Arsitektur Rumah Tradisional Jepang Berdasarkan Gaya Dan Desain Tata Ruang

(1)

41

DAFTAR PUSTAKA

Haryanti, Putri. 2013. All About Japan. Jakarta : Andi Publisher

Oto, Tokihiko. 1963. Folklore in Japanese Life and Customs. Tokyo : Kokusai Bunka Shinkokai


(2)

26

BAB III

GAYA DAN DESAIN TATA RUANG ARSITEKTUR RUMAH

TRADISIONAL JEPANG (MINKA)

3.1 Gaya Arsitektur pada Rumah Tradisional Jepang (Minka)

Sangat penting untuk memahami evolusi gaya arsitektur rumah tradisional Jepang agar mengerti bagaimana interior rumah tradisional Jepang berkembang. Mulai dari zaman Heian sampai pertengahan Edo, ada tiga gaya arsitektur kediaman utama yang berkembang, yaitu : shinden zukuri, shoin-zukuri,

sukiya-zukuri.

3.1.1 Shinden-zukuri

Rumah kediaman para bangsawan pertama kali muncul pada zaman Heian dengan arsitektur rumah shinden-zukuri. Gaya shinden adalah tiruan dari contoh aula pemujaan kuil Buddha. Gaya ini ditiru dari struktur pada zaman dinasti T’ang. Ruang-ruang yang terhubung satu dengan yang lain melalui jalan terusan yang beratap. Dan tengah-tengah ruang utamanya disebut sebagai moya dengan dua set pilar disekelilingnya. Interior di bagian dalamnya dipisahkan secara cermat dengan byobu (layar gulung), sudare (tirai alang-alang), kicho (tirai yang diberdirikan). Bahan untuk lantainya adalah papan kayu. Disitu digunakan alas duduk dan tikar lipat untuk duduk dan tidur dan terdapat sebuah ruangan kecil bernama nurigome yang digunakan untuk tidur atau dipakai sebagai gudang. Arsitektur ini hanya memberikan sedikit perlindungan dari dinginnya musim


(3)

27

dingin dimana pakaian berlapis-lapis yang menjadi corak mode pada zaman itu sudah dapat memberikan kehangatan.

Menurut penulis, pada gaya arsitektur ini dapat dilihat bahwa dulu gaya ini digunakan untuk para bangsawan dan samurai berkedudukan tinggi pada pertengahan abad ke-15. Dan gaya ini merupakan tiruan dari contoh aula pemujaan kuil Buddha. Pada lukisan Hikayat Genji, akan terlihat shinden-zukuri sebagai gaya arsitekturnya. Saat ini tidak ada contoh yang lebih tua dari gaya ini, hanya dapat ditemukan versi abad ke-19 dari Istana Kekaisaran di Kyoto.

Gambar : Lukisan Hikayat Genji

3.1.2 Shoin-zukuri

Arsitektur berikutnya yang muncul adalah arsitektur shoin-zukuri, suatu tipe arsitektur yang pertama kali terlihat di kediaman prajurit zaman Muromachi (1338-1573). Nama shoin berarti “perpustakaan” atau “belajar” yang pada awalnya adalah nama yang diberikan untuk kediaman kepala biara pria di kuil Zen.


(4)

28

Gaya shoin berkembang dari gaya shinden setelah melewati lebih dari dua abad. Gaya ini jadi banyak digunakan baik untuk tempat tinggal para pekerja kuil maupun ruang tamu dan kediaman para militer golongan atas pada zaman Azuchi-Momoyama dan Edo. Keistimewaan shoin-zukuri sering kali ditemukan terutama pada aula kaisho (sebuah ruangan khusus yang dipergunakan untuk menerima tamu) dan kediaman biarawan kuil Zen.

Pada mulanya, menurut Hashimoto, shoin merujuk pada kamar yang berukuran single yang digunakan untuk belajar dan hidup sehari-hari. Terutama di kuil Zen, sudut ruangan yang terdapat pada houjou ( kediaman kepala biarawan ) disediakan untuk belajar dan hidup sehari-hari yang sering dikenal sebagai shoin. Pada ruangan ini beberapa elemen arsitektural penentu, tergabung secara satu per satu atau secara kombinasi. Elemen-elemen tersebut yaitu tsukeshoin (kayu kasar permukaan rendah yang digunakan untuk membaca dan menulis dengan jendela sebagai pencahayaannya), chigaidana (rak bertingkat yang terpasang tetap), dan

tokonoma (sebuah ceruk kecil di dalam kamar yang dipergunakan untuk

memajang barang seni seperti kakemono, keramik, atau ikebana). Elemen-elemen ini secara berkala menjadi satu bagian dengan struktur ruang utama yang pada akhirnya keseluruhan bangunan rumah jadi bernama shoin.

Pada gaya arsitektur ini interior ruang bagian dalam diperluas dengan menggunakan panel shoji dan fusuma sebagai penyekat. Tatami mulai dipakai untuk menutupi seluruh permukaan lantai dengan beberapa ruang yang berukuran lebih dari seratus tatami. Pada struktur shoin-zukuri yang sudah matang terdapat


(5)

29

lantai tertutup sempurna dengan anyaman tikar lipat (tatami), dan pada setiap kamar di tempat-tempat tertentu terdapat tonggak, dinding, dan fusuma (layar geser). Semua keistimewaan ini adalah pembaharuan yang tidak digunakan pada struktur shinden-zukuri.

Hashimoto (1989: 13) mengatakan bahwa gaya arsitektur ini sangat dipengaruhi oleh elemen arsitektur kepercayaan Zen, dimana pada zaman Muromachi hubungan antara penguasa militer Jepang dengan kepercayaan Zen sangatlah dekat. Kaum militerlah, terutama pada keshogunan Kamakura, yang pertama kali mendukung sekte Zen ketika baru diperkenalkan dari Cina pada akhir abad ke 12 dan awal abad ke 13 oleh pendeta Eisai (1141-1215) dan Dōgen (1200-1253). Pendeta Zen melayani keshogunan bukan hanya sebagai penasehat spiritual saja, tetapi sebagai jenderal yang ahli dalam bidang kebudayaan Cina, di mana para pendeta Zen banyak menghabiskan waktu di negara itu untuk berlatih dan menguasai bahasa Cina dengan tujuan untuk membaca doktrin dasar Zen yang terumuskan dalam bahasa Cina.

Mengingat dekatnya hubungan antara biara Zen dengan kemiliteran, maka cukup dimengerti bahwa elemen arsitektur Zen, telah mempengaruhi dalam negeri dan bangunan administratif kaum penguasa.

Selama berkembang pada zaman Edo, elemn-elemen dari shoin-zukuri juga dipakai oleh kalangan kelas bawah, dan masih bertahan hingga saat ini pada struktur ruangan bergaya Jepang, seperti yang dikatakan oleh Hashimoto “What

we think today as ‘traditional Japanese houses’ are nothing other than later variations on the shoin residence.” Yang berarti “Apa yang kita pikir sebagai


(6)

30

‘rumah tradisional Jepang’ pada saat ini tidak lain hanyalah bentuk variasi dari tempat tinggal bergaya shoin.

Salah satu dari keistimewaan utama dari gaya arsitektur shoin-zukuri adalah

tokonoma, sebuah ruangan ceruk kecil di dalam kamar yang digunakan untuk

memajang karya seni.

Gambar : Tokonoma

Menurut penulis, pada gaya arsitektur ini dapat dilihat bahwa, gaya arsitektur ini sangat dipengaruhi oleh elemen arsitektur kepercayaan Zen. Sebuah contoh gaya shoin adalah Hall Ninomaru dari Nijo Castle di Kyoto.

2.1.3 Sukiya-zukuri

Arsitektur yang terakhir adalah sukiya-zukuri. Gaya sukiya berasal dari upacara minum teh, yang pada kenyataannya kata sukiya merujuk pada gedung tempat upacara minum teh itu dilaksanakan. Arsitektur sukiya yang berkembang dari shoin-zukuri pada zaman Azuchi Momoyama, sangatlah berbeda dengan kemegahan dan keindahan dari shoin-zukuri. Pada sukiya-zukuri, lebih kecil dan


(7)

31

sederhana adalah pertimbangan untuk desain yang terbaik. Beberapa pondok teh mengalami penurunan ukuran dari enam tatami menjadi 1 ¾ tatami.

Sukiya-zukuri menggabungkan seting yang lebih kecil dan sederhana dengan

keistimewaan dari kelembutan, natural, dan gaya yang tidak berornamen. Penggabungan dari shinden dengan shoin berkembang menjadi sukiya- zukuri.

Menurut penulis, gaya arsitektur ini menjadi gaya yang popular di tempat tinggal para penduduk kota pada pertengahan hingga akhir zaman Edo (1750-1867) (Yoshino, 2004). Hal ini juga gaya yang telah berkontribusi pada ruang kehidupan Jepang. Contoh klasik sukiya-zukuri adalah Katsura Imperial Villa dibangun pada pertengan tahun 1600-an.

3.2 Desain Tata Ruang Arsitektur Rumah Tradisional Jepang (Minka)

3.2.1 Washitsu

Washitsu adalah ruangan beralaskan tatami dalam bangunan tradisional

Jepang. Ada beberapa aliran dalam menyusun tatami sebagai alas lantai. Dari jumlah tatami yang dipakai dapat diketahui ukuran luas ruangan. Dari sejumlah

washitsu yang ada di dalam bangunan (rumah) terdapat satu washitsu utama.

Setiap ruangan bisa menjadi ruang tamu, ruang makan, ruang belajar atau kamar tidur. Hal ini dimungkinkan karena semua perabotan diperlukan adalah portabel yang disimpan dalam oshiire (bagian kecil dari rumah yang digunakan untuk penyimpanan).

Fungsi washitsu berubah bergantung kepada alat rumah tangga yang dipakai.


(8)

32

dikeluarkan bila washitsu ingin digunakan untuk jamuan makan. Ada dua macam benda yang dapat digunakan untuk memberikan sekat-sekat pada washitsu, yaitu

fusuma dan shoji. Fusuma adalah panel berbentuk persegi panjang yang dipasang

vertikal pada rel dari kayu, dapat dibuka atau ditutup dengan cara didorong. Kegunaannya sebagai pintu dorong atau pembatas ruangan pada washitsu. Seperti halnya shoji, fusuma dipasang diantara rel kayu, rel bagian atas disebut kamoi dan rel bagian bawah disebut shikii. Rangka dibuat dari kayu dan kedua sisi permukaannya dilapis dengan washi, kain (serat alami atau serat sintesis), atau vinil. Bila kertas pelapis sudah rusak atau sekadar ingin berganti suasana, kertas lama bisa dilepas dan diganti dengan kertas baru. Kedua belah permukaan fusuma dipasangi hikite yang berfungsi seperti pegangan pintu sewaktu mendorong

fusuma.

Perbedaan antara fusuma dan shoji adalah fusuma tidak dapat ditembus cahaya sedangkan shoji dapat ditembus cahaya. Sandal rumah harus dilepas sebelum memasuki washitsu. Lantai washitus berupa tatami. Tatami adalah semacam tikar yang berasal dari Jepang yang dibuat secara tradisional. Tatami dibuat dari jerami yang sudah ditenun, namun saat ini banyak tatami dibuat dari

styrofoam. Tatami mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, dan


(9)

33

Gambar : Washitsu dengan Tatami dan Shoji

3.2.2 Genkan

Genkan sudah menjadi bagian ruangan yang wajib ada dalam rumah tinggal

masyarakat Jepang. Genkan merupakan bagian dari rumah yang berbentuk ruangan kecil di bagian depan rumah yang memiliki kedudukan lebih rendah dari lantai bagian dalam ruangan rumah.

Ruangan genkan memiliki luas yang berbeda-beda, masing-masing tergantung pada seberapa besar luas bangunan mereka secara keseluruhan. Pada ruang genkan, biasanya ditempatkan sebuah lemari sepatu (rak sepatu), baik yang berukuran besar maupun kecil. Lemari sepatu ini dapat disebut sebagai kutsudana atau getabako yang memiliki arti sebagai “rak sepatu” atau “kotak geta”.

Lemari atau rak sepatu ini berfungsi sebagai tempat anggota keluarga menyimpan sepatu atau alas kaki mereka sebelum mereka masuk ke dalam rumah. Bagi tamu yang berkunjung, sepatu maupun alas kaki mereka hanya ditaruh di


(10)

34

sepatu mengarah ke pintu keluar agar mereka pulang tidak sulit untuk mengenakan kembali sepatunya.

Jika ruang pada genkan cukup luas, biasanya terdapat juga tempat untuk meletakkan payung dan tempat untuk menggantungkan mantel dan topi. Di atas

kutsudana biasa dihias dengan ikebana, bonsai ataupun hiasan keramik.

Terkadang mereka memanfaatkan bagian atas kutsudana sebagai tempat untuk meletakkan foto keluarga atau lukisan lainnya.

Gambar : Genkan

3.3.3 Washiki

Toilet tradisional Jepang (washiki) adalah kloset jongkok juga dikenal sebagai kloset Asia. Kebanyakan kloset jongkok di Jepang terbuat dari porselen. Para pengguna toilet di Jepang kebalikan dari Indonesia dimana mereka menghadap ke dinding di belakang toilet. Kloset jongkok dibagi menjadi dua jenis, kloset yang berada di permukaan lantai, dan kloset yang berada di bagian lantai yang ditinggikan sekitar 30 cm.


(11)

35

Gambar : Washiki

3.3.4 Daidokoro (Dapur)

Ada dua jenis dapur di rumah tradisional Jepang (minka), yang pertama dengan tungku dan yang kedua dengan cara di gantung. Kedua cara ini sama-sama menggunakan kayu bakar.

Gambar : Dapur dengan sistem gantung Gambar : Dapur dengan sistem tungku

3.3.5 Taman

Dalam taman Jepang tidak dikenal garis-garis lurus atau simetris. Taman Jepang sengaja dirancang asimetris agar tidak ada satu pun elemen yang menjadi dominan. Bila ada titik fokus, maka titik fokus digeser agar tidak tepat berada di tengah. Taman Jepang berukuran besar dilengkapi dengan bangunan kecil seperti rumah teh, gazebo, dan bangunan pemujaan (kuil). Di antara gedung dan taman kadang-kadang dibangun ruang transisi beruba beranda sebagai tempat orang


(12)

36

duduk-duduk. Dari beranda, pengunjung dapat menikmati keindahan taman dari kejauhan.

Walaupun elemen-elemen dasar dan prinsip yang mendasari desian taman dapat berbeda-beda, tema-tema tertentu dapat dijumpai di berbagai jenis taman. Tema-tema yang umum adalah kombinasi dari elemen-elemen dasar seperti batu-batu, pulai kecil, dan pepohonan untuk melambangkan kura-kura dan burung jenjang yang keduanya merupakan lambang umur panjang di Jepang. Pulau kecil di tengah kolam dibangun seperti bentuk kura-kura atau diletakkan batu yang melambangkan kura-kura di tepian. Tema lain yang populer adalah Gunung Fuji atau miniatur lanskap-lanskap terkenal di Jepang. Taman Jepang memiliki elemen dasar antara lain, air (melambangkan kesucian dan kehidupan), tanaman (melambangkan keabadian), dan batu (melambangkan alam). Batu adalah elemen terpenting dalam taman karena dapat dipakai untuk melambangkan pegunungan, garis pantai, dan air terjun.


(13)

37

Sampai saat ini, masyarakat di Jepang masih menggunakan desain tata ruang tersebut dalam arsitektur rumah mereka. Karena sudah merupakan suatu tardisi bagi mereka dalam menggunakan dan menerapkannya pada rumah mereka. Tidak hanya di rumah tradisional Jepang, tetapi rumah modern pun menggunakan desain tata ruang seperti di atas.


(14)

38

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa : 1. Arsitektur tradisional Jepang memiliki tiga gaya arsitektur yang berevolusi,

yaitu:

a. shinden-zukuri, gaya arsitektur pertama yang digunakan untuk para

bagsawan dan samurai berkedudukan tinggi pada pertengahan abad ke-15. Gaya ini adalah tiruan dari contoh aula pemujaan kuil Buddha.

b. shoin-zukuri, gaya arsitektur yang pertama kali terlihat di kediaman

prajurit zaman Muromachi (1338-1573). Hashimoto mengatakan bahwa gaya arsitektur ini sangat dipengaruhi oleh elemen arsitektur kepercayaan Zen.

c. sukiya-zukuri, gaya arsitektur terakhir yang berasal dari upacara minum

teh, yang pada kenyataannya kata sukiya merujuk pada geudng tempat upacara minum teh itu dilaksanakan. Arsitektur ini menjadi gaya popular di tempat tinggal para penduduk kota pada pertengahan hingga akhir zaman Edo (1750-1867).

2. Pada arsitektur rumah tradisional Japang memiiliki desain tata ruang yang paling utama dan yang paling penting, yaitu:

a. Washitsu, yang merupakan ruang utama beralaskan tatami yang

fungsinya dapat berubah bergantung kepada alat rumah tangga yang dipakai.


(15)

39

b. Genkan merupakan bagian dari rumah yang berbentuk ruangan kecil di

bagian depan rumah yang memiliki kedudukan lebih rendah dari lantai bagian dalam ruangan rumah. Genkan juga merupakan tempat dimana kita melepaskan sepatu sebelum masuk ke dalam rumah.

c. Washiki, merupakan kloset jongkok yang dimana washiki ini berbeda

dengan kloset-kloset yang ada di negara lain.

d. Daidokoro, merupakan dapur tradisional Jepang yang terbagi atas dua,

yang pertama menggunakan tungku dan kedua dengan cara di gantung. Keduanya sama-sama menggunakan kayu bakar.

e. Taman, merupakan penghias dalam rumah tradisional Jepang yang alami, yang desainnya bermacam-macam sesuai dengan yang diinginkan. 3. Pada arsitektur tradisional Jepang digunakan bahan-bahan alami dan mudah

untuk didapat. Seperti bambu, kayu, kertas, batu, kaca, dan tanah liat.

4.1 Saran

Jepang telah mengalami beberapa kali perkembangan arsitektur dari masa ke masa, dan tetap mempertahankan sebagian elemen arsitektur hingga saat ini sebagai dasar rumah tradisional Jepang. Beberapa bagian elemen arsitektur dari rumah-rumah zaman dahulu telah menghilang karena adanya perubahan zaman dan perkembangannya.

Oleh karena itu penulis berharap rumah tradisional Jepang dapat bertahan dengan gaya dan desain tata ruang sebagai karakteristik arsitektur walaupun Jepang tekah mengalami modernisasi dan westernisasi. Penulis juga menyarankan


(16)

40

untuk penulis selanjutnya yang berminat pada arsitektur Jepang, agar membahas lebih luas lagi tentang arsitektur tradisional Jepang.


(17)

5

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR

TRADISIONAL JEPANG

2.1 Periode Perkembangan Sejarah Arsitektur Tradisional Jepang 2.1.1 Periode Prasejarah

Periode masa prasejarah (termasuk Jomon, Yayoi, dan periode Kofun) sekitar 5000 SM sampai awal abad ke delapan. Selama tiga fase periode Jomon terutama pemburu perngumpul dengan beberapa keterampilan pertanian primitif dan perilaku mereka terutama ditentukan oleh perubahan kondisi iklim dan stimulan alami lainnya. Tempat tinggal awal yang terdiri dari rumah-rumah pit dengan menggali lubang dangkal dengan lantai tanah dipadatkan dan atap dari rumput dirancang untuk mengumpulkan air hujan dengan bantuan stoples. Kemudian dalam periode ini, iklim yang lebih dingin dengan curah hujan yang lebih besar menyebabkan punurunan populasi, yang memberikan kontribusi untuk kepentingan ritual.

Selama periode Yayoi masyarakat Jepang mulai berinteraksi dengan Dinasti Han China, pengetahuan dan keterampilan teknis tentang bangunan mulai mempengaruhi mereka. Orang Jepang mulai membangun gudang dengan bentuk panggung sebagai lumbung yang dibangun menggunakan alat seperti gergaji dan pahat yang mulai muncul saat itu. Sebuah rekontruksi di Toro, Shizouka adalah kotak kayu yang terbuat dari papan tebal bergabung di sudut-sudut dalam gaya log kabin dan didukung pada delapan pilar. Atap jerami, tetapi, tidak seperti atap


(18)

6

biasanya berpinggul dari tempat tinggal pit, itu adalah berbentuk V atap pelana sederhana.

Periode Kofun ditandai munculnya banyak gundukan bilik pemakaman atau tumuli (Kofun harfiah berarti ”gundukan lama”). Gundukan sejenis Semenanjung Korea diperkirakan telah dipengaruhi oleh Jepang. Pada awal periode makam, yang dikenal sebagai “lubang kunci Kofun” atau zenpo – koen

Kofun, sering memanfaatkan topografi yang ada, membentuk dan menambah parit

untuk membentuk lubang kunci bentuk yang khas, yaitu bahwa lingkaran saling berhubungan dengan segitiga. Akses adalah melalui poros vertikal yang ditutup setelah pemakaman selesai. Ada ruang di dalam ruang untuk peti mati dan barang kuburan. Gundukan sering dihiasi dengan batu nisan yang disebut Haniwa. Kemudian dalam periode gundukan mulai berada di tanah datar dan skala mereka sangat meningkat. Di antara banyak contoh di Nara dan Osaka, yang paling mencakup 32 hektar dan diperkiraan telah dihiasi dengan 20.000 angka Haniwa.

Menjelang akhir periode Kofun, makam penguburan berangsur-angsur menghilang dan upacara kremasi Budha mendapatkan popularitas.


(19)

7

2.1.2 Periode Arsitektur Asuka dan Nara (550 – 794 M)

Penyumbang paling signifikan untuk perubahan arsitektur selama periode Asuka adalah pengenalan Buddhisme. Candi menjadi pusat ibadah dengan praktek penguburan makam perlahan menjadi dilarang. Buddhisme dibawa ke Jepang dan mereka bersembahyang di bangunan kuil yang permanen dan memberikan kepada arsitektur Shinto.

Beberapa bangunan pertama yang didirikan masih ada di Jepang sampai saat ini adalah kuil Buddha. Bangunan kayu tertua di dunia ditemukan di Horyu-ji, ke barat daya dari Nara. Pertama dibangun pada awal abad ke – 7 sebagai candi pribadi Putra Mahkota Shotoku, terdiri dari 41 bangunan terpisah, yang paling penting, ruang ibadah utama atau Kon-DO (Golden Hall), dan pagoda lima lantai, berdiri di tengah area terbuka yang dikelilingi oleh biara beratap (Kairo). Kon-DO, dalam gaya ruang ibadah China, adalah struktur bertingkat dua konstruksi pasca dan beam, dibatasi oleh Irimoya dan berpinggul runcing, atap genteng tanah.

Heijo-kyo, Nara modern, didirikan pada tahun 708 sebagai ibukota tetap pertama negara Jepang. Tata letak jalan dan bangunan dimodelkan setelah ibukota China Chang’an. Kota ini segera menjadi pusat penting ibadah Buddha di Jepang. Yang paling megah dari candi ini adalah Todaiji, dibangun untuk kuil saingan dari

T’ang China dan Sui Dinasti. Tepat 16,2 m (53ft) Buddha dan Daibutsu

diabadikan di aula utama adalah Buddha Rushanna, sosok yang mewakili esensi dari Buddha, seperti Todai-ji mewakili pusat agama Buddha. Hanya beberapa fragmen patung asli yang bertahan, dan balai pusat Buddha sekarang adalah rekontruksi dari periode Edo.


(20)

8

Gambar : Pagoda di Yakushi-ji, Nara pada abad ke 8

2.1.3 Periode Heian (794-1185 M)

Meskipun jaringan kuil Buddha di seluruh negeri sebagai katalis untuk eksplorasi arsitektur dan budaya, hal ini juga menyebabkan ulama memperoleh peningkatan kekuasaan dan pengaruh. Kaisar Kammu memutuskan untuk luput dari pengaruh ini dengan memindahkan ibukotanya pertama yang Nagaoka-kyo dan kemudian ke Heian-kyo, yang dikenal hari ini sebagai Kyoto. Meskipun tata letak kota itu mirip dengan Nara dan terinspirasi oleh preseden China, istana, kuil, dan tempat tinggal mulai menunjukkan contoh desain lokal Jepang.

Bahan seperti batu, semen, dan tanah liat yang ditinggalkan sebagai elemen bangunan, dinding atau lantai kayu sederhana dan partisi lazim digunakan. Bahan kayu yang digunakan umumnya pohon aras (sugi) digunakna untuk gudang gandung, sedangkan pinus (matsu) yang umum untuk keperluan struktural. Atap genteng tanah dan jenis cemara disebut hinoki digunakan untuk atap.


(21)

9

Meningkatkan ukuran bangunan di ibukota menyebabkan arsitektur bergantung pada kolom yang teratur dengan jarak yang sesuai dengan ken (tradisional ukuran dan proporsi). Imperial Palace Shishinde, gaya itu adalah pendahulu untuk kemudian aristokrat, gaya bangunan yang dikenal sebagai

shinden-zukuri. Gaya ini ditandai dengan bangunan simetris ditempatkan sebagai

lengan yang mendefinisikan sebuah taman. Taman ini kemudian digunakan untuk melihat pemandangan yang tampaknya menyatu dengan lanskap yang lebih luas.

Pada saat ini gaya arsitektur kuil Buddha mulai mempengaruhi kuil Shinto. Selama bagian akhir dari Periode Heian ada yang didokumentasikan penampilan pertama dari rumah vernakular di Minka. Gaya atau bentuk ini ditandai dengan penggunaan bahan-bahan lokal dan tenaga kerja, yang terutama terbuat dari kayu, setelah dikemas lantai tanah dan atap jerami.


(22)

10

2.1.4 Periode Kamakura dan Muromachi (1185-1573 M)

Selama periode Kamakura (1185-1333 M) dan periode Muromachi (1336-1573 M), arsitektur Jepang membuat kemajuan teknologi yang membuatnya agak menyimpang dari mitra China-nya. Dalam menanggapi persyaratan asli seperti tahan gempa dan tempat berteduh terhadap hujan deras dan panas dan matahari, tukang kayu saat ini, menanggapi dengan jenis arsitektur yang unik, menciptakan gaya Daibutsuyo dan Zenshuyo.

Periode Kamakura dimulai dengan transfer kekuasaan di Jepang dari istana kekaisaran untuk Keshogunan Kamakura. Selama perang Genpei (1180-1185 M), banyak bangunan tradisional di Nara dan Kyoto rusak. Misalnya,

Kofuku-ji dan Todai-ji dibakar oleh Taira no Shigehira dan klan Taira pada tahun

1180 M. Banyak dari candi dan kuil kemudian dibangun kembali oleh Keshogunan Kamakura untuk mengkonsolodasikan otoritas shogun.

Meskipun kurang rumit daripada selama periode Heian, arsitektur pada periode Kamakura lebih kesederhanaan karena hubungannya dengan pemerintah militer. Gaya baru menggunakan gaya Buke-zukuri yang dikaitkan dengan bangunan dikelilingi oleh parit sempit. Pertahanan menjadi prioritas, dengan bangunan dikelompokkan di bawah satu atap bukannya di sekitar taman. Taman-taman rumah periode Heian sering menjadi tempat pelatihan.

Setelah jatuhnya Keshogunan Kamakura tahun 1333 M, Keshogunan

Ashikaga dibentuk, berkuasa di distrik Kyoto Muromachi. Kedekatan Keshogunan

ke pengadilan kekaisaran menyebabkan persaingan di tingkat atas mesyarakat yang menyebabkan kecenderungan terhadap barang-barang mewah dan gaya


(23)

11

hidup. Rumah aristokrat yang diadaptasi dari yang sederhana (buke-zukuri) menyerupai gaya sebelumnya (shinden-zukuri). Sebuah contoh yang baik dari arsitektur ini mencolok adalah Kinkaku-ji di Kyoto, yang dihiasi dengan daun pernis dan emas, berbeda dengan struktur dinyatakan sederhana dan atap kulit polos.

Dalam upaya untuk mengendalikan kelebihan dari kelas atas, para guru

Zen memperkenalkan upacara minum teh. Dalam arsitektur ini dipromosikan

desain Chashitsu (rumah teh) ke ukuran yang sederhana dengan detail dan bahan yang sederhana. Gaya arsitektur rumah tinggal dengan informasi ringan, bangunan lebih intim mengandalkan kasau dan pilar dengan partisi (fusuma) dan dinding geser luar (shoji). Untuk lantai rumah biasanya mereka menggunakan rumput anyaman jerami dan tikar (tatami).


(24)

12

2.1.5 Periode Azuchi – Momoyama (1573-1863 M)

Selama periode Azuchi – Momoyama, Jepang mengalami proses penyatuan setelah lama perang saudara. Hal itu ditandai dengan aturan Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi, orang yang membangun istana sebagai simbol kekuasaan mereka. Nobunaga di Azuchi, pusat pemerintahan, dan Hideyoshi di Momoyama. Perang Ōnin selama periode Muromachi telah menyebabkan naik arsitektur istana

di Jepang. Pada saat periode Azuchi – Mamoyama setiap domain diizinkan untuk memiliki satu kastil sendiri. Biasanya terdiri dari sebuah menara pusat atau

Tenshu, yang dikelilingi oleh taman-taman dan bangunan benteng. Semua ini

ditetapkan dalam dinding batu besar dan dikelilingi oleh parit yang dalam. Interior gelap istana sering dihiasi oleh seniman, ruang dipisahkan dengan menggunakan panel geser (fusuma) dan layar lipat (byobu).


(25)

13 2.1.6 Periode Edo

Keshogunan Tokugawa mengambil kota Edo sebagai model mereka. Kota tumbuh di sekitar bangunan benteng yang dihubungkan oleh jaringan jalan dan kanal. Karena pertambahan jumlah anggota keluarga, kemudian mereka membangun rumah bertingkat.

Zaman Edo menderita parah dari kebakaran yang menghancurkan dan 1657 kebakaran besar Meireki adalah titik balik dalam desian perkotaan. Awalnya, sebagai metode utnuk mengurangi penyebaran api, pemerintah membangun tanggul batu dalam setidaknya dua lokasi di sepanjang sungai-sungai di kota. Seiring waktu tersebut dirobohkan dan diganti dengan gudang Dozo yang digunakan baik sebagai penahan api dan untuk menyimpan barang-barang dibongkar dari kanal. Dozo dibangun dengan bingkai yang terbuat dari struktural kayu dilapisi dengan sejumlah lapisan tanah plester dinding, pintu dan atap. Di atas atap tanah adalah kerangka kayu yang mendukung atap genting. Meskipun Jepang yang pernah belajar dengan Belanda, di pemukiman mereka dibangun

Dejima menganjurkan dengan batu dan bata ini tidak dilakukan karena kerentanan

mereka terhadap gempa bumi.

Garis yang bersih dari arsitektur sipil di zaman Edo dipengaruhi gaya

Sukiya arsitektur hunian. Katsura terpisah dari istana dan Villa Shugaku-in Imperial di pinggiran kota Kyoto adalah contoh yang baik dari gaya ini.

Arsitektur mereka memiliki garis sederhana dan dekorasi dan menggunakan kayu pada keadaan aslinya.


(26)

14

Gambar : Hondo dari Kiyomizu-dera, Kyoto, dibangun pada tahun 1633

2.1.7 Meiji, Taisho, dan Periode Showa Awal (1687 – 1926 M)

Menjelang akhir keshohunan Tokugawa, pengaruh barat dalam arsitektur terlihat pada gedung-gedung yang berhubungan dengan militer dan perdagangan, terutama angkatan laut dan fasilitas industri. Setelah Kaisar Meiji tidak berkuasa, Jepang mulai melakukan westernisasi yang menyebabkan akan kebutuhan untuk jenis bangunan baru seperti sekolah, bank dan hotel. Awal Arsitektur Meiji dipengaruhi oleh gaya arsitektur kolonial. Di Nagasaki, Inggris trader Thomas Glover membangun rumahnya sendiri, dengan gaya arsitektur tersebut dengan menggunakan keterampilan tukang kayu lokal. Pengaruh arsitek Thomas Waters yang merancang Mint Osaka pada tahun 1868, sebuah bangunan rendah panjang dalam batu bata dan batu dengan serambi pedimented pusat. Di Tokyo, Waters merancang Museum Komersial, diperkirakan telah menjadi bangunan permanen pertama, dengan menggunakan batu bata.

Di Tokyo, setelah daerah Tsujiki terbakar habis pada tahun 1872, daerah Ginza ditunjuk pemerintah sebagai model modernisasi. Pemerintah merencanakan


(27)

15

pembangunan gedung dengan dinding bata yang lebih tahan api, dan lebih besar. Jalan-jalan dibangun yang menghubungkan Stasiun Shimbasi dan konsesi asing di Tsukiji, serta gedung-gedung pemerintah yang penting. Desain untuk wilayah disediakan oleh arsitek Inggris Thomas James Waters, Biro Konstruksi Kementrian Keuangan bertanggung jawab atas konstruksi. Pada tahun berikutnya, Ginza gaya barat selesai. “Bricktown” bangunan awalnya ditawarkan untuk dijual, kemudian mereka sewa, tetapi sewanya sangat tinggi, sehingga bangunan banyak yang kosong. Namun demikian, daerah itu berkembang sebagai simbol “peradaban dan pencerahan”, berkat kehadiran koran dan perusahaan majalah.

Salah satu contoh utama arsitektur Barat awal adalah Rokumeikan, sebuah bangunan berlantai dua besar di Tokyo, selesai pada tahun 1883, yang menjadi simbol kontroversial westernisasi pada periode Meiji. Digunakan untuk perumahan tamu asing oleh Menlu Inoue Kaoru, itu dirancang oleh Josiah Conder, yang menonjol penasihat pemerintah asing di Meiji Jepang. Ryounkaku gedung pencakar langit pertama bergaya barat di Asakusa – Jepang, dibangun pada tahun 1890. Namun arsitektur tradisional masih digunakan untuk bangunan baru, seperti

Kyuden dari Istana Kekaisaran Tokyo, meskipun dengan unsur-unsur Barat seperti

air mancur sebagai pelengkap.

Pemerintah Jepang juga mengundang arsitek asing untuk bekerja sama dalam pendidikan arsitektur. Salah satunya adalah arsitek Inggris, Josiah Conder, yang kemudian melatih generasi pertama dari arsitektur Jepang yang termasuk Kongo Tatsuno dan Tokuma Katayama. Karya awal Tatsuno yang memiliki gaya Venesia dipengaruhi oleh John Ruskin, namun karya-karyanya seperti Bank of


(28)

16

Japan (1896) dan Tokyo Station (1914) memiliki lebih Beaux-Arts merasa. Di sisi lain, Katayama lebih dipengaruhi oleh gaya Kekaisaran Perancis Kedua yang bisa dilihat di Museum Nasional Nara (1894) dan Museum Nasional Kyoto (1895).

Gambar : Museum Nasional Nara di Nara, Tokuma Katayama, dibangun pada tahun 1894

2.1.8 Periode Showa Akhir

Setelah perang dan di bawah pengaruh Panglima Tertinggi Sekutu, Jenderal Douglas Mac Arthur, kehidupan politik dan agama Jepang direformasi untuk menghasilkan sebuah negara demiliterisasi dan demokrasi. Meskipun konstitusi baru didirikan pada tahun 1947, hal itu tidak sampai awal Perang Korea bahwa Jepang (sebagai sekutu Amerika Serikat) melihat pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh pembuatan barang-barang industri. Pada tahun 1946 yang Pracetak perumahan Asosiasi dibentuk untuk mencoba dan mengatasi kekurangan perumahan, dan arsitek seperti Kunio Maekawa menyampaikan desiannya. Namun, itu tidak sempat lewat UU perumahan Rakyat pada tahun 1951 bahwa perumahan yang dibangun oleh sektor swasta didukung dalam hukum oleh


(29)

17

pemerintah. Juga pada tahun 1946, Dewan Rehabilitasi Kerusakan Perang mengedepankan ide-ide untuk rekontruksi tiga belas kota di Jepang. Arsitek Kenzo Tange mengajukan proposal untuk Hiroshima dan Maebashi.

Pada tahun 1949, Tange menang kompetisi untuk merancang Hiroshima

Peace Memorial Museum memberinya pengakuan internasional. Karena sebagian

besar pengaruh Tange, Desain Konferensi Dunia tahun 1960 diadakan di Tokyo. Sekelompok kecil desainer Jepang yang datang untuk mewakili Gerakan Metabolist disajikan manifesto mereka dan serangkaian proyek. Kelompok ini termasuk arsitek Kiyonori Kikutake, Masato Otaka, Kisho Kurokawa dan Fumihiko Maki. Awalnya dikenal sebagai Sekolah Ash Burnt, yang terkait diri dengan gagasan pembaruan dan regenerasi, menolak representasi visual masa lalu dan mempromosikan ide bahwa individu, rumah, dan kota adalah semua bagian dari organisme tunggal. Meskipun masing-masing anggota kelompok tidak sependapat, setelah beberapa tahun sifat abadi dari publikasi mereka berarti mereka memiliki kehadiran lama di luar negeri.

Selama tahun 1960 ada juga arsitek yang tidak melihat dunia arsitektur dalam hal metabolisme. Misalnya Kazuo Shinohara khusus dalam proyek perumahan kecil di mana ia menjelajahi arsitektur tradisional dengan unsur-unsur sederhana dalam hal ruang, absrtaksi dan simbolisme.


(30)

18

Gambar : Yoyogi National Gymnasium dibangun pada 1964

2.1.9 Periode Heisei Awal

Periode Heisei dimulai dengan runtuhnya yang disebut Bubble Economy yang sebelumnya telah mendorong ekonomi Jepang. Membangun elemen dari

Shonandai Culture Centre, Itsuko Hasegawa melakukan sejumlah budaya dan

pusat komunitas di seluruh Jepang. Ini termasuk Cultural Centre Sumida (1995) dan Pusat Komunitas Fukuroi (2001) di mana ia melibatkan masyarakat dalam proses desain sementara, menjelajahi ide-ide sendiri tentang penyaringan cahaya melalui dinding eksternal ke dalam.

Setelah gempa bumi Kobe tahun 1995, Shigeru Ban mengembangkan tabung karton yang dapat digunakan untuk dengan cepat membangun tempat penampungan pengungsi yang dijuluki Paper House. Juga sebagai bagian dari upaya bantuan, yang dirancangnya gereja menggunakan 58 tabung karton yang tingginya lima meter dan memiliki atap tarik yang terbuka seperti payung. Gereja ini didirikan oleh relawan Katolik Roma dalam lima minggu. Untuk Museum


(31)

19

Nomadic, Ban dinding yang digunakan terbuat dari kontainer pengiriman. Ruang tambahan dibuat dengan tabung kertas dan panel sarang lebah.

Gambar : Sendai Mediatheque dibangu pada tahun 2001

2.2 Arsitektur Tradisional Jepang Secara Umum

Arsitektur tradisional Jepang banyak dipengaruhi oleh China dan budaya Asia lainnya selama berabad-abad. Arsitektur tradisional Jepang dan sejarahnya didominasi oleh teknik atau gaya China dan Asia dengan variasi gaya asli Jepang pada tema-tema di sisi tertentu.

Di samping itu adanya penyesuaian dengan berbagai iklim di negara Jepang dan pengaruh budaya dari luar, hasilnya sangat heterogen, namun beberapa fitur praktis yang umum tetap dapatt ditemukan. Pemilihan bahan utama untuk hampir semua struktur, selalu kayu dalam berbagai bentuk (papan, jerami,


(32)

20

kulit kayu, kertas, dll). Tidak seperti Barat dan beberapa arsitektur China, penggunaan batu dihindari kecuali untuk keperluan tertentu saja.

Struktur umum hampir selalu sama dengan atap besar dan melengkung, sementara dinding dengan rangka kayu yang dilapisi kertas tipis. Untuk desain interiornya, dinding-dindingnya bersifat fleksibel, yang dapat digeser sesuai dengan keperluan.

Adapun sifat dari arsitektur tradisional Jepang yaitu, memiliki sifat ringan dan halus, konstruksi kayu lebih menonjol dan diolah sangat halus dengan bentuk-bentuk lengkung dan kesederhanaan, bentuk-bentuk bangunan diatur dalam simetris yang seimbang, penghematan terhadap ruang lebih terlihat, dan sedikit penggunaan warna, kecenderungan ke arah warna politur dan lak.

Desain interior Jepang sangat efisien dalam penggunaan sumber daya. Interior tradisional dan modern Jepang sangat fleksibel dalam penggunaannya dan dirancang sebagian besar dengan bahan-bahan alami. Ruang yang digunakan sebagai kamar multifungsi. Kamar dapat dibuka untuk menciptakan lebih banyak ruang untuk acara tertentu atau untuk privasi, atau sebaliknya ditutup dengan menarik layar kertas tertutup bernama Shoji.

Sebagian besar dinding interior Jepang sering terbuat dari layar shoji yang bisa digeser terbuka untuk bergabung dengan dua kamar bersama-sama, dan kemudian menutupnya untuk kepentingan privasi. Pada layar shoji terbuat dari kertas yang melekat pada bingkai kayu tipis yang menggelinding pada jalur ketika mereka didorong. Fitur penting lainnya dari layar shoji selain privasi dan pengasingan, adalah untuk pencahayaan alami. Ini merupakan aspek penting


(33)

21

untuk desain Jepang. Kertas dinding tembus memungkinkan cahaya untuk disebarkan melalui ruang dan menciptakan bayangan cahaya dan pola.

Tikar tatami, tikar jerami yang sering digunakan untuk menutupi lantai dalam interior Jepang. Di rumah-rumah Jepang modern biasanya hanya ada satu atau dua ruang tatami. Cara lain untuk menghubungkan kamar di interior Jepang adalah melalui panel yang terbuat dari kayu dan kertas, seperti layar shoji atau kain geser. Panel ini disebut fusuma dan digunakan sebagai seluruh dinding. Biasanya panel ini dihiasi lukisan secara tradisional.

Tatami merupakan dasar dari arsitektur tradisional Jepang, mengatur ukuran bangunan dan dimensi. Desain berasal dari Jepang kuno ketika jerami diletakkan di lantai tanah sebagai pelunakn atau penghangat. Dalam periode Heian, ide ini berkembang menjadi tikar seperti zaman sekarang, yang dapat dilettakkan di mana saja untuk duduk atau tidur. Tatami cocok untuk iklim Jepang, karena udara dapat beredar di sekitar lantai.

Bambu digunakan dalam rumah Jepang, digunakan baik untuk tujuan dekoratif dan fungsional. Tirai bambu, sudare, ganti shoji di musim panas untuk mencegah kelebihan panas di dalam dan juga menawarkan ventilasi yang lebih besar. Bambu biasanya digunakan di tempat tinggal dan rumah-rumah pertanian untuk langit-langit dan kasau. Sifat alami bambu, keindahan baku dengan knot dan pembukaan halus, sesuai dengan cita-cita estetika Jepang ketidaksempurnaan, kontras dan alami.

Penggunaan kertas atau washi, pada bangunan Jepang merupakan komponen utama dalam keindahan dan suasana interior Jepang, variasi cara


(34)

22

menggabungkan bayangan untuk menciptakan sebuah misteri bayangan. Berbagai kertas yang digunakan untuk berbagai keperluan di rumah.

Kemudian kayu umumnya digunakan untuk rangka rumah, namun sifat-sifatnya yang berharga dalam estetika Jepang, yaitu kehangatan dan ketidakteraturan. Sebuah ruang tersembunyi yang disebut tokonama sering hadir di ruang keluarga tradisional maupun yang modern Jepang. Ini adalah fokus dari ruangan dan menampilkan seni Jepang, biasanya lukisan atau kaligrafi.

2.3 Bahan-bahan yang digunakan pada arsitektur Tradisional Jepang Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat rumah tradisional Jepang terlihat sulit ditemukan. Namun setelah diteliti lebih baik, ternyata bahan yang digunakan merupakan bahan alami dari alam dan mudah untuk didapatkan terlebih lagi bagi masyarakat di tempat agraris.

Berikut adalah penjelasan mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam membangun rumah tradisional Jepang.

1) Bambu

Di Jepang, bambu merupakan bahan yang dianggap paling istimewa untuk membuat rumah. Karena memiliki tingkat kestabilan yang tinggi dengan bobot yang rendah dan terlihat cantik karena kealamiannya. Pada zaman primitif, bambu digunakan sebagai kerangka untuk membuat tembok yang diisi dengan tanah liat. Namun penggunaannya dalam pembuatan rumah tradisional sekarang bambu sebagai bagian dari kerangka bangunan, dekorasi, dan membuat saluran air.

Bambu sebagai bagian kerangka bangunan biasanya untuk membuat penyangga, usuk dan lain-lain. Selain itu juga sebagai terali dalam membuat


(35)

23

jendela, pagar, atau sebagai plafon. Sedangkan untuk membuat dekorasi, bambu dibuat seperti tirai yang menggantung di beranda rumah, atau sebagai pemisah ruangan dna sejenisnya.

Ada dua jenis bambu yang sering digunakan yaitu asli Jepang dan mengimpor dari China. Namun sekarang bambu-bambu dari negara Asia lainnya juga digunakan.

2) Kayu

Kayu merupakan bahan yang terpenting dalam pembuatan rumah karena hampir semua ruang terbuat dari kayu. Mulai dari kerangka, tembok, pintu, dan jendela menggunakannya.

Ada beberapa jenis kayu yang digunakan antara lain hinoki (sejenis pohon eru yang tidak begitu halus), asunaro (sejenis hinoki yang agak lebih halus),

akamatsu (pohon pinus merah), kuromatsu (pinus hitam), tsuga (sejenis pohon

cemara), sugi (pohon tusam/sejenis pinus), keyaki (pohon zelkova yang biasanya dibuat dengan bentuk balok), dan kiri (kayu yang sangat bagus dan mahal, berasal dari pohon paulownia dan sering digunakan dalam pengerjaan lemari). Terkadang kayu jenis momiji (pohon maple) dan kuwa (mullberry) juga digunakan.

3) Kertas

Unik sekali karena kertas digunakan sebagai bahan utama membuat rumah ini. Maka sepantasnya jika bahan ini pantas dijaga keberadaannya karena hanya sedikit tempat atau negara yang menggunakan kertas sebagai bahan utama membuat rumah. Kertas pun di Jepang hanya digunakan untuk membangun rumah


(36)

24

tradisional. Tentu saja kertas yang digunakan bukan kertas biasa seperti yang sering digunakan orang-orang menulis.

Sekitar abad ke-6, Jepang mulai menggunakan kertas sebagai bahan utama untuk membuat rumah dan menggunakan kertas impor dari China dan Korea yang mahal. Jadi hanya kaum bangsawan yang menggunakannya. Agar penggunaannya merata, akhirnya Jepang membuat pertemuan. Mereka menemukan bahan kertas baru yang semula tidak tembus pandang, kini dapat tembus pandang atau disebut

shouji-gami dan harganya cukup murah.

Ada dua jenis kertas yang hingga sekarang digunakan oleh masyarakat Jepang. Yaitu kertas asli Jepang dan impor. Kertas asli Jepang biasanya terbuat dari pohon murbei dan semak-semak berduri atau tumbuhan perdu. Mereka biasanya menyebutnya dengan nama “hand filtered paper”. Sedangkan kertas impor biasanya terbuat dari pohon cemara dan sering disebut “machine filtered

paper”.

4) Batu

Bahan ini tidak begitu banyak penggunaannya. Bahkan untuk membuat tembok pagar, masyarakat lebih menyukai menggunakan kayu daripada batu. Mereka memiliki alasan sendiri lebih memilih kayu dibandingkan batu yang lebih kuat. Itu karena di negara Jepang sering terjadi gempa sehingga untuk menghindari akibat yang fatal, maka mereka tidak menggunakan batu sepenuhnya. Maka mereka menggunakan batu sebagai penghias dalam membuat taman, penghias samping-samping pagar dan untuk menghubungkan antara rumah yang terletak agak di atas dengan tanah untuk jenis rumah seperti rumah panggung.


(37)

25 5) Kaca

Masyarakat Jepang menggunakan kaca sebagai bahan untuk membangun rumah, baru saja ketika abad ke-19. Saat itu hanya orang-orang barat yang menggunakan. Kemudian mereka mengenalkannya kepada masayarakat Jepang dan digunakan sebagai jendela maupun pintu. Biasanya kaca digunakan untuk membuat pintu geser berkaca (glass shoji), pintu kaca sebagai pintu masuk atau beranda paling luar, dan jendela kaca yang bervariasi.

6) Tanah liat

Meskipun tanah liat sulit ditemukan di Jepang, namun mereka tetap menggunakannya sebagai bahan membuat atap atau penutup rumah dan membuat tembok (komai kabe). Untuk pembuatan tembok biasanya berkerangka bambu dan diisikan lima kali penempelan hingga menjadi tembok. Dengan tanah liat, kekurangan komai kabe tak hanya rentan dari cuaca yang panas, tetapi juga turunnya hujan maka ini dilindungi oleh papan kayu yang tipis.


(38)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Arsitektur adalah seni yang dilakukan setiap individual untuk berimajinasikan diri mereka dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merangkap dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk.

Negara Jepang yang terletak di daerah curah hujan yang tinggi, memiliki empat musim, yaitu : musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Yang dalam jangka waktu relatif berubah. Alam Jepang selain mendatangkan keuntungan, juga mendatangkan kesengsaraan bagi penduduknya dengan seringnya terjadi bencana alam seperti gempa bumi, dan angin topan. Oleh karena itu untuk memilih bahan bangunan rumah tradisional Jepang yang sesuai dengan perubahan-perubahan iklim dan letak geografis tersebut dan juga dikarenakan berlimpahnya bahan alam berupa kayu, maka kayu lebih dianjurkan dijadikan bahan dasar bangunan rumah tradisional Jepang.

Di Jepang, bagunan-bangunannya memiliki arsitektur khas yang membedakan dengan negara-negara lain. Baik dari bangunan istana, rumah, kastil, hingga taman. Arsitektur Jepang dari periode Asuka dan Nara (550 – 794 M)


(39)

2

sampai pada periode Heisei Awal dan masuknya pengaruh barat pada Arsitektur Jepang.

Arsitektur Jepang secara tradisional ditandai oleh struktur kayu, bentuk bangunan panggung, dengan atap genteng tanah atau jerami. Ciri khas Pintu Jepang dengan sistem geser/slading (fusuma) yang memungkinkan konfigurasi internal ruang untuk disesuaikan dengan kesempatan yang berbeda. Orang – orang biasanya duduk di atas bantal atau di lantai, dan kebiasaan ini dilakukan hingga sekarang. Sejak abad ke – 19, Arsitektur Jepang telah memasukkan unsur – unsur arsitektur gaya Barat, modern, dan post-modern ke dalam desain dan konstruksinya, dan saat ini merupakan acuan dalam desain arsitektur mutakhir dan teknologi.

Bangunan rumah di Jepang memiliki desain arsitektur yang berbeda dan khas, khususnya pada rumah tradisional Jepang atau Minka. Minka merupakan hunian untuk rakyat biasa. Gaya arsitektur Minka berbeda – beda di setiap daerahnya. Perbedaan gaya arsitektur Minka disetiap daerah karena penyesuaian terhadap letak geografi / iklim setempat, dan keperluan industri. Misalnya, Minka di daerah Jepang bagian utara, bangunannya dirancang untuk dapat beradaptasi terhadap musim dingin yang panjang dan hujan salju. Atap jerami dengan bubungan yang terjal memungkinkan udara di dalam ruangan cukup hangat.

Sedangkan di daerah Jepang bagian selatan, terdiri dari sekelompok rumah-rumah yang relatif kecil, rendah dengan rumah-rumah panggung agar memperoleh ventilasi semaksimal mungkin dan mengurangi bahaya tiupan angin taifun. Rumah panggung ini dirancang untuk merendam gunjangan gempa.


(40)

3

Bahan bangunan pada arsitektur Minka yaitu balok kayu besar untuk tiang utama rumah rangka-rangka penting dari kerangka rumah. Kayu juga digunakan untuk dinding, lantai, langit-langit, dan bubungan atap. Bambu digunakan untuk melapisi tempat-tempat kosong di antara dinding kayu dan setelah itu dilapisi dengan tanah liat untuk dijadikan dinding yang rata. Tanah liat juga dibakar untuk dijadikan genteng. Rumput jenis tertentu dipergunakan sebagai atap, sedangkan jerami tanaman padi dipergunakan untuk dianyam menjadi tikar kasar yang disebut dengan Mushiro, dan tikar halus yang disebut dengan Tatami, yang digelar di atas tikar kasar. Batu – batu terbatas dipergunakan untuk fondasi rumah, tidak pernah digunakan sebagai dinding.

Arsitektur pada rumah tradisional jepang (minka) berbeda dari arsitektur bangunan rumah lainnya. Termasuk dari bahan-bahan yang diperlukanpun sangat mudah untuk didapat, dan juga di arsitektur minka pada bagian-bagian rumahnya memiliki fungsi masing-masing. Oleh sebab itu, Arsitektur rumah tradisional jepang atau minka menarik untuk diangkat dalam penulisan ini. Sehingga penulis dalam penulisan kertas karya ini menulis judulnya adalah “Arsitektur Rumah Tradisional Jepang (Minka) Berdasarkan Gaya dan Desain Tata Ruang” 1.2 Batasan Masalah

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis membatasi penulisannya hanya mengenai gaya arsitektur dan desain tata ruang arsitektur rumah tradisional Jepang. Agar pembahasannya jelas, maka penulis dalam bab II menjelaskan tentang periode perkembangan sejarah arsitektur tradisional Jepang, arsitektur


(41)

4

tradisional Jepang secara umum, dan bahan-bahan yang digunakan dalam arsitektur tradisional Jepang.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui gambaran gaya arsitektur rumah tradisional Jepang . 2. Untuk mengetahui gambaran desain tata ruang pada arsitektur rumah

tradisional Jepang (minka) serta fungsinya. 1.4 Metode Penulisan

Secara etimologis, metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yang berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga dua hal penting yang terdapat dalam sebuah metode adalah cara melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan. Menurut Hardjana, metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang dikehendaki.

Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam mengerjakan peneulisan ini, penulis menggunakan metode penulisan deskriptif, yaitu: penulisan yang menggambarkan peristiwa maupun gejala dengan apa adanya. Menurut Azwar (1998:7) tujuan penulisan ini adalah untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karateristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu.


(42)

42

ABSTRAK

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG BERDASARKAN GAYA DAN DESAIN TATA RUANG

Arsitektur adalah seni yang dilakukan setiap individual untuk berimajinasikan diri mereka dan ilmu dalam merancang bangunan. Arsitetur rumah tradisional Jepang memilih bahan bangunan yang sesuai dengan perubahan iklim dan letak geografisnya dan juga dikarenakan berlimpahnya bahan alam berupa kayu, maka kayu lebih dianjurkan dijadikan bahan dasar bangunan rumah tradisional Jepang.

Sangat penting untuk memahami evolusi gaya arsitektur rumah tradisional Jepang agar mengerti bagaimana interior rumah tradisional Jepang berkembang. Mulai dari zaman Heian sampai pertengahan zaman Edo, ada tiga gaya arsitektur kediaman utama yang berkembang, yaitu: shinden-zukuri, shoin-zukuri,

sukiya-zukurii.

Rumah kediaman para bangsawan pertama kali muncul pada zaman Heian dengan gaya arsitektur rumah shinden-zukuri. Gaya shinden adalah tiruan dari contoh aula pemujaan kuil Buddha. Arsitektur ini dulu digunakan untuk para bangsawan dan samurai berkedudukan tinggi pada pertengahan abad ke-15.

Dalam arsitektur rumah tradisional jepang (minka) memiliki desain khas pada tata ruangnya, yaitu: washitsu, genkan, washiki, daidokoro, dan Taman. Lima tata ruang tersebut merupakan desain arsitektur paling utama yang ada pada rumah tradisional Jepang.


(43)

43

a. Washitsu adalah ruang beralaskan tatami dalam bangunan tradisional

Jepang. Dari sejumlah washitsu yanga ada di dalam rumah terdapat satu

washitsu utama. Setiap ruangan bisa menjadi ruang tamu, ruang makan,

belajar, atau kamar tidur. Fungsi washitsu berubah bergantung pada alat rumah tangga yang dipakai. Washitsu berubah menjadi ruang belajar bila diletakkan meja. Washitsu digunakan menjadi ruang tidur bila diletakkan futon (matras tidur).

b. Genkan merupakan bagian dari rumah yang berbentuk ruangan kecil di

bagian depan rumah yang memiliki kedudukan lebih rendah dari lantai bagian dalam ruangan rumah. Genkan adalah tempat di mana melepaskan alas kaki, biasanya pada genkan terdapat lemari atau rak sepatu atau disebut dengan kutsudana.

c. Washiki atau toilet tradisional Jepang adalah kloset jongkok,

kebanyakan terbuat dari porselen. Washiki berbeda dengan toilet pada umumnya, dimana mereka menghadap ke dinding di belakang toilet. d. Daidokoro yaitu dapur tradisional Jepang. Daidokoro ada dua jenis,

yaitu dengan tungku dan dengan cara di gantung.

e. Taman jepang di desain di rumah tradisional Jepang sebagai penghias rumah. Taman ini di desain secara alami, dan terlihat memang seperti berada di alam bebas. Taman Jepang memiliki elemen dasar antara lain, air (melambangkan kesucian dan kehidupan), tanaman (melambangkan keabadian), dan batu (melambangkan alam).


(44)

44

要旨

レイアウトの設計と式に基づいて建築の和式家

建築とは建物を設計学や自分自身に想像するため各個人にやれる美

術であ る 。和式 家 の建築 は地 理 的 な 位 置 や 気 候 変 化 に よ る と 建 物 の 素 材 を え

らべ、それに木が増えてるので、和式家の素材に木を使うことが推奨されている。

和式家の内部を成長するのを理解できるために和式家の建築式の変

化を理解するのは大事である。平安時代から江戸時代中期まで、三つの成

長した建築式がある。すなわち、「寝殿造」や「書院造」や「数奇屋造」

である。

貴族院は寝殿造の建築式と平安時代にあらわれていた。寝殿造はお

寺の礼拝所の模造である。この建築は15世紀の中期に貴族やお侍に使っ

ていた。

和 式 家 の 建 築 に は レ イ ア ウ ト に 特 別 設 計 が あ る 。 す な わ ち 、 「 和

室」、「玄関」、「和式」、「台所」、「庭」である。その五つのレイア

ウトは和式家に最も主要なものである。

ア.和室とは和式に床が畳を使う部屋である。家にある和室の中には主要

な和室がある。各部屋は「客間」や「食堂」や「書さい」や「寝室」

になれる。和室の機能は使う家具にもとづいて変わることができる。

つくえをおいたら和室は書さいになる。ふとんを置いたら和室は寝室


(45)

45

イ.玄関とは家の内部の床より低い床であり、家の前に小さな部屋である。

玄関とはスリッパとか靴を脱ぐ場所であり、普段は玄関に「靴だな」

という棚がある。

ウ.「和式」あるいは日本の伝統的なトイレは和式便所で、普段は磁器か

ら作られる。和式は普通のトイレとちがう、トイレの後ろ壁を向かな

ければならない。

エ.日本の伝統的な台所「だいどころ」である。だいどころは二つあり、

暖炉と依存的である。

オ.日本庭は家の装飾として和式家で設計された。庭は自然に設計されて、

野生にあるようである。日本庭基本的な要素がある。水「人生と神


(46)

1

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG

BERDASARKAN GAYA DAN DESAIN TATA RUANG

(REIAUTO NO SEKKEI TO SHIKI NI MOTODZUITE

KENCHIKU NO WASHIKI IE)

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

AUDRIN MANURUNG NIM : 122203006

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(47)

2

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG BERDASARKAN GAYA DAN DESAIN TATA RUANG

REIAUTO NO SEKKEI TO SHIKI NI MOTODZUITE KENCHIKU NO WASHIKI IE

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.

Oleh:

AUDRIN MANURUNG NIM: 122203006

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(48)

3

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG BERDASARKAN GAYA DAN DESAIN TATA RUANG

REIAUTO NO SEKKEI TO SHIKI NI MOTODZUITE KENCHIKU NO WASHIKI IE

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.

Oleh:

AUDRIN MANURUNG NIM: 122203006

Pembimbing, Pembaca,

Drs. Eman Kusdyana, M.Hum

NIP.196009191988031001 NIP.196708072005011001 Zulnaidi, S.S., M.Hum

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(49)

4 Disetujui oleh :

Program Studi D III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D III Bahasa Jepang Ketua Program Studi

NIP. 1967 08072005 01 1 001 Zulniadi, S.S.,M.Hum.


(50)

5 PENGESAHAN

Diterima Oleh

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang Studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Studi D III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A.

Panitia Ujian: No. Nama

1. Drs. Eman Kusdyana, M.Hum 2. Zulnaidi, S.S., M.Hum


(51)

6

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul “ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG BERDASARKAN GAYA DAN DESAIN TATA RUANG” ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Tetapi, berkat bantuan beberapa pihak, maka penulis berhasil menyelesaikan kertas karya ini.

Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

4. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum selaku Dosen Pembaca yang sudah memberikan bimbingan dan araha kepada penulis.

5. Kepada seluruh Dosen dan Staff pengajar Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(52)

7

6. Untuk keluarga yang sangat saya cintai, kedua orang tua saya Ayahanda Arbaik Manurung, BE. dan Ibunda Dra. Rosemary J. Hutagaol, M.Si., Apt., serta kedua kakak saya Aurora B. Manurung, S.Farm., Apt., dan Devi Y.S. Manurung, S.Farm., Apt., yang telah banyak memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

7. Untuk teman-teman jurusan Bahasa Jepang stambuk 2012 yang saya sayangi, teman seperjuangan saya. Khususnya untuk Lestari, Noni, Rudi, Agung Lasmono, Itok Kevin, Tirta, Ryan, Jodhy, Kelana.

8. Untuk saudara-saudara saya di GEMAPALA FIB USU, GMKI FIB USU, TERAMIZU, dan teman-teman di kampus FIB maupun di luar kampus, terimakasih telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kertas karya ini dapat berguna bagi kita di kemudian hari.

Medan, September 2015

Audrin Manurung NIM : 122203006


(53)

8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ...1

1.2 Batasan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

1.4 Metode Penulisan ... 4

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR TRADISIONAL JEPANG 2.1 Periode Perkembangan Sejarah ... 5

2.1.1 Periode Pra Sejarah ... 5

2.1.2 Periode Asuka dan Nara (550-794 M) ... 7

2.1.3 Periode Heian (794-1185 M) ... 8

2.1.4 Periode Kamakura dan Muromachi ... 10

2.1.5 Periode Azuchi – Momoyama (1573-1863 M) ... 12

2.1.6 Periode Edo (1573-1868 M) ... 13

2.1.7 Periode Meiji, Taisho, dan Periode Showa Awal (1687-1926 M) ... 14

2.1.8 Periode Showa Akhir ... 16

2.1.9 Periode Heisei Awal ... 18

2.2 Arsitektur Tradisional Jepang Secara Umum ... 19


(54)

9

2.3 Bahan-bahan yang Digunakan pada Arsitektur Tradisional

Jepang ... 22

BAB III GAYA DAN DESAIN TATA RUANG ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG 3.1 Gaya Arsitektur pada Rumah Tradisional Jepang ... 26

3.1.1 Shinden-zukuri ... 26

3.1.2 Shoin-zukuri ... 27

3.1.3 Sukiya-zukuri ... 30

3.2 Desain Tata Ruang Arsitektur Rumah Tradisional Jepang ... 31

3.2.1 Washitsu ... 31

3.2.2 Genkan ... 33

3.2.3 Washiki ... 34

3.2.4 Daidokoro ... 35

3.2.5 Taman ... 35

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 38

4.2 Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK


(1)

4 Disetujui oleh :

Program Studi D III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D III Bahasa Jepang Ketua Program Studi

NIP. 1967 08072005 01 1 001 Zulniadi, S.S.,M.Hum.


(2)

PENGESAHAN Diterima Oleh

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang Studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Studi D III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A.

Panitia Ujian: No. Nama

1. Drs. Eman Kusdyana, M.Hum


(3)

6

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul “ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG BERDASARKAN GAYA DAN DESAIN TATA RUANG” ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Tetapi, berkat bantuan beberapa pihak, maka penulis berhasil menyelesaikan kertas karya ini.

Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

4. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum selaku Dosen Pembaca yang sudah memberikan bimbingan dan araha kepada penulis.

5. Kepada seluruh Dosen dan Staff pengajar Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(4)

6. Untuk keluarga yang sangat saya cintai, kedua orang tua saya Ayahanda Arbaik Manurung, BE. dan Ibunda Dra. Rosemary J. Hutagaol, M.Si., Apt., serta kedua kakak saya Aurora B. Manurung, S.Farm., Apt., dan Devi Y.S. Manurung, S.Farm., Apt., yang telah banyak memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

7. Untuk teman-teman jurusan Bahasa Jepang stambuk 2012 yang saya sayangi, teman seperjuangan saya. Khususnya untuk Lestari, Noni, Rudi, Agung Lasmono, Itok Kevin, Tirta, Ryan, Jodhy, Kelana.

8. Untuk saudara-saudara saya di GEMAPALA FIB USU, GMKI FIB USU, TERAMIZU, dan teman-teman di kampus FIB maupun di luar kampus, terimakasih telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kertas karya ini dapat berguna bagi kita di kemudian hari.

Medan, September 2015


(5)

8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ...1

1.2 Batasan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

1.4 Metode Penulisan ... 4

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR TRADISIONAL JEPANG 2.1 Periode Perkembangan Sejarah ... 5

2.1.1 Periode Pra Sejarah ... 5

2.1.2 Periode Asuka dan Nara (550-794 M) ... 7

2.1.3 Periode Heian (794-1185 M) ... 8

2.1.4 Periode Kamakura dan Muromachi ... 10

2.1.5 Periode Azuchi – Momoyama (1573-1863 M) ... 12

2.1.6 Periode Edo (1573-1868 M) ... 13

2.1.7 Periode Meiji, Taisho, dan Periode Showa Awal (1687-1926 M) ... 14

2.1.8 Periode Showa Akhir ... 16

2.1.9 Periode Heisei Awal ... 18

2.2 Arsitektur Tradisional Jepang Secara Umum ... 19


(6)

2.3 Bahan-bahan yang Digunakan pada Arsitektur Tradisional

Jepang ... 22

BAB III GAYA DAN DESAIN TATA RUANG ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JEPANG 3.1 Gaya Arsitektur pada Rumah Tradisional Jepang ... 26

3.1.1 Shinden-zukuri ... 26

3.1.2 Shoin-zukuri ... 27

3.1.3 Sukiya-zukuri ... 30

3.2 Desain Tata Ruang Arsitektur Rumah Tradisional Jepang ... 31

3.2.1 Washitsu ... 31

3.2.2 Genkan ... 33

3.2.3 Washiki ... 34

3.2.4 Daidokoro ... 35

3.2.5 Taman ... 35

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 38

4.2 Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA