Hubungan Nilai Manfaat Hutan (Land Rent) Dengan Konversi Hutan

4. Hubungan Nilai Manfaat Hutan (Land Rent) Dengan Konversi Hutan

Pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh besarnya land rent yang diperoleh dari suatu bentuk penggunaan lahan seperti pada gambar di bawah ini (Tarigan, 2005)

Land rent (Rp/$)

Kurva kegiatan A

Kurva kegiatan B

Pusat T

Jarak (km)

Keterangan T= jarak dari pusat kota Gambar 6.8. Perbedaan Land Rent untuk Kegiatan yang Berbeda

Kurva A menggambarkan kurva land rent untuk kegiatan A (kegiatan non kehutanan) sedangkan kurva B (kegiatan hutan rakyat) menggambarkan kurva land rent untuk kegiatan B. Karena perbedaan kurva land rent untuk Kurva A menggambarkan kurva land rent untuk kegiatan A (kegiatan non kehutanan) sedangkan kurva B (kegiatan hutan rakyat) menggambarkan kurva land rent untuk kegiatan B. Karena perbedaan kurva land rent untuk

Terjadinya konversi/alih fungsi pola pengunaan lahan dapat disebabkan karena menurunnya land rent untuk suatu pola penggunaan dan meningkatnya land rent pada pola penggunaan lahan yang lain. Perubahan land rent dapat disebabkan karena produktifitas lahan, biaya faktor produksi selain lahan, dan perubahan harga komoditi (Reksohadiprodjo dan Karseno, 2001).

Selanjutnya dikemukakan bahwa disamping land rent yang bersifat finansial (ekonomi) di atas, konversi juga dapat disebabkan oleh kebijakan pemerintah, kelembagaan masyarakat lokal, dan nilai / persepsi yang dianut oleh pelaku usaha / individu, hak penguasaan lahan dan pasar. Kebijakan pemerintah dapat mendukung agar masyarakat tetap mempertahankan pola penggunaan lahan yang ada melalui kebijakan pemberian insentif agar land rent nya tetap tinggi, juga berupa larangan/pembatasan konversi/alih fungsi melalui kebijakan status penguasaan lahan.

Kelembagaan masyarakat lokal yang sangat menjunjung nilai-nilai konservasi dan tidak banyak terpengaruh dengan nilai material / ekonomi dengan prinsip hidup sederhana. Tentu berbeda dengan kelompok masyarakat yang tidak mengindahkan nilai konsevasi dan terpengaruh nilai material/ekonomi dalam mengkonversi penggunaan lahan HKR yang ada saat ini dengan masyarakat yang lebih terbuka dan cenderung lebih mementingkan nilai-nilai ekonomi / komersial tanpa peduli terhadap nilai konservasi dan lebih mementingkan kebutuhan materi jangka pendek. Masyarakat yang terbuka cenderung sudah berorientasi land rent identik dengan nilai uang/materi, sedangkan yang relatif tertutup masih tetap memperhatikan nilai-nilai yang hidup pada kelompoknya (Sinohadji, 2004). Disamping nilai yang berkembang di masyarakat juga terdapat nilai yang Kelembagaan masyarakat lokal yang sangat menjunjung nilai-nilai konservasi dan tidak banyak terpengaruh dengan nilai material / ekonomi dengan prinsip hidup sederhana. Tentu berbeda dengan kelompok masyarakat yang tidak mengindahkan nilai konsevasi dan terpengaruh nilai material/ekonomi dalam mengkonversi penggunaan lahan HKR yang ada saat ini dengan masyarakat yang lebih terbuka dan cenderung lebih mementingkan nilai-nilai ekonomi / komersial tanpa peduli terhadap nilai konservasi dan lebih mementingkan kebutuhan materi jangka pendek. Masyarakat yang terbuka cenderung sudah berorientasi land rent identik dengan nilai uang/materi, sedangkan yang relatif tertutup masih tetap memperhatikan nilai-nilai yang hidup pada kelompoknya (Sinohadji, 2004). Disamping nilai yang berkembang di masyarakat juga terdapat nilai yang

Perbedaan status penguasaan lahan dapat mempengaruhi individu dalam memanfaatkan lahan. Status hak sewa atas lahan dapat mendorong penyewa eksploitasi besar-besaran sumberdaya lahan untuk keuntungan jangka pendek (Salikin, 2005). Sedangkan status penyakap dan pemilik mendukung pemanfaatan lahan dengan orientasi jangka panjang, mereka akan memelihara lahan dengan baik dan mempertahankan kesuburan tanah.

Kegagalan pasar terjadi apabila mekanisme pasar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Struktur pasar monopsoni pada komoditi hasil hutani, menyebabkan harga kemiri tidak mengalami kenaikan harga seiring dengan kenaikan kurs dollar. Sedangkan pasar kakao lebih kompetitif. Perbedaan struktur pasar antara kemiri dengan kakao dapat menimbulkan perbedaan nilai land rent yang pada akhirnya mendorong masyarakat / petani hutan kemiri rakyat mengkonversi hutannya menjadi areal tanaman kakao.

Salah satu faktor utama dalam pengelolaan hutan rakyat adalah pengambilan keputusan petani dalam rumah tangga (RT) tentang tujuan dan cara mencapainya dengan sumberdaya yang ada, yaitu pola penggunaan lahan yang dikuasainya atau ternak yang akan dikembangkan. Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kebutuhan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan petani. Pengambilan keputusan patani dalam mengelola usaha taninya meliputi faktor-faktor kondisi biofisik usaha tani, kondisi sosial ekonomi dan budaya dalam masyarakat (Reientjes,1999). Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan rumah tangga petani berkenaan dengan proses dan hasil usaha