviasi

1. Arsitam 98,18 ± 1,41 1,3467

2. Kalbutol 101,65 ± 1,38 1,3160

3. Etibi 99,90 ± 2,0 1,8710

Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel di atas, hal tersebut menunjukkan bahwa kadar etambutol hidroklorida yang terdapat pada tiap tablet yang dijadikan sampel masih memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV, yang menyebutkan bahwa tablet etambutol hidroklorida mengandung etambutol hidroklorida tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), titrasi bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum digunakan untuk uji-uji menurut Farmakope, karena metode ini mempunyai dua keuntungan yakni: (i) metode ini sesuai untuk menentukan kadar senyawa yang bersifat asam-asam atau basa-basa lemah dan (ii) pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-analit organik.


(42)

3.1.2 Spektrofotmetri Sinar Tampak 3.1.2.1 Panjang Gelombang Maksimum

Sebelum melakukan penentuan linearitas kurva kalibrasi dan analisis kadar etambutol hidrolklorida pada sampel, maka terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimumnya. Kurva serapan etambutol hidroklorida BPFI yang diperoleh berada pada panjang gelombang 620 nm, yang dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Kurva serapan etambutol BPFI dengan konsentrasi 400,0 mcg/ml yang diukur secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 400 – 800 nm.

Hal ini dilakukan karena pada panjang gelombang maksimum kepekaannya juga maksimum dan disekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi (Gandjar dan Rohman, 2007).


(43)

3.1.2.2 Waktu Kerja

Penentuan waktu operasional (operating time) dilakukan dengan mengukur kestabilan warna biru yang terbentuk dari penambahan tembaga (II) sufat dan natrium hidroksida selama 30 menit, dan dipilih waktu operasional yang akan digunakan dalam pengukuran sampel. Grafik waktu operasional dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

0,5400 0,5450 0,5500 0,5550 0,5600 0,5650 0,5700 0,5750

0 10 20 30 40 50 60

Waktu (menit)

A

bs

or

ba

ns

i

Gambar 2. Kurva waktu kerja etambutol hidroklorida baku dengan konsentrasi 800,0 mcg/ml secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm.

Berdasarkan grafik di atas dapat ditentukan waktu yang tepat untuk pengukuran yakni pada menit ke-18 s/d menit ke-22; menit ke-30 s/d menit ke-34 dan mnit ke-44 s/d menit ke-46. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), pada saat mulai terjadi reaksi, absorbansi suatu senyawa berwarna meningkat sampai waktu tertentu sehingga pada titik tertentu akan


(44)

diperoleh absorbansi yang stabil. Semakin lama waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa tersebut akan mengalami kerusakan atau penguraian yang akan menyebabkan berkurangnya intensitas warna yang juga mempengaruhi absorbansi.

3.1.2.3Kurva Kalibrasi Larutan Etambutol hidroklorida

Pembuatan kurva kalibrasi etambutol hidroklorida BPFI dilakukan dengan membuat seri larutan baku dengan berbagai konsentrasi yakni 400,0; 800,0; 1000,0; 1200,0; 1600,0 dan 2000,0 mcg/ml. Kurva kalibrasi etambutol hidroklorida baku dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

y = 0,000543x + 0,004667 r = 0,9998

0,0000 0,2000 0,4000 0,6000 0,8000 1,0000

0,000 400,000 800,000 1200,000 1600,000 2000,000

Konsentrasi (mcg/ml)

A

b

s

o

rb

a

n

s

i

Gambar 3. Kurva kalibrasi etambutol hidroklorida baku dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 620 nm secara spektrofotometri sinar tampak.

Berdasarkan kurva kalibrasi diatas diperoleh persamaan garis regresi yakni Y = 0,000543X + 0,004667 dengan kofisien korelasi (r) sebesar 0,9998. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan terdapat korelasi yang positif antara kadar dengan serapan. Artinya dengan meningkatnya konsentrasi maka absorbansi juga akan


(45)

Hal ini berarti terdapat 99,95 % data yang ada memiliki hubungan linear atau mempunyai keakuratan dalam penentuan konsentrasi sebesar 99,95 %. Nilai r yang paling baik adalah jika nilai r tersebut berada pada angka mendekati satu (Sudjana, 2002).

3.1.2.4 Kadar Etambutol hidroklorida Pada Sampel Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

Hasil penetapan kadar etambutol hidroklorida pada tiap sampel yang ditentukan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm setelah dihitung secara statistik menggunakan uji Q dengan derajat kepercayaan 95% dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar Etambutol Hidroklorida pada Sampel yang ditentukan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm.

No Sampel Kadar (%) Standar Deviasi

1. Arsitam 97,24 ± 4,85 4,6217

2. Kalbutol 103,52 ± 3,95 3,7639

3. Etibi 99,51 ± 2,83 2,6980

Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti pada tabel di atas menunjukkan bahwa kadar etambutol hidroklorida yang terdapat pada tiap tablet yang dijadikan sampel masih memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV, yang menyebutkan bahwa tablet etambutol hidroklorida mengandung etambutol hidroklorida tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket. Dari ketiga sampel tersebut kadar tertinggi diperoleh pada Kalbutol tablet yakni mencapai 103,52 ± 3,95 % dan kadar terendah terdapat pada Arsitam tablet yaitu 97,24 ± 4,85 %..

Menurut Roth, dkk (1991), untuk identifikasi etambutol dapat dilakukan melalui reaksi warna yaitu dengan CuSO4 dan NaOH dalam suasana basa


(46)

menghasilkan warna biru. Hasil tersebut di atas juga membuktikan bahwa reaksi kompleks antara CuSO4 dengan etambutol hidroklorida dalam suasana alkalis yang merupakan reaksi untuk uji kualitatif dapat digunakan untuk penetapan kadar etambutol hidroklorida ditentukan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm.

Hasil uji t-berpasangan pada taraf kepercayaan 95% diperoleh masing-masing thitung untuk tiap sampel berturut-turut Arsitam, Kalbutol dan Etibi adalah 0,1293, -0,2395 dan 0,0401 (perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 12, Lampiran 13 dan Lampiran 14) . Ketiga hasil tersebut masih lebih kecil dari harga tkritis

3.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

yakni 2,5706, dengan demikian hasil yang diperoleh dari kedua metode tidak memberikan perbedaan kadar yang signifikan.

Batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperoleh dari penelitian ini berturut-turut 54,1436 mcg/ml dan 181,5838 mcg/ml (hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8).

Batas deteksi dapat didefenisikan sebagai konsentasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantitasi dan batas kuantitasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007; WHO, 2004).

Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat masih berada di atas batas deteksi dan batas kuantitasi dengan kata lain kondisi operasional yang digunakan masih mampu menentukan konsentrasi analit yang diperiksa dengan bagus.


(47)

3.3 Uji Perolehan Kembali

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagi persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Hasil uji perolehan kembali pada sampel etibi tablet diperoleh harga persen uji perolehan kembali rata-rata yaitu 102,89% (hasil dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 17).

Kisaran rata-rata hasil uji perolehan kembali yang diizinkan untuk 100 ppm unit yang diperiksa ialah 98,0% s/d 105,0% dan standard deviasi relatif < 2 %. Dari hasil yang diperoleh tersebut maka dapat dinyatakan bahwa proses pengujian yang dilakukan cukup baik karena didapat hasil uji yang cukup baik pada satu sampel yang dianalisis. Dipilihnya satu sampel untuk uji perolehan kembali karena sampelnya sejenis.

Beberapa parameter analisis yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil validasi metode yang baik adalah kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), selektivitas (spesifitas), linieritas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi, ketangguhan metode (rugged-ness), dan kekuatan (robustness) (WHO, 2004).


(48)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil reaksi kompleks antara CuSO4 dengan etambutol hidroklorida dalam suasana basa stabil selama empat menit dan dapat ditentukan secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang maksimum 620 nm.

Hasil yang diperoleh antara metode titrasi bebas air dan spektrofotometri sinar tampak setelah diuji secara statistik melalui uji t-berpasangan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya, dan hasil yang diperoleh masing-masing sampel yaitu 98,18 ± 1,41% dan 97,24 ± 4,85% untuk Arsitam tablet, 101,65 ± 1,38% dan 103,52 ± 3,95% untuk Kalbutol tablet serta 99,90 ± 2,0% dan 99,51 ± 2,83% untuk Etibi tablet.

Berdasarkan hasil yang diperoleh baik secara titrasi bebas air maupun spektrofotmetri sinar tampak kadar etambutol yang terdapat pada tiap sampel masih memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi IV, yang menyebutkan bahwa tablet etambutol hidroklorida mengandung etambutol hidroklorida tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket. 4.2 Saran

Disarankan kepada peneliti lain untuk memanfaatkan reaksi warna pada uji kualitatif pada penetapan kadar secara spektrofotometri sinar tampak.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A., dan Underwood, A. L. (1993). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi keempat. Penterjemah R. Soendoro. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 59-61.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 47, 62, 82, 129-130.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 61-62, 1124, 1213.

Gandjar, I. G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal. 22-23, 26-27, 141-144, 252-256.

Oekar, N. K., Kustiwa, E., dan Susilawati. (2007). Pengembangan Senyawa Bertanda 99mTc-Etambutol untuk Diagnosis Tuberkulosis. Jurnal Sains

dan Teknologi Nuklir Indonesia: Februari 2007: VIII (1): 18.

Roth, H. J., Eger, K., and Troschutz, R. (1991). Pharmaceutical Chemistry

Volume 2: Drug Analysis. London: Ellis Horwood. P. 343, 374-375.

Sudjana. (2002). Metode Statistik. Edisi Keenam. Bandung. Penerbit Tarsito. Hal 168, 371.

Susidarti, R. A,. Rianti, A., dan Martono, S. (2008). Penetapan kadar sefadroxil secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi etil asetoasetat dan formaldehid. Majalah Farmasi Indonesia: 19(1): 41-47.

Wibisono, Y. (2005). Metode Statistik. Cetakan pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 451-452.

World Health Organization. (2004). Validation Of Analytical Procedures Used In


(50)

Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Larutan Asam Perklorat 0,1 N 1 mgrek kalium biftalat = 1 mgrek NaOH

N V BE biftalat kalium berat ×

= maka,

V BE biftalat kalium berat N × =

V = volume titrasi asam perklorat N = normalitas asam perklorat BE = berat ekivalen

BM = BE kalium bifttalat = 277,23 Berat kalium biftalat:

B1 = 100,6 mg B2 = 100,5 mg B3 = 100,6 mg

Volume titrasi asam perklorat: V1 = 5,3 ml

V2 = 5,3 ml V3 0,0929 ml 5,3 204,2 mg 100,6

N1 =

× =

= 5,2 ml Maka, 0,0928 ml 5,3 204,2 mg 100,5

N2 =

× = 0,0938 ml 5,2 204,2 mg 100,6

N3 =

× = 0,0932 3 N N N

N 1 2 3

r =

+ +

= jadi normalitas asam perklorat yang


(51)

Lampiran 2. Data Berat Sampel, Volume Titrasi dan Kadar Etambutol Hidroklorida pada Sampel.

1. Arsitam

No Berat Sampel (mg) Volume Titrasi (ml) Kadar (%)

1. 50,1 2,10 98,02

2. 50,2 2,15 100,40

3. 50,3 2,15 100,20

4. 50,1 2,15 100,60

5. 50,2 2,10 97,82

6. 50,1 2,10 98,02

2. Kalbutol

No Berat Sampel (mg) Volume Titrasi (ml) Kadar (%)

1. 50,1 2,15 100,60

2. 50,2 2,15 100,40

3. 50,3 2,20 102,77

4. 50,4 2,20 102,56

5. 50,1 2,20 103,18

6. 50,2 2,15 100,40

3. Etibi

No Berat Sampel (mg) Volume Titrasi (ml) Kadar (%)

1. 50,3 2,20 102,77

2. 50,1 2,10 98,02

3. 50,3 2,15 100,20

4. 50,2 2,15 100,40

5. 50,3 2,10 97,63


(52)

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Kadar Etambutol Hidroklorida pada Arsitam tablet secara Titrasi Bebas Air.

Diketahui:

Berat sampel = 50,1 mg Volume titrasi

Vtitrasi = 2,10 ml Vblanko

% 100 sampel

Berat

BE N blanko) Volume

titrasi (Volume

Cetambutolhidroklorida ×

× × =

= 0,2 ml

Kadar Etambutol Hidroklorida dalam tablet Arsitam dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

Maka,

C1 100%

mg 50,1

277,23 N

0,0932 ml)

0,2 -ml (2,10

× ×

×

=


(53)

Lampiran 4. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada Arsitam tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air.

No. X

(Kadar (%)) XX

(

)

2

X X

1. 98,02 -1,1604 1,3465

2. 100,40 1,2187 1,4852

3. 100,20 1,0191 1,0385

4. 100,60 1,4191 2,0138

5. 97,82 -1,3556 1,8378

6. 98,02 -1,1604 1,3465

X = 99,18

(

XX

)

2= 9,0683

SD =

(

)

1 2 − −

n X X = 5 9,0683 = 1,3467

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-4 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q pada interval kepercayaan 95%,

Qhitung 0,0722

97,82 100,60 100,40 100,60 = − − =

nilai Qhitung < Qkritis

n SD t(12 ,df )

X α

µ = ±

(0,621), sehingga data tersebut diterima.

Rata-rata kadar etambutol hidroklorida dengan selang kepercayaan 95% pada Arsitam tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air,

6 3467 , 1 . 5706 , 2 % 98,18 ± = µ 1,4133 % 18 , 98 ± = µ % % 41 , 1 18 , 98 ± = µ


(54)

Lampiran 5. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada Kalbutol tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air.

No. X

(Kadar (%)) XX

(

)

2

X X

1. 100,60 -1,0509 1,1044

2. 100,40 -1,2513 1,5658

3. 102,77 1,1183 1,2506

4. 102,56 0,9144 0,8361

5. 103,18 1,5285 2,3364

6. 100,40 -1,2513 1,5658

X = 101,65

(

XX

)

2= 8,6591

SD =

(

)

1 2 − −

n X X = 5 8,6591 = 1,3160

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q pada interval kepercayaan 95%,

Qhitung 0,1476 100,40 18 , 03 1 102,77 103,18 = −− =

nilai Qhitung < Qkritis

n SD t(12 ,df )

X α

µ = ±

(0,621), sehingga data tersebut diterima.

Rata-rata kadar etambutol hidroklorida dengan selang kepercayaan 95% pada Kalbutol tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air,

6 1,3160 . 5706 , 2 % 101,65 ± = µ 1,3811 % 101,65 ± = µ % % 38 , 1 101,65%± = µ


(55)

Lampiran 6. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada Etibi tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air.

No. X

(Kadar (%)) XX

(

)

2

X X

1. 102,77 2,8683 8,2271

2. 98,02 -1,8804 3,5359

3. 100,20 0,2991 0,0894

4. 100,40 0,4987 0,2487

5. 97,63 -2,2701 5,1535

6. 100,40 0,4987 0,2487

X = 99,90

(

XX

)

2= 17,5032

SD =

(

)

1 2 − −

n X X = 5 17,5032 = 1,8710

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-1 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q pada interval kepercayaan 95%,

Qhitung 0,4612 97,63 102,77 40 , 00 1 102,77 = − − =

nilai Qhitung < Qkritis

n SD t(12 ,df )

X α

µ = ±

(0,621), sehingga data tersebut diterima.

Rata-rata kadar etambutol hidroklorida dengan selang kepercayaan 95% pada Etibi tablet yang ditentukan secara Titrasi Bebas Air,

6 1,8710 . 5706 , 2 % 99,90 ± = µ 1,9635 % 99,90 ± = µ % % 0 , 2 99,90%± = µ


(56)

Lampiran 7. Data Kurva Kalibrasi Etambutol Hidroklorida BPFI yang diukur dengan Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm dan perhitungan persamaan garis regresi.

No. Konsentrasi

(mcg/ml) Absorbansi

1. 0,000 0,0000

2. 400,000 0,2340

3. 800,000 0,4380

4. 1200,000 0,6500

5. 1600,000 0,8640

6. 2000,000 1,1000

a

( )

∑ ∑

( )

− −

= 2 2

x n x xy n y x

(

)(

) (

)

(

6000,000

) (

68800000,0000

)

4806,4000 6 3,2860 6000,000 2 − − = 0,000543 =

b= yax

004667 , 0 ) 000 , 1000 ( 000543 , 0 5477 , 0 = − =

Maka persamaan garis regresinya adalah: y = 0,000543x + 0,004667

r =

] / ) ( ) ][( / ) ( ) [( / ) )( ( 2 2 2 2 n y y n x x n y x xy Σ − Σ Σ − ∑ ∑ Σ − Σ = ] 6 / ) 2860 , 3 ( ) 6256 , 2 ][( 6 / ) 0 , 6000 ( ) 0 , 8800000 [( 6 / ) 2860 , 3 )( 0 , 6000 ( 40 , 806 4 2 2 − − − = 755 , 1520 40 , 1520 = 0,9998

No. x y x2 y2 xy

1. 0,000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2. 400,000 0,2340 160000,0000 0,0548 93,6000

3. 800,000 0,4380 640000,0000 0,1918 350,4000 4. 1200,000 0,6500 1440000,0000 0,4225 780,0000 5. 1600,000 0,8640 2560000,0000 0,7465 1382,4000 6. 2000,000 1,1000 4000000,0000 1,2100 2200,0000 6000,000 3,2860 8800000,0000 2,6256 4806,4000


(57)

Lampiran 8. Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi Etambutol Hidroklorida berdasarkan data kurva kalibrasi.

Persamaan garis regresi: y = ax + b

y = 0,000543x + 0,004667

No. Konsentrasi (x)

Absorbansi

(y) yi y-yi (y-yi)²

1. 0,000 0,0000 0,0047 -0,0047 0,000022

2. 400,000 0,2340 0,2219 0,0121 0,000147

3. 800,000 0,4380 0,4391 -0,0011 0,000001

4. 1200,000 0,6500 0,6563 -0,0063 0,000039

5. 1600,000 0,8640 0,8735 -0,0095 0,000090

6. 2000,000 1,1000 1,0907 0,0093 0,000087

− 2 yi)

( y = 0,000386

SD = 2 ) ( 2 − −

n Yi Y = 2 6 0,000386

− = 0,0098

LOD = slope SD x 3 = 000543 , 0 ) 0098 , 0 ( 3 x

= 54,1436 mcg/ml

LOQ = slope SD x 10 = 000543 , 0 ) 0098 , 0 ( 10 x


(58)

Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada Arsitam tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm.

No. Absorbansi X

(Kadar (%)) XX

(

)

2

X X

1. 0,4247 96,69 -1,01 1,0260

2. 0,4119 93,75 -3,96 15,6777

3. 0,4590 104,59 6,88 47,3761

4. 0,4249 96,74 -0,97 0,9349

5. 0,4073 92,69 -5,02 25,1848

6. 0,4468 101,78 4,07 16,6020

X = 97,71

(

XX

)

2= 106,8015

SD =

(

)

1 2 − −

n X X = 5 106,8015 = 4,6217

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-1 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q pada interval kepercayaan 95%,

Qhitung 0,2360 92,69 59 , 04 1 101,78 104,59 = − − =

nilai Qhitung < Qkritis

6 6217 , 4 . 5706 , 2 % 71 , 97 ± = µ

(0,621), sehingga data tersebut diterima.

Rata-rata kadar etambutol hidroklorida dengan selang kepercayaan 95% pada Arsitam tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak,

4,8502 % 24 , 97 ± = µ % % 85 , 4 % 24 , 97 ± = µ


(59)

Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada Kalbutol tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm.

No. Absorbansi X

(Kadar (%)) XX

(

)

2

X X

1. 0,4434 101,00 -2,52 6,3733

2. 0,4275 97,34 -6,18 38,2512

3. 0,4645 105,85 2,33 5,4417

4. 0,4718 107,54 4,01 16,1059

5. 0,4553 103,74 0,21 0,0462

6. 0,4637 105,67 2,15 4,6164

X = 103,52

(

XX

)

2= 70,8346

SD =

(

)

1 2 − −

n X X = 5 70,8346 = 3,7639

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-2 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q pada interval kepercayaan 95%,

Qhitung 0,1648 97,34 107,54 101,00 97,34 = − − =

nilai Qhitung < Qkritis

6 7639 , 3 . 5706 , 2 % 103,52 ± = µ

(0,621), sehingga data tersebut diterima.

Rata-rata kadar etambutol hidroklorida dengan selang kepercayaan 95% pada Kalbutol tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak,

3,9500 % 52 , 103 ± = µ % % 95 , 3 % 52 , 103 ± = µ


(60)

Lampiran 11. Perhitungan Statistik Kadar Etambutol Hidroklorida pada Etibi tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm.

No. Absorbansi X

(Kadar (%)) XX

(

)

2

X X

1. 0,4244 96,62 -5,11 26,0751

2. 0,4508 102,70 0,97 0,9428

3. 0,4457 101,53 -0,20 0,0412

4. 0,4244 96,62 -5,11 26,0751

5. 0,4388 99,94 -1,79 3,2093

6. 0,4375 99,64 -2,09 4,3711

X = 99,51

(

XX

)

2= 60,7148

SD =

(

)

1 2 − −

n X X = 5 60,7148 = 2,6980

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-2 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q pada interval kepercayaan 95%,

Qhitung 0,4962 96,62 102,70 101,53 102,70 = − − =

nilai Qhitung < Qkritis

n SD t(12 ,df )

X α

µ = ±

(0,621), sehingga data tersebut diterima.

Rata-rata kadar etambutol hidroklorida dengan selang kepercayaan 95% pada Etibi tablet yang ditentukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak,

6 6980 , 2 . 5706 , 2 % 51 , 9 9 ± = µ 2,8314 % 51 , 9 9 ± = µ % 2,83 % 51 , 9 9 ± = µ %


(61)

Lampiran 12. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Etambutol Hidroklorida pada Arsitam tablet antara hasil Titrasi Bebas Air dan Spektrofotometri Sinar Tampak.

No. X1 X

X

2

1-X

(X

2

1-X2)

Xr ((X1-X2) - Xr)2

1. 98,02 96,69 1,33 -0,140 0,0196

2. 100,40 93,75 6,65 5,180 26,8324

3. 100,20 104,59 -4,39 -5,860 34,3396

4. 100,60 96,74 3,86 2,390 5,7121

5. 97,82 92,69 5,13 3,660 13,3956

6. 98,02 101,78 -3,76 -5,230 27,3529

Xr = 1,47 Σ((X1-X2) - Xr)2 = 107,6522 Keterangan: X1 = Hasil secara Titrasi Bebas Air

X2

(

)

1 2 − −

n X X

= Hasil secara Spektrofotometri Sinar Tampak

SD =

=

5 107,6522 = 4,6401

Kemudian ditentukan t hitung-nya dengan rumus berikut:

t hitung

( )

N SD

X −µ = =

(

)

6 6401 , 4 0 47 , 1 − = 0,1293

Nilai thitung yang diperoleh < tkritis (0,95) (2,5706), berarti kadar rata-rata dari kedua metode pada Arsitam tablet tidak berbeda secara signifikan.


(62)

Lampiran 13. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Etambutol Hidroklorida pada Kalbutol tablet antara hasil Titrasi Bebas Air dan Spektrofotometri Sinar Tampak.

No. X1 X

X

2

1-X

(X

2

1-X2)

Xr ((X1-X2) - Xr)2

1. 100,60 101,00 -0,40 1,472 2,1658

2. 100,40 97,34 3,06 4,932 24,3214

3. 102,77 105,85 -3,08 -1,208 1,4601

4. 102,56 107,54 -4,98 -3,108 9,6617

5. 103,18 103,74 -0,56 1,312 1,7205

6. 100,40 105,67 -5,27 -3,398 11,5486

Xr = -1,87

Σ((X1-X2) - Xr)2 = 50,8781 Keterangan: X1 = Hasil secara Titrasi Bebas Air

X2

(

)

1 2 − −

n X X

= Hasil secara Spektrofotometri Sinar Tampak

SD =

= 5 50,8781 = 3,1899

Kemudian ditentukan t hitung-nya dengan rumus berikut:

t hitung

( )

N SD

X −µ = =

(

)

6 1899 , 3 0 87 , 1 − − = -0,2395

Nilai thitung yang diperoleh < tkritis (0,95) (2,5706), berarti kadar rata-rata dari kedua metode pada Kalbutol tablet tidak berbeda secara signifikan.


(63)

Lampiran 14. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Etambutol Hidroklorida pada Etibi tablet antara hasil Titrasi Bebas Air dan Spektrofotometri Sinar Tampak.

No. X1 X

X

2

1-X

(X

2

1-X2)

Xr ((X1-X2) - Xr)2

1. 102,77 96,62 6,15 5,755 33,1200

2. 98,02 102,7 -4,68 -5,075 25,7556

3. 100,20 101,53 -1,33 -1,725 2,9756

4. 100,40 96,62 3,78 3,385 11,4582

5. 97,63 99,94 -2,31 -2,705 7,3170

6. 100,40 99,64 0,76 0,365 0,1332

Xr = 0,39

Σ((X1-X2) - Xr)2 = 80,7598 Keterangan: X1 = Hasil secara Titrasi Bebas Air

X2

(

)

1 2 − −

n X X

= Hasil secara Spektrofotometri Sinar Tampak

SD =

= 5 80,7598 = 4,0189

Kemudian ditentukan t hitung-nya dengan rumus berikut:

t hitung

( )

N SD

X −µ = =

(

)

6 0189 , 4 0 39 , 0 − = 0,0401

Nilai thitung yang diperoleh < tkritis (0,95) (2,5706), berarti kadar rata-rata dari kedua metode pada Etibi tablet tidak berbeda secara signifikan.


(64)

Lampiran 15. Data hasil Uji Perolehan Kembali Etambutol Hidroklorida. 1. Hasil analisis kadar etambutol hidroklorida setelah ditambahkan larutan baku

etambutol hidroklorida.

No. Sampel Absorbansi Konsentrasi

(mcg/ml)

Kadar (%)

1. Etibi 1 0,6674 1220,5028 152,56

2. Etibi 2 0,6678 1221,2394 152,65

3. Etibi 3 0,6497 1187,9061 148,49

4. Etibi 4 0,6519 1191,9576 148,99

5. Etibi 5 0,6654 1216,8195 152,10

6. Etibi 6 0,6603 1207,4273 150,93

2. Hasil Uji Perolehan Kembali

No. Sampel Kadar awal (mcg/ml)

Kadar baku yang ditambahkan

(mcg/ml)

Kadar akhir (mcg/ml)

Recovery (%)

1. Etibi 1 772,9890 400,0 1220,5028 111,88

2. Etibi 2 821,6077 400,0 1221,2394 99,91

3. Etibi 3 812,2155 400,0 1187,9061 93,92

4. Etibi 4 772,9890 400,0 1191,9576 104,74

5. Etibi 5 799,5083 400,0 1216,8195 104,33

6. Etibi 6 797,1142 400,0 1207,4273 102,58


(65)

Lampiran 16. Contoh perhitungan kadar Etambutol Hidroklorida.

Konsentrasi etambutol hidroklorida dapat ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi y = 0,000543x + 0,004667:

Maka, x =

000543 ,

0

004667 ,

0

y

Dimana: y = Absorbansi

x = Konsentrasi (mcg/ml) Misalnya diketahui,

y = 0,4244

Maka x =

000543 ,

0

004667 ,

0 4244 ,

0 −

= 772,9890 mcg/ml

Konsentrasi etambutol hidroklorida dalam sampel = 100% /

00 , 800

/ 9890 , 772

× ml mcg

ml mcg


(66)

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Etambutol Hidroklorida pada Etibi tablet.

Uji perolehan kembali =

Kadar zat setelah ditambahkan standar - kadar zat dalam sampel

X 100 % Jumlah standar yang ditambahkan dalam sampel

Kadar baku etambutol yang ditambahkan =

ml

ml mcg x

ml

25

/ 1000 10

= 400,0 mcg/ml

Uji perolehan kembali =

mcg/m 0 , 400

mcg/ml 821,6077

mcg/m

1221,2394 −

x 100%

= 99,91%

Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar etambutol hidroklorida terhadap sampel Etibi yang lain.


(67)

Lampiran 18. Tabel Konsentrasi Larutan Etambutol Hidroklorida Baku dan Kurva Kalibrasi.


(68)

Lampiran 19 . Penentuan Waktu Kerja Pengukuran Etambutol Hidroklorida baku (C = 800,0 mcg/ml) dengan Spektrofotometer Sinar Tampak pada panjang gelombang 620 nm.

K K*ABS K K*ABS 1 0,5530 0,5530 37 0,5638 0,5638 2 0,5510 0,5510 38 0,5631 0,5631 3 0,5453 0,5453 39 0,5638 0,5638 4 0,5437 0,5437 40 0,5642 0,5642 5 0,5433 0,5433 41 0,5648 0,5648 6 0,5419 0,5419 42 0,5642 0,5642 7 0,5471 0,5471 43 0,5652 0,5652 8 0,5453 0,5453 44 0,5664 0,5664 9 0,5441 0,5441 45 0,5664 0,5664 10 0,5457 0,5457 46 0,5664 0,5664 11 0,5457 0,5457 47 0,5660 0,5660 12 0,5468 0,5468 48 0,5671 0,5671 13 0,5479 0,5479 49 0,5664 0,5664 14 0,5496 0,5496 50 0,5671 0,5671 15 0,5507 0,5507 51 0,5675 0,5675 16 0,5510 0,5510 52 0,5668 0,5668 17 0,5525 0,5525 53 0,5687 0,5687

18 0,5585 0,5585 54 0,5675 0,5675

19 0,5585 0,5585

20 0,5585 0,5585

21 0,5585 0,5585

22 0,5585 0,5585

23 0,5581 0,5581 24 0,5585 0,5585 25 0,5581 0,5581 26 0,5596 0,5596 27 0,5592 0,5592 28 0,5608 0,5608 29 0,5596 0,5596

30 0,5612 0,5612

31 0,5612 0,5612

32 0,5612 0,5612

33 0,5612 0,5612

34 0,5612 0,5612

35 0,5631 0,5631 36 0,5627 0,5627


(69)

Lampiran 20. Data Hasil Pengukuran Kadar Etambutol Hidroklorida dalam Sampel dan Hasil Uji Perolehan Kembali Secara Spektrofotmetri Sinar Tampak.

1. Hasil pengukuran pada Arsitam tablet


(70)

3. Hasil pengukuran pada Etibi tablet


(71)

(72)

(73)

(1)

Lampiran 19 . Penentuan Waktu Kerja Pengukuran Etambutol Hidroklorida

baku (C = 800,0 mcg/ml) dengan Spektrofotometer Sinar

Tampak pada panjang gelombang 620 nm.

K K*ABS K K*ABS

1 0,5530 0,5530 37 0,5638 0,5638 2 0,5510 0,5510 38 0,5631 0,5631 3 0,5453 0,5453 39 0,5638 0,5638 4 0,5437 0,5437 40 0,5642 0,5642 5 0,5433 0,5433 41 0,5648 0,5648 6 0,5419 0,5419 42 0,5642 0,5642 7 0,5471 0,5471 43 0,5652 0,5652 8 0,5453 0,5453 44 0,5664 0,5664

9 0,5441 0,5441 45 0,5664 0,5664

10 0,5457 0,5457 46 0,5664 0,5664

11 0,5457 0,5457 47 0,5660 0,5660 12 0,5468 0,5468 48 0,5671 0,5671 13 0,5479 0,5479 49 0,5664 0,5664 14 0,5496 0,5496 50 0,5671 0,5671 15 0,5507 0,5507 51 0,5675 0,5675 16 0,5510 0,5510 52 0,5668 0,5668 17 0,5525 0,5525 53 0,5687 0,5687

18 0,5585 0,5585 54 0,5675 0,5675

19 0,5585 0,5585

20 0,5585 0,5585

21 0,5585 0,5585

22 0,5585 0,5585

23 0,5581 0,5581 24 0,5585 0,5585 25 0,5581 0,5581 26 0,5596 0,5596 27 0,5592 0,5592 28 0,5608 0,5608 29 0,5596 0,5596

30 0,5612 0,5612

31 0,5612 0,5612

32 0,5612 0,5612

33 0,5612 0,5612

34 0,5612 0,5612

35 0,5631 0,5631 36 0,5627 0,5627


(2)

Lampiran 20. Data Hasil Pengukuran Kadar Etambutol Hidroklorida dalam

Sampel dan Hasil Uji Perolehan Kembali Secara Spektrofotmetri

Sinar Tampak.

1. Hasil pengukuran pada Arsitam tablet

2. Hasil pengukuran pada Kalbutol tablet


(3)

3. Hasil pengukuran pada Etibi tablet

4. Hasil pengukuran pada Uji perolehan kembali


(4)

Lampiran 21. Gambar sampel


(5)

Lampiran 22. Gambar Spektrofotometer Sinar Tampak.


(6)

Lampiran 23. Tabel Nilai Kritik Distribusi t (P = 0,95)