Kalimantan Barat: Pelanggaran samar namun tegang
117 Dalam ekspresi agama dan budaya situasinya sangat baik,
meski diwarnai ketegangan-ketegangan, skornya masing-masing 81,25. Permasalahan muncul dengan kian menguatnya kelompok intoleran, yang
seringkali berkeinginan untuk membatasi minoritas. Dalam ekspresi agama, Ahmadiyah dilarang beraktiitas di Kota Pontianak. Masih di Pontianak,
minoritas Tionghoa tetap dibatasi ekspresi budayanya, meski aturan formal
yang dikeluarkan walikota untuk membatasi mereka, sudah dicabut.
Tabel 14: Skor kebebasan berekspresi Kalimantan Barat
No. Dimensi
Nilai dimen- si ∑xD
Skor kebebasan bereksprsi SkD
1. Ekspresi dimensi sosial politik
11 68,75
2. Ekspresi dimensi agama
13 81,25
3. Ekspresi dimensi budaya
13 81,25
Kebebasan berekspresi Kalbar SkT 37
77,08
C.1. Ekspresi sosial politik: Kekerasan terhadap jurnalis
Secara keseluruhan kebebasan berekspresi pada dimensi sosial politik di Kalimantan Barat berada pada kondisi yang cukup baik. Dari beberapa
indikator praktik atas kebebasan berekspresi dimensi tersebut, hanya pada isu tertentu saja yang masih terjadi pelanggaran terhadap hak atas kebebasan
berekspresi. Situasi baik ini salah satunya ditopang oleh keberadaan peraturan daerah untuk memastikan hak atas informasi atas penyelenggaraan
pemerintahan. Propinsi Kalimantan Barat misalnya memiliki Perda No. 4 Tahun 2005 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan, seperti
halnya Perda serupa di Kabupaten Solok Sumatera Barat, Perda ini juga banyak menjadi rujukan daerah-daerah lain di Indonesia, dalam penciptaan
peraturan lokal mengenai transparansi pemerintahan.
115
Sejauh ini informasi dari para narasumber penelitian ini menyebutkan bahwa tidak ada peraturan
daerah di Kalimantan Barat yang materinya membatasi kebebasan berekspresi pada dimensi sosial dan politik.
115 Selengkapnya lihat Perda Propinsi Kalbar No. 4 Tahun 2005 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan, dapat diakses di http:database.kalbarprov.
go.id_hukumberkas_hukumperda_4_2005.pdf.
118 Persoalannya, meski secara umum situasi kebebasan berekspresi
yang berdimensi sosial politik cukup baik, namun kasus kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di Kalimantan Barat, dalam tahun 2012. Pada 12 Juni
2012, Adong Eko wartawan harian Pontianak Post dan Isiansyah wartawan Tribun Pontianak diusir dan dirampas alatnya oleh mahasiswa STKIP PGRI
Pontianak. Saat itu dua orang wartawan ini sedang meliput demontrasi terkait dana transparasi kuliah kerja mahasiswa KKM. Puluhan mahasiswa
STKIP PGRI Pontianak yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa STKIP Menggugat ini mengeluhkan mahalnya biaya kuliah kerja mahasiswa terpadu
yang mencapai lebih dari satu juta rupiah setiap orang. Ada berapa oknum mahasiswa yang pro dengan pihak kampus yang mengusir dan berusaha
merampas kamera, serta menuduh para jurnalis sebagai provokator.
116
Lebih parah, pada umumnya kasus kekerasan yang menimpa jurnalis ketika sedang melalukan aktivitas jurnalistik, tidak diproses hukum oleh
polisi. Akibatnya para pelaku kekerasan bisa melenggang bebas tanpa tersentuh oleh hukum, entah faktor apa yang mempengaruhinya. Tiadanya
proses hukum misalnya terjadi dalam kasus kekerasan yang dialami oleh Muhammad Faisal, kontributor Metro TV, dan Arif Nugroho, wartawan
Metro Pontianak, pada 2010, yang pelakunya adalah mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Tanjung Pura.
117
Selain itu praktik impunitas juga terjadi dalam kasus tewasnya Naimullah, jurnalis Harian Sinar Pagi Pontianak.
Naimullah, ditemukan tewas dengan leher terkena luka tusuk di mobilnya, yang terparkir di Pantai Penimbungan, Kalimantan Barat pada 25 Juli 1997,
hingga kini polisi tidak pernah menemukan pembunuhnya.
118
116 Lihat “Kembali, Jurnalis Diusir dan Dituding Provokator”, dalam http:kalbar- online.comnewsmetropolitankembali-jurnalis-diusir-dan-dituding-provokator,
diakses pada 20 Oktober 2012. 117 Kronologi selengkapnya mengenai kasus ini lihat “Wartawan Disandera dan
Dipukuli”, dalam http:www.equator-news.comutama20100313wartawan- disandera-dipukuli, diakses pada 20 Oktober 2012. Lihat juga “Wartawan
Korban Pemukulan Lapor Komnas HAM”, dalam http:www.antaranews.com berita1268806587wartawan-korban-pemukulan-lapor-komnas-ham, diakses
pada 20 Oktober 2012.
118 Lihat “Surat untuk Presiden di Hari Kebebasan Pers”, dalam http:nasional. news.viva.co.idnewsread309911-surat-untuk-presiden-di-hari-kebebasan-pers,
diakses pada 25 September 2012.
119 Pelanggaran lainnya ialah pelarangan peliputan yang dilakukan
oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Singkawang, saat pelantikan Sekda Kota Singkawang oleh Gubernur Kalimantan Barat, pada 12 Agustus
2011. Pihak Pemkot sendiri tidak memberikan alasan yang jelas mengenai larangan peliputan tersebut, mereka berasalan itu aturan protokoler dari
pihak pemerintah propinsi.
119
Sementara terkait dengan penggunaan pasal pidana untuk membungkam ekspresi seseorang, dalam bulan April 2012,
Walikota Pontianak melaporkan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, Edi Ashari, Ketua LSM Kalimantan Electoral Commission.
Komentar Edi, dalam surat kabar Berita Borneo edisi IITH II April 2012, pada artikel “Walikota Pontianak Dilaporkan ke KPK”, dianggap telah
mencemarkan nama baik sang walikota, Sutarmidji. Dalam artikel tersebut Edi menyinggung perihal dugaan penyimpangan APBD Kota Pontianak periode
tahun 2009.
120
Sampai saat ini belum ada informasi, polisi menindaklanjuti laporan walikota tersebut atau tidak.
Di luar praktik-praktik pelanggaran di atas, di Kalimantan Barat tidak ditemukan jenis pelanggaran yang lain, seperti swa-sensor dan tekanan
non-isik, untuk ekspresi yang berdimensi sosial politik. Memerhatikan sejumlah indikator tentang praktik hak atas kebebasan berekspresi, nilai
68,75 diberikan untuk situasi kebebasan berekspresi dimensi sosial politik di Kalimantan Barat, artinya masih masuk dalam kategori baik.
C.2. Ekspresi agama: Soal Ahmadiyah
Kalimantan Barat memiliki komposisi etnis yang hampir seimbang antara Dayak dan Melayu, termasuk dalam komposisi agama, meski mayoritas
pemeluk Islam, namun jumlah pemeluk agama lainnya juga tak kalah
119 Lihat “Pelantikan Sekda Singkawang, Wartawan Dijegal”, dalam http:www. equator-news.comutama20110813 pelantikan-sekda-singkawang-wartawan-
dijegal, diakses pada 25 September 2012. 120 Lihat “Walikota Laporkan Edi Ashari ke Mapolresta”, dalam http:www.equator-
news.compatroli 20120421walikota-laporkan-edi-ashari-ke-mapolresta, diakses pada 25 September 2012.
120 banyak, khususnya Katolik dan Protestan.
121
Situasi ini tentunya memberi corak tersendiri dalam warna perlindungan kebebasan berekspresi yang
berdimensi agama. Penelusuran yang dilakukan oleh peneliti lapangan, dari seluruh indikator kebebasan berekspresi dimensi agama, sebagian
besar tidak ada praktik pelanggaran di dalamnya. Persoalan yang muncul justru terkait dengan keberadaan regulasi di tingkat lokal, misalnya di
Kota Pontianak, dengan etnis melayu dan Islamnya yang kuat, walikotanya mengeluarkan Peraturan Walikota No. 17 Tahun 2011 tentang Pelarangan
Aktiitas Ahmadiyah. Munculnya aturan ini jelas telah membatasi ekspresi yang berdimensi agama, para penganut Ahmadiyah di Kalimantan Barat,
khususnya di Kota Pontianak. Desakan supaya pemerintah mengeluarkan larangan terhadap
aktiitas Ahmadiyah salah satunya datang dari FPI Kalimantan Barat,
122
dan juga mendapat dukungan dari beberapa fraksi di DPRD, seperti fraksi PPP yang mendesak gubernur mengeluarkan larangan aktiitas Ahmadiyah
di Kalimantan Barat.
123
Di beberapa daerah yang di dalamnya terdapat komunitas Ahmadiyah juga muncul desakan serupa dari kelompok yang
sama, seperti yang terjadi di Kabupaten Landak, wilayah yang memiliki penganut Ahmadiyah paling banyak.
124
Ramai dengan desakan untuk melakukan pelarangan Ahmadiyah, daerah-daerah di Kalimantan Barat justru
belum memiliki peraturan di tingkat lokal yang materinya dapat mendorong praktik hak atas kebebasan berekspresi yang berdimensi agama secara lebih
signiikan.
121 Lihat BPS Kalbar, Kalimantan Barat Dalam Angka 2012, dapat diakes di http: kalbar.bps.go.idindex.php?option= com_contentview=articleid=493:kalimant
an-barat-dalam-angka-2012catid=1:publikasi-tahunanItemid=32. 122 Lihat “Kalbar Perlu SK Larang Aktivitas Ahmadiyah”, dalam http:www.equator-
news.comutamakalbar-perlu-sk-larang-aktivitas-ahmadiyah, diakses pada 25 September 2012.
123 Lihat “F-PPP Desak Gubernur Larang Ahmadiyah”, dalam http:www.jpnn.com read2011032387586F-PPP-Desak-Gubernur-Larang-Ahmadiyah-, diakses
pada 25 September 2012. 124 Lihat “Bupati Didesak Terbitkan Larangan Ahmadiyah”, dalam http:www.equator-
news.comlintas-baratlandak bupati-didesak-terbitkan-larangan-ahmadiyah, diakses pada 25 September 2012.
121 Masalah lain yang mengemuka dalam praktik kebebasan berekspresi
dengan dimensi agama di Kalimantan Barat ialah keharusan swa-sensor dari para jurnalis dan media di wilayah ini, ketika akan memberitakan peristiwa
gesekan antara kelompok agama tertentu. Hal ini diakui sebagai upaya untuk meredam makin meluasnya pertikaian, mengingat situasi konlik yang cukup
parah pernah terjadi di Kalbar pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam kasus
bentrokan antara FPI dengan masyarakat Dayak yang terjadi tahun 2012 misalnya, jarang sekali media lokal yang memberitakannya, pemberitaan
justru muncul di media-media nasional, yang terbit di Jakarta.
C.3. Ekspresi budaya: Muncul kontradiksi
Hampir serupa dengan situasi kebebasan berekspresi berdimensi agama, dalam lingkup ekspresi yang berdimensi budaya di Kalimantan Barat juga
relatif tidak ada pelanggaran. Pelanggaran terhadap praktik kebebasan berekspresi dengan dimensi budaya terjadi karena masih adanya regulasi
yang mengekang ekspresi, yang muncul akibat desakan kelompok intoleran, serta intimidasi yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Skornya pun sama
dengan ekspresi berdimensi agama, dengan kategori nilai sangat baik, 81,25. Mengenai keberadaan regulasi di tingkat lokal, untuk mendukung
kebebasan berekspresi yang berdimensi budaya, salah satu yang dianggap unggul dan memberikan dukungan tersebut ialah keberadaan Surat
Keputusan Walikota Pontianak No. 24 Tahun 2008 tentang Permainan Rakyat. Keberadaan aturan yang dikeluarkan walikota tersebut dianggap
memberikan ruang yang cukup memadai bagi hidupnya permainan rakyat di kota ini. Berikutnya, kaitannya dengan regulasi lokal yang membatasi
ekspresi budaya, setelah dicabutnya SK Walikota Pontianak No. 127 Tahun 2008 tentang Larangan Jual Beli, Pemasangan Petasan, dan Pelaksanaan
Arakan Naga Barongsai Dalam Wilayah Kota Pontianak, sudah tak ada lagi – aturan – yang membatasi ekspresi budaya, khususnya masyarakat
Tionghoa di Pontianak.
125
Namun, tiadanya kejelasan aturan perlindungan
125 Lihat Tundjung Herning Siabuana, Politik Hukum Penyelesaian Masalah Cina di Indonesia Pada Era Global, dapat diakses di http:isjd.pdii.lipi.go.idadmin
jurnal371087690.pdf, diakses pada 20 Oktober 2012.
122 yang memadai menjadikan mereka tetap was-was, akibat besarnya potensi
munculnya kembali aturan pembatasan seperti SK Walikota tersebut di masa mendatang.
Kekhawatiran tersebut cukup beralasan, dalam perayaan Imlek dan Cap Go Meh tahun 2012 misalnya, mereka hanya diperbolehkan
merayakannya di satu tempat yang terpusat, disamping itu juga untuk menuju lokasi tersebut mesti menggunakan angkutan seperti truk, guna membawa
naga-naga mereka. Kondisi tersebut berbeda dengan tahun sebelumnya, setelah pencabutan SK, di mana mereka dapat berarak-arakan di jalan-
jalan tanpa ada hambatan apapun. Pembatasan kembali ekspresi budaya masyarakat Tionghoa ini ditengarai sebagai buah dari tekanan kelompok
masyarakat yang lain di Pontianak. Hal ini bisa dipahami dari kuatnya tekanan kelompok tersebut ketika muncul wacana pencabutan SK Walikota
No. 1272008. Bahkan ketika SK tersebut benar-benar dicabut, kelompok Ormas ini mengeluarkan statement yang isinya menyatakan haram bagi umat
Islam untuk mengikuti kegiatan atau pun menonton perayaan Imlek dan Cap Go Meh.
126