Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980 – 2003

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

RINGKASAN

YUNIKO FAUZAN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980-2003 ( dibimbing oleh RATNA WINANDI ).

Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan juga ramah polusi. Keberadaan Liquid Petroleum Gas

(LPG) merupakan solusi yang terasa tepat dalam mengatasi masalah tersebut, sehingga pemerintah selalu menghimbau adanya diversifikasi di bidang energi. Dalam hal ini, pemakaian gas merupakan salah substitusi yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak. LPG merupakan suatu bahan bakar utama alternatif khususnya untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya karena LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang relatif masih muda, dan LPG juga merupakan bahan bakar alternatif yang bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar suplemen dari minyak tanah. Sehingga yang perlu diperhatikan oleh stake holder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak dengan solusi peningkatan konsumsi LPG adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, dengan demikian nantinya dapat diambil suatu kebijakan yang tepat.

Selama ini rakyat Indonesia menikmati bahan bakar minyak dengan harga yang sangat murah. Bahkan harga bahan bakar minyak di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi harga bahan bakar minyak dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan bahan bakar minyak dengan harga terjangkau. Pada masa-masa

oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi terhadap bahan bakar minyak

tidak terlalu memberatkan keuangan Negara mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun, masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan pemerintah Indonesia rupanya masih sanggup menanggung beban subsidi bahan bakar minyak yang sedemikian besar, sehingga harga jual bahan bakar minyak di dalam negeri baru dinaikkan karena nilai ekspor bersihnya ( net export ) negatif pada tahun 1993.

Penelitian ini memiliki empat tujuan utama. Pertama, menganalisis pengaruh harga LPG terhadap permintaan LPG di Indonesia, kedua menganalisis pengaruh perubahan harga barang substitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG di Indonesia, ketiga menganalisis pengaruh perubahan pendapatan per kapita terhadap permintaan LPG di Indonesia, dan keempat menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika. Untuk menduga


(3)

bagaimana pengaruh variabel-variabel peubah bebas terhadap variabel endogen digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Melalui metode ini diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber daya Mineral, Direktorat Minyak dan Gas dan Badan Pusat Statistik. Variabel peubah tak bebas yang digunakan adalah konsumsi LPG, sedangkan variabel-variabel peubah bebasnya yaitu variabel harga LPG, harga minyak tanah, tarif listrik, konsumsi LPG tahun sebelumnya, pendapatan per kapita, dan dummy krisis.

Taraf nyata yang ditolerir dalam penelitian ini adalah sebesar sepuluh persen (α = 10 persen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LPG berpengaruh negatif yang signifikan, harga minyak tanah sebagai barang substitusi berpengaruh positif yang signifikan, pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh positif yang signifikan, peubah dummy krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 berpengaruh signifikan terhadap permintaan LPG di Indonesia, sedangkan tarif listrik yang diasumsikan sebagai salah satu barang substitusi LPG berpengaruh positif tetapi tidak signifikan.

Penelitian ini menyarankan agar pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang memberikan insentif pada produsen appliances LPG sehingga harganya lebih terjangkau oleh masyarakat, akibatnya potensi pendapatan per kapita masyarakat yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap permintaan LPG dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemerintah juga sebaiknya menjaga kestabilan harga LPG didalam negeri jika pemerintah menghendaki terjadinya stabilitas permintaan LPG didalam negeri.


(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Yuniko Fauzan

NRP : H01400046

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi :Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. NIP : 130 687 506

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP : 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2007

Yuniko Fauzan H0I400046


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1982 di sebuah kota kecil Bireun, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis yang bernama lengkap Yuniko Fauzan ini merupakan anak Pertama dari pasangan Ayahanda Muhammad Yunus Yusuf dan Ibunda Fauziah Idroes.

Penulis memulai pendidikan formalnya di SD Negeri 43 Bireun tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994 dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM) tertinggi untuk kota Bireun yaitu 46,77. Pada tahun 1997, penulis menamatkan pendidikan menengah pertamanya di SLTP Negeri 1 Bireun dan kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Setelah sempat berpindah sekolah pada pertengahan tahun ajaran pertama di SMU Negeri 3 Banda Aceh, Penulis menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMU Negeri 1 Bireun pada tahun 2000.

Pada tahun yang sama, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut (USMI) IPB Penulis diterima untuk menempuh studi sarjana pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(8)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alhamdulillah atas Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Adik-adik (Ratu dan Yona) atas semangat, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Ratna Winandi, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan serta arahan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari banyak pihak, baik petunjuk, saran serta bimbingan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Bogor, Januari 2007

Yuniko Fauzan H01400046


(9)

vi

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian LPG ... 14

2.2. Perlengkapan LPG... 15

2.3. Manfaat LPG ... 16

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.4.1. Teori Permintaan ... 21

2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared) ... 31

2.5. Tinjauan Empiris ... .. 32

2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 35

2.7. Hipotesis... 37

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 38

3.2. Metode Analisis Dan Model Penelitian ... 38

3.3. Pengujian Model ... 40

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980 - 2003 4.1. Pengujian Model ... ... 45

4.1.1. Kriteria Ekonometrika ... 45


(10)

vii

4.1.2. Kriteria Statistik ... 49

4.1.3. Interpretasi dan Analisis Ekonomi... ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(11)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(12)

RINGKASAN

YUNIKO FAUZAN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980-2003 ( dibimbing oleh RATNA WINANDI ).

Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan juga ramah polusi. Keberadaan Liquid Petroleum Gas

(LPG) merupakan solusi yang terasa tepat dalam mengatasi masalah tersebut, sehingga pemerintah selalu menghimbau adanya diversifikasi di bidang energi. Dalam hal ini, pemakaian gas merupakan salah substitusi yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak. LPG merupakan suatu bahan bakar utama alternatif khususnya untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya karena LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang relatif masih muda, dan LPG juga merupakan bahan bakar alternatif yang bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar suplemen dari minyak tanah. Sehingga yang perlu diperhatikan oleh stake holder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak dengan solusi peningkatan konsumsi LPG adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, dengan demikian nantinya dapat diambil suatu kebijakan yang tepat.

Selama ini rakyat Indonesia menikmati bahan bakar minyak dengan harga yang sangat murah. Bahkan harga bahan bakar minyak di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi harga bahan bakar minyak dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan bahan bakar minyak dengan harga terjangkau. Pada masa-masa

oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi terhadap bahan bakar minyak

tidak terlalu memberatkan keuangan Negara mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun, masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan pemerintah Indonesia rupanya masih sanggup menanggung beban subsidi bahan bakar minyak yang sedemikian besar, sehingga harga jual bahan bakar minyak di dalam negeri baru dinaikkan karena nilai ekspor bersihnya ( net export ) negatif pada tahun 1993.

Penelitian ini memiliki empat tujuan utama. Pertama, menganalisis pengaruh harga LPG terhadap permintaan LPG di Indonesia, kedua menganalisis pengaruh perubahan harga barang substitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG di Indonesia, ketiga menganalisis pengaruh perubahan pendapatan per kapita terhadap permintaan LPG di Indonesia, dan keempat menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika. Untuk menduga


(13)

bagaimana pengaruh variabel-variabel peubah bebas terhadap variabel endogen digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Melalui metode ini diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber daya Mineral, Direktorat Minyak dan Gas dan Badan Pusat Statistik. Variabel peubah tak bebas yang digunakan adalah konsumsi LPG, sedangkan variabel-variabel peubah bebasnya yaitu variabel harga LPG, harga minyak tanah, tarif listrik, konsumsi LPG tahun sebelumnya, pendapatan per kapita, dan dummy krisis.

Taraf nyata yang ditolerir dalam penelitian ini adalah sebesar sepuluh persen (α = 10 persen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LPG berpengaruh negatif yang signifikan, harga minyak tanah sebagai barang substitusi berpengaruh positif yang signifikan, pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh positif yang signifikan, peubah dummy krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 berpengaruh signifikan terhadap permintaan LPG di Indonesia, sedangkan tarif listrik yang diasumsikan sebagai salah satu barang substitusi LPG berpengaruh positif tetapi tidak signifikan.

Penelitian ini menyarankan agar pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang memberikan insentif pada produsen appliances LPG sehingga harganya lebih terjangkau oleh masyarakat, akibatnya potensi pendapatan per kapita masyarakat yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap permintaan LPG dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemerintah juga sebaiknya menjaga kestabilan harga LPG didalam negeri jika pemerintah menghendaki terjadinya stabilitas permintaan LPG didalam negeri.


(14)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA

PERIODE 1980 – 2003

OLEH YUNIKO FAUZAN

H01400046

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Yuniko Fauzan

NRP : H01400046

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi :Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. NIP : 130 687 506

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP : 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2007

Yuniko Fauzan H0I400046


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1982 di sebuah kota kecil Bireun, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis yang bernama lengkap Yuniko Fauzan ini merupakan anak Pertama dari pasangan Ayahanda Muhammad Yunus Yusuf dan Ibunda Fauziah Idroes.

Penulis memulai pendidikan formalnya di SD Negeri 43 Bireun tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994 dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM) tertinggi untuk kota Bireun yaitu 46,77. Pada tahun 1997, penulis menamatkan pendidikan menengah pertamanya di SLTP Negeri 1 Bireun dan kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Setelah sempat berpindah sekolah pada pertengahan tahun ajaran pertama di SMU Negeri 3 Banda Aceh, Penulis menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMU Negeri 1 Bireun pada tahun 2000.

Pada tahun yang sama, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut (USMI) IPB Penulis diterima untuk menempuh studi sarjana pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(18)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alhamdulillah atas Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Adik-adik (Ratu dan Yona) atas semangat, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Ratna Winandi, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan serta arahan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari banyak pihak, baik petunjuk, saran serta bimbingan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Bogor, Januari 2007

Yuniko Fauzan H01400046


(19)

vi

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian LPG ... 14

2.2. Perlengkapan LPG... 15

2.3. Manfaat LPG ... 16

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.4.1. Teori Permintaan ... 21

2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared) ... 31

2.5. Tinjauan Empiris ... .. 32

2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 35

2.7. Hipotesis... 37

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 38

3.2. Metode Analisis Dan Model Penelitian ... 38

3.3. Pengujian Model ... 40

IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980 - 2003 4.1. Pengujian Model ... ... 45

4.1.1. Kriteria Ekonometrika ... 45


(20)

vii

4.1.2. Kriteria Statistik ... 49

4.1.3. Interpretasi dan Analisis Ekonomi... ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(21)

viii

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1. Jenis Bahan Bakar yang Dipergunakan untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1980-2005 . ... 3

1.2. Perkembangan Subsidi BBM di Indonesia ... 10

2.1. Efisiensi Apparatus Beberapa Bahan Bakar ... 19

2.2. Perbandingan Efisiensi Penggunaan LPG Dengan Minyak Tanah ... 20

3.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data... 38

4.1. Uji Autokorelasi ... 45

4.2. Uji Heteroskedastisitas ... 46

4.3. Uji Multikolinearitas ... 47

4.4. Uji Normalitas ... 48

4.5. Hasil Estimasi Parameter Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode Tahun 1980 – 2003 ... 48


(22)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1. Kurva Permintaan Pasar... 22

2.2. Kurva Permintaan Individu ... 24 2.3. Perubahan Permintaan... 25 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 36 4.1. Uji Normalitas ... 48


(23)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal 1. Data Penelitian ……… ... 55

2. Data Penelitian Dalam Logaritma ... 56 3. Uji Autokorelasi ... 57 4. Uji Heteroskedastisitas... 57 5. Uji Multikolinearitas ... 57 6. Uji Normalitas... 57 7. Estimasi Parameter Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi atas bahan bakar minyak dan juga yang ramah terhadap udara dengan polusi seminimal mungkin.

Gas di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan. Selain sebagai penghasil devisa yang utama, juga untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Gas dapat diproduksi dalam bentuk cair yaitu berupa Liquid Natural Gases (LNG), Liquid Petroleum Gases

(LPG), gas kota. Berdasarkan Handbook of Mining and Energy Business (Ditjen Migas, 2002), kira-kira sebahagian atau sekitar 50 persen dari produksi gas di Indonesia diproses untuk dibuat LNG, dan seluruh produksi LNG diekspor ke luar negeri. Produksi LPG sebahagiannya digunakan untuk diekspor dan sebahagiannya lagi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan energi dalam negeri ini selain dipenuhi dari LPG juga dipenuhi dari gas kota yang dapat diperoleh dari dua sumber yaitu gas bumi dan gas buatan.

Sebahagian besar kebutuhan akan gas dalam sektor rumah tangga dipenuhi dari LPG. Kebutuhan gas pada sektor rumah tangga diperkirakan akan meningkat


(25)

2

terus. Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat dan kesadaran akan sumber energi yang bersih, yang relatif tidak mencemari lingkungan dan relatif mudah didapat. Disamping itu, LPG juga digunakan oleh industri, baik sebagai bahan bakar maupun non bahan bakar misalnya sebagai bahan baku.

Produk-produk seperti LPG dan gas kota mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang kebutuhan energi dalam negeri seperti kebutuhan energi rumah tangga, industri, dan komersial. Sebagian besar produk LPG yang tidak diekspor digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam sektor rumah tangga. Saat ini sebahagian besar dari kebutuhan gas untuk sektor rumah tangga telah dipenuhi oleh LPG, sedangkan gas kota hanya sebahagian kecil saja. Namun untuk masyarakat menengah ke bawah, kebutuhan energi dalam sektor rumah tangga mereka sebagian besar masih dipenuhi dari sumber-sumber energi biomassa seperti kayu dan arang, dan minyak tanah.

Peranan biomassa dan minyak tanah sedikit demi sedikit semakin berkurang, bahkan menurun. Peningkatan dalam pendapatan bisa mengakibatkan seorang konsumen yang awalnya menggunakan minyak tanah dan juga karena kenaikan harga minyak tanah, akan beralih ke LPG berdasarkan pertimbangan benefit (keuntungan) dari LPG yang tidak bisa diukur dengan harga semata. Peranan gas kota dalam sektor rumah tangga akan semakin berkurang karena jaringan pipa-pipa gas yang sudah tua dan tidak diimbangi dengan perkembangan instalasi gas yang baru. Dengan demikian, peranan LPG akan semakin bertambah. Bahkan dewasa ini dapat dikatakan hampir seluruh kebutuhan untuk sektor rumah


(26)

3

tangga bersumber dari LPG. Hal tersebut diatas mengakibatkan bergesernya kedudukan gas kota karena biaya instalasi gas jauh lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan LPG yang relatif lebih praktis.

Tabel 1.1. Jenis Bahan Bakar yang Dipergunakan untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1980 - 2005 (%)

Listrik LPG Minyak Tanah Kayu Lainnya

Tahun

Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota

1980 0,06 0.76 0.21 1.66 12.09 73.57 87.08 22.60 0.66 1.41 1985 0.42 1.60 0.24 4.58 10.93 68.35 88.04 23.39 0.37 2.08 1990 1.33 4.75 1.26 8.15 11.23 63.56 85.65 21.91 0.54 1.63 1995 2.05 5.73 0.71 10.47 14.37 65.91 81.37 16.21 0.69 1.68 2000 3.71 7.32 3.28 20.34 15.01 62.22 77.35 9.03 0.65 1.09 2005* 7.11 13.41 9.16 30.51 17.93 50.77 62.76 4.09 3.04 1.22 Rata-rata 1.41 2.13 1.79 5.83 1.17 - 4.56 - 4.80 - 3.62 0.96 - 0.04

Sumber : Review Notes 2001, ESDM. ( * = angka estimasi )

Tabel 1.1 menunjukkan persentase rumah tangga menurut bahan bakar yang digunakan untuk memasak. Dari Tabel 1.1 tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk listrik, baik untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa maupun di kota cenderung mengalami peningkatan konsumsi sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena adanya dukungan program dari pemerintah dalam hal perluasan pelayanan listrik, misalnya melalui program Listrik Masuk Desa. Pada tahun 1980, baru sekitar 0.06 persen rumah tangga di desa dan 0.76 persen rumah tangga di kota yang menggunakan listrik sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 2005, penggunaan listrik sebagai bahan bakar untuk memasak meningkat menjadi 7.11 persen untuk rumah tangga yang


(27)

4

ada di desa dan 13.41 persen untuk rumah tangga yang ada di kota. Penggunaan listrik sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga secara rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1.41 persen untuk rumah tangga yang ada di desa dan 2.13 persen untuk rumah tangga yang ada di kota.

Untuk minyak tanah, kelompok rumah tangga yang ada di desa mengalami peningkatan konsumsi minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 1980 penggunaan minyak tanah sebesar 12.09 persen mengalami penurunan sebesar 1.16 persen menjadi 10.96 persen pada tahun 1985, namun secara perlahan kembali meningkat hingga menjadi 17.93 persen pada tahun 2005. Minyak tanah untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1.17 persen. Sedangkan kelompok rumah tangga yang ada di kota cenderung mengalami penurunan dalam penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 1980, 73.57 persen rumah tangga yang ada di kota menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Namun, pada tahun 2005 penggunaan minyak tanah oleh rumah tangga mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 22.80 persen menjadi hanya sebesar 50.77 persen. Secara rata-rata, penggunaan minyak tanah sebagai sumber bahan baker untuk memasak bagi rumah tangga yang ada di kota mengalami penurunan sekitar - 4.56 persen. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena adanya peningkatan harga minyak tanah di satu sisi yang efeknya relatif lebih terasa oleh rumah tangga yang ada di desa, sedangkan pada sisi yang lain dikarenakan oleh adanya transformasi teknologi dari kompor konvensional berbahan bakar minyak


(28)

5

tanah menjadi kompor gas berbahan baku LPG maupun gas kota oleh rumah tangga yang ada di kota.

Sementara itu, penggunaan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga yang ada di desa dan di kota mengalami penurunan yang sangat drastis. Pada tahun 1980 penggunaan kayu sebagai bahan bakar sebesar 87.08 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa dan 22.60 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di kota menurun menjadi 62.76 persen untuk rumah tangga yang ada di desa dan 4.09 persen untuk rumah tangga yang ada di kota pada tahun 2005. Secara rata-rata, penggunaan kayu bakar mengalami penurunan sebesar - 4.80 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa dan - 3.62 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di kota.

Penggunaan bahan bakar lainnya, termasuk di dalamnya gas kota, arang, batu bara, spirtus, dan lain-lain sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga yang ada di kota cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1980, sekitar 0.66 persen rumah tangga yang ada di desa menggunakan bahan bakar lainnya sebagai bahan bakar untuk memasak dan 1.41 persen rumah tangga yang ada di kota menggunakan bahan bakar lainnya untuk memasak. Dari tahun ke tahun, penggunaan bahan bakar lainnya memiliki trend atau kecenderungan yang relatif terus menurun. Namun pada tahun 2005, dimana harga bahan bakar mengalami kenaikan yang sangat signifikan, penggunaan bahan bakar lainnya oleh rumah tangga pun mengalami peningkatan. Untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa, peningkatan bahan bakar lainnya menjadi sekitar 3.04 persen, sedangkan untuk rumah tangga yang ada di kota menjadi 1.22 persen.


(29)

6

Dari Tabel 1.1 juga dapat dilihat adanya peningkatan penggunaan LPG sebagai bahan bakar baik untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa maupun di kota. Pada tahun 1980, penggunaan LPG untuk memasak di desa masih sebesar 0.21 persen dan selama kurang lebih 25 tahun yaitu pada periode tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu menjadi 9.16 persen. Bahkan peningkatan ini cukup drastis bila dilihat pada periode sebelumnya yaitu tahun 1995 yang masih sebesar 0.71 persen menjadi 3.28 persen pada periode tahun 2000 atau mengalami peningkatan sebesar 2.57 persen. Secara rata-rata, penggunaan LPG sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga yang ada di desa mengalami peningkatan sebesar 1.79 persen. Bahkan konsumsi LPG untuk memasak oleh masyarakat kota pada tahun 2005 mengalami peningkatan yang jauh lebih besar lagi yaitu menjadi sebesar 30.51 persen dari periode tahun 1980 yang hanya sebesar 1.66 persen. Secara rata-rata, untuk kelompok rumah tangga yang ada di kota penggunaan LPG mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan bahan bakar lainnya yaitu sebesar 5.83 persen.

Penggunaan LPG dalam sektor rumah tangga menunjukkan adanya peningkatan, terutama kelompok rumah tangga yang ada di kota yang mencapai dua digit dalam kurun waktu 15 tahun. Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan dan kehidupan masyarakat, kebutuhan lingkungan akan sumber energi yang bersih, serta penyempurnaan distribusi pemasaran LPG di Indonesia. Kendati demikian, peningkatan pemakaian LPG dalam sektor rumah tangga tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasannya


(30)

7

diantaranya yaitu harga dan ketersediaan sumber (supply) dari LPG maupun sumber energi alternatif lainnya.

Peranan gas dalam sektor rumah tangga hampir seluruhnya didominasi LPG, meskipun bila dibandingkan dengan LPG harga gas kota per satuan energi sedikit lebih murah. Namun salah satu penyebab mengapa LPG lebih banyak digunakan adalah masalah kemudahan untuk mendapatkan LPG tersebut, sedangkan proses instalasi gas kota membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengembangan gas kota akan cenderung lebih mudah bila diterapkan pada konsumen dalam jumlah besar atau industri dengan skala tertentu.

Ada banyak alasan mengapa LPG merupakan suatu pilihan yang tepat sebagai bahan bakar utama alternatif untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya yaitu sebagai berikut :

1. LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang relatif masih muda,

2. LPG merupakan bahan bakar alternatif (substitusi) yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan bahan bakar yang sudah umum dipakai pada sektor rumah tangga, bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar suplemen dari minyak tanah.

Pada masa-masa oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi atas bahan bakar minyak (BBM) tidak terlalu memberatkan keuangan negara mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun, masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan pemerintah Indonesia rupanya masih sanggup menanggung beban subsidi BBM


(31)

8

yang sedemikian besar, sehingga harga jual BBM di dalam negeri masih lebih murah daripada harga intenasional. Pada dasarnya, sebelum tahun 1993 pun harga BBM sudah mengalami kenaikan. Namun, peningkatan harga domestik sebagai akibat kenaikan harga internasional ini belum memberikan pengaruh negatif bagi anggaran pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena pemerintah masih memperoleh nilai ekspor (net export) BBM yang lebih besar daripada konsumsi domestik sehingga beban subsidi belum menjadi beban dalam anggaran pemerintah. Dari tahun ke tahun pemerintah menyadari bahwa pengurangan subsidi BBM sampai suatu tingkat tertentu mesti dilakukan, namun untuk beberapa alasan hal tersebut masih sulit untuk dilakukan. Bahkan Bank Dunia termasuk pihak yang paling sering menyarankan untuk sesegera mungkin menghapuskan subsidi terhadap BBM ini.

Selama ini rakyat Indonesia menikmati BBM dengan harga yang sangat murah. Bahkan harga BBM di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi harga BBM dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan BBM dengan harga terjangkau. Setelah kenaikan harga BBM Oktober 2005, harga BBM masih cukup jauh dibawah harga pasar. Sebagai contoh, harga premium untuk konsumsi masyarakat yang dijual di Indonesia sebesar Rp. 4500,00 per liter sedangkan harga internasional untuk premium serupa masih berkisar antara Rp. 5000,00 sampai Rp. 5500,00 per liternya. Dengan selisih harga yang masih cukup besar ini, diperlukan pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi, baik dalam bentuk penjualan BBM


(32)

9

bersubsidi kepada pihak industri maupun penyelundupan BBM bersubsidi untuk dijual dengan harga internasional.

Pada sebuah artikel1, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dr. Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa salah satu bentuk kebijakan pengurangan subsidi BBM adalah dengan melakukan subsidi silang sebagai bentuk restrukturisasi dalam sektor minyak dan gas (migas) yang dilakukan sejak tahun 2003. Subsidi BBM yang dilakukan pemerintah membuat harga BBM menjadi tidak rasional. Idealnya harga suatu produk mencerminkan biaya produksinya. Dalam APBN harga semestinya tidak hanya mencerminkan biaya ekonomisnya, namun juga memuat biaya konservasinya mengingat sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui jumlahnya terbatas.

Dari tahun ke tahun, subsidi pemerintah terhadap komoditas BBM ini sangat besar yang tentu saja sangat membebani keuangan Negara dalam APBN. Dari tabel perkembangan subsidi BBM diatas, pada tahun anggaran 2001/2002 subsidi untuk BBM bahkan mencapai lebih dari 68 trilyun rupiah. Padahal komoditas BBM yang disubsidi hanyalah untuk jenis BBM premium, solar, dan minyak tanah. Sedangkan untuk bahan bakar minyak dan gas lainnya termasuk diantaranya avtur dan LPG serta LNG sudah cenderung dilepas ke pasar sehingga lebih berorientasi pada harga pasar. Untuk tahun anggaran 2006 yang dirilis pada bulan September 2005, pemerintah mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk subsidi BBM mencapai lebih dari 139 trilyun rupiah. Hal ini tidak terlepas dari kenaikan harga minyak mentah di pasar


(33)

10

internasional yang sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah perminyakan dunia sebesar US $70 per barel.

Tabel 1.2. Perkembangan Subsidi BBM di Indonesia (dalam milyar rupiah)

Tahun Anggaran Biaya Pokok BBM Hasil Penjualan Bersih Subsidi

1994/1995 14049.00 14935.60 - 886.60 1995/1996 15829.50 14858.30 - 28.80

1996/1997 20171.90 17314.30 2857.60 1997/1998 34145.60 18279.50 15866.10 1998/1999 36593.90 29140.90 7453.00 1999/2000 71411.36 30487.96 40923.40 2000/2001 88837.08 35027.48 53809.60 2001/2002 108798.35 39417.55 68380.80 2006/20072 --- --- 139100.00

Sumber : Biro Pusat Statistik (2003)

Berdasarkan Tabel 1.2 tentang perkembangan subsidi BBM, terlihat jelas bahwa dari tahun ke tahun, subsidi pemerintah terhadap komoditas BBM ini sangat besar bahkan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun anggaran 2006 subsidi untuk BBM diperkirakan mencapai lebih dari 139 trilyun rupiah. Sedangkan harga produk gas termasuk LPG cenderung mengikuti perkembangan harga pasar. Hal ini lebih banyak dikarenakan oleh harga jual produk LPG yang cenderung mengikuti fluktuasi perkembangan harga pasar. Selain itu, cadangan potensial gas yang dimiliki Indonesia masih sangat besar relatif jika dibandingkan dengan cadangan minyak yang ada.


(34)

11

Dengan kondisi subsidi atas BBM yang semakin tinggi, Pemerintah juga dituntut untuk memikirkan bagaimana harga BBM terutama minyak tanah untuk konsumsi rumah tangga dapat tetap terjangkau oleh masyarakat. Disamping itu pemerintah dapat juga memikirkan suatu solusi untuk menggalakkan penggunaan energi alternatif selain yang tersebut diatas, seperti misalnya LPG. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk mengkaji sejauh mana solusi untuk menggalakkan penggunaan LPG dapat dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang kemungkinan berpengaruh terhadap permintaan LPG.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana faktor harga LPG mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia,

2. Bagaimana faktor perubahan harga barang subtitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia,

3. Bagaimana faktor perubahan pendapatan per kapita masyarakat mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, serta

4. Bagaimana dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.


(35)

12

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan sebagaimana dijelaskan sebelumnya maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis pengaruh harga terhadap permintaan LPG di Indonesia, 2. Menganalisis pengaruh perubahan harga barang subtitusi LPG (minyak

tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG,

3. Menganalisis pengaruh perubahan pendapatan perkapita terhadap permintaan LPG di Indonesia, serta

4. Menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada selang waktu tahun 1980 – 2003 dengan menggunakan data tahunan yang bersifat time series. Pemilihan jangka waktu tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan ketersediaan data. Selain itu, jangka waktu tersebut mencakup berbagai kondisi perekonomian Indonesia yaitu sebagai berikut :

1. Mulai saat masa menjelang ( pra ) oil booming ( tahun 1980-1982 ), 2. Masa oil booming ( tahun 1982-1983 ),

3. Masa liberalisasi ekonomi pada akhir dasawarsa 1980-an,

4. Masa krisis ekonomi yang melanda perekonomian hampir seluruh negara di Asia, termasuk Indonesia ( tahun 1997 ).


(36)

13

Adanya beberapa kondisi perekonomian seperti tersebut diatas, penulis memasukkan variabel krisis ekonomi sebagai variabel dummy. Dummy yang digunakan dalam hal ini adalah dummy krisis yang terjadi sebagai akibat krisis perekonomian yang dialami hampir semua negara di Asia pada tahun 1997.


(37)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Pengertian LPG

LPG adalah salah satu produk yang dipasarkan oleh Pertamina Direktorat Pembekalan Dan Pemasaran Dalam Negeri (Dit. PPDN), dengan merk dagang

LPG (Liquid Petroleum Gases). Komponen utama dari LPG adalah Propana (C3H8) dan Butana (C4H10). Disamping itu, LPG juga mengandung senyawa

hidrokarbon ringan yang lain dalam jumlah kecil, misalnya Etana (C2H6) dan

Pentana (C5H12).

Menurut bahan baku pembuatnya, LPG dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu natural gas (gas bumi) dan refinery gas (gas hasil kilang). Gas bumi merupakan campuran senyawa-senyawa hidrokarbon ringan dan senyawa ikutan yang lain seperti karbondioksida, hidrogen sulfida, uap air, dan lain-lain. Sedangkan gas hasil kilang sebagian besar hanya terdiri dari senyawa hidrokarbon ringan saja. Dalam kondisi atmosfer, LPG berupa gas dan dapat dicairkan pada tekanan diatas 5 kg/cm2. Volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil daripada dalam bentuk gas, untuk berat yang sama. Oleh sebab itu, LPG dipasarkan dalam bentuk cair.

LPG merupakan bahan bakar alternatif disamping BBM. Dipakai untuk keperluan rumah tangga, industri, maupun untuk keperluan khusus lainnya. Menurut spesifikasinya, LPG dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu LPG campuran (mixed LPG), LPG Propana (Prophene LPG), dan LPG Butana


(38)

15

dan tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 25K/36/DDJM/1990. Untuk alasan keamanan dalam pemakaiannya, LPG diberi zat pembau. Sedangkan untuk keperluan khusus, Pertamina melalui Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri juga memasarkan LPG yang tidak berbau (odorless LPG).

2.2. Perlengkapan LPG

Bahan bakar cair LPG disimpan dan dikemas dalam tabung baja dalam berbagai ukuran. Tabung tersebut telah diuji oleh Dinas Pembinaan Norma-Norma Keselamatan Kerja (DPNKK) sesuai standar tes 4.B240 Interstate Commerce Commission (ICC). Sesuai dengan ukuran tabung, maka berat tabung juga bervariasi, yaitu : 5 - 12 kg, 12,1 – 17 kg, 50 kg, skid tank (1000 kg dan 4000 kg).

Setiap tabung diperlengkapi dengan valve atau klep yang berguna untuk menahan gas agar tidak mengalir keluar, sekaligus merupakan celah untuk menyalurkan gas keluar. Pada saat membeli LPG, valve harus tertutup dengan segel aluminium (rain cap) sebagai jaminan keaslian isi tabung. Pada lubang

valve terdapat ring/cincin karet guna mengatur saluran gas melalui regulator untuk

mengamankan aliran gas.

Perlengkapan tambahan yang harus ada agar LPG dapat digunakan adalah regulator. Regulator merupakan alat pengatur tekanan gas yang keluar dari tabung. Dalam keadaan terpasang, gas bertekanan tinggi dalam tabung sudah


(39)

16

berhubungan langsung dengan regulator. Gas akan mengalir keluar dengan tekanan rendah bila katup dibuka.

2.3. Manfaat LPG

Indonesia mulai memperkenalkan dan memasarkan LPG sejak tahun 1968. Awal mula tujuan Pertamina memasarkan LPG adalah dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hasil produk dari minyak bumi dan sekaligus diharapkan mampu mengurangi laju permintaan minyak tanah untuk rumah tangga di dalam negeri.

Melihat perkembangan permintaan dari tahun ke tahun sampai dengan sekarang, telah terjadi peningkatan penggunaan gas LPG yang sangat tajam di Indonesia, baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Sejalan dengan kemajuan pembangunan, maka Pertamina dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan dan pemerataan pemasaran gas LPG guna memenuhi permintaan yang semakin meningkat.

LPG di Indonesia digunakan selain digunakan sebagai bahan bakar dapat juga digunakan untuk kebutuhan non-bahan bakar (untuk bahan baku industri). Sebagai bahan bakar, LPG dapat digunakan untuk :

1. Rumah Tangga :

a. Sebagai bahan bakar kompor gas, b. Sebagai bahan bakar water heater, c. Sebagai bahan bakar lampu penerangan.


(40)

17

2. Industri :

a. Industri makanan. LPG digunakan sebagai bahan bakar untuk memanasi atau mengeringkan dalam produksi crackers, biskuit, dan roti.

b. Industri tekstil. LPG dipakai sebagai bahan bakar untuk proses produksi dari pabrik tekstil.

c. Industri kertas dan percetakan. LPG digunakan sebagai sumber panas dalam proses pengeringan, pencairan, dan pemanasan.

d. Industri keramik dan gelas. LPG digunakan sebagai bahan bakar dalam proses peleburan dan pembentukan gelas, bahan bakar pemanas untuk mengolah batu kapur, dan bahan bakar dalam pembakaran keramik.

e. Industri logam. LPG digunakan sebagai bahan bakar untuk mencairkan logam, menempa logam yang dipanasi sampai membara dengan nyala api langsung, mencairkan logam yang akan dipakai dalam proses pengecoran, pemanasan dalam pemotongan lembaran-lembaran plat baja, kerangka-kerangka baja, dan baja batangan serta digunakan untuk memanasi dalam rangka menghilangkan goresan-goresan pada permukaan lembaran-lembaran plat baja (scurfing). f. Industri yang memproduksi produk-produk pertanian, perikanan,dan peternakan

menggunakan LPG sebagai sumber panas dalam pengeringan tembakau, daun teh, jerami, biji-bijian, dan tumbuhan laut yang dapat dimakan serta sebagai sumber panas dari rumah kaca dan sumber panas peternakan unggas.

g. Industri korek api gas menggunakan LPG sebagai bahan baku untuk pengisian gas dalam korek api.


(41)

18

3. Umum : LPG digunakan untuk keperluan laboratorium, restoran/rumah makan, bengkel, dan rumah sakit.

Untuk kebutuhan selain bahan bakar LPG dapat digunakan sebagai bahan penekan atau zat penyemprotan pada produk aerosol seperti obat nyamuk spray, cat semprot, dan juga deodoran.

Manfaat penggunaan LPG sebagai bahan bakar rumah tangga maupun industri banyak menghasilkan kemudahan dan kenyamanan dibandingkan minyak tanah. Untuk industri, tentu saja berhubungan langsung dengan kualitas produk yang dihasilkannya agar dapat menjadi lebih baik. Secara umum, kelebihan-kelebihan dalam pemakaian LPG adalah sebagai berikut :

1. LPG merupakan sumber bahan bakar energi yang relatif bersih dan tidak ber asap,

2. LPG dapat menghasilkan pembakaran yang sempurna dan tidak menimbulkan kotoran sehingga sangat tepat untuk industri keramik, kaca, dan gelas yang senantiasa membtuhkan bahan bakar yang bersih,

3. LPG menghasilkan pemanasan yang relatif lebih cepat.

4. Mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi sehingga tidak diperlukan lagi pompa untuk pengalirannya,

5. Tidak mengotori makanan yang dimasak serta tidak menimbulkan bau pada masakan,

6. Peralatan memasak dan ruangan dapur lebih bersih, 7. Mengurangi polusi,


(42)

19

8. LPG mempunyai nilai kalori atau daya pemanasan yang cukup tinggi serta efisiensi pemanasan yang tinggi pula.

Jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya, LPG masih memiliki daya pemanasan dan efisiensi apparatus untuk memasak yang lebih besar. Efisiensi

apparatus adalah efisiensi daya serap panas pembakaran terkait dengan peralatan

yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 mengenai efisiensi apparatus

beberapa bahan bakar.

Tabel 2.1. Efisiensi Apparatus Beberapa Bahan Bakar

Daya Panas (kalori/kg) Efisiensi Apparatus (persen)

Kayu Bakar 4450 15

Arang 7100 15

Minyak Tanah 11000 40

LPG 11900 60

Sumber : Review Notes 2001, ESDM.

Dari perbandingan diatas, ternyata satu tabung LPG yang bervolume 15 kg, memiliki daya pemanasan sebesar 178.500 kalori dan secara normal bisa dipakai untuk keperluan memasak selama kurang lebih satu bulan bagi keluarga sedang dengan dua orang anak (4 orang) di Indonesia. Disamping kelebihan-kelebihan diatas, Arifin (1998) menyebutkan terdapat juga beberapa hal yang dirasakan sebagai kekurangan dalam penggunaan LPG, antara lain :

1. Pada tahap awal perlu investasi yang relatif tinggi.

Pada tahap awal penggunaan LPG, seorang konsumen perlu mengeluarkan biaya-biaya yang antara lain untuk :

- Harga appliances (kompor, water heater, dan lain-lain) - Harga tabung LPG


(43)

20

- Harga regulator

- Harga selang sepanjang lebih kurang 2 m dan klem - Harga isi tabung LPG

- Ongkos pemasangan appliances.

2. Penanganan LPG mempunyai resiko yang relatif lebih tinggi.

Sebenarnya, kekurangan-kekurangan yang dirasakan oleh seorang konsumen pengguna LPG tidaklah demikian. Mengapa? Untuk mendapatkan jawaban, tabel 4 akan menunjukkan perbandingan penggunaan bahan bakar LPG dan minyak tanah bagi sebuah rumah tangga sedang (4 orang) di Indonesia selama satu bulan.

Tabel 2.2. Perbandingan Efisiensi Penggunaan LPG dengan Minyak Tanah

LPG Minyak Tanah

1. Biaya rutin per bulan* Rp. 50.000,00 1 tabung

Rp. 63.000,00 30 liter 2. Investasi awal :

a. Kompor + perlengkapan b. Tabung

c. Umur**

Penyusutan per bulan

Total biaya rutin + penyusutan

Rp. 250.000,00 Rp. 250.000,00

10 tahun 0,83 %/bln (Rp.

4.150,00) Rp. 54.150,00

Rp. 25.000,00 - 5 tahun 1,67 %/bln (Rp.

417,50) Rp. 63.417,50

3. Kalori per bulan (kal) Kalori tiap rupiahnya (kal/Rp)

178.500 3,296

198.000 3,122

* survey kebutuhan bahan bakar LPG vs Minyak Tanah selama 1 bulan oleh Pertamina ** estimasi penulis


(44)

21

Berdasarkan perbandingan pada Tabel 2.2, ternyata biaya penggunaan LPG malah lebih murah 9,85 persen dari biaya penggunaan minyak tanah. Bahkan, efisiensi energi (dalam kalori) yang dihasilkan LPG lebih besar 5,57 persen dari minyak tanah. Dengan kata lain, selama sebulan setiap rupiah yang dikeluarkan oleh seorang konsumen yang menggunakan LPG dapat menghasilkan 0,174 kalori lebih besar dari konsumen yang menggunakan minyak tanah. Disamping itu, di zaman yang semakin modern ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menciptakan perangkat dan cara penanganan LPG yang lebih menjamin keamanan dan kenyamanan para pemakainya.

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.4.1. Teori Permintaan

Permintaan adalah keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Permintaan juga merupakan pokok bahasan dalam ekonomi mikro. Meskipun ekonomi mikro analisisnya bersifat individual, akan tetapi bukan hal yang sederhana dan mudah untuk mengetahui konsep-konsep dasar permintaan secara individual. Permintaan individual menggambarkan permintaan orang per orang terhadap suatu barang tertentu. Gabungan dari seluruh permintaan perorangan tersebut disebut permintaan pasar. Kurva permintaan pasar didapat dengan menjumlahkan (secara horizontal) kurva permintaan individu-individu yang ada di pasar, misalnya ada dua individu (konsumen) di pasar yang membeli suatu barang mempunyai bentuk kurva permintaan sebagai berikut:


(45)

22

Gambar 2.1. Kurva Permintaan Pasar

Sumber : Nicholson, 2001.

Cara mendapatkan kurva permintaan pasar yang diperlihatkan dalam Gambar 2.1 yaitu untuk individu 1 dengan permintaan sebesar X1* dan individu 2

dengan permintaan sebesar X2*, pada harga yang sama sebesar Px* maka total

permintaan menjadi X* = X1* + X2*. Kurva permintaan pasar terbentuk dari

penjumlahan agregat atas permintaan individu 1 dan individu 2 yang ditunjukkan oleh titik keseimbangan pasar X*, Px*.

Hukum permintaan berbunyi “pada tingkat harga yang lebih tinggi, jumlah barang yang diminta akan semakin berkurang atau sebaliknya pada harga yang lebih rendah, jumlah barang yang diminta akan semakin bertambah dengan asumsi cateris paribus atau hal-hal lain yang mempengaruhi dianggap konstan” (Iswardono, 1994). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah yang diminta berhubungan terbalik (inverse) dengan harga barang tersebut dengan anggapan bahwa hal-hal lain dianggap konstan pada berbagai kemungkinan harga.

Harga bukan merupakan satu-satunya yang menentukan berapa banyak masyarakat mau membeli barang-barang dan jasa. Selain harga, permintaan juga

PX PX PX

X1

X1* X2*

0 0 0 X*

PX* PPX* X*

X X2

Dx1 MD

x

Dx2

INDIVIDU2 PASAR


(46)

23

dipengaruhi oleh pendapatan. Misalnya, jika harga barang sesuatu meningkat, tetapi pendapatan juga meningkat tidak dapat diketahui bagaimana perubahan jumlah barang yang diminta. Akan tetapi kalau harga konstan dan parameter

non-price juga konstan maka dapat ditentukan arah perubahan jumlah barang yang

diminta.

Ada tiga konsep penting yang perlu diperhatikan dalam menganalisis permintaan barang normal. Pertama, jumlah barang yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (quantity desired). Ini menunjukkan berapa banyak barang yang ingin dibeli oleh rumah tangga, atas dasar harga barang tersebut, harga produk yang berkaitan ( substitusi ), penghasilan suatu rumah tangga, dan sebagainya. Kedua, jumlah barang yang diinginkan merupakan permintaan efektif, bukan merupakan harapan kosong. Artinya, jumlah permintaan yang orang bersedia membelinya pada harga yang mereka harus bayar untuk suatu barang. Ketiga, jumlah kuantitas barang yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu. Oleh karenanya, kuantitas barang tersebut harus dinyatakan dalam banyaknya kuantitas per satuan waktu. Misalnya, 1 juta ton per hari atau 365 juta ton per tahun. (Lipsey, et al. 1998)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan akan suatu barang, diantaranya yaitu harga barang sendiri, pendapatan konsumen, harga terkait baik yang bersifat substitusi maupun komplementer terhadap barang tersebut, selera atau kebiasaan konsumen, jumlah penduduk, dan perkiraan harga di masa mendatang. (Nicholson, 2001 )


(47)

24

1. Perubahan Harga Barang Itu Sendiri

Gambar 2.2. Kurva Permintaan

Perubahan harga barang sendiri akan menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta dengan asumsi cateris paribus. Ini dicerminkan oleh pergerakkan pada satu kurva permintaan. Pada Gambar 2.2 nampak adanya perubahan jumlah barang yang diminta jika terjadi perubahan harga. Perubahan dari titik A ke B atau ke C disebabkan karena perubahan harga barang itu sendiri. Ini berarti bahwa setiap kurva permintaan, jumlah barang yang diminta berubah sebagai akibat dari perubahan harga barang itu sendiri. Semakin tinggi harga suatu barang, semakin sedikit jumlah barang yang diminta, dan semakin rendah harga suatu barang semakin banyak jumlah barang yang diminta. Pernyataan ini sering disebut sebagai hukum permintaan yang berlaku dengan asumsi ceteris paribus. Hal yang perlu diingat adalah bahwa perubahan harga akan menyebabkan pergerakan sepanjang kurva permintaan.

Jumlah (Unit) C

A

B P1

P0

P2

Q2 Q0 Q1


(48)

25

2. Pendapatan Konsumen

Adanya perubahan faktor lain selain harga barang itu sendiri akan menimbulkan terjadinya perubahan permintaan yang ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan ke kanan atau ke kiri.

Gambar 2.3 Perubahan Permintaan

Dalam Gambar 2.3 diatas, nampak bahwa kurva permintaan mula-mula adalah DD, kemudian berubah menjadi D1D1 dan D2D2. Perubahan ini yang

disebut sebagai perubahan permintaan. Permintaan bertambah (meningkat) dicerminkan oleh D1D1 dan permintaan berkurang (menurun) ditunjukkan oleh

D2D2.

Oleh karena itu, kenaikan pendapatan cenderung meningkatkan permintaan. Ini berarti bahwa kurva permintaan menunjukkan kuantitas (jumlah) yang diminta lebih besar pada setiap harga yang sama. Sehingga kenaikan pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekanan (DD ke D1D1) dan

sebaliknya menurunnya pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekiri (DD ke D2D2). Kenaikan permintaan mungkin disebabkan meningkatnya pendapatan

HARGA RP

JUMLAH (UNIT) 0

D1

D

D2


(49)

26

dan sebaliknya menurunnya permintaan karena menurunnya pendapatan. Ini berarti ada hubungan positif antara pendapatan dengan permintaan.

Perubahan pada variabel pendapatan rumah tangga akan menyebabkan terjadinya perubahan konsumsi atau permintaan tehadap barang-barang lainnya. Misalkan suatu rumah tangga menerima pendapatan yang lebih besar, maka dapat diperkirakan bahwa rumah tangga tersebut akan mengkonsumsi lebih banyak barang, pada kondisi harga barang tersebut tetap. Akibatnya secara keseluruhan untuk pasar dapat diperkirakan bahwa jumlah barang yang diminta akan lebih banyak daripada permintaan sebelumnya atas barang tersebut pada tingkat harga yang sama.

Permintaan atas suatu barang, biasanya akan meningkat apabila variabel pendapatan juga mengalami peningkatan. Barang seperti ini disebut barang normal. Namun, dalam praktek keseharian bisa saja yang terjadi merupakan kebalikannya yaitu jika pendapatan mengalami peningkatan tetapi permintaan atas suatu barang justru mengalami penurunan. Barang seperti ini disebut sebagai barang inferior. (Nicholson, 2001)

3. Harga Barang Terkait : Substitusi dan Komplementer

Adanya perubahan harga barang lain juga akan menyebabkan perubahan permintaan. Dalam menggambarkan kurva permintaan selalu dianggap bahwa harga barang itu sendiri yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta sedangkan harga barang terkait (prices of related goods) dianggap konstan.

Ada dua macam barang terkait yaitu barang substitusi dan barang komplementer. Kedua macam barang tersebut dapat didefinisikan dalam


(50)

27

kaitannya dengan perubahan harga terhadap permintaan akan sesuatu barang. Misalnya, ada 2 (dua) barang X dan Y. Jika barang X dan barang Y substitusi, maka jika harga barang Y turun dan harga barang X tetap, kurva permintaan barang X akan bergeser kekiri atau ada penurunan permintaan. Contohnya: LPG dan minyak tanah. Dengan perkataan lain hubungannya positif artinya kenaikan harga minyak tanah (barang Y) cenderung meningkatkan permintaan LPG (barang X) dan sebaliknya. Sedangkan jika barang X dan barang Y komplementer, maka hubungannya negatif. Ini berarti bahwa jika harga barang Y naik cenderung akan menurunkan permintaan akan barang X,dan sebaliknya. Contohnya kompor gas dengan LPG. Jika harga kompor gas meningkat maka permintaan LPG akan menurun, dan sebaliknya kalau harga kompor gas menurun maka permintaan atas LPG meningkat.

Untuk variabel harga barang terkait (substitusi maupun komplementer), perubahannya akan mengakibatkan perubahan terhadap konsumsi suatu barang. Kenaikan harga barang substitusi dari suatu barang akan menyebabkan konsumsi terhadap barang tersebut mengalami peningkatan, sedangkan kenaikan harga barang komplemennya akan menyebabkan konsumsi terhadap barang tersebut mengalami penurunan.

4. Selera atau Kebiasaan Konsumen

Selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang. Misalnya, selera wanita berubah, tidak menyukai rok mini lagi, ini akan berakibat bergesernya kurva permintaan rok mini kekiri dalam. Begitu juga sebaliknya


(51)

28

kalau selera wanita terhadap rok mini meningkat maka kurva permintaan rok mini akan bergeser kekanan atas.

Para ekonom tidak banyak membicarakan peranan selera pada perubahan permintaan. Hal ini disebabkan karena para ekonom tidak mampu mendefinisikan dan memberi tolak ukur terhadap selera serta tidak menjelaskan faktor-faktor apa yang menentukan selera. Ringkasnya, karena ada kesulitan dalam pengukuran dan teori tentang perubahan selera maka dianggap bahwa selera konstan, walaupun sebenarnya tidak, khususnya kalau ada pengenalan produk baru di pasar (Iswardono, 1994).

5. Jumlah Penduduk

Pertumbuhan penduduk (populasi) merupakan deret geometri (ukur) sedangkan pertumbuhan pangan adalah merupakan deret aritmetika (hitung). Artinya adalah bahwa pertumbuhan pangan tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Semakin banyak jumalah penduduk maka pangan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup akan semakin meningkat pesat (permintaan pangan meningkat) sedangkan persediaan pangan relatif meningkat secara perlahan. Kelemahan teori ini kurang memperhitungkan faktor teknologi dalam proses peningkatan produktivitas.

6. Ekspektasi di Masa Mendatang

Theory of Rational Expectation atau teori perkiraan yang rasional

menyatakan bahwa masyarakat umumnya berperilaku berjaga-jaga dalam mengantisipasi kondisi yang akan terjadi di masa mendatang. Artinya adalah kejadian yang diperkirakan terjadi pada masa yang akan datang akan


(52)

29

mempengaruhi situasi saat ini. Sebagai contoh harga suatu barang yang diperkirakan akan naik di masa yang akan datang yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi makroekonomi dan politik yang kurang stabil maka masyarakat akan menambah stok sebagai persediaan di masa yang akan datang. Keadaaan ini mendorong masyarakat untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa yang akan datang. Apabila kita memperkiraan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah lebih baik membeli barang itu sekarang. Keadaaan ini mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa mendatang. (Mishkin, 2000)

Dalam analisis ekonomi atas pemintaan suatu barang, variabel-variabel yang diperhitungkan biasanya adalah variabel-variabel yang pengaruhnya besar dan mempengaruhi permintaan secara langsung. Dalam hal ini variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi permintaaan atas suatu barang adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain atau substitusi, dan pendapatan. (Rahardja dan Manurung, 2002 )

Dari apa yang disebutkan diatas, fungsi permintaan dapat disusun sebagai berikut :

Dx = f(Px, Py, I, Pref, Pop, Expect )

Dimana :

Dx = permintaan atas barang x,

Px = harga dari barang x ( bernilai negatif ),

Py = harga barang lain atau substitusi ( dapat bernilai positif / negatif ),


(53)

30

Pref = preferensi / selera konsumen, Pop = jumlah penduduk,

Expect = Ekspektasi di masa yang akan datang.

Tanda-tanda positif atau negatif dari suatu permintaan secara teori ekonomi merupakan hubungan antara variabel bebas terhadap variabel tak bebas yang mempengaruhi permintaan. Dari persamaan diatas, maka dapat ditulis persamaan matematis ∂Dx/∂Px <0( jika harga barang x naik, maka permintaan atas barang x akan turun, begitu juga sebaliknya ), ∂Dx/∂Py >0 ( jika harga barang substitusi y naik, maka permintaan atas barang x akan naik, begitu juga sebaliknya ), ∂Dx/∂I >0( jika pendapatan per kapita naik, maka permintaan atas barang x akan naik, dan sebaliknya ).

Persamaan diatas menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas secara teori ekonomi dengan asumsi barang normal. Diluar asumsi tersebut, akan terjadi penyimpangan pola hubungan.

2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared)

Metode regresi OLS dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang ahli matematika berkebangsaan Jerman. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode regresi OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi suatu metode analisis regresi yang dapat diandalkan dan populer.


(54)

31

Menurut Gujarati (1999), metode kuadrat terkecil linear biasa (OLS / Ordinary Least Square) dapat digunakan jika asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi :

1. Variasi unsur sisa menyebar normal,

2. Nilai rata-rata dari unsur sisa sama dengan nol,

3. Ragam merupakan bilangan konstan (asumsi homoskedastisitas), 4. Tidak ada korelasi diri (asumsi autokorelasi),

5. Tidak ada linear sempurna antar peubah bebas (asumsi multikolinearitas). Persamaan dasar permintaan yang sudah diregresi adalah :

Yi = b0 + b1Xi+ µi

Dimana Yi merupakan variabel tak bebas dari variabel bebas Xi. Xi

merupakan variabel bebas untuk input ke-i, dimana i = 1, 2, ...,dan seterusnya, sehingga jika dimisalkan i = 1 adalah tenaga kerja, maka X1 = Variabel jumlah

input tenaga kerja, dan begitu juga seterusnya.

OLS cenderung akan mendekati distribusi normal apabila sampel semakin besar yaitu n mendekati ∞ sehingga akan menghasilkan varian unsur sisa yang menyebar normal dan nilai rata-rata unsur sisa sama dengan nol. Secara operasional dapat dituliskan sebagai Ui ∞ N(0,r) dengan nilai rata-rata Ui sama dengan nol (E(Ui) = 0), nilai varian Ui sama dengan r2 (E(Ui) = r2), dan nilai kovarian Ui dan Uj sama dengan nol (∑(Ui,Uj) = 0, i ≠j). Dengan dipenuhinya asumsi tersebut, maka koefisien atau parameter yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias atau Blue Linier Unbiased Estimator


(55)

32

Untuk memenuhi syarat terjadinya sama (homo) dan penyebaran

(scedasticity) makaragam varians dari Ui adalah suatu angka konstan yang positif

yang sama dengan σ2. Secara operasional dapat dituliskan sebagai Ui = E[Ui – E(Ui)]2 =

σ

2.Asumsi tidak terjadinya autokorelasi dapat terpenuhi apabila kovarian Ui dan Uj menghasilkan nilai nol dengan i dan j yang berbeda. Secara operasional hal ini dapat ditulis sebagai : cov (Ui,Uj) = E[Ui – E(Ui)][Uj – E(Uj)] = E(Ui,Uj) = 0, dimana i ≠j. Jika asumsi ini terpenuhi, maka keragaman data menunjukkan ragam yang konstan sehingga asumsi homoskedastisitas Gujarati (1999) terpenuhi dan OLS dapat digunakan sebagai pengolah data.

Asumsi tidak terjadinya multikolinieritas berarti menunjukkan bahwa gangguan Ui dan variabel yang menjelaskan Xi tidak saling berkorelasi. Jika X dan U memiliki pengaruh yang terpisah atas Y maka kalau X dan U berkorelasi secara positif, X meningkat pada saat U meningkat dan menurun pada saat U

turun. Demikian juga sebaliknya, jika X dan U berkorelasi secara negatif maka X meningkat pada saat U menurun dan menurun saat U naik. Secara operasional dapat dituliskan sebagai : cov (Ui,Xi) = [Xi – E(Xi)]E[Ui – E(Ui)] = 0. Jika asumsi ini terpenuhi, maka tidak tedapat linier sempurna antar variabel bebas yang digunakan sebagai peubah. Atau dengan kata lain, karena tidak terdapat multikolinieritas antar variabel maka OLS dapat digunakan.

2.3. Tinjauan Empiris Penelitian Noegroho (1985)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana elastisitas permintaan dan elastisitas silang antara minyak tanah dan listrik sebagai sumber energi untuk


(56)

33

memasak. Persamaan penelitian Noegroho dengan penelitian ini adalah konsep yang dianalisis yaitu produk energi. Hanya saja penelitian Noegroho menganalisis minyak tanah dengan listrik sebagai produk substitusinya, sedangkan penelitian ini menganalisis LPG dan minyak tanah dan listrik sebagai substitusinya.

Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini berbeda dengan penelitian Noegroho. Dalam skripsi ini akan dianalisis faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia dengan regresi linier berganda biasa dan memasukkan minyak tanah dan listrik untuk melihat keterkaitannya sebagai sumber energi yang sama-sama dapat digunakan untuk memasak. Minyak tanah dimasukkan sebagai variabel substitusi karena kegunaannya yang sangat dekat dengan LPG, sedangkan listrik dimasukkan sebagai variabel substitusi karena sama-sama mensyaratkan penggunaan peralatan dengan teknologi baru.

Penelitian Rivai (1991)

Tujuan utama penelitian yang dilakukan olah Rivai adalah untuk menjelaskan proses perkembangan permintaan avtur sebagai bahan bakar pada industri penerbangan (airlines) sebagai hasil dari perubahan dalam teknik produksi, penyerapan tenaga kerja, dan produktivitas kerja. Dalam penelitiannya Rivai menggunakan model fungsi produksi CES (Constant Elasticity of

Substitution) dan Cobb-Douglas.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada industri penerbangan menggunakan teknik produksi yang padat modal, dengan orientasi biaya atas penggunaan avtur yang sangat besar, sehingga peranan penggunaan avtur sebagai komponen biaya sangatlah penting. Dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas,


(57)

34

Rivai ingin menunjukkan bahwa elastisitas output terhadap modal adalah lebih besar daripada elastisitas output tenaga kerja.

Persamaan antara penelitian Rivai dengan analisis dalam skripsi ini terletak hanya pada analisis Rivai mengenai proses perkembangan permintaan produk bahan bakar. Sedangkan untuk produk maupun model yang digunakan sangatlah berbeda.

Penelitian Koshal (1998)

Penelitian ini melakukan peramalan fungsi permintaan produk energi, dalam hal ini minyak tanah dengan menggunakan data time series Indonesia untuk periode 1957-1992. Model dasar yang digunakan Koshal mengasumsikan bahwa jumlah konsumsi minyak tanah yang direncanakan dipengaruhi oleh harga minyak tanah, tarif listrik sebagai barang substitusi, dan pendapatan per kapita. Koshal melakukan pengujian-pengujian khusus, mengingat data yang digunakan bersifat time series yang dikhawatirkan memiliki sifat-sifat yang menyalahi asumsi dasar OLS. Tes Dickey-Fuller unit root yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa semua seri data yang digunakan bersifat stasioner. Oleh karena itulah dilakukan pengujian lebih lanjut, yaitu multivariate cointegration test untuk melihat apakah masing-masing seri yang tidak stasioner itu saling berintegrasi satu sama lain (cointegrated).

Penelitian Koshal memiliki kesamaan kelompok produk yang dianalisis yaitu produk energi dan penggunaan analisis regresi linear dengan penelitian ini, namun produk yang dianalisis dan regresi linear yang digunakan berbeda. Dalam penelitian ini, produk yang dianalisis adalah LPG dan analisis regresi yang


(58)

35

digunakan adalah analisis regresi linear biasa. Sedangkan dalam penelitian Koshal, produk yang dianalisis adalah minyak tanah dengan produk substitusinya listrik dan analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logaritmik.

Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini memiliki perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Koshal. Dalam skripsi ini akan dianalisis faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia dengan regresi linier berganda dan memasukkan minyak tanah dan listrik dalam variabel substitusinya untuk melihat keterkaitannya sebagai bahan bakar yang sama-sama digunakan untuk memasak oleh rumah tangga.

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Teori permintaan dalam ekonomi mikro menjelaskan bahwa permintaan dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang substitusi, dan tingkat pendapatan. Oleh karena itu, dalam kasus ini penulis ingin melihat apakah permintaan LPG di Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut diatas.

Permintaan LPG di Indonesia, menurut teori ekonomi mikro dipengaruhi oleh harga LPG di Indonesia, harga produk substitusi LPG yang dalam hal ini merupakan harga minyak tanah dan tarif listrik di Indonesia, serta pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Penulis memasukkan harga minyak tanah dan tarif listrik sebagai faktor harga produk substitusi LPG karena minyak tanah dan listrik memiliki kesamaan fungsi dengan LPG sebagai sarana bagi rumah tangga untuk memasak. Selain itu, perlu dipertimbangkan adanya faktor trend permintaan LPG


(59)

36

di Indonesia dan juga faktor krisis ekonomi yang dapat mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia.

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Permintaan BBM, disamping dipengaruhi oleh harga, juga dipengaruhi oleh faktor usaha peningkatan produktivitas kegiatan ekonomi. Secara keseluruhan, besarnya jumlah konsumen yang meningkat dengan pesat dan teknologi yang menggunakan bahan energi tersebut. Akibat permintaan yang meningkat dengan pesat, timbul masalah dalam pengadaannya yang menyebabkan

1. Harga LPG

2. Harga Minyak Tanah 3. Tarif Listrik

4. Konsumsi LPG sebelumnya/Trend 5. Krisis Ekonomi (dummy)

Faktor yang mempengaruhi konsumsi LPG sebagai Bahan Bakar Alternatif untuk Memasak dalam Rumah Tangga

Permintaan LPG

Faktor Dominan


(60)

37

komponen impor, yang ikut mempengaruhi struktur biaya produksi semakin membesar. Di lain pihak, permintaan untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri beserta seluruh komponennya, pada akhirnya langsung berpengaruh pada besar kecilnya subsidi. Sehingga penekanan tingkat subsidi dengan penyesuaian-penyesuaian harga setiap periode tertentu selama ini dan juga sebagai usaha untuk menekan laju pertumbuhan permintaan tidak banyak berpengaruh.

2.5. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan tujuan penelitian sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam skripsi ini yaitu :

1. Harga LPG berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG di Indonesia, 2. Harga barang substitusi (minyak tanah dan tarif listrik) berpengaruh positif

terhadap permintaan LPG di Indonesia,

3. Pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh positif terhadap konsumsi LPG di Indonesia,

4. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia memiliki pengaruh terhadap permintaan LPG di Indonesia.


(61)

38

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai litelatur yang bersumber dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral-Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (DITJEN MIGAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Keseluruhan data-data yang digunakan merupakan data time series tahunan dengan sampel waktu dari 1980 sampai 2003.

Penggunaan data pada periode ini diharapkan dapat membantu dalam mencapai tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas (LPG) di Indonesia. Keterangan yang lebih lengkap mengenai data yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam Tabel 4.1.

Tabel 3.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data

Jenis Data (Variabel) Satuan Simbol Sumber Permintaan LPG oleh

rumah tangga

Juta Kaki

Kubik (MCF) LPGt

Departemen ESDM-DITJEN MIGAS Harga LPG yang

ditetapkan Pemerintah Rp/kg PLPGt

Departemen ESDM-DITJEN MIGAS Harga minyak tanah Rp/liter PMsubtt Departemen

ESDM-DITJEN MIGAS Tarif listrik Rp/kwh PLsubtt Departemen

ESDM-DITJEN MIGAS Pendapatan per kapita Rp Yt BPS

3.2. Metode Analisis dan Model Penelitian

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekonometrika melalui model regresi linier berganda dengan pendugaan parameter


(62)

39

melalui Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode dimana error termnya dibuat dalam bentuk kwadratik dengan tujuan untuk memperkecil varian sehingga diperoleh kesalahan yang kecil. Analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Untuk mempermudah dalam pengolahan data, alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dioperasikan melalui perangkat lunak microsoft excell dan eviews 4.1.

Berdasarkan teori permintaan dimana permintaan suatu produk dipengaruhi oleh harga produk tersebut, harga produk substitusinya, pendapatan per kapita masyarakat, konsumsi produk tersebut pada tahun sebelumnya, serta faktor dummy, maka bentuk model ekonomi alternatif dari permintaan LPG adalah sebagai berikut :

Demand LPG = f (PLPGt, PSubt, Yt, Demand LPGt-1, Dummy)

Model ekonomi alternatif tersebut dapat dijabarkan dalam model regresi berikut:

LPGt = b0 + b1 PLPGt+ b2 PM+ b3 PL+ b4 Yt+ b5 LPGt-1 + b6 D + et ...(1)

Untuk mendapatkan hasil olahan dalam bentuk satuan yang sama (persen) maka variabel dependent maupun independet dilogaritmakan kecuali variabel yang sudah dalam bentuk persen dan variabel kualitatif. Dengan demikian persamaan (1) menjadi :

LLPGt = b0+ b1LPLPGt+b2LPMt+b3LTLt+b4LYt+b5LLPGt-1 +b6D +et...(2)


(63)

40

b0 = Konstanta,

b 1…5 = Parameter dugaan

LLPGt = Logaritma permintaan LPG oleh rumah tangga (persen),

LPLPGt = Logaritma harga LPG yang ditetapkan oleh pemerintah (persen),

LPMt = Logaritma harga minyak tanah (persen)

LTLt = Logaritma tarif listrik (persen)

LYt = Logaritma pendapatan per kapita (persen)

LLPGt-1 = Logaritma permintaan LPG tahun sebelumnya (persen),

D = Dummy krisis (nol sebelum dan satu sesudah krisis),

e =Error.

3.3. Pengujian Model A. Kriteria Statistik

Suatu model dikatakan baik dan sesuai dengan kriteria statistik dapat dilihat dari uji-F, uji-t dan ukuran kebaikan model (R2).

Uji-F

Uji-F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya.

Hipotesis: H0 : b1 = b2 = ... = bk = 0 (tidak ada variabel bebas yang mempengaruhi

varibel tak bebas),

H1 : ada bk ≠ 0 (minimal ada salah satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap

variabel tak bebas).

Jika probability F-statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan simpulkan


(64)

41

probability F-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada

variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas. (Gujarati, 1999)

Uji-t

Dipergunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis: H0 : bk= 0 (variabel bebas k tidak mempengaruhi variabel tak bebas),

H1 : bk≠ 0 atau bk< 0 atau bk > 0 (variabel bebas k mempengaruhi

variabel tak bebas).

Wilayah kritis penolakan H0 adalah probability t-statistic < taraf nyata,

dan simpulkan variabel bebas k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebasnya. Jika probability t-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan

simpulkan bahwa variabel bebas k tidak mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.

B. Kriteria Ekonometrika

Agar dapat digunakan sebagai dasar analisis lebih lanjut, maka perlu juga diuji apakah memenuhi kriteria ekonometrika, dalam artian tidak terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan dalam metode estimasi OLS supaya hasil estimasi tidak menyimpang. Analisis ekonometrika dilakukan dengan melakukan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas, dan uji normalitas.


(65)

42

Uji Autokorelasi

Salah satu Asumsi OLS ialah nilai µ (error term) antara satu persamaan bersifat bebas (tidak tergantung) pada nilai µ pengamatan lainnya. Hal ini berimplikasi covarians µ dua pengamatan sama dengan nol. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka dikatakan terjadi autokorelasi atau korelasi serial.

Autokorelasi adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai sebelumnya, dapat dengan tenggang (lag) satu atau lebih. Koefisien autokorelasi berkisar antara –1 dan +1, dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi.Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial di antara disturbance term. Pada program E-Views, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*R-squared pada uji

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM (Thomas, 2002). Hipotesis dalam uji ini

adalah: H0 : ρ = 0, tidak terdapat autokorelasi

H1 : ρ≠ 0, terdapat autokorelasi

Wilayah kritis penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < α

sedangkanwilayah penerimaan H0adalah Probability Obs*R-squared > α. Jika H0

ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model. Sebaliknya jika H0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model.

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah varian dari gangguan atau variabel tak bebas yang berubah sepanjang waktu atau varian yang tidak konstan. Salah satu asumsi dengan menggunakan OLS adalah terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Syamsul 1998. Efektivitas Kebijakan Energi Dalam Rangka Pengurangan

Subsidi BBM di Masa Krisis. Artikel Ekonomi Energi. Jakarta

Badan Pusat Statistik 2003. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BPS, Jakarta.

Boediono. 1996. Ekonomi Makro. Edisi keempat. BPFE. Yogyakarta.

Depkominfo. 2006. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Perubahan). http//:www.ri.com/page 105/anggaran_belanja.

Detik.com. Mengapa subsidi harus dikurangi?. Edisi Maret 2003.

Ditjen Migas. 2003. Laporan Tahunan Migas Tahun 1995-2003. Ditjen Migas – Dept.ESDM, Jakarta.

. 2003. Statistik Migas Indonesia Tahun 1995-2003. Ditjen Migas– Dept.ESDM, Jakarta.

. 2003. Survey Kebutuhan Bahan Bakar LPG vs Minyak Tanah Selama

1 Bulan Oleh Pertamina. Ditjen Migas– Dept.ESDM, Jakarta.

. 2003. Handbook of Mining and Energy Business 2002. Ditjen Migas– Dept.ESDM, Jakarta.

. 2003. Review Notes 2001. Ditjen Migas-Dept.ESDM, Jakarta Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gunarto, C. 2001. Studi Aplikasi Model Energi Gary G Moser dan Dick Durevall Terhadap Kasus Energi di Indonesia (Pendekatan Error Correction

Model), 1985. Pascasarjana UGM.

Iswardono. 1994. Teori Ekonomi Mikro. Gunadarma, Jakarta.

Jaya, Wihana Kirana. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. BPFE Yogyakarta.


(2)

Koutsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrics. Edisi Kedua. Barnes and Noble Books, New Jersey.

Lipsey, et al. 1998. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kelima. Binarupa Aksara, Jakarta.

Mishkin, F.S. 2001. The economics of Money, Banking, and Financial Markets. Columbia University.

Nicholson, Walter. 2001. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Kedua. RajaGrafindo Perkasa, Jakarta.

Noegroho, Ichsan. 1985. Analisis Konsumsi Minyak Tanah di Indonesia Dan

Listrik Sebagai Variabel Substitusi. Fakultas Ekonomi – Universitas

Padjajaran, Bandung.

Rahardja, Pratama. dan Manurung, Mandala. 2002. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Revisi. FE-UI, Jakarta.

Rivai, Andra. 1991. Perkembangan Konsumsi Avtur Airline di Indonesia. FE – UI, Jakarta.

Romayani, Dwi. 2005. Analisis Permintaan Uang dan Inflasi di Indonesia. Fakultas Ekonomi dan Manajemen – IPB, Bogor.

Suparmoko, Drs. M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penelitian

Tahun CLPG PLPG PMT TL Ykap Dk

1980 28454,1 93,32 6,45 40,75 1,17901 0

1981 34859,8 128,76 13,77 40,75 1,09905 0

1982 35345,4 149,59 14,61 56,375 1,08293 0

1983 35007 164,2 14,99 84,375 1,1668 0

1984 42679,7 170,43 19,08 109,875 1,45718 0 1985 52071,5 179,67 23,83 109,875 1,68222 0

1986 57076,9 186,22 15,25 109,875 1,8234 0

1987 61629,6 173,65 17,5 109,875 2,35959 0

1988 64324,2 205,62 18 109,875 2,4655 0

1989 69864,7 244,45 18 122,875 2,61607 0

1990 73013,3 307 22,67 122,875 2,82395 0

1991 76571,9 315 33,33 122,875 3,29776 0

1992 80348,5 325 37,5 122,875 3,8222 0

1993 83186,4 350 60 165,875 4,54514 0

1994 93530 360 100 178,5 5,32568 0

1995 122799,5 375 150 188,8125 6,27695 0

1996 137107,7 375 175 190,5725 9,55753 0

1997 149525,5 415 225 191,8 10,9973 1

1998 146988,2 512 350 194,7875 13,8977 1

1999 144026 735 400 245,0575 16,8428 1

2000 151041,6 815 450 280,47 18,6327 1

2001 168501,3 897 500 334,925 20,3635 1

2002 170770,6 950 550 462,445 22,6172 1

2003 169892,7 1175 600 560,6225 27,2971 1

Keterangan:

CLPG = konsumsi LPG (Juta Kaki Kubik/MCF) PLPG = harga LPG(Rp/kg)

PMT = harga minyak tanah(Rp/liter) TL = tarif listrik(Rp/kwh)

Ykap = pendapatan perkapita(Rp juta) Dk = dummy krisis


(4)

Lampiran 2. Data Penelitian Dalam Logaritma

Tahun LCLPG LPLPG LPMT LTL LYKAP DK

1980 10,2561 4,5360 1,8641 3,7075 13,9802 0 1981 10,4591 4,8580 2,6225 3,7075 13,9100 0 1982 10,4729 5,0079 2,6817 4,0320 13,8952 0 1983 10,4633 5,1011 2,7074 4,4353 13,9698 0 1984 10,6615 5,1383 2,9486 4,6993 14,1920 0 1985 10,8604 5,1911 3,1709 4,6993 14,3356 0 1986 10,9522 5,2269 2,7246 4,6993 14,4162 0 1987 11,0289 5,1570 2,8622 4,6993 14,6740 0 1988 11,0717 5,3260 2,8904 4,6993 14,7179 0 1989 11,1543 5,4990 2,8904 4,8112 14,7772 0 1990 11,1984 5,7268 3,1210 4,8112 14,8537 0 1991 11,2460 5,7526 3,5065 4,8112 15,0088 0 1992 11,2941 5,7838 3,6243 4,8112 15,1563 0 1993 11,3288 5,8579 4,0943 5,1112 15,3296 0 1994 11,4460 5,8861 4,6052 5,1846 15,4881 0 1995 11,7183 5,9269 5,0106 5,2408 15,6524 0 1996 11,8285 5,9269 5,1648 5,2500 16,0728 0 1997 11,9152 6,0283 5,4161 5,2565 16,2132 1 1998 11,8981 6,2383 5,8579 5,2719 16,4472 1 1999 11,8778 6,5999 5,9915 5,5015 16,6394 1 2000 11,9253 6,7032 6,1092 5,6365 16,7404 1 2001 12,0347 6,7991 6,2146 5,8139 16,8293 1 2002 12,0481 6,8565 6,3099 6,1365 16,9342 1 2003 12,0429 7,0690 6,3969 6,3290 17,1223 1 Keterangan :

LCLPG = logaritma konsumsi LPG (persen) LPLPG = logaritma harga LPG (persen)

LPMT = logaritma harga minyak tanah (persen) LTL = logaritma tarif listrik (persen)

LYkap = logaritma pendapatan perkapita (persen) Dk = dummy krisis (persen)


(5)

Lampiran 3. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1,867498Probability0,191020

Obs*R-squared 4,843807Probability0,088753

Lampiran 4. Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0,897772Probability0,569372

Obs*R-squared 10,88053Probability0,453326

Lampiran 5. Uji Multikolinearitas

LPLPG LPMT LTL LYKAP DK

LPLPG 1 0,952379 0,954795 0,968812 0,814360 LPMT 0,952379 1 0,908373 0,977571 0,852196 LTL 0,954795 0,908373 1 0,930092 0,734271 LYKAP 0,968812 0,977571 0,930092 1 0,848931 DK 0,814360 0,852196 0,734271 0,848931 1

Lampiran 6. Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6

- 0 . 1 0 - 0 . 0 5 0 . 0 0 0 . 0 5 0 . 1 0

S e r i e s : R e s i d u a l s S a m p l e 1 9 8 1 2 0 0 3 O b s e r v a t i o n s 2 3

M e a n 2 . 6 0 E - 1 5 M e d i a n 0 . 0 0 0 2 1 9 M a x i m u m 0 . 1 1 3 8 1 5 M i n i m u m - 0 . 1 0 7 5 5 6 S t d . D e v . 0 . 0 5 5 4 3 1 S k e w n e s s 0 . 0 8 6 6 5 5 K u r t o s i s 2 . 2 4 3 0 7 7

J a r q u e - B e r a 0 . 5 7 7 8 4 5 P r o b a b i l i t y 0 . 7 4 9 0 7 0


(6)

Lampiran 7. Estimasi Model Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum di Indonesia Periode 1980-2003

Variabel bebas: LCLPG Metode: Least Squares

Sampel (adjusted): 1981 2003

Variabel Koefisien Standar Error t-Statistik Probabilitas LPLPG -0,199661 0.110120 -1.813121 0.0886

LPMT 0,053890 0.060663 0.888345 0.0385

LTL 0,047338 0.076010 0.622784 0.5422

LYKAP 0,206973 0.193813 1.067899 0.0314 LCLPG(-1) 0,707022 0.178264 3.966157 0.0011 DK -0,143464 0.063850 -2.246909 0.0391

C 3,796976 2.176641 1.744420 0.1003

Nilai R2 0,989627 F-Statistik 254.4032 Nilai Durbin-Watson 2,175816 Probabilitas F-Statistik 0.000000