Klasifikasi derajat keparahan Komplikasi

Gambar 6.Kemosis 4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif. 5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna. 6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal. 7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan kornea. 8. Peningkatan tekanan intraokular TIO dapat terjadi secara mendadak akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat peradangan.

2.2.6. Klasifikasi derajat keparahan

Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma.Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus superfisial dan profunda. 7,8,9,10 Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah: Universitas Sumatera Utara 1 Klasifikasi Hughes a Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera. b Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal di konjungtiva dan sclera. c Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan. 2 Klasifikasi Thoft a Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik b Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 13 limbus c Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus d Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus Gambar 7.Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia a derajat 1 b derajat 2 c derajat 3d derajat 4 Universitas Sumatera Utara

2.2.7. Diagnosis

Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat. 1,6,8,10,11,12

A. Anamnesis

Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya. Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal. 9,11,13 Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai : 9,11,13,14,15  Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.  Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya tidak baik. Universitas Sumatera Utara  Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.  Peningkatan tekanan intraokular  Kerusakan jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah terkena trauma.  Inflamasi konjungtiva.  Iskemia perilimbus  Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan kekeruhan kornea Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea. 9,13,14,15

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular. 9,11,13,14,15 Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa. Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya. 9,11,12,14,15 Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa No Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa 1 Kerusakan yang ditimbulkan Kerusakan yang ditimbulkan lebih terbatas, batas tegas dan bersifat tidak progresif Kerusakan yang ditimbulkan lebih berat karena sudah mencapai bagian yang lebih dalam yaitu stroma 2 Kemampuan penetrasi pada organ mata Tidak sekuat trauma basa Penetrasi bisa terjadi lebih dalam hingga mencapai stroma 3 Mekanisme terjadinya kerusakan pada mata Koagulasi pada permukaan protein yang akan membentuk barier -Saponifikasi dari selular barrier -Denaturasi mukoid -Pembengkakan kolagen -Disrupsi mukopolisakarida stroma 4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena hanya di bagian permukaan Lebih berat 5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

2.2.8. Penatalaksanaan

Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi. Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: 10,12,13,16,17,18 1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal Universitas Sumatera Utara dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks. 2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral pH=7.0 3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam. Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat sedang meliputi: 13,16,17,18 1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA. 2. Siklopegik Scopolamin 0,25; Atropin 1 dapat diberikan untuk mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inflamasi. 3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin 4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri. 5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid 4x250 mg atau 2x500 mg ,oral, beta blocker Timolol 0,5 atau Levobunolol 0,5. 6. Dapat diberikan air mata artifisial jika tidak dilakukan pressure patch. Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 13,16,17,18 1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan intraokular dan penyembuhan kornea. 2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing 3. Siklopegik Scopolamin 0,25; Atropin 1 diberikan 3-4 kali sehari. Universitas Sumatera Utara 4. Antibiotik topikal Trimetoprimpolymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali sehari 5. Steroid topikal Prednisolon acetate 1; dexametasone 0,1 4-9 kali per hari. Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea keratolisis. Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent. 6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi. 7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata. 8. Dapat diberikan air mata artifisial. Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi menjadi : 10,12,13,16,17,18

A. Fase kejadian immediate

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian. Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu.Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL. Teknik irigasi : 1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan. 2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan 3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata Universitas Sumatera Utara 4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata 5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps 6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata. Gambar 8.Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

B. Fase akut sampai hari ke 7

Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut : a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat.Disamping itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi. b. Mengontrol tingkat peradangan 1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang 2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal steroid.Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini. c. Mencegah infeksi sekuder Universitas Sumatera Utara d. Mencegah peningkatan TIO e. Suplemenantioksidan f. Tindakan pembedahan

C. Fase pemulihan dini hari ke 7-21

Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah : a. Hambatan reepitelisasi kornea b. Gangguan fungsi kelopak mata c. Hilangnya sel goblet d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

D. Fase pemulihan akhir setelah hari ke21

Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip: a. Optimalisasi fungsi jaringan mata kornea, lensa dan seterusnya untuk penglihatan. b. Pembedahan Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi. Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:  Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.  Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain autograft atau dari donor allograft bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.  Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis Universitas Sumatera Utara Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:  Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.  Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.  Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.  Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.  Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

2.2.9. Komplikasi

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara lain: 9,10,12,13,18,19 1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu. 2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia 3. Sindroma mata kering. 4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik. 5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada drainase cairan aqueous humour 6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka panjang pada trauma kimia. Universitas Sumatera Utara Gambar 9.Simblefaron Gambar 10. Phtisis Bulbi

2.2.10. Prognosis