sampel didapati hasil dengan prevalensi 30 atau lebih, dilakukan pengobatan massal. Namun, bila dari hasil pemeriksaan feses sampel prevalensi hanya
didapati kurang dari 30, dilakukan pemeriksaan menyeluruh total screening. Apabila hasil pemeriksaan total screening menunjukkan prevalensi lebih dari
30, harus dilakukan pengobatan massal. Tetapi bila prevalensi kurang dari 30, pengobatan dilakukan secara selektif, yaitu pada orang dengan hasil positif saja
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pencegahan dilakukan dengan pengendalian faktor resiko, antara lain
kebersihan lingkungan, kebersihan pribadi, penyediaan air bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban yang memadai,
menjaga kebersihan makanan, serta pendidikan kesehatan di sekolah kepada guru dan anak. Pendidikan kesehatan dilakukan melalui penyuluhan kepada masyarakat
umum secara langsung atau dengan penggunaan media massa. Sedangkan untuk anak-anak di sekolah dapat dilakukan penyuluhan melalui program UKS Unit
Kesehatan Sekolah Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006.
2.2. Prestasi Belajar
2.2.1. Definisi dan Aspek-Aspek Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku Slameto, 2010. Menurut Lyle E. Bourne, JR.,
Bruce R. Ekstrand, belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkna oleh pengalaman dan latihan Mustaqim, 2012.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar anak dapat dibedakan menjadi faktor internal faktor dari dalam anak, faktor eksternal faktor dari luar
anak, dan faktor pendekatan belajar approach to learning. Faktor-faktor tersebut dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan
yang lainnya. Seorang anak yang berintelegensi tinggi faktor internal dan
Universitas Sumatera Utara
mendapat dorongan positif dari orang tuanya faktor eksternal, mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil
pembelajaran. Karena pengaruh-pengaruh faktor tersebut, muncul anak-anak yang berprestasi tinggi high-achievers, berprestasi rendah under-achievers atau
gagal sama sekali Syah, 2009.
2.2.2.1. Faktor Internal Anak
Faktor internal berasal dari diri sendiri meliputi dua aspek, yaitu aspek fisologis yang bersifat jasmaniah, dan aspek psikologis yang bersifat rohaniah Syah,
2009.
2.2.2.1.1. Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus otot anak menandai tingkat kebugaran organ- organ tubuh, yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam
mengikuti pelajaran Syah, 2009. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu Slameto, 2010. Kekurangan gizi biasanya
mempunyai pengaruh terhadap kesehatan jasmani, seperti mudah mengantuk, lekas lelah, dan lesu, terutama pada anak-anak yang usianya masih muda
Mustaqim, 2012. Kondisi organ tubuh yang lemah, misal: pada nyeri kepala yang berat, dapat menurunkan kemampuan kognitif sehingga materi yang
dipelajari leih sulit diterima, bahkan tidak dapat diterima sama sekali Syah, 2009. Selain itu, daya tahan tubuh yang menurun lebih rentan untuk terserang
penyakit. Apabila keadaan ini semakin memburuk, aktivitas belajar dapat berhenti Mustaqim, 2012.
Kondisi organ-organ khusus anak, seperti: tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga mempengaruhi kemampuan anak dalam
menyerap informasi dan pengetahuan, terutama di kelas. Akibatnya, proses informasi oleh sistem memori anak terhambat. Penurunan rasa percaya diri self-
esteem atau self-convidence seorang anak juga dapat mempengaruhi proses
pembelajaran. Anak yang frustasi dapat berprestasi rendah under-achievers atau
Universitas Sumatera Utara
gagal, meskipun kapasitas kognitifnya normal atau lebih tinggi dari teman- temannya Syah, 2009.
2.2.2.1.2. Aspek Psikologis
Aspek psikologis berperan penting dalam proses pembelajaran Mustaqim, 2012. Aspek psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar
anak. Aspek psikologis tersebut pun dipengaruhi oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor yang terdapat di dalam aspek psikologis tersebut, faktor yang
terpenting adalah tingkat kecerdasan intelegensi anak, sikap anak, bakat anak, minat anak, dan motivasi anak Syah, 2009.
1. Tingkat Kecerdasan Intelegensi Anak
Menurut Reber, umumnya intelegensi diartikan sebagai kemampuan psiko- fisik untuk bereaksi terhadap rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang tepat Syah, 2009. Tingkat kecerdasan atau intelegensi IQ berpengaruh besar terhadap kemajuan belajar dan sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar anak Syah, 2009; Slameto, 2010. Dalam situasi yang sama, seseorang yang memiliki intelegensi tinggi
umumnya mudah mengikuti proses belajar dengan hasil cenderung baik. Sebaliknya, orang yang memiliki intelegensi rendah cenderung mengalami
kesukaran dalam belajar dan lambat berpikir, sehingga memiliki prestasi belajar yang rendah Dalyono, 2009. Walaupun begitu, anak yang
mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum tentiu berhasil dalam proses belajarnya. Sebab, belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan
banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi hanya salah satu faktor di antara faktor-faktor yang lainnya Slameto, 2010.
2. Sikap Anak
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk bereaksi atau berespon response tendency secara relatif tetap
terhadap objek berupa orang, barang, dan sebagainya, baik secara postif
Universitas Sumatera Utara
maupun negatif. Sikap anak yang postif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang diberikan, merupakan awal yang baik terhadap proses belajar
anak tersebut. Sebaliknya, sikap negatif anak terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikan, apalagi diikuti dengan rasa benci, dapat
menimbulkan kesulitan belajar bagi anak tersebut Syah, 2009. 3.
Bakat Anak Secara umum, bakat aptitude adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai kemampuan individu
untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan Syah, 2009. Bakat dapat mempengaruhi tinggi-
rendahnya suatu prestasi belajar di bidang-bidang tertentu. Jika pelajaran yang dipelajari anak sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan
lebih baik karena anak tersebut senang dalam mempelajari hal tersebut. Selanjutnya, anak akan lebih giat lagi dalam belajar. Sebaliknya, pemaksaan
kehendak untuk menyekolahkan anak pada jurusan keahlian yang tidak sesuai dengan bakatnya, akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik
academic performance atau prestasi belajarnya. Hal tersebut juga terjadi bila anak tidak sadar terhadap bakatnya sendiri dan memilih jurusan
keahlian yang bukan bakatnya Syah, 2009; Slameto, 2010. 4.
Minat Anak Secara sederhana, minat interest berarti kecenderungan atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu Syah, 2009. Minat yang besar terhadap sesuatu hal merupakan modal yang besar untuk memperoleh tujuan yang
diminati Dalyono, 2009. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar anak dalam bidang-bidang tertentu Syah, 2009. Jika anak
tidak memiliki minat yang tinggi terhadap proses belajar dan bahan pelajaran yang dipelajari, maka anak tidak akan belajar dengan sebaik-
baiknya. Anak tidak merasakan daya tarik dan kepuasan dari bahan
Universitas Sumatera Utara
pelajaran tersebut, sehingga enggan untuk belajar. Akibatnya, anak cenderung berprestasi rendah. Namun, jika proses belajar dan bahan
pelajaran dapat menarik minat anak, maka bahan pelajaran akan lebih mudah dipelajari dan disimpan. Hal ini cenderung menghasilkan prestasi
yang tinggi Dalyono, 2009; Slameto, 2010. 5.
Motivasi Anak Motivasi adalah keadaan jiwa individu yang mendorong untuk melakukan
sesuatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan Mustaqim, 2012. Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan dari dalam diri anak yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar, umumnya karena kesadaran
akan pentingnya sesuatu. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang lebih signifikan bagi anak karena lebih murni dan tidak bergantung pada dorongan
atau pengaruh orang lain. Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan dari luar individu anak, misal: orang tua, guru, teman-teman, dan anggota
masyarakat, yang juga dapat mendorong anak untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi ekstrinsik dapat berupa pujian, hadiah, peraturan atau tata
tertib sekolah, teladan orang tua, guru, dan sebagainya. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat akan belajar dengan sungguh-sungguh, penuh
gairah, atau semangat. Sedangkan, seseorang yang belajar dengan motivasi lemah akan malas belajar, bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang
berhubungan dengan pelajaran Dalyono, 2009; Syah, 2009.
2.2.2.2. Faktor Eksternal Anak
Faktor eksternal anak terdiri dari dua, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-sosial Syah, 2009.
2.2.2.2.1. Lingkungan Sosial
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak Syah,
2009. Proses belajar mengajar terjadi di antara guru dan anak dipengaruhi
oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi, cara belajar anak dipengaruhi oleh relasi dengan gurunya. Jika terbentuk relasi yang baik di antara guru dan
anak, anak akan menyukai guru dan mata pelajaran yang diberikan, sehingga anak berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Selain relasi guru dengan anak,
menciptakan relasi yang baik antar anak juga diperlukan agar terbentuk pengaruh yang positif dalam proses belajar anak-anak Slameto, 2010.
Masyarakat, tetangga, serta teman-teman sepermainan di sekitar tempat tingga anak tersebut juga merupakan lingkungan sosial Syah, 2009. Bila
keadaan masyarakat di sekitar tempat tinggal anak terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama bersekolah tinggi dan bermoral baik, anak akan terdorong
untuk lebih giat belajar. Tetapi, bila anak tinggal di lingkungan dengan jumlah kenakalan anak dan pengangguran tinggi, semangat anak untuk belajar menjadi
rendah Dalyono, 2009. Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah
orang tua dan keluarga anak Syah, 2009. Tingkat pendidikan, penghasilan, perhatian, bimbingan, dan keharmonisan orang tua dengan anak turut
mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak Dalyono, 2009.
2.2.2.2.2. Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah fisik dan lokasi gedung sekolah, lokasi rumah tempat tinggal keluarga anak, alat-alat
belajar, cuaca, serta waktu belajar yang digunakan anak Slameto, 2010. Ruang kelas harus memadai bagi setiap anak agar proses belajar dan
mengajar dapat berlangsung dengan baik. Rumah yang sempit, berantakan, terlalu padat, dan tanpa sarana umum untuk kegiatan anak-anak akan mendorong anak
untuk pergi ke tempat-tempat yang tidak seharusnya dikunjungi Syah, 2009; Slameto, 2010. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar
Universitas Sumatera Utara
penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada anak, sehingga anak akan lebih giat dan berkembang dalam proses belajar Slameto, 2010. Waktu belajar
juga mempengaruhi proses dan prestasi belajar anak. Setiap anak memiliki perbedaan waktu dan rasa siap untuk belajar. Ada anak yang siap belajar di pagi
hari, tetapi ada juga yang siap pada sore hari atau tengah malam Syah, 2009.
2.2.2.3. Faktor Pendekatan Belajar
Di samping faktor-faktor internal dan eksternal anak, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar. Pendekatan
belajar dapat dipahami sebagai upaya belajar anak, yang meliputi metode dan strategi, dalam menunjang keefektivitasan dan efisiensi proses pembelajaran
materi tertentu. Pendekatan belajar terdiri dari pendekatan yang paling klasik sampai yang paling modern. Di antara pendekatan-pendekatan belajar tersebut,
yang dapat mewakili ialah pendekatan hukum Jost, pendekatan Ballar dan Clanchy, serta pendekatan Binggs Syah, 2009.
2.2.2.3.1. Pendekatan Hukum Jost
Anak yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah mengingat memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang
anak tekuni Syah, 2009.
2.2.2.3.2. Pendekatan Ballard dan Clanchy
Pendekatan belajar anak pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan attitude to knowledge. Terdapat dua sikap anak
terhadap ilmu pengetahuan, yaitu sikap melestarikan apa yang sudah ada conserving dan sikap memperluas extending. Anak yang bersikap conserving
umumnya menggunakan pendekatan belajar ‘reproduktif’, yaitu menghasilkan kembali fakta dan informasi yang telah ada. Sedangkan, anak yang bersikap
extending mengguanakan pendekatan belajar ‘analitis’, yaitu memilih dan
menginterpretasi fakta dan informasi. Ada juga anak yang menggunakan pendekatan belajar ‘spekulatif’, yaitu pendekataan belajar berdasarkan pemikiran
Universitas Sumatera Utara
mendalam. Pendekatan belajar ini lebih ideal. Dalam pendekatan ini, proses belajar tidak hanya bertujuan untuk menyerap ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk
mengembangkannya Syah, 2009.
2.2.2.3.3. Pendekatan Biggs
Pendekatan belajar anak dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan surface permukaan lahiriah, pendekatan deep
mendalam, dan pendekatan achieving pencapaian prestasi tinggi. Ketiga bentuk dasar pendekatan belajar tersebut digunakan anak berdasarkan motifnya,
bukan sikapnya terhadap pengetahuan. Anak yang menggunakan dasar pendekatan surface approach mau belajar karena dorongan dari luar dorongan
ekstrinsik dengan ciri-ciri menghindari kegagalan, tetapi tidak belajar dengan keras. Cara belajar ini bersifat santai, asal menghafal, dan tidak mementingkan
pemahaman yang mendalam. Anak dengan dasar pendekatan deep approach biasanya belajar karena dorongan dari dalam berupa rasa membutuhkan dan
tertarik pada pelajaran tersebut dorongan intrinsik. Anak berusaha memuaskan keingintahuan terhadap isi materi pelajaran. Oleh karena itu, cara belajar ini
bersifat serius, berusaha memahami materi secara mendalam, serta memikirkan cara pengaplikasiannya. Anak yang menggunakan dasar pendekatan achieving
approach umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik berciri khusus, disebut dengan
ego-enchancement , yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi
keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Cara belajar ini lebih serius daripada cara pendekatan belajar lainnya. Anak dengan
pendekatan ini memiliki ketrampilan dalam mengatur waktu belajar, usaha belajar, serta penelaahan isi silabus dengan efisien. Seorang anak yang
mengaplikasikan pendekatan belajar deep approach lebih berpeluang meraih prestasi belajar yang bermutu daripada anak yang menggunakan pendekatan
belajar surface approach atau reproductive approach Syah, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.3.4. Pendekatan Independent Learning dan Self-Directed Learning
Pendekatan independent learning IL adalah belajar secara mandiri dengan mempelajari topic materi tertentu yang tidak diajarkan oleh guru, tetapi harus
dikuasai oleh anak, di mana penguasaan anak atas topik tersebut dinilai oleh gurunya. Pendekatan IL dapat diarahkan directed dan dapat pula tidak diarahkan
non-directed. Dalam pendekatan IL yang diarahkan, anak mempelajari topik sesuai dengan petunjuk mengenai cara, rujukan yang digunakan, dan hasil yang
harus dicapai. Pada pendekatan IL yang tidak diarahkan, anak hanya diberi topik dan sedikit gambaran mengenai rincian, rujukan, serta hasil yang harus dicapai
Syah, 2009.
2.2.3. Penilaian Prestasi Belajar
2.2.3.1. Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, penilaian hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar anak. Namun,
pengungkapan perubahan tingkah laku, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan oleh perubahan hasil belajar bersifat intangible tidak dapat
diraba. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini hanya mengambil cuplikan perilaku yang dianggap penting dan diharapkan dapat
mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar anak, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Kunci pokok
memperoleh ukuran dan data hasil belajar anak adalah mengetahui garis-garis besar indikator penunjuk adanya prestasi tertentu dikaitkan dengan jenis prestasi
yang hendak diungkapkan atau diukur Syah, 2009. Tabel 2.2. Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Belajar
RanahJenis Prestasi Indikator
Cara Evaluasi A.
Ranah Cipta Kognitif 1.
Pengamatan 2.
Ingatan 1.
Dapat menunjukkan; 2.
Dapat membandingkan; 3.
Dapat menghubungkan 1.
Dapat menyebutkan; 1.
Tes lisan; 2.
Tes tertulis; 3.
Observasi. 1.
Tes lisan;
Universitas Sumatera Utara
3. Pemahaman
4. AplikasiPenerapan
5. Analisis
Pemeriksaan dan pemilihan secara teliti
6. Sintesis
Membuat panduan baru dan utuh
2. Dapat menunjukkan kembali
1. Dapat menjelaskan;
2. Dapat mendefenisikan dengan lisan
sendiri 1.
Dapat memberikan contoh; 2.
Dapat menggunakan secara tepat. 1.
Dapat menguraikan; 2.
Dapat mengklasifikasi memilah- milah.
1. Dapat menghubungkan materi-materi,
sehingga menjadi satu kesatuan; 2.
Dapat menyimpulkan; 3.
Dapat menggeneralisasikan membuat prinsip umum
2. Tes tertulis;
3. Observasi.
1. Tes lisan;
2. Tes tertulis.
1. Tes tertulis;
2. Pemberian tugas;
3. Observasi.
1. Tes tertulis;
2. Pemberian tugas.
1. Tes tertulis;
2. Pemberian tugas.
B. Ranah Rasa Afektif
1. Penerimaan
2. Sambutan
3. Apresiasi
Sikap menghargai 4.
Internalisasi Pendalaman
5. Karakterisasi
Penghayatan 1.
Menunjukkan sikap menerima; 2.
Menunjukkan sikap menolak. 1.
Kesediaan berpartisipasi terlibat; 2.
Kesediaan memanfaatkan. 1.
Menganggap penting dan bermanfaat; 2.
Menganggap indah dan harmonis; 3.
Mengagumi. 1.
Mengakui dan meyakini; 2.
Mengingkari.
1. Melembagakan atau meniadakan;
2. Menjelmakan dalam pribadi dan
perilaku sehari-hari. 1.
Tes tertulis; 2.
Tes skala sikap. 1.
Tes skala sikap; 2.
Pemberian tugas; 3.
Observasi. 1.
Tes skala sikap; 2.
Pemberian tugas; 3.
Observasi. 1.
Tes skala sikap; 2.
Pemberian tugas ekspresif yang
menyatakan sikap dan tugas
proyektif yang menyatakan
pemikrian atau ramalan.
1. Pemberian tugas
ekspresif dan proyektif;
2. Observasi.
Universitas Sumatera Utara
C. Ranah Karsa Psikomotor
1. Keterampilan bergerak
dan bertindak. 2.
Kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal
Kecakapan mengkoordinasikan gerakan mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh
lainnya
1. Kefasihan melafalkan mengucapkan;
2. Kecakapan membuat mimik dan
gerakan jasmani. 1.
Observasi; 2.
Tes tindakan. 1.
Tes lisan; 2.
Observasi; 3.
Tes tindakan. Dikutip dari Syah, 2009
2.2.3.2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar
Ada dua macam pendekatan yang sangat sering digunakan dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan atau prestasi belajar, yaitu norm-referencing
atau norm-references assessment, dan criterion-referencing atau criteria- referanced assessment
Syah, 2009.
2.2.3.2.1. Penilaian Acuan Norma Norm-Referenced Assessment
Penilaian Acuan Norma PAN juga dikenal degan penilaian acuan kelompok Mustaqim, 2012. Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN, prestasi
belajar seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai oleh teman-teman sekelas atau sekelompoknya. Jadi,
pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya
sendiri Syah, 2009. Pada PAN, semua nilai atau skor dipandang sebagai nilai mentah, lalu
dikonversikan ke dalam nilai-nilai dengan rentangan 1-10 atau 10-100. Selain itu, pendekatan PAN juga dapat diimplementasikan dengan cara menghitung dan
membandingkan presentase jawaban yang benar yang dihasilkan seorang anak dengan presentase jawaban yang benar yang dihasilakan kawan-kawan sekelas
atau sekelompoknya. Kemudian, presentase jawaban-jawaban benar dari masing- masing anak tersebut dikonversikan ke dalam nilai 1-10 atau 10-100 Syah, 2009;
Mustaqim, 2012.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.2.2. Penilaian Acuan Kriteria Criterion-Referenced Assessment
Menurut Tardif, penilaian dengan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria PAK merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan
pencapaian seorang anak dengan pelbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik well-defined dominant behaviours sebagai patokan absolut. Penilaian
Acuan Kriteria memerlukan kriteria mutlak pada tujuan pembelajaran umum TPU dan tujuan pembelajaran khusus TPK. Maksudnya, nilai atau kelulusan
seorang anak bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh rekan-rekan sekelas atau sekelompoknya, melainkan ditentukan oleh penguasaan
atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional. Pendekatan penilaian seperti ini biasanya diterapkan dalam sistem belajar tuntas
mastery learning. Dalam sistem belajar tuntas, seorang anak baru dapat dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila ia telah menguasai
seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80 Syah, 2009.
2.2.3.3. Batas Minimal Prestasi Belajar
Setelah mengetahui indikator dan memperoleh skor hasil evaluasi prestasi belajar, guru juga perlu mengetahui bagaimana menetapkan batas minimal keberhasilan
belajar para anak. Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar anak selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif
norma pengukuran tingkat keberhasilan anak setelah mengikuti proses mengajar- belajar, di antara norma-norma pengukuran tersebut ialah:
1. Norma skala angka dari 0 sampai 10
2. Norma skala angka dari 0 sampai 100
Angka terendah yang menyatakan kelulusan keberhasilan belajar passing grade skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah
55 atau 60. Jadi, pada prinsipnya, jika seorang anak dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah instrumen evaluasi
dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, perlu dipertimbangkan oleh para guru penetapan passing grade yang lebih tinggi misal: 65 atau 70 untuk pelajaran-pelajaran inti core subject.
Pelajaran-pelajaran inti ini meliputi bahasa dan matematika. Pengkhususan passing grade
seperti ini sudah berlaku umum di banyak negara maju dan telah mendorong peningkatan kemajuan belajar anak dalam bidang-bidang studi lain
Syah, 2009.
2.2.4. Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Prestasi
Belajar Anak
Infeksi cacing mempengaruhi status gizi anak-anak melalui berbagai mekanisme, di antaranya melalui pengambilan nutrisi dari jaringan tubuh manusia host serta
menyebabkan gangguan dalam proses absorpsi nutrisi. Mekanisme ini menyebabkan anemia dan defisiensi mikronutrisi yang berkontribusi terhadap
gangguan pertumbuhan, keadaan tubuh yang lemah, serta menurunkan kehadiran di sekolah. Penurunan kehadiran sekolah pada usia dini selanjutnya berimplikasi
besar terhadap proses kehidupan anak-anak tersebut Welch et al., 2013. Penelitian cross sectional Jardim-Botelho et al. 2008 terhadap 210
orang anak-anak berusia 6-11 tahun di Americaninhas, Minas Gerais, Brazil medapatkan bahwa infeksi cacing tambang berhubungan dengan tingkat
konsentrasi dan kemampuan memproses informasi yang lebih buruk. Hal ini diukur dengan menggunakan subtes Wechsler Intelligence Scale for Children III
WISC-III. Sedangkan, infeksi Ascaris lumbricoides berhubungan dengan tingkat intelegensi umum yang lebih buruk dan diukur dengan menggunakan Raven
Colored Progressive Matrices . Anak-anak dengan infeksi poliparasit cacing
tambang dan Ascaris lumbricoides memiliki kemampuan kognitif yang lebih buruk daripada anak-anak dengan infeksi tunggal.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Teori
Keterangan: = Variabel yang diteliti
Gambar 12. Kerangka Teori Infeksi Soil Transmitted
Helminhts Prestasi
Belajar
Faktor Internal
Faktor
Eksternal Faktor
Pendekatan Belajar
Aspek Fisiologis:
Keadaan umum jasmani
Aspek Psikologis:
-IQ - Sikap
- Minat - Bakat
- Motivasi Lingkungan
Nonsosial Lingungan
Sosial
Universitas Sumatera Utara