Trauma Kimia

(1)

T R A U M A K I M I A

DISUSUN OLEH

DR. Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis,M.Ked (Oph) Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

MEDAN

2014


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1.Latar Belakang...1

1.2.Tujuan...2

BAB 2 TINJAUANPUSTAKA...3

2.1. AnatomiMata...3

2.1.1. Rongga Orbita...3

2.1.2.Palpebra...3

2.1.3. Konjungtiva... .4

2.1.4. Cornea...4

2.1.5.Uvea...4

2.1.6.Lensa...5

2.2. Trauma Kimia padaMata...5

2.2.1.Defenisi...5

2.2.2.Etiologi...5

2.2.3. Trauma Asam...6

2.2.4. Trauma Basa...9

2.2.5. Gejala Klinis...11

2.2.6. Klasifikasi Derajat Keparahan...13


(3)

2.2.8. Penatalaksanaan...17 2.2.9. Komplikasi...22 2.2.10 Prognosis...23

Bab 3 KESIMPULAN

3.1.Kesimpulan...24


(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari posisi anatominya tersebut. Mata sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu trauma yang dapat langsung mengenai mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi.1,2

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.1,2

Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma.75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya.Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja.Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun. 1,2,3


(5)

Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam.Dampak yang ditimbulkan dari trauma kimia pada mata sangat tergantung pada tingkat pH, kecepatan, dan jumlah bahan kimia yang mencapai mata. Walaupun demikian, setiap bahan kimia yang masuk ke dalam mata perlu diwaspadai agar tidak meningkatkan morbiditas dan mengganggu fungsi penglihatan dari organ ini. Trauma pada mata memerlukan penanganan yang tepat untuk mencegah kerusakan yang lebih berat agar tidak berujung pada kebutaan. 1,2,3


(6)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

2.1.1. Rongga Orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus.Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding medialnya1,2,4,5

Dinding orbita terdiri atas tulang: 1. Superior : os. Frontal

2. Lateral : os. Frontal, os. Zigomatikus, ala magna os. Sfenoid 3. Inferior : os. Zigomatik, os. Maksila, os. Palatina


(7)

Gambar 1.Rongga Orbita

2.1.2 Palpebra

Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. 1,2,5

2.1.3. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.Konjungtiva terdiri atas 3 bagian: 1,2,4,5

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus

- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya

- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi

2.1.4. Kornea

Kornea adala selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis: 1,2,4

- Epitel

- Membran Bowman - Stroma

- Membran Descement - Endotel

2.1.5. Uvea

Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan


(8)

nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, datu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar.Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optika.

1,2,4

2.1.6. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata dan bersifat bening.Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. 1,2,4,5

Gambar 2.Anatomi Mata

2.2. Trauma Kimia Pada Mata

2.2.1. Definisi

Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah.Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7. 1,2,6,7


(9)

Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan menjadi 2 kelompok : 6,7,8,9

1. Alkali/basa

Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih

rumah tangga, zat pendingin, dan pupuk. b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa. c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash

d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api

e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.

2. Acid/asam

Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:

a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).

b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.

c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali. Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.

d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.

e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.

2.2.3. Trauma Asam A. Definisi

Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH < 7. 1,2,6,7

B. Patofisiologi

Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam.Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh


(10)

zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa. 1,2,6,7,8,9,10

Asam hidroflorida adalah satu pengecualian.Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali.Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes.Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium.6,7,8,9,10,12

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas.Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. 6,7,8,9,11,12

Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut: 10,11,12

a. Pada minggu pertama:

 Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.  Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas  Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti

stroma kornea, keratosit dan endotel kornea

 Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis, dan katarak


(11)

 Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam beberapa hari dan kemudian sembuh

 Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam terjadi dalam waktu 24 jam

 Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.

 Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi normal atau merendah.

b. Trauma asam pada minggu 1-3:

 Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini

 Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan vaskularisasi yang bersifat progresif

 Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat pada kornea

c. Trauma asam sesudah 3 minggu:

 Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu  Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk


(12)

Gambar 3.Trauma Asam

2.2.4. Trauma Basa A. Definisi

Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH >7. 1,2,6,7

B. Patofisiologi

Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.9,10,11,12

Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita. 6,7,8,9,11,12

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. 7,8,9,12

Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika. 10,11,12


(13)

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. 7,8

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. 9,10,11,12


(14)

Gambar 4.Trauma basa

Gambar 5.Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut

2.2.5. Gejala klinis

Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:

6,7,8,10,11,12

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:

 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus.

 Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi

 kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.


(15)

 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.

 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan lensa.

 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.

 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem sel limbus

 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang baru

Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain : 6,7,8,10,12

1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.

2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga mata tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra.


(16)

Gambar 6.Kemosis

4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.

5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.

6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.

7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan kornea.

8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat peradangan.

2.2.6. Klasifikasi derajat keparahan

Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma.Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).7,8,9,10

Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:


(17)

1) Klasifikasi Hughes

a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera.

b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal di konjungtiva dan sclera.

c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan.

2) Klasifikasi Thoft

a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik

b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus

c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

Gambar 7.Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b)


(18)

2.2.7. Diagnosis

Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat.1,6,8,10,11,12

A. Anamnesis

Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.

Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.

Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.9,11,13

Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai : 9,11,13,14,15

 Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.

 Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya tidak baik.


(19)

 Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.

 Peningkatan tekanan intraokular

 Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah terkena trauma.

 Inflamasi konjungtiva.  Iskemia perilimbus

 Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan kekeruhan kornea

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea. 9,13,14,15

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular. 9,11,13,14,15

Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa. Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya. 9,11,12,14,15


(20)

Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa

No Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa

1 Kerusakan yang ditimbulkan

Kerusakan yang ditimbulkan lebih terbatas, batas tegas dan bersifat tidak progresif

Kerusakan yang

ditimbulkan lebih berat karena sudah mencapai bagian yang lebih dalam yaitu stroma

2 Kemampuan

penetrasi pada organ mata

Tidak sekuat trauma basa

Penetrasi bisa terjadi lebih dalam hingga mencapai stroma

3 Mekanisme

terjadinya kerusakan pada mata

Koagulasi pada permukaan protein yang akan membentuk barier -Saponifikasi dari selular barrier -Denaturasi mukoid -Pembengkakan kolagen -Disrupsi mukopolisakarida stroma

4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena hanya di bagian permukaan

Lebih berat

5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

2.2.8. Penatalaksanaan

Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.

Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: 10,12,13,16,17,18

1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal


(21)

dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks.

2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)

3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam.

Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat sedang meliputi: 13,16,17,18

1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.

2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.

3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin) 4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri. 5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).

6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 13,16,17,18

1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.

2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing


(22)

4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali sehari)

5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.

6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.

7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata. 8. Dapat diberikan air mata artifisial.

Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi menjadi : 10,12,13,16,17,18

A. Fase kejadian (immediate)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian.

Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu.Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL. Teknik irigasi :

1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan. 2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan

3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata


(23)

4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata

5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps

6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata.

Gambar 8.Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

B. Fase akut (sampai hari ke 7)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut :

a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea

Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat.Disamping itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.

b. Mengontrol tingkat peradangan 1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang

2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase

Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal steroid.Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.


(24)

d. Mencegah peningkatan TIO e. Suplemen/antioksidan f. Tindakan pembedahan

C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :

a. Hambatan reepitelisasi kornea b. Gangguan fungsi kelopak mata c. Hilangnya sel goblet

d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)

Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip: a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya)

untuk penglihatan. b. Pembedahan

Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi.

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:

 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.

 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.

 Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis


(25)

Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.

 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

2.2.9. Komplikasi

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara lain: 9,10,12,13,18,19

1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.

2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia

3. Sindroma mata kering.

4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.

5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada drainase cairan aqueous humour

6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka panjang pada trauma kimia.


(26)

Gambar 9.Simblefaron Gambar 10. Phtisis Bulbi

2.2.10.Prognosis

Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.13,20,21

Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.20,21


(27)

BAB 3 KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.

Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat yang disertai dengan penurunan fungsi penglihatan.

Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dan lain lain. Terapi pembedahan merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat darurat dan gagal dengan terapi non-operatif


(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG; Taylor A ; Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.

2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

3. Radosavljević A, Kalezić, T, Golubović S. The Frequency of Chemical Injuries of the Eye in a Tertiary Referral Centre. School of Medicine, University of Belgrade, Belgrade, Serbia. 2013;141(9-10):592-596

4. American Academy of Ophthalmology. The eye: Fundamental and princilples of ophthalmology. BSSC, section2.2012.p41-50

5. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. John Wiley & Sons.

6. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic onjuries of the anterior segment: External Disease and Cornea. BSSC, section8.2012.p353-359

7. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American Handbook of Ophthalmology.2011. Oxford University Press Inc.p84-85

8. Schlote, T. Rohrbach, J. Grueb, M. Mielke, J. Pocket Atlas of ophthalmology.2006. George Theime Verlag. p105-107.

9. James, bruce. Lecture notes on ophthalmology. 9th edition. Blackwell scientific.2003.p1-16,p194-195.


(29)

10.Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries and Illnesses in the Wilderness.2012. Denver Health Medical Center. Denver,wilderness and environmental medicine 23, 325–336

11.R. Palao , I. Monge, M. Ruiz, J.P. Barret. Chemical burns: Pathophysiology and treatment. Burns .2009. Burn Centre, Department of Plastic Surgery and Burns, University Hospital Vall d’ Hebron doi:10.1016/ j.burns.2009.07.009

12.Kosoko, Adeola. Chemical ocular burns.2009.American journal of clinical medicine.Vol:6-3

13.Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries, including amniotic membrane therapy.2010. University of Colorado School of Medicine, Opinion in Ophthalmology 2010, 21:317–321

14.Lang, Gerhard. A short textbook : Ophtalmology. 2000. Georg Thieme Verlag.New York. p517-522

15.Schrage, Norbert. Current Recommendations for Optimum Treatment of Chemical Eye Burns.2012. Ophthalmology Department, Municipal Hospital of Cologne-Merheim p327-332

16.Ralf, Kuckelkorn ; Norbert, Schrage; Gabriela, Keller; Claudi, Redbrake. Emergency treatment of chemical and thermal eye burns.2002. Department of Ophthalmology, Universitätsklinikum der RWTH Aachen Germany. Acta Ophthalmol. Scand. 2002: 80: 4–10

17.Morgan, J Stephen. Chemical burns of the eye : causes and management. 1987. British journal of ophthalmology.p854-857

18.Olver, Jane. Ophthalmology at glance : Ophthalmic trauma principles and management of chemical industry .2005. Blackwell science.p36-38


(30)

19.Houman, Hemmati ; Colby, Kathryn. Treating acute chemical injuries of the cornea. 2012.Ophthalmic Pearls EyeNet Magazine.p43-45

20.Hall, Alan.Epidemiology of ocular chemical burn injuries. 2011. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.p9-15

21.Gerald,Lim, ; Lung-Kun, Yeh: Chiung, Lin. Sequels, Complications and Management of A Chemical Burn Associated with Cement Splash.2006. Chang Gung Med J Vol. 29 No. 4.p424-428


(1)

Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.

 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.  Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

2.2.9. Komplikasi

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara lain: 9,10,12,13,18,19

1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.

2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia

3. Sindroma mata kering.

4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.

5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada drainase cairan aqueous humour

6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka panjang pada trauma kimia.


(2)

Gambar 9.Simblefaron Gambar 10. Phtisis Bulbi

2.2.10.Prognosis

Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.13,20,21

Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.20,21


(3)

BAB 3 KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.

Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat yang disertai dengan penurunan fungsi penglihatan.

Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dan lain lain. Terapi pembedahan merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat darurat dan gagal dengan terapi non-operatif


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG; Taylor A ; Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.

2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

3. Radosavljević A, Kalezić, T, Golubović S. The Frequency of Chemical Injuries of the Eye in a Tertiary Referral Centre. School of Medicine, University of Belgrade, Belgrade, Serbia. 2013;141(9-10):592-596

4. American Academy of Ophthalmology. The eye: Fundamental and princilples of ophthalmology. BSSC, section2.2012.p41-50

5. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. John Wiley & Sons.

6. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic onjuries of the anterior segment: External Disease and Cornea. BSSC, section8.2012.p353-359

7. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American Handbook of Ophthalmology.2011. Oxford University Press Inc.p84-85

8. Schlote, T. Rohrbach, J. Grueb, M. Mielke, J. Pocket Atlas of ophthalmology.2006. George Theime Verlag. p105-107.

9. James, bruce. Lecture notes on ophthalmology. 9th edition. Blackwell scientific.2003.p1-16,p194-195.


(5)

10.Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries and Illnesses in the Wilderness.2012. Denver Health Medical Center. Denver,wilderness and environmental medicine 23, 325–336

11.R. Palao , I. Monge, M. Ruiz, J.P. Barret. Chemical burns: Pathophysiology and treatment. Burns .2009. Burn Centre, Department of Plastic Surgery and Burns, University Hospital Vall d’ Hebron doi:10.1016/ j.burns.2009.07.009

12.Kosoko, Adeola. Chemical ocular burns.2009.American journal of clinical medicine.Vol:6-3

13.Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries, including amniotic membrane therapy.2010. University of Colorado School of Medicine, Opinion in Ophthalmology 2010, 21:317–321

14.Lang, Gerhard. A short textbook : Ophtalmology. 2000. Georg Thieme Verlag.New York. p517-522

15.Schrage, Norbert. Current Recommendations for Optimum Treatment of Chemical Eye Burns.2012. Ophthalmology Department, Municipal Hospital of Cologne-Merheim p327-332

16.Ralf, Kuckelkorn ; Norbert, Schrage; Gabriela, Keller; Claudi, Redbrake. Emergency treatment of chemical and thermal eye burns.2002. Department of Ophthalmology, Universitätsklinikum der RWTH Aachen Germany. Acta Ophthalmol. Scand. 2002: 80: 4–10

17.Morgan, J Stephen. Chemical burns of the eye : causes and management. 1987. British journal of ophthalmology.p854-857


(6)

19.Houman, Hemmati ; Colby, Kathryn. Treating acute chemical injuries of the cornea. 2012.Ophthalmic Pearls EyeNet Magazine.p43-45

20.Hall, Alan.Epidemiology of ocular chemical burn injuries. 2011. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.p9-15

21.Gerald,Lim, ; Lung-Kun, Yeh: Chiung, Lin. Sequels, Complications and Management of A Chemical Burn Associated with Cement Splash.2006. Chang Gung Med J Vol. 29 No. 4.p424-428