PEMBAHASAN Para pasien yang pernah penulis lakukan pemeriksaan selama

BAB V PEMBAHASAN

Pada tabel 5.1 didapatkan subjek penelitian yang berjumlah 23 pasien tuberkulosis hampir sama antara pasien laki-laki dan perempuan dimana jumlah laki-laki sebanyak 12 52,2 dan perempuan 11 47,8. Pada tabel 5.2 didapatkan jumlah frekuensi data dari masing- masing umur subjek menunjukkan bahwa pasien yang berumur 21-40 56,5 berjumlah relatif lebih banyak yaitu 13 56,5 subjek. Kelompok umur 40 tahun mempunyai jumlah 8 34,8 subjek, diikuti oleh kelompok umur ≤ 20 tahun berjumlah 2 8,7 subjek. Terdapat variasi suku dari subjek penelitian yang diperiksa juga berbagai tingkat pendidikan. Dari tabel 5.3 dijumpai suku terbanyak suku Batak 9 39,1 subjek, diikuti suku Jawa 7 30,4 subjek, suku mandailing dan Karo d masing-masing 3 14,0 subjek, suku Melayu 1 4,3 subjek. Dari tabel 5.4 di dapatkan pendidikan terakhir SLTA 13 56,5 subjek. Diikuti sarjana 7 30,4 subjek, dan SLTP 313,1 subjek. Data ini dapat digunakan untuk menggambarkan variasi subjek yang mengikuti penelitian dan menunjukkan heterogenitas populasi penelitian. Dari data penelitian pada tabel 5.5 berdasarkan kategori dari tuberkulosis dijumpai pada kategori 1 dengan jumlah 20 87,0 subjek dan pada kategori 2 berjumlah 3 13,0 subjek . Universitas Sumatera Utara Pada tabel 5.6 didapatkan perbedaan visus sebelum dan setelah mendapat terapi etambutol secara statistik signifikan.Dimana sebelum terapi visus 46 mata adalah 55 dan setelah mendapat etambutol 8 mata mempunyai visus 56,58 dan 510. Himal K melaporkan visus sebelum terapi 0.00±0.08 Log-MAR dan setelah terapi 0.08±0.18 Log-MAR Himal K,2007. Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan diskromatopsia dapat menjadi tanda awal toksisitas etambutol .Pada tabel 5.7 di jumpai hasil penelitian ini, dari 23 subjek 46 mata didapatkan 4 mata yang mengalami perubahan sebelum dan sesudah pemakaian etambutol. Choi melaporkan gejala awal diskromatopsia pada 2 dari 13 pasien neuropati optic etambutol Choy SY,Hwang JM, 2007. Diskromatopsia yang ditemukan pada penelitian ini adalah efek biru kuning tritanomali dan secara statistik tidak signifikan dijumpai adanya perbedaan sebelum dan sesudah terapi etambutol . Kaimbo melaporkan hasil penelitian tes persepsi warna pada pengguna etambutol dengan FM 15 didapat 3 7 dari 42 subjek yang mengalami tritanomali Kaimbo KW,Bifuko ZA,2002. Dari penelitian ini pada tabel 5.8 didapatkan hasil pemeriksaan RNFL thickness menggunakan OCT menunjukkan penurunan pada RNFL pada 3 kuadran,dan sedikit peningkatan pada kuadran temporal.Pada kuadran superior sebelum terapi 129.26±19,719 dan setelah terapi 125.43±17.032.Pada kuadran inferior sebelum 131.13±28.946 dan setelah 125.52±25.968 dan pada kuadran nasal sebelum terapi 97.96±37.085 dan Universitas Sumatera Utara setelah terapi 90.26±37.456. Sedangkan pada kuadran temporal didapatkan sebelum terapi 76.09±24.070 dan setelah terapi 90.26±37.456. Pada penelitian terhadap pasien normal didapatkan pada kuadran superior 133,46±16,71,kuadran inferior 143,59±19,89,nasal 87,57±16,85 dan temporal 79,79±13,03. Walaupun tidak signifikan secara statistik,pasien dengan penebalan RNFL temporal yang berhubungan ditunjukkan dengan adanya pembengkakan ringan dari “bundle papilomakular”. Jika pada stadium akhir dari neuropati optik etambutol bundle papilomakular mengalami kerusakan secara primer. Penemuan ini dapat dijelaskan melalui efek dari etambutol dimana meningkatkan level glutamate pada sel, selain menurunkan level kalsium di sitoplasma dan peningkatan kalsium di mitokondria dimana terjadi ketidakseimbangan kerusakan potensial membran mitokondria Chai SJ,2007. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Perbandingan Gambaran Optic Nerve Head Dengan Optical Coherence Tomography Dan Foto Fundus Pada Penderita Suspek Glaukoma Di Rsup.H.Adam Malik Medan

0 0 16

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan

0 3 15

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan

0 0 2

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan

0 0 5

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan

0 0 18

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan Chapter III VI

0 0 17

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan

0 0 3

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di Rsup.H. Adam Malik Medan

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis - Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di RSUP.H. Adam Malik Medan

0 0 18

Perbedaan Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Dengan Optical Coherence Tomography Pada Pasien Tuberkulosis Sebelum Dan Susudah Mendapat Etambutol Di RSUP.H. Adam Malik Medan

0 0 15