Nilai Moral
3. Nilai Moral
Moral adalah perbuatan/ tingkah laku/ ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
a. Kejujuran Dalam novel ini, adanya sifat kejujuran ditunjukkan oleh tokoh Syamsul yang bersifat terbalik dengan tokoh Burhan. Kejujuran yang dilakukan Syamsul bisa dilihat ketika dia menempuh keinginannya untuk nyantri. Meski bertentangan dengan keinginan keluarganya. Dia membuktikannya dengan penuh tanggung jawab. Dia berusaha terus belajar di pesantren dan tergolong berhasil. Terlihat dalam kutipan berikut:
Syamsul belajar dua kali lebih tekun dari para santri Al Furqan pada umumnya. Setiap hari ia ia hanya tidur dua jam saja. Yaitu dari jam dua sampai jam empat. Selebihnya ia gunakan
commit to user
Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Dalam waktu dua bulan setengah, ia telah menguasai materi kelas Safinatun Najah dengan sangat baik. Materi kitab Jutumiyah ia kuasai dengan detil sekali. Ayub bahkan memberikan detil dari kitab Nahwu yang lebih tinggi tingkatnya. (DMC: 51)
Selanjutnya nilai pendidikan yang disampaikan dari novel ini adalah dengan kejujuran kita tidak usah takut membuktikan kebenaran. Hal ini bisa dilihat dari sikap Syamsul yang jujur mempertahankan kejujurannya dari tuduhan fitnah yang dilakukan Burhan.
Syamsul berkata jujur dan bersumpah atas nama Tuhan demi mempertahankan kejujurannya. Seperti terlihat dalam kutipan berikut:
“Benarkah kau membuka lemari Burhan?” Tanya Pak Kiai pelan.
“Benar Pak Kiai. Tapi tidak untuk mencuri.” “Lantas untuk apa?!!” Bentak Ketua Bagian Keamanan garang. “Karena saya diminta untuk mengambilkan dompet oleh Burhan Pak Kiai.” (DMC: 75-76)
Sikap jujur Syamsul ditunjukkan ketika ia diminta untuk bersumpah dihadapan Pimpinan Pesantren Al Furqan, yaitu Kiai Miftah.
“Demi Allah yang menciptakan langit dan bumi Pak Kiai. Saya tidak mencuri. Burhan yang tadi meminta saya mengambilkan dompetnya ia berjanji akan mentraktir saya setelah mengantarnya pergi ke dokter Pak Kiai. Biarlah seluruh laknat
Allah menimpa saya jika saya berdusta!” (DMC: 77-78)
Kutipan lain yang munjukkan sikat jujur Syamsul diperlihatkan ketika ia bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“Sejak awal saya sudah sangat percaya kepada Ustadz Syamsul. Saya yakin Ustadz adalah orang baik. Tidak ada
tanda-tanda dari wajah Ustadz, kalau Ustadz ini seorang penilep, pencuri atau sejenisnya. Saya melihat wajah yang takut kepada Allah pada wajah uatadz. Dan orang yang takut kepada
commit to user
uang ini pada Ustadz.” (DMC: 149-150)
Dari ikutipan di atas, tampak pengakuan kepercayaan yang tinggi pada diri Syamsul yang disampaikan langsung padanya. Kepercayaan yang tinggi yang dimiliki oleh masyarakat terhadap Syamsul merupakan buah dari kejujuran dan keshalehan dirinya. Kejujuran akan mendatangkan kebaikan dan ketidakjujuran/ kebohongan akan mendatangkan petaka dan kehancuran.
b. Kedisiplinan Budaya disiplin menjadi barang langka sekarang ini. Dibutuhkan kesadaran bersama untuk membiasakan hidup disiplin ini. Kesadaran itu bisa lahir dari sebuah gagasan yang mencerahkan, menginspirasi, memotivasi, dan mengunggah kesadaran kolektif bangsa dan negara. Salah satu bentuk penyadaran tersebut bisa lahir dari sebuah karya sastra. Karena karya sastra merupakan media bagi sastrawan dalam menyikapi persoalan-persoalan kemanusiaan.
Perilaku disiplin atau atas asas ini tersermin dalam perilaku tokoh Syamsul dalam menjalani kehidupannya. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut:
Rumus itulah yang kini ia terapkan untuk mengejar ketertinggalannya di pesantren itu. Ia sudah menanamkan dalam pikiran bahwa sadarnya bahwa di pesantren ini bukan saatnya menikmati hidup. Bukan saatnya santai dan berleha- leha. Tetapi ini adalah saatnya prihatin, mengurangi tidur dan makan. Ini adalah saatnya memperbanyak ibadah dan belajar. Seringkali ia mnenyesali dirinya sendiri apabila ia kehilangan satu jam waktunya untuk tidur. Satu jam itu semestinya bisa ia gunakan untuk menghafal dua kaidah fikih, atau dua ayat dari Al-Quran. Kenapa ia buang begitu saja dengan tidur. (DMC: 60)
commit to user
kutipan berikut: Selesai mengaji Al-Quran, biasanya ia sambung dengan
menghafal pelajaran yang harus ia hafal. Ia akan terus di masjid sampai waktu dhuha tiba. Ia shalat dhuha lalu bergegas untuk sarapan dan menyegerakan diri ke kelas untuk mengikuti pelajaran. Ia membiasakan mandi pagi sebelum azan subuh berkumandang. Saat ini kamar mandi masih banyak yang kosong jadi tidak perlu antre. (DMC: 61)
Dari kutipan di atas tokoh Syamsul dalam novel Dalam Mihrab Cinta membuktikan bahwa kedisiplinannya sebagai hamba Allah. Meskipun dia mendapat cobaan yang berat telah difitnah dan diusir dari pesantren, setelah di Jakarta dia tetap disiplin belajar. Dia menjadi guru ngaji dan setelah kehidupannya berangsur baik dan berpenghasilan dia kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Syamsul disiplin proses belajarnya, spiritualitas keinginannya untuk menjadi „sesuatu‟ dibuktikan dengan baik.
Dengan kedisiplinan yang keras ikhtiar yang kuat, segalanya pasti akan terealisasikan dengan keberhasilan yang baik. Syamsul menjadi mubaligh besar, dia konsisten dengan keinginannya sehingga dia bisa lebih professional.
Semangat-semangat seperti inilah yang harus dikembangkan baik oleh pendidik maupun peserta didik. Terutama peserta didik harus selalu bersikap tanggung jawab, demi meraih cita-citanya yang ke depan akan menjadi „Syamsul-Syamsul‟ yang baru.
c. Kerja keras Sikap kerja keras dalam mencari ilmu merupakan faktor yang dapat membawa kita kea arah keberhasilan. Sikap kerja keras dalam belajar harus dilakukan oleh peserta didik. Novel Dalam Mihrab Cinta ini, Syamsul menjadi contoh yang tepat dalam menginternalisasikan nilai kerja keras ke dalam pola hidupnya.
commit to user
jadikan siang. Hampir-hampir ia tidak kenal hari dan bulan. Siang malam ia terus menerus belajar. Ia bahkan lupa memperhatikan dirinya. Rambutnya semakin panjang, tubuhnya semakin kurus. Tetapi ia merasakan kebahagiaan dan kelapangan. Baginya perjuangan penuh tantangan seperti itu benar-benar suatu kenikmatan. Baru enam bulan di pesantren itu, ia sudah khatam Kitab Fathul Qarib . Dan bahkan bisa membaca dan memahami kitab Fathul Qarib dengan cukup baik. Kini ia mulai menabung hafalan Matan Alfiyyah Ibnu Malik. Sebab untuk masuk kelas Alfiyyah, disyaratkan harus hafal Matan Alfiyyah yang berjumlah seribu bait itu. (DMC: 54)
Hal yang sama juga terlihat dalam kutipan berikut: Syamsul belajar dua kali lebih tekun dari pasa santri Al Furqan
pada umumnya. Setiap hari ia hanya tidur dua jam saja. Yaitu dari jam dua sampai jam empat. Selebihnya ia gunakan untuk belajar. Dengan tekun Ayub membantu membimbingnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Dalam waktu dua bulan setengah, ia telah menguasai materi kelas Safinatun Najah dengan sangat baik. Materi kitab Jurumiyyah ia kuasai dengan detil sekali. Ayub bahkan memberikan detil dari kitab Nahwu yang lebih tinggi tingkatannya. (DMC: 51)
Rumus itulah yang kini ia terapkan untuk mengejar ketertinggalannya di pesantren itu. Ia sudah menanamkan dalam pikiran bahwa sadarnya bahwa di pesantren ini bukan saatnya menikmati hidup. Bukan saatnya santai dan berleha- leha. Tetapi ini adalah saatnya prihatin, mengurangi tidur dan makan. Ini adalah saatnya memperbanyak ibadah dan belajar. Seringkali ia mnenyesali dirinya sendiri apabila ia kehilangan satu jam waktunya untuk tidur. Satu jam itu semestinya bisa ia gunakan untuk menghafal dua kaidah fikih, atau dua ayat dari Al-Quran. Kenapa ia buang begitu saja dengan tidur. (DMC: 60)
Nilai kerja keras ini, sebenarnya saling berkesinambungan dengan nilai disiplin. Kerja keras merupakan aplikasi dari nilai kedisiplinan seseorang. Kerja keras yang dilakukan Syamsul dalam novel ini, menjadi bukti „nyata‟ bahwa dirinya bisa menjadi prang
besar, menjadi mubaligh terkenal yang dicintai oleh masyarakat.
commit to user
di Masjid Baitul Makmur, Villa Gracia, namanya mulai banyak dibicarakan orang terutama dikalangan ibu-ibu majelis taklim. Promosi dari mulut ke mulut membuat Syamsul nyaris kewelahan memenuhi undangan yang terus berdatangan dating. (DMC: 211)
Representasi Syamsul dalam novel ini, merupakan bentuk aplikasi juga dari nilai pendidikan. Dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya
yang harus ditumbuhkembangkan dalam pribadi siswa.
d. Kreatif Manusia kreatif adalah manusia yang mampu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Manusia yang melahirkan ide-ide inovatif dan berguna baik bagi dirinya maupun untuk kemaslahatan bersama. Kemaslahatan bagi diri sendiri maupun kemaslahatan bersama merupakan pendorong sekaligus tujuan dalam berkreasi. Tentunya, ketulusan dan keikhlasan selalu mengisi kreatifitasnya. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
Syamsul kini memiliki kesibukan yang menghidupi jiwanya. Ia mulai menata hidupnya. Seminggu empat kali ia mengajar Della. Sejak itu ia beberapa pergi pergi ke took buku untuk membeli beberapa buku cerita anak Islami. Dongeng-dongeng anak. Buku-buku permainan anak. Juga psikologi anak. Syamsul berusaha sebisa mngkin menjadikan Della keranjingan mengaji. Tempat ngajinya tidak melulu di ruang belajar Della. Kadang di ruang tamu. Kadang di taman. Kadang di masjid. Bahkan terkadang ia ajak jalan memakai sepeda motor dan mencari daerah yang enak untuk mengaji. (DMC: 148)
Sikap kreatif merupakan sikap yang harus dibudayakan dalam menghadapi kehidupan yang semakin komplek. Kreativitas itu bisa diterapkan dalam berbagai hal. Berdasarkan kutipan di atas, kreativitas
commit to user
harus pandai mencari cara dan terobosan dalam mengelola proses pembelajaran, mulai dari metode, pendekatan, media, mencari ruang atau lingkungan tempat belajar, dan lain-lain.
e. Kemandirian Kemandirian merupakan perilaku yang sangat mulia dan sangat dibutuhkan terlebih sekarang ini kita hidup di dunia penuh dengan kompetitif. Kemandirian itu bisa diterapkan di berbagai bidang. Salah satunya di bidang pendidikan. Nilai kemandirian dalam upaya mencari ilmu, belajar. Ilustrasi mengenai hal tersebut bisa dilihat pada kutipan berikut:
… Selain mengajar Della, Syamsul mulai mendapat tawaran mengajar anak yang lain. Ia merasa bisa hidup mandiri dengan uang yang halal. Saat ia merasa ada uang lebih ia langsung menabung. Dan untuk menambah ilmu serta menguatkan statusnya, Syamsul masuk kuliah di sebuah Sekolah Tinggi Agama Islam swasta. Dengan begitu statusnya adalah mahasiswa. Ia juga berani kredit sepeda motor. Karena tanpa sepeda motor ia tidak bisa ke mana-mana. (DMC: 149)
Sedangkan pada kutipan lain sebagai berikut: “Ini kamu nyewa, Nak?” Tanya Bu Bambang sambil
mengedarkan pandangannya melihat suasana ruang tamu rumah Syamsul yang nampak anggun dan elegan. “Alhamdulillah ini sudah jadi milik Syamsul Bu. Sudah Syamsul beli. Dengan uang halal.” Jawab Syamsul sambil tersenyum. (DMC: 227)
Dengan memiliki jiwa yang mandiri akan mampu menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab, terencana dan disiplin. Kemandirian adalah kunci meraih sukses. Dengan kemandirian pula seseorang akan tidak mudah bergantung pada orang lain.
commit to user
Rasa ingin tahu merupakan sikap yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Denganb memiliki rasa ingin tahu yang tingii diharapkan dapat memotivasi dirinya untuk berbuat dan berusaha dengan daya juang yang tinggi. Sikap seperti ini tampak jelas dalam kutipan berikut:
Syamsul belajar dua kali lebih tekun dari pasa santri Al Furqan pada umumnya. Setiap hari ia hanya tidur dua jam saja. Yaitu dari jam dua sampai jam empat. Selebihnya ia gunakan untuk belajar. Dengan tekun Ayub membantu membimbingnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Dalam waktu dua bulan setengah, ia telah menguasai materi kelas Safinatun Najah dengan sangat baik. Materi kitab Jurumiyyah ia kuasai dengan detil sekali. Ayub bahkan memberikan detil dari kitab Nahwu yang lebih tinggi tingkatannya. (DMC: 51)
Rasa ingin tahu juga Syamsul tunjukan dengan cara berdiskusi dan bertanya dengan teman sekamarnya. “Iya Mas. Saya mau tanya sedikit tentang persoalan fikih
boleh?” “O boleh.” “Jika orang lupa membaca tasyahud awal, dia harus sujud sahwi. Benarkan Mas?” “Ya benar. Rasulullah Saw. pernah lupa melakukannya, lalu beliau sujud sahwi sebelum salam.” “Lha sekarang begini Mas. Kalau orang yang shalat itu lupa membaca tsyahud awal, dan ia baru ingat setelah salam. Apakah boleh sujud sahwi setelah salam?” “Ya boleh. Orang itu boleh melakukan sujud shawi setelah salam dengan syarat ia benar-benar lupa dan waktunya tidak begitu lama. Keterangan ini bisa kamu lihat di kitab Minhajul Qawim , halaman 61. (DMC: 53)
Selain tekun ia juga kritis. Ia sering menanyakan banyak persoalan kepada santri yang lebih senior. Khususnya kepada Ayub. Sekali dua kali Ayub kewelahan juga menjawab pertanyaan Syamsul. Terutama jika berhubungan dengan fikihg kontemporer. (DMC: 60)
commit to user
akan ilmu pengetahuan mendorong Syamsul untuk mengurangi jatah tidur setiap hari. Di dalam diri Syamsul terpatri sebuah keyakinan bahwa keberhasilan dalam belajar dan meraih ilmu hanya bisa ditempuh dengan kesungguhan, rasa ingin tahu dan ketekunan.
Ia yakin bahwa ilmu bisa diraih dan ditundukkan dengan ketekunan, kerajinan, keistiqamahan, dan kepasrahan total kepada Allah Swt. (DMC: 55)
Sebagai manusia yang dibekali akal sejatinya akal itu digunakan untuk memenuhi rasa keingintahuan yang dimiliki manusia/ individu dalam kehidupannya. Rasa ingin tahu yang dimkasud adalah rasa ingin tahu yang positif, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum.
g. Rasa cinta damai Cinta damai adalah sebuah pilihan sikap yang tidak bisa di tawar-tawar lagi di tengah suasana kehidupan yang rentan terhadap konflik, baik pada tingkat lokal maupun nasional bahkan global. Indah rasanya dunia ini apabila dihiasi dengan suasana cinta dan damai sebagaimana terdapat pada kutipan berikut:
Gang itu, perkampungan itu terasa menentramkan baginya. Setiap kali memasuki gang itu, seletih apapun tubuhnya, ia merasakan pelan-pelan sirna. Itu karena ia telah mencintai gang itu, apalagi ia kini punya rumah sendiri di situ. Dan ia merasa bisa hidup lebih seperti sekarang karena ia diterima, dicintai dan dimotivasi oleh orang-orang yang ada di gang itu. Syamsul mengendarai motornya pelan-pelan. Seorang ibu setengah baya berjalan kaki hendak ke jalan raya. Sebelum Syamsul menyapa, ibu itu telah mendahului, “Sudah pulang Ustadz?
Syamsul menghentikan motornya. “Iya Bu. Mau kemana Bu? Saya antar?”
commit to user
Ibu itu tersenyum.”Nggak usah, ibu Cuma mau ke minimarket di depan sana. Dari kuliah ya Ustadz?
“Iya Bu.” “Hari ini kuliah selesai jam satu. Dan nanti habis ashar kan saya harus ngajar anak- anak ngajdi di masjid.” “Iya Ustadz. Semoga diberkahi Allah ya ustadz. Mari. Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumsalam. Mari Bu. Silakan.” (DMC: 221-222)
Suasana yang tergambarkan dari kutipan novel tersebut adalah suasana yang kehidupan yang penuh rasa cinta dan kedamaian. Rasa cinta damai yang tidak mencerminkan sebuah ketulusan, penghormatan, dan perhatian diantara sesama. Disinilah hakikatnya makna dari hidup bersama bisa dirasakan. Makna hidup yang harmonis, penuh ketenangan, penghargaan, dan penghormatan diantara sesama.
h. Tanggung jawab Dalam novel Dalam Mihrab Cinta, sikap tanggung ditunjukan oleh perilaku tokoh Syamsul sebagaimana tampak dalam kutipan berikut:
“Kalau tidak ada Mas, mungkin saya udah dilukai penjahat tadi. Atau mungkin nyawa saya bisa melayang. Saya berhutang
budi pada Mas. Terimakasih ya Mas?” Ucap gadis itu dengan muka menunduk.
“Sudah menjadi kewajiban saya untuk mencegah terjadinya kejahatan Mbak.” (DMC: 20)
Syamsul juga tidak pernah lari dari tanggung jawab yang sudah ia putuskan atau tetapkan.
“Ini Ustadz sebagai tanda terimakasih. Saya ingin memberikan hadiah untuk Ustadz. Karena bisnis kami ini dibidang travel. Kami punyanya tiket. Kami ingin memberikan hadiah tiket dan
akomodasi umroh kepada Ustadz, Ramadhan ini.” Syamsul senang sekali mendengarnya. Tapi ia teringat dengan program Ramadhan untuk remaja masjib yang telah ia rancang bersama Pak Abbas. Ia tidak mau meninggalkannya. Dengan hati berat ia menjawab,
“Bukannya saya menolak Bu. Sungguh saya ingin umroh. Namun Ramadhan ini saya punya tanggung jawab penuh
commit to user
saya tinggal. Jadi maaf saya tidak bisa.” (DMC: 177)
Dalam kutipan tersebut, jelas sekali sikap dan kepribadian Syasmul yang menolak tawaran hadiah dari keluarga Pak Broto untuk melaksanakan ibadah Umroh. Penolakan tersebut dikarenakan Syamsul sudah terikat dengan sebuah tanggung jawab dan kewajiban yang sudah ia putuskan, yaitu kegiatan Ramadhan dengan remaja masjid. Syamsul ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak akan lari dari tanggung jawab yang sudah ia pilih. Alangkah indahnya hidup ini apabila nilai tanggung jawab menjadi sikap dan perilaku nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Bukan sebaliknya, yang terjadi dan sering kita saksikan bersama adalah perilaku saling lempar tanggung jawab, baik pada tataran elit politik maupun masyarakat pada umumnya.
d. Sigap menghadapi masalah Sigap menghadapi masalah menunjukkan tingkat kepekaan yang tinggi terhadap realitas dan mampu menyikapinya dengan cara yang tepat. Sikap ini merupakan bentuk nilai edukatif yang biasa dimiliki masyarakat paguyuban yang cenderung lebih peduli terhadap lingkungan dibandingkan masyarakat patembayan yang individualis.
Dua kutipan di bawah ini merupakan implementasi nilai tersebut:
Syamsul langsung berjalan cepat ke arah sepeda motornya. Ia pura- pura sibuk. Ia nyalakan sepeda motornya…. Sementara Burhan masih dibakar amarah dan cemburu. Ia ingin cepat-cepat sampai ke rumah Pak Heru. Dan melampiaskan amarahnya kepada Silvie. Ia ingin menanyakan apa yang disampaikan pada Syamsul itu.”Awas kau Silvie!” (DMC: 200)
Dengan cepat Burhan menempeleng Silvie. Kejadian itu sungguh tidak diduga. Burhan kembali ingin menghajar Silvie. Namun Mas Budi cepat bertindak. Ia segera mengatasi Burhan. Burhan melawan, tapi Mas Budi yang jago karate itu dengan mudah melumpuhkannya. (DMC: 203)
commit to user
Dalam novel “Dalam Mihrab Cinta” kaya akan prinsip keadilan. Terutama terkait dengan keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman.
Namun, keadilan yang sesungguhnya tidak hanya dalam hal menjatuhkan hukuman, tapi juga dalam memberikan tanggungjawab dan hak. Seperti pada kutipan berikut:
Sore itu juga Syamsul diambil dari gudang. Di halaman pondok telah disiapkan kursi yang diletakkan ditengah garis melingkar. Syamsul digiring dan didudukkan di kursi itu. Para santri menyaksikan eksekusi penggundulan itu dari luar garis. Bagian keamanan membacakan hasil keputusan. (DMC: 79)
Kutipan di bawah ini, contoh seseorang agar mendapatkan keadilan: Tiba-tiba Syamsul menegakkan kepalanya dan menentang
tatapan Kiai Miftah yang lembut. Dia bicara dengan penuh rasa sakit hati yang mendalam “Pak Kiai, Panjenengan belum melakukan tabayun yang sesungguhnya pada saya.” Ia lalu memandangi wajah pengurus yang ada di ruangan itu satu per satu, “Kalian memutuskan
hukuman untuk saya dengan semena-mena. Ini kezaliman! Suatu saat kalian akan tahu siapa sebenarnya rayap itu. Saya tak akan memaafkan dosa Pak Kiai dan dosa kalian sebelum kalian mencium kaki saya.” (DMC: 82-83)
f. Larangan memfitnah Memfitnah merupakan perbuatan yang sangat keji dalam kehidupan bermasyarakat. Karena terfitnah seseorang bisa hancur. Perbuatan fitnah ini oleh agama sangat dilarang karena fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Dan perbuatan tersebut terdapat pada kutipan di bawah ini:
“Burhan, kaulah bajingan paling jahat! Kau tega memfitnah temanmu! Ingat Burhan, Allah tidak tuli!Allah tidak tidur!” (DMC: 79)
commit to user
“O yang berambut gondrong itu namanya Syamsul. Yang disel bukan dia. Aduh kalau teringat dia kami jadi merasa sangat
berdosa. Dia korban fitnah. Kami masih ceroboh dulu. Yang dipenjara itu Burhan.” (DMC: 174)
g. Berprasangka baik (Husnudzon) Berprasangka baik merupakan perbuatan yang sangat terpuji, bahkan agamapun menyuruh kita untuk berprasangka baik kepada orang lain. Sebagaimana tertuang dalam kutipan berikut :
Syamsul berharap Burhan mau menjelaskan semuanya. Namun dalam hati ia bertanya-tanya, Burhan tahu kalau dirinya tertangkap kenapa tidak menjelaskan semuanya. Apa karena Burhan takut pada amarah para santri atau….? Ia tidak bisa banyak memprediksi…… (DMC: 76)
Juga dalam narasi: “Saya yakin copet itu bukan Kak Syamsul. Itu orang lain yang
mirip Kak Syamsul,”kata Nadia. (DMC: 107)
h. Bersikap optimis, tidak putus asa “Janganlah kalian berputus asa!” Demikian nasehat Allah dalam Al Qur‟an. Orang yang cepat berputus asa cenderung kurang berjuang,
pesimis, skeptis dan memandang kehidupan adalah sebagai ladang kesusahan. Sebaliknya, sikap optimis akan membangkitkan gairah hidup, semangat juang, keceriaan juga keteguhan hati. Demikian dipaparkan dalam kutipan berikut:
“Sudahlah, Mas. Jangan bahas itu lagi. Yang penting kakak sembuh dulu. Nadia akan rawat kakak. Kakak jangan kecil hati, selama Allah bersama kakak, maka kakak jangan takut bahwa semua manusia memusuhi kakak.” (DMC: 91)
Juga kutipan berikut: Ia melihat cafe di pinggir jalan Payung yang asri. Cafe itu baru
saja buka. Beberapa pegawainya nampak sibuk membersihkan meja. Syamsul masuk dan menemui manajer cafe itu. Ia menyampaikan maksudnya untuk bisa kerja disitu.... manajer
commit to user
memerlukan tenaga baru. Syamsul keluar dengan muka sedikit kecewa. Tetapi ia segera membesarkan hatinya bahwa itu baru permulaan. Baru pemanasan. Kalau langsung diterima rasanya kurang ada tantangan. Ia kembali ke jalan raya. Ia naik angkot dan sepanjang perjalanan matanya begitu jeli mengawasi tempat yang memungkinkan ia bisa kerja. (DMC: 126)
i. Menepati janji Menepati janji merupakan salah satu faktor moral terpenting bagi keberhasilan seseorang dalam masyarakatnya. Banyak ayat dan hadits yang mendorong manusia untuk mengembangkan sikap ini dan menunjukkan bahwa sikap ini merupakan salah satu dari tanda-tanda iman. Sebagaimana yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:
Sore hari berikutnya, Syamsul kembali ke Perumahan Villa Gracia. Ia datang untuk dua agenda. Pertama, untuk mengajar Della dan yang kedua untuk menemui Pak Doddy berkenaan dengan ceramah pagi di stasiun swast. Seperti biasa selesai mengajar Della Syamsul menunggu di masjid. Sebab janji dengan Pak Doddy adalah selepas shalat Isya. (DMC: 195)
Dikuatkan oleh kutipan berikut: Syamsul langsung berjalan cepat kearah sepeda motornya. Ia
pura-pura sibuk. Ia nyalakan sepeda motornya. Sampai di jalan ia teringat janji dengan Pak Doddy setelah Isya‟. Ia berpikir langsung saja ke rumah Pak Doddy…. (DMC: 200)
j. Dermawan Muslim sejati yang tulus adalah muslim yang berusaha mengikuti ajaran-ajaran agamanya, seperti kedermawanan dan berusaha melakukan kebaikan kepada anggota masyarakatnya. Ketika ia membelanjakan hartanya, ia melakukannya dengan kemurahan hatinya dan ia percaya bahwa Allah akan menggantinya dengan anugerah dan menambah pahala atas apapun yang dibelanjakan dari kekayaannya di dunia. Seperti tercermin dalam kutipan berikut:
commit to user
maaf ya. Ini saya kembalikan tidak ada yang kurang malah uangnya saya tambahi lima puluh ribu. Anggap saja itu sedekah saya. Saya berharap dengan sedekah pada orang kaya seperti anda tetap dapat pahala. Terima kasih dompet Anda telah menolong saya. (DMC: 182)